MATA PELATIHAN NSPK PENYELENGGARAAN RUMAH KHUSUS PELATIHAN TEKNIS

  • Slides: 69
Download presentation
MATA PELATIHAN NSPK PENYELENGGARAAN RUMAH KHUSUS PELATIHAN TEKNIS PENYELANGARAAN RUMAH KHUSUS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

MATA PELATIHAN NSPK PENYELENGGARAAN RUMAH KHUSUS PELATIHAN TEKNIS PENYELANGARAAN RUMAH KHUSUS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Pengalaman bekerja ØDirektur Konsolidasi Tanah BPN - RI ØKepala Pusat Hukum BPN - RI

Pengalaman bekerja ØDirektur Konsolidasi Tanah BPN - RI ØKepala Pusat Hukum BPN - RI ØKepala Pusat Litbang BPN – RI ØInspektur BPN - RI ØKepala Biro Hukum Kementerian Perumahan Rakyat ØDirektur Umum dan Hukum BLU PPDPP Kementerian PUPR ØWIDYAISWARA UTAMA KEMENTERIAN PUPR Maharani 0812 11 999 59 Maharani 59@gmail. co m

A. Latar Belakang Standar kompetensi yang harus dicapai peserta adalah memahami muatan berbagai PUU

A. Latar Belakang Standar kompetensi yang harus dicapai peserta adalah memahami muatan berbagai PUU yang mengatur penyelanggaraan rumah khusus dan memahami penyusunan NSPK. Oleh karena itu diperlukan pelatihan PUU di bidang rumah khusus dan metode penyusunan NSKP

Mata Pelatihan PUU Penyelanggaraan Rumah Khusus dan penyusunan NSPK, memberikan pemahaman kepada peserta mengenai

Mata Pelatihan PUU Penyelanggaraan Rumah Khusus dan penyusunan NSPK, memberikan pemahaman kepada peserta mengenai pengaturan rumah khusus meliputi : herarkhi PUU , Inventarisasi PUU, baik yang mengatur rumah khsusus atau PUU yang terkait, serta metode penyusunan NSPK meliputi menyusun DIM, dan merancang pasal demi pasal Mata Pelatihan ini disajikan dengan metode pembelajaran tatap muka dan diskusi interaksi. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya memahami dan menjelasan PUU yang mengatur rumah khusus, serta menyususun masukan teknis substansi rumah khusus , menyusun DIM, dan merancang pasal demi pasal B. Deskripsi Singkat

C. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta Pelatihan diharapkan mampu menjelaskan herarkhi PUU

C. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta Pelatihan diharapkan mampu menjelaskan herarkhi PUU dan Inventarisasi PUU, yang mengatur rumah khsusus dan merancang masukan teknis serta menyusun DIM dan menyusun rancangan pasal demi pasal

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok : A. PUU Substansi Rumah Khusus: Ø

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok : A. PUU Substansi Rumah Khusus: Ø Herarkhi PUU, Ø Family Tree Ø Inventarisasi PUU yang mengatur penyelenggaraan rumah khusus. B. Penyusunan NSPK : Ø Menyiapkan masukan Teknis/ Naskah Akedemis Ø Menyiapkan DIM Ø Menyiapkan rumusan pasal demi pasal

Ceramah/ presentasi Metode Belajar Diskusi kelompok

Ceramah/ presentasi Metode Belajar Diskusi kelompok

 ALOKASI WAKTU: 4 (empat JP)

ALOKASI WAKTU: 4 (empat JP)

A. INDIKATOR KEBERHASIL Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta dapat memahami : Ø Herarkhi dan

A. INDIKATOR KEBERHASIL Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta dapat memahami : Ø Herarkhi dan inventarisasi PUU yang mengatur penyelenggaraan rumah khusus Ø Menyiapkan masukan Teknis/ NA/ Naskah Akedemis Ø Menyiapkan DIM/ Daftar Inventarisasi Masalah Ø Menyiapkan rumusan Pasal demi pasal

C. Memahami PUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan,

C. Memahami PUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.

Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi

Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.

ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGAN YANG BAIK 1. kejelasan tujuan; 2. kelembagaan atau pejabat pembentuk

ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGAN YANG BAIK 1. kejelasan tujuan; 2. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; 3. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; 4. dapat dilaksanakan; 5. kedayagunaan dan kehasilgunaan; 6. kejelasan rumusan; dan 7. keterbukaan.

Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: 1. pengayoman; 2. kemanusiaan; 3. kebangsaan; 4.

Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: 1. pengayoman; 2. kemanusiaan; 3. kebangsaan; 4. kekeluargaan; 5. kenusantaraan; 6. bhinneka tunggal ika; 7. keadilan; 8. kesamaan kedudukan dalam hukum pemerintahan; 9. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau 10. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. dan

JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Ø Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Ø

JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Ø Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Ø Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Ø Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; Ø Peraturan Pemerintah; Ø Peraturan Presiden; Ø Peraturan Daerah Provinsi; dan Ø Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Kekuatan hukum Peraturan Perundangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud

Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud mencakup : peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan

Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud mencakup : peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Herarkhi Peraturan Perundang-undangan Penyelenggaraan Rumah Khusus UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1 /

Herarkhi Peraturan Perundang-undangan Penyelenggaraan Rumah Khusus UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1 / UU no 5 Tahun 60 ttg UUPA UU No. 28 Tahun 2002 PP No. 36 Tahun 2005 UU No. 11 Tahun 2010 UU No. 01 Tahun 2011 UU No. 20 Tahun 2011 PP No. 88 Tahun 2014 PP No. 14 Tahun 2016 PP No. 64 Tahun 2016 Permendagri No. 9 Tahun 2009 Permenpera No. 12 Tahun 2014 Permendagri No. 55 Tahun 2017 Permen PUPR No. 20 Tahun 2017 UU No. 01 Tahun 2004 PP No. 27 Tahun 2014 Permenkeu No. 246/PMK. 06/2014 Permenkeu No. 111/PMK. 06/2016

Peraturan perundang-undangan terkait dengan penyelenggaraan rumah khusus Pasal 28 H UUD 1945/ UU No

Peraturan perundang-undangan terkait dengan penyelenggaraan rumah khusus Pasal 28 H UUD 1945/ UU No 5 Tahun 1960 ttg UUPA UU No. 26 Tahun 2007 PP No. 26 Tahun 2008 Perda Prov. RTRWP UU No. 17 Tahun 2007 Perpres No 02 Tahun 2015 Permen PUPR No. 13. 1 2011 Perda Prov. RTRWKab UU No. 32 Tahun 2009 PP No. 27 Tahun 2012 UU No. 2 Tahun 2012 Perpres No 71 Tahun 2012 Permen. LH No. 5&16 Tahun 2012 Perka BPN No. 05 Tahun 2012 UU No. 23 Tahun 2014

Tabel 1 Daftar Peraturan Perundang-undangan Penyelenggaraan Rumah Khusus No. 1 2 3 4 5

Tabel 1 Daftar Peraturan Perundang-undangan Penyelenggaraan Rumah Khusus No. 1 2 3 4 5 PUU UU No. 28 Tahun 2002 UU No. 11 Tahun 2010 UU No. 1 Tahun 2011 UU No. 20 Tahun 2011 UU No. 1 Tahun 2004 6 PP No. 36 Tahun 2005 7 PP No. 88 Tahun 2014 8 PP No. 14 Tahun 2016 9 10 PP No. 64 Tahun 2016 PP No. 27 Tahun 2014 Permenpera No. 14 Tahun 2006 Permenpera No. 15 Tahun 2006 11 12 Tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya Perumahan dan Kawasan Permukiman Rumah Susun Perbendaharaan Negara Peraturan Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman Pembangunan Perumahan MBR Pengelolaan Barang Milik Negara - Daerah Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Kawasan Nelayan

13 14 15 Permenpera No. 17 Tahun 2006 Permenpera No. 22 Tahun 2008 Permendagri

13 14 15 Permenpera No. 17 Tahun 2006 Permenpera No. 22 Tahun 2008 Permendagri No. 9 Tahun 2009 16 Permenpera No. 12 Tahun 2014 17 Permendagri No. 55 Tahun 2017 18 19 20 Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Kawasan Perbatasan SPM Perumahan Rakyat Daerah Provinsi Kab-Kota Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Perumahan Dan Permukiman Daerah Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Dan Pengembangan Perumahan Dan Kawasan Permukiman (RP 3 KP) Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/ Kota, Pelaksanaan Perizinan Dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Di Daerah Permen PUPR No. 20 Tahun Penyediaan Rumah Khusus 2017 Permenkeu No. 246/PMK. 06 Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan BMN Tahun 2014 Permenkeu No. 111/PMK. 06 Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan BMN Tahun 2016

UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Rumah khusus merupakan suatu bangunan gedung

UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Rumah khusus merupakan suatu bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat hunian sehingga dalam proses pembangunannya harus mangacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur bangunan gedung ( UU No. 28 Tahun 2002 PP No. 36 Tahun 2005 )

UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pada prakteknya lingkup penyelenggaraan rumah khusus

UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pada prakteknya lingkup penyelenggaraan rumah khusus juga dapat meliputi kegiatan pemugaran suatu Bangunan Cagar Budaya sehingga dalam penyelenggaraannya harus mengacu pada peraturan perundangan tentang Cagar budaya. Khusus yang berkaitan dengan cagar budaya, program penyediaan rumah khusus terbatas pada upaya pelestarian bangunan rumah cagar budaya. Definisi rumah khusus ada didalam UU PKP, yang dimaknai sebagai rumah untuk memenuhi kebutuhan khusus seperti rumah nelayan, rumah ponpes, rumah misionari. Rumah korban bencana, rumah perbatasan, yang dibangun terutama untuk MBR atau desil dibawah MBR. Ayo kita cermati bersama apakah cagar budaya termasuk rumah khusus, bila rumah yang dilestarikan tersebut ditempati oleh orang kaya seperti di menteng, yang bukan MBR.

1. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, mengatur Asas, Tujuan

1. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, mengatur Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup a. Pembinaan b. Tugas dan Wewenang c. Penyelenggaraan Perumahan d. Penyelenggaraan Kawasan Permukiman e. Pemeliharaan dan Perbaikan f. Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh g. Pendanaan dan Sistem Pembiayaan h. Hak Dan Kewajiban i. Peran Masyarakat Dalam penyelanggaraan perumahan diatur jenis rumah antara lain adalah rumah khusus

UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Bentuk rumah khusus terdiri dari rumah

UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Bentuk rumah khusus terdiri dari rumah tapak dan rumah susun, maka penyelenggaraan rumah khusus dalam bentuk rumah susun harus mengacu pada Undang-undang ini.

UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Dalam penyelenggaraan rumah khusus, pembiayaan dilakukan

UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Dalam penyelenggaraan rumah khusus, pembiayaan dilakukan melalui APBN atau APBD , dan setelah proses pembangunan selesai akan diserahkan kepada pihak pemohon bantuan, sehingga dalam proses ini akan terjadi proses pengelolaan BMN/ MBD yang pelaksanaannya harus mengacu pada peraturan yang terkait dengan perbendaharaan negara.

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pengaturan rumah khusus

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pengaturan rumah khusus meliputi: 1. Rumah khusus merupakan salah satu jenis rumah , yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus; 2. Rumah khusus disediakan oleh pemerintah dan/ atau pemerintah daerah 3. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertanggung jawab dalam pembangunan rumah khusus 4. Pembangunan rumah khusus dibiayai melalui ABPN/APBD, ( anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah ); 5. Rumah khusus merupakan BMN atau BMD

Lanjutan 7. Pembangunan rumah khusus dapat dilakukan oleh lembaga atau badan yang ditunjuk oleh

Lanjutan 7. Pembangunan rumah khusus dapat dilakukan oleh lembaga atau badan yang ditunjuk oleh pemerintah/ pemerintah daerah 8. Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar dan Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum dapat dilakukan untuk membangun rumah khusus. 8. Terdapat tujuh pola menyediaan tanah untuk rumah khusus, dan pembangunan rumah khusus justru terkendala di penyediaan tanahnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, pengaturan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, pengaturan Penyelenggaraan Perumahan, di dalamnya termasuk penyelenggaraan Rumah Khusus, meliputi 4 tahapan pokok yang harus dilakukan yaitu : perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian. PP ini merupakan turunan dari UU PKP, yang mengatur secara teknis melaksanakan tahapan – tahapan tersebut untuk pembangunan rumah khusus.

1. Tahapan Perencanaan dibagi menjadi 2 tahapan yaitu perencanaan umum dan perencanaan teknis. Perencanaan

1. Tahapan Perencanaan dibagi menjadi 2 tahapan yaitu perencanaan umum dan perencanaan teknis. Perencanaan umum , penyusunan Rencana Pembangunan Dan Pengembangan Perumahan Dan Kawasan Permukiman ( RP 3 KP ) dan Pemrograman penyediaan rumah khusus yang meliputi tahapan Proses Pengajuan Usulan, Persyaratan Administrasi, Persyaratan Teknis, Verifikasi terhadap Usulan , dan Penetapan Bantuan Pembangunan Rumah Khusus. Perencanaan teknis kegiatan yang dilakukan adalah penyusunan dokumen rencana teknis dan penyusunan rencana anggaran biaya (RAB) serta perizinan (IMB).

Dalam hal penyelenggaraan rumah khusus, yang diperlukan berkaitan dengan perencanaan adalah: a. Kepastian usulan

Dalam hal penyelenggaraan rumah khusus, yang diperlukan berkaitan dengan perencanaan adalah: a. Kepastian usulan dari kementeerian/ lembaga atau pemerintah daerah dinyatakan lengkap dan benar; b. Kepastian peruntukan ruang untuk pembangunan perumahan c. Kepastian lokasi pembangunan rumah khusus dan kepastian tidak merubah lokasi; d. Kepastian ketersediaan tanah siap bangun e. Kepastian calon penerima manfaat/ penghuni rumah khusus f. Kepastian kesediaan menerima dan mengelola rumah khusus g. Kepastian berlangsungnya verifikasi administrasi dengan baik dan benar; h. Kepastian berlangsungnya verifikasi teknis dengan baik, benar dan dapat dipertanggung jawabkan.

2. Tahapan Pembangunan Tahap Pembangunan ini meluputi : 1. pengadaan jasa perencanaan dan perancangan

2. Tahapan Pembangunan Tahap Pembangunan ini meluputi : 1. pengadaan jasa perencanaan dan perancangan rencana tapak (site plan) rumah khusus (struktur, arsitektur dan mekanikal/plambing/elektrikal (MEP), 2. pelaksanaan pembangunan melalui penyedia jasa kontraktor dan pengawasan pembangunan rumah khusus oleh konsultan pengawasan atau konsultan MK.

3. Tahapan Pemanfaatan Pada tahapan ini terdapat dua kegiatan utama yaitu : 1. pengelolaan

3. Tahapan Pemanfaatan Pada tahapan ini terdapat dua kegiatan utama yaitu : 1. pengelolaan aset/BMN dan pemanfaatan rumah khusus ( meliputi penggunaan dan pemindahtanganan/hibah ; 2. sedangkan pemanfaatan meliputi penghunian, pemeliharaan dan perawatan. 3. Dalam tahap pemanfaatan, yang perlu dipastikan adalah kepenghunian yang tepat sasaran, sesuai dengan daftar nama orang yang telah diajukan bersama proposal.

4. Tahapan Pengendalian Ø Pengendalian dilakukan agar dapat dicapai tujuan dari penyelenggaraan rumah khusus;

4. Tahapan Pengendalian Ø Pengendalian dilakukan agar dapat dicapai tujuan dari penyelenggaraan rumah khusus; Ø pengendalian dilakukan pada setiap tahapan penyelenggaraan rumah khusus yaitu perencanaan, pembangunan dan pemanfaatan. Ø Pengendalian dalam penyelenggaraan rumah khusus perlu dilakukan sejak tahap usulan dari calon penerima penyediaan rumah khusus dan calon pemanfaat rumah khusus, tahap perencanaan, termasuk tahap verifikasi, tahap pembangunan dan tahap pemanfaatan (penghunian dan pengelolaan).

Sebagai peraturan yang lebih teknis telah diterbitkan beberapa peraturan menteri yang terkait dengan rumah

Sebagai peraturan yang lebih teknis telah diterbitkan beberapa peraturan menteri yang terkait dengan rumah khusus yaitu : a. Permenpera No. 12 Tahun 2014, tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Dan Pengembangan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota, b. Permendagri No. 55 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan Dan Non Perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Di Daerah. c. Permen PUPR No. 20 Tahun 2017, tentang Penyediaan Rumah Khusus d. Permenkeu No. 246/PMK. 06 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan BMN e. Permenkeu No. 111/PMK. 06 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan BMN

Pada setiap tahapan dalam penyelenggaraan rumah khusus , terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan,

Pada setiap tahapan dalam penyelenggaraan rumah khusus , terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan, dan untuk melaksanakan setiap kegiatan tersebut perlu didasarkan pada peraturan pelaksanaaan yang lebih teknis sebagai pedoman pelaksanaan. Kaitan peraturan yang lebih teknis penyelenggaraan rumah khusus diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 20 Tahun 2017 Tentang Penyediaan Rumah Khusus. Idealnya, penyelenggaraan rumah khusus dilengkapi dengan SOP (Standar, Operasi dan Prosedur) yang meliputi seluruh tahapan pembangunan, hingga serah terima aset rumah khusus.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 20 Tahun 2017 Tentang Penyediaan Rumah

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 20 Tahun 2017 Tentang Penyediaan Rumah Khusus, meliputi : 1. Bentuk penyediaan rumah khusus, yang meliputi: a. Pembangunan rumah khusus dengan luas lantai antara 28 m 2 hingga 45 m 2 beserta PSUnya b. Perencanaan teknis sebagai pelengkap yang terdiri dari dokumen DED rumah khusus dan PSU serta rencana tapak perumahan c. Bantuan meubelair 2. Penerima penyediaan adalah kementerian/ lembaga , dan penerima manfaat rumah khusus adalah masyarakat yang memenuhi kriteria. 3. Mekanisme penyediaan rumah khusus, meliputi perencanaan, pembangunan, serah terima BMN dan pemanfaatan rumah khusus. 4. Pengawasan dan pengendalian, yang terdiri dari: a. Pengawasan, meliputi pengamatan, identifikasi dan antisipasi permasalahan, dalam tahap perencanaan, pembangunan, serah terima aset dan pemanfaatan; b. Pengendalian dilakukan untuk menjamin kesesuaian penetapan dan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh kepala satuan kerja.

PENGERTIAN NSPK • Norma : aturan atau ketentuan yang dipakai sebagai tatanan untuk penyelenggaraan

PENGERTIAN NSPK • Norma : aturan atau ketentuan yang dipakai sebagai tatanan untuk penyelenggaraan rumah khusus • Standar : Acuan yang dipakai sebagai patokan penyelenggaraan rumah khusus • Prosedur : metode atau tatacara dalam penyelanggaraan rumah khusus • Kriteria : ukuran yang dipergunakan sebagai dasar penyelenggaraan rumah khusus

NSPK : Ditetapkan oleh Menteri Mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan

NSPK : Ditetapkan oleh Menteri Mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

TEKNIK PENYUSUNAN MASUKAN TEKNIS DALAM RANGKAN MENYUSUN SNPK Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian

TEKNIK PENYUSUNAN MASUKAN TEKNIS DALAM RANGKAN MENYUSUN SNPK Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan PUU sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

CONTOH DAFTAR INVENTARISASI MASALAH / DIM NO Muatan Pasal Alasan Perubahan Rumusan Baru 1

CONTOH DAFTAR INVENTARISASI MASALAH / DIM NO Muatan Pasal Alasan Perubahan Rumusan Baru 1 Pelaku Pembangunan Sampai saat ini hunian (1) Pelaku Pembangunan rumah komersial wajib berimbang tidak rumah komersial wajib membangunan perumahan maksimal pelaksaannya. perumahan dengan hunian berimbang Antara lain karena hunian berimbang 1: 2: 3 lemahnya penegakan 1: 2: 3 (2) Kewajiban sebagaimana hukum dan tidak dimaksud dalam ayat (1) dicantumkannya dicantumkan dalam Ijin klausula tersebut dalam Lokasi dan Ijin Surat Keputusan Mendirikan Bangunan Pemberian Perinijinan (3) Pelaku Pembangunan rumah komersial yang tidak melaksanakan Hunian Berimbang

KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Judul; B. Pembukaan; C. Batang Tubuh; D. Penutup; E. Penjelasan

KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Judul; B. Pembukaan; C. Batang Tubuh; D. Penutup; E. Penjelasan (jika diperlukan); F. Lampiran (jika diperlukan)

A. JUDUL Ø Judul Peraturan Perundang–undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau

A. JUDUL Ø Judul Peraturan Perundang–undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Perundang–undangan. ØNama Peraturan Perundang–undangan dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa tetapi secara esensial maknanya telah dan mencerminkan isi Peraturan Perundang– undangan.

Contoh nama Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan 1 (satu) kata: - Ø Paten; - Ø

Contoh nama Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan 1 (satu) kata: - Ø Paten; - Ø Yayasan; - Ø Ketenagalistrikan. Contoh nama Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan frasa: Ø Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum; Ø Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; Ø Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Judul Peraturan Perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin tanpa

Judul Peraturan Perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca. Ø Contoh: a. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN Ø Contoh : b. PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM Ø Contoh c. QANUN KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

B. Konsiderans diawali dengan kata Menimbang. Ø Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran

B. Konsiderans diawali dengan kata Menimbang. Ø Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang–undangan. Ø Pokok pikiran pada konsiderans Undang–Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis.

Ø Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita

Ø Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ø Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Ø Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

C. Dasar hukum memuat Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat. Dasar hukum memuat: a.

C. Dasar hukum memuat Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat. Dasar hukum memuat: a. Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Perundangan; dan b. Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

D. BATANG TUBUH Batang tubuh Peraturan Perundang-undangan memuat semua materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang

D. BATANG TUBUH Batang tubuh Peraturan Perundang-undangan memuat semua materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dirumuskan dalam pasal atau beberapa pasal. Pada umumnya materi muatan dalam batang tubuh dikelompokkan ke dalam: a. ketentuan umum; b. materi pokok yang diatur; c. ketentuan pidana (jika diperlukan); d. ketentuan peralihan (jika diperlukan); dan e. ketentuan penutup.

 RAGAM BAHASA PERATURAN PERUNDANGAN

RAGAM BAHASA PERATURAN PERUNDANGAN

RAGAM BAHASA PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN BAHASA PERATURAN PERUNDANG Bahasa Peraturan Perundang–undangan pada dasarnya

RAGAM BAHASA PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN BAHASA PERATURAN PERUNDANG Bahasa Peraturan Perundang–undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya. Namun bahasa Peraturan Perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan maupun cara penulisan.

Ciri-ciri bahasa Peraturan Perundang-undangan antara lain: a. lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti

Ciri-ciri bahasa Peraturan Perundang-undangan antara lain: a. lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti atau kerancuan; b. bercorak hemat hanya kata yang diperlukan yang dipakai; c. objektif dan menekan rasa subjektif (tidak emosi dalam mengungkapkan tujuan atau maksud); d. membakukan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan secara konsisten; e. memberikan definisi atau batasan pengertian secara cermat; f. penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak

Penyerapan kata, frasa, atau istilah bahasa asing yang banyak dipakai dan telah disesuaikan ejaannya

Penyerapan kata, frasa, atau istilah bahasa asing yang banyak dipakai dan telah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa Indonesia dapat digunakan jika: a. mempunyai konotasi yang cocok; b. lebih singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam Bahasa Indonesia; c. mempunyai corak internasional; d. lebih mempermudah tercapainya kesepakatan; atau e. lebih mudah dipahami daripada terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. f. Contoh: 1. devaluasi (penurunan nilai uang) 2. devisa (alat pembayaran luar negeri)

PILIHAN KATA ATAU ISTILAH Gunakan kata paling, untuk menyatakan pengertian maksimum dan minimum dalam

PILIHAN KATA ATAU ISTILAH Gunakan kata paling, untuk menyatakan pengertian maksimum dan minimum dalam menentukan ancaman pidana atau batasan waktu. Contoh: … dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 500. 000, 00 (lima ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 1. 000, 00 (satu milyar rupiah). Untuk menyatakan maksimum dan minimum bagi satuan: a. waktu, gunakan frasa paling singkat atau paling lama untuk menyatakan jangka waktu;

penulisan huruf awal dari kata, frasa atau istilah yang sudah didefinisikan atau diberikan batasan

penulisan huruf awal dari kata, frasa atau istilah yang sudah didefinisikan atau diberikan batasan pengertian, nama jabatan, nama profesi, nama institusi/lembaga pemerintah/ketatanegaraan, dan jenis Peraturan Perundangan dan rancangan Peraturan Perundang-undangan dalam rumusan norma ditulis dengan huruf kapital. Contoh: - Pemerintah - Wajib Pajak - Rancangan Peraturan Pemerintah

Tidak menggunaan kata atau frasa yang artinya tidak menentu atau konteksnya dalam kalimat tidak

Tidak menggunaan kata atau frasa yang artinya tidak menentu atau konteksnya dalam kalimat tidak jelas. Contoh: Istilah minuman keras mempunyai makna yang kurang jelas dibandingkan dengan istilah minuman beralkohol.

Dalam merumuskan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, gunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baku. Contoh kalimat

Dalam merumuskan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, gunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baku. Contoh kalimat yang tidak baku: Izin usaha perusahaan yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dicabut. Contoh kalimat yang baku: Perusahaan yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dicabut izin usahanya.

 Untuk mempersempit pengertian kata atau isilah yang sudah diketahui umum tanpa membuat definisi

Untuk mempersempit pengertian kata atau isilah yang sudah diketahui umum tanpa membuat definisi baru, gunakan kata tidak meliputi. Contoh: Anak buah kapal tidak meliputi koki magang. Tidak memberikan arti kepada kata atau frasa yang maknanya terlalu menyimpang dari makna yang biasa digunakan dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Contoh: Pertanian meliputi pula perkebunan, peternakan, dan perikanan. Rumusan yang baik: Pertanian meliputi perkebunan.

Rangkuman Peraturan perundang-undangan penyelenggaraan rumah khusus dan peraturan perundang-undanganan terkait penyelenggaraan rumah khusus diatur

Rangkuman Peraturan perundang-undangan penyelenggaraan rumah khusus dan peraturan perundang-undanganan terkait penyelenggaraan rumah khusus diatur dalam berbagai UU , PP dan Permen, sebagai pelaksanaan Pasal 28 H UUD 45. Pemahaman akan peraturan perundangan ini sangat diperlukan bagi seluruh pemangku kepentingan di lingkungan Direktorat Rumah khusus dalam melaksanakan kebijakan dan program pembangunan rumah khusus. Demikian halnya dengan penyusunan NSPK dalam penyelenggaraan rumah khusus , setiap tahapan penyusunannya wajib difahami. Mata Pelatihan ini , menyajikan Herarkhi dan inventarisasi PUU yang mengatur rumah khusus, serta metode penyusunan NSPK meliputi : penyusunan Naskah Akedemis/ masukan teknis, penyusunan Daftar Invetarisasi Masalah, serta penyusunan pasal demi pasal

Latihan Tuliskan pernyataan dibawah ini benar atau salah : 1. Mata Pelatihan PUU Penyelanggaraan

Latihan Tuliskan pernyataan dibawah ini benar atau salah : 1. Mata Pelatihan PUU Penyelanggaraan Rumah Khusus, memberikan pemahaman atas seluruh PUU terkait pengaturan rumah khusus, meliputi ; Herarkhir PUU, Jenis PUU, Bentuk PUU, dan muatan substansi serta bagaimana melakukan inventarisasi dan identivikasi PUU. 2. Penyelenggaraan Rumah Khusus hanya diatur dalam UU nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukinan dan UU nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun saja. 3. Penyelenggaraan Rumah Khusus selain diatur dalam UU nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukinan dan UU nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun , juga diatur dalam berbagai peraturan perundangan terkait lainnya. 4. UU tentang Bangunan Gedung tidak mengatur tentang rumah khusus, karena rumah khusus bukan termasuk dalam katagori bangunan gedung. 5. Rumah khusus hanya dapat dibangun dengan APBN ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ) atau APBD ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ) saja, dan tidak dapat dilakukan dengan KPBU ( Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha ). 6. Pelaku Pembangunan yang berkontribusi untuk membangunn rumah khusus tidak mendapatkan bantuan dan kemudahan dari pemerintah. 7. Bangunan Cagar Budaya, dan Rumah Negara termasuk katagori dalam Rumah Khusus. 8. Rumah Khusus adalah rumah yang khusus dibangun untuk MBR, yang menyandang kebutuhan khusus. 9. Rumah Khusus adalah rumah yang dibangun tidak hanya untuk MBR. 10. Pembangunan Rumah Khusus, tidak memerlukan prosesdur perizinan sebagaimana pembangunan rumah lazimnya.

TUGAS KELOMPOK Kondisi rumah khusus atau rumah susun khusus saat ini memprihatinkan, sebagian besar

TUGAS KELOMPOK Kondisi rumah khusus atau rumah susun khusus saat ini memprihatinkan, sebagian besar tidak dihuni bahkan cenderung kumuh kembali, padahal rumah tersebut dibangun dengan tujuan untuk mengatasi backlog merumahan yang mencapai 11, 4 juta unit rumah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan kurang tepatnya sasaran atau lokasi pembangunan perumahan yang jauh dari jangkauan akses tempat bekerja masyarakat menerima manfaat . Padahal secara teknis penyediaan rumah khusus telah diatur dalam Permen PUPR No. 20 Tahun 2017, tentang Penyediaan Rumah Khusus. Kelompok saudara diminta untuk menyusun masukan teknis, terhadap revisi Permen PUPR No. 20 Tahun 2017, tentang Penyediaan Rumah Khusus tersebut. Masukan Teknis tersebut disusun dalam bentuk power point yang berisi : 1. Latar Belakang 2. Kajian teoretis dan praktik empiris 3. Evaluasi dan analisis peraturan perundangan terkait ( dalam hal ini Permen PUPR No. 20 Tahun 2017, tentang Penyediaan Rumah Khusus ) 4. Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis 5. Jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan Permen yang baru. 6. penutup daftar pustaka Berdasarkan Masukan teknis tersebut saudara diminta untuk menyusun DIM ( Daftar Invetarisasi Masalah ), yang terdiri dari : , 1. Muatan Pasal yang akan direvisi, 2. Alasan Perubahan ( Hasil Analisa dan Evaluasi Pasal tersebut ) 3. Rumusan Pasal Baru sebagai usulan Permen yang baru

Tugas Pemerintah Daerah (Pasal 14 Tugas Provinsi dan 15 Tugas Kab/Kota) 68

Tugas Pemerintah Daerah (Pasal 14 Tugas Provinsi dan 15 Tugas Kab/Kota) 68

Kewenangan Pemerintah Daerah (Pasal 17 Kewenangan Provinsi dan 18 Kewenangan Kab/Kota) 69

Kewenangan Pemerintah Daerah (Pasal 17 Kewenangan Provinsi dan 18 Kewenangan Kab/Kota) 69