Kuliah 1 DASARDASAR PERPAJAKAN DEFINISI DAN UNSUR PAJAK

  • Slides: 111
Download presentation
Kuliah 1 DASAR-DASAR PERPAJAKAN DEFINISI DAN UNSUR PAJAK Definisi atau pengertian pajak menurut Prof.

Kuliah 1 DASAR-DASAR PERPAJAKAN DEFINISI DAN UNSUR PAJAK Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk mem bayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur: 1. luran dari rakyat kepada negara. 2. Berdasarkan undang. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

FUNGSI PAJAK Ada dua fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsi budgetair 2. Fungsi mengatur (regulerend)

FUNGSI PAJAK Ada dua fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsi budgetair 2. Fungsi mengatur (regulerend) SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK 1. 2. 3. 4. 5. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang (Syarat Yuridis) Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) Sistem pemungutan pajak harus sederhana TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK 1. 2. 3. Teori Asuransi Teori Kepentingan Teori Daya Pikul Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu Unsur objektif Unsur subjektif

4. 5. Teori Bakti Teori Asas Daya Beli HUKUM PAJAK MATERIIL DAN HUKUM PAJAK

4. 5. Teori Bakti Teori Asas Daya Beli HUKUM PAJAK MATERIIL DAN HUKUM PAJAK FORMIL 1. Hukum pajak materiil, memuat norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang, pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh: Undang undang Pajak Penghasilan. 2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat : Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak. PENGELOMPOKAN PAJAK 1. Menurut golongannya a. Pajak langsung b. Pajak tidak langsung

2. Menurut sifatnya a. Pajak Subjektif b. Pajak Objektif 3. Menurut lembaga pemungutnya a.

2. Menurut sifatnya a. Pajak Subjektif b. Pajak Objektif 3. Menurut lembaga pemungutnya a. Pajak Pusat b. Pajak Daerah TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK 1. Stelsel Pajak a. Stelsel nyata (riel stelsel) b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel) c. Stelsel campuran 2. Asas Pemungutan Pajak a. Asas domisili (asas tempat tinggal) b. Asas sumber c. Asas kebangsaan

3. Sistem Pemungutan Pajak a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi

3. Sistem Pemungutan Pajak a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak: 1. Ajaran Formil Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official ssessment system. 2. Ajaran Materiil Utang pajak timbul karena berlakunya undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal 1. Pembayaran, 2. Kompensasi, 3. Daluwarsa, 4.

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal 1. Pembayaran, 2. Kompensasi, 3. Daluwarsa, 4. Pembebasan dan penghapusan. HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK 1. Perlawanan pasif 2. Perlawanan aktif Bentuknya antara lain: a. Tax avoidance b. Tax evasion TARIF PAJAK Ada 4 macam tarif pajak 1. Tarif sebanding/proporsional Tarif berupa persentase yang tetap. Contoh : Pertambahan Nilai sebesar 10%. 2. Tarif tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) Contoh : Besarnya tarif Bea Meterai Rp. 3. 000, untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun.

3. Tarif progresif Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak

3. Tarif progresif Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh : pasal 17 UU PPh 2009 Lapisan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan BUT Tarif sampai dengan Rp 50. 000, 00. 10% di atas Rp 50. 000, 00 sampai dengan Rp 100. 000, 00. 15% di atas Rp 100. 000, 00. 30% Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi: a. Tarif progresif : kenaikan persentase semakin besar b. Tarif progresif tetap: kenaikan persentase tetap c. Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil. Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang undang PPh tersebut di atas termasuk tarif progresif. 4. Tarif degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar

Kuliah 2 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DASAR HUKUM Dasar hukum Ketentuan Umum

Kuliah 2 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DASAR HUKUM Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang undang No. 16 Tahun 2000. PENGERTIAN 1. Wajib Pajak (WP) 2. Badan 3. Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.

4. 5. 6. 7. 8. Tahun Pa/ak adalah jangka waktu I (satu) tahun takwim

4. 5. 6. 7. 8. Tahun Pa/ak adalah jangka waktu I (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu I (satu) Tahun Pajak Yang Terutang Penanggung Pajak Surat Paksa TAHUN PAJAK 1. Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Takwim. 1 Januari 2011 31 Desember 2011

pembukaan dimulai 1 Januari 2011 dan berakhir 31 Desember 2011, disebut tahun pajak 2011.

pembukaan dimulai 1 Januari 2011 dan berakhir 31 Desember 2011, disebut tahun pajak 2011. 2. Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun Takwim. a. 1 Juli 2011 30 Juni 2012 Pembukuan dimulai 1 Juli 2011 dan berakhir 30 Juni 2012. Disebut tahun pajak 2011 karena 6 bulan pertama jatuh pada tahun 2011.

b. 1 April 2011 31 Maret 2012 Pembukuan dimulai 1 April 2011 dan berakhir

b. 1 April 2011 31 Maret 2012 Pembukuan dimulai 1 April 2011 dan berakhir 31 Maret 2012. Disebut tahun pajak 2011 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2011 c. 1 Oktober 2011 30 September 2012 Pembukuan dimulai 1 Oktober 2011 dan berakhir 30 September 2012. Disebut tahun pajak 2012 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2012.

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP) Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana administrasi

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP) Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. NOMOR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (NPPKP) Setiap pengusaha yang berdasarkan Undang undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dikenakan pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Terhadap pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP akan dikenakan sanksi perpajakan. SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) 1. Pengertian SPT Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang me nurut ketentuan peraturan perundangan perpajakan.

2. Jenis SPT Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu: a. SPT Masa

2. Jenis SPT Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu: a. SPT Masa b. SPT Tahunan 3. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT a. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda untuk SPT Masa sebesar Rp 500. 000, 00 (lima ratus ribu rupiah) dan untuk SPT Tahunan sebesar Rp 1000. 000, 00 (satu juta rupiah) b. Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan Wajib Pajak sehingga dapat me nimbulkankerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda setingginya 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. c. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

SURAT SETORAN PAJAK (SSP) DAN PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Surat Setoran Pajak adalah surat yang

SURAT SETORAN PAJAK (SSP) DAN PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank Badan Usaha Milik negara atau bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. SURAT KETETAPAN PAJAK Surat ketetapan pajak adalah surat keterangan berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau disingkat SKPKB, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau disingkat SKPKBT, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau disingkat SKPLB, Surat Ketetapan Pajak Nihil atau SKPN. SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB) Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN (SKPKBT) Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN (SKPKBT) Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SURAT KETETAPAN PAJAK LEBIH BAYAR (SKPLB) Pengertian Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak Iebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL (SKPN) Pengertian Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

SURAT TAGIHAN PAJAK (STP) Pengertian Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan

SURAT TAGIHAN PAJAK (STP) Pengertian Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan hiaya penagihan, daluwarsa setelah lampau waktu 5 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun I'ajak yang bersangkutan. Saat daluwarsa penagihan pajak perlu ditetapkan untuk inemberi kepastian hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi. PEMERIKSAAN Undang undang Perpajakan yang baru memberikan wewenang melakukan penelitian serta penyelidikan terhadap Wajib Pajak yang diduga kurang/tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya atau terhadap Wajib Pajak yang meminta kelebihan pembayaran pajak. Pengertian Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangan perpajakan.

Wewenang Memeriksa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

Wewenang Memeriksa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangan perpajakan. PENYIDIKAN Pengertian Penyidikan di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diperlukan, sehingga dapat membuat terang tentang tindak pidana perpajakan yang terjadi, dan guna menemukan tersangka serta mengetahui besarnya pajak terutang yang di duga digelapkan. Penyidik dalam tindak pidana perpajakan adalah pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diangkat oleh Menteri Kehakiman sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. SANKSI PERPAJAKAN Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan.

Dalam undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana. Perbedaan

Dalam undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana. Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana menurut undang perpajakan adalah: Sanksi administrasi Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi pidana Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus karenaa norma perpajakan tidak dipatuhi. Ketentuan sanksi administrasi Menurut ketentuan dalam undang perpajakan ada 3 macam sanksi administrasi, yaitu berupa denda, bunga, dan kenaikan. SANKSI PIDANA Ketentuan sanksi pidana Menurut ketentuan dalam undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana, yaitu: denda pidana, kurungan, dan penjara.

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM Undang undang nomor 19 tahun 1997 tentang

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM Undang undang nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang undang nomor 19 tahun 2000. SURAT PAKSA Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Kuliah 3 PAJAK NEGARA DAN DAERAH Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku

Kuliah 3 PAJAK NEGARA DAN DAERAH Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPn BM). Bea Meterai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DASAR HUKUM Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DASAR HUKUM Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Undang undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai mana telah diubah terakhir dengan Undang undang No. 34 Tahun 2000. JENIS PAJAK DAN OBJEK PAJAK Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian, N dan taripnya : 1. Pajak Propinsi, terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; tarip 5 % b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; tarip 10 % c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; tarip 5 % d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. tarip 20 % 2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari: a. Pajak Hotel; tarip 10 % b. Pajak Restoran; tarip 10% c. Pajak Hiburan; tarip 35 %

d. Pajak Reklame; tarip 25% e. Pajak Penerangan Jalan; tarip 10 % f. Pajak

d. Pajak Reklame; tarip 25% e. Pajak Penerangan Jalan; tarip 10 % f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; tarip 20 % g. Pajak Parkir; tarip 20 % h. Pajak lain. RETRIBUSI DAERAH Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan Retribusi Daerah antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. Retribusi Daerah Jasa Umum Jasa Usaha Perizinan Tertentu

Kuliah 4 PAJAK PENGHASILAN UMUM SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK Yang menjadi Subjek Pajak

Kuliah 4 PAJAK PENGHASILAN UMUM SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK Yang menjadi Subjek Pajak adalah: 1. a. Orang pribadi b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 2. 3. Badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT). Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi: 1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari: a. Subjek Pajak orang pribadi, yaitu: • Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus ber turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau • Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

b. Subjek Pajak badan, yaitu: Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. c.

b. Subjek Pajak badan, yaitu: Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. c. Subjek Pajak warisan, yaitu: Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. 2. Subjek Pajak luar negeri yang terdiri dari: a. Subjek Pajak orang pribadi, b. Subjek Pajak badan

perbedaan Wajib Pajak dalarn negeri dan Wajib Pajak luar negeri, antara lain adalah: Wajib

perbedaan Wajib Pajak dalarn negeri dan Wajib Pajak luar negeri, antara lain adalah: Wajib Pajak dalam negri Wajib Pajak luar negri • Dikenakan pajak atas peng hasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia. • Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan netto. • Tarif pajak yang digunakan adalah tarif umum (Tarif UU PPh pasal 17). • Wajib menyampaikan SPT • Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumberpenghasilan di. Indonesia. • Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto. • Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan (tarif UU PPh pasal 26). • Tidak wajib menyampaikan SPT.

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK Yang tidak termasuk subjek pajak adalah: 1. Badan perwakilan negara

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK Yang tidak termasuk subjek pajak adalah: 1. Badan perwakilan negara asing. 2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing 3. Organisasi internasional 4. Pejabat perwakilan organisasi internasional OBJEK PAJAK Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambah an kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah: 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali di tentukan lain dalam Undang undang ini. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

3. Laba usaha. 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta. 5. Penerimaan kembali

3. Laba usaha. 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta. 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain kaicna jaminan pengembalian utang. 7. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusaha an asuransi kepada pemegang polls, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 8. Royalti. 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 14. Premi asuransi. 15. luran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum di kenakan pajak.

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK Tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah: 1. a. Bantuan sumbangan

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK Tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah: 1. a. Bantuan sumbangan b. Harta hibahan 2. Warisan. 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam, bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah. 5. Pembayaran dari perusahaan asuransi 6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia 7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oteh pemberi kerja maupun pegawai. 8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

9. 10. 11. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan koman diter

9. 10. 11. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan koman diter yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, per kumpulan, firma, dan kongsi. Bunga obligasi yag diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. DASAR PENGENAAN PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK Secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut: Penghasilan kena pajak (WP Badan) = penghasilan netto Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi) = penghasilan netto PTKP

Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Penghitungan besarnya Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak dalam negeri

Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Penghitungan besarnya Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: I. Menggunakan pembukuan. 2. Menggunakan Norma Penghitungan. Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Meng gunakan Pembukuan Untuk Wajib Pajak badan besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya yang diperkenankan oleh Undang undang PPh. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan netto di kurangi dengan PTKP. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak dapat di rumuskan sebagai berikut: Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi) = Penghasilan netto PTKP = (Penghasilan bruto Biaya yang diperkenankan UU PPh) PTKP Penghasilan Kena Pajak (WP Badan) = Penghasilan netto = Penghasilan bruto Biaya yang diperkenankan UU PPh

Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto Apabila dalam menghitung Penghasilan

Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto Apabila dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak nya Wajib Pajak mengguna kan. Norma Penghitungan Penghasilan Netto, besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya dengan besarnya (persentase) Norma Penghitungan Penghasilan Netto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun. Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Peredaran bruto kurang dari Rp 4. 800. 000, 00 per tahun. 2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun buku. 3. Menyelenggarakan pencatatan Berikut ini adalah contoh penghitungan pajak yang terutang dengan mengguna kan. Norma Penghitungan Penghasilan Netto. Wajib Pajak Anto kawin (istri tidak bekerja) dan mempunyai 3 orang anak. la seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon. Misalnya besarnya persentase norma untuk industri rotan di Cirebon 12, 5% dan dokter di Jakarta 40%.

Peredaran usaha dari industri rotan di Cirebon setahun Penerimaan bruto seorang dokter di Jakarta

Peredaran usaha dari industri rotan di Cirebon setahun Penerimaan bruto seorang dokter di Jakarta setahun Penghasilan netto dihitung sebagai berikut: Dari industri rotan: 12, 5% x Rp 400. 000, 00 Sebagai seorang dokter: 40% x Rp 75. 000, 00 Jumlah Penghasilan netto Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak Rp 400. 000, 00 Rp 75. 000, 00 Rp Rp RP Rp Rp 50. 000, 00 30. 000. 00 80. 000, 00 21. 120. 000, 00 58. 880. 000, 00 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) Besarnya PTKP setahun yang berlaku 2009 adalah: 1. Rp 36. 000, 00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. 3 jt 2. Rp 3. 000, 00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin. 3. Rp 36. 000, 00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di gabung dengan penghasilan suami, dengan syarat: • Penghasilan istri tidak semata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam Undang undang PPh pasal 21, dan • Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain.

4. Rp. 3. 000, 00. tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda

4. Rp. 3. 000, 00. tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang).

TARIF PAJAK Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak penghasilan bagi Wajib

TARIF PAJAK Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut: I. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50. 000, 00 5% (lima persen) Di atas Rp 50. 000, 00 s. d. Rp 250. 000, 00 15% (lima belas persen) Di atas Rp 250. 000, 00 s. d. Rp 500. 000, 00 25% (dua puluh lima persen) Di atas Rp 500. 000, 00 30% (tiga puluh persen)

2. Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) Lapisan Penghasilan Kena

2. Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Tahun 2009 28% (dua puluh delapan persen) Tahun 2010 Bisa diturunkan serendah 2 nya 25% (dua puluh lima persen) dgn peraturan Pemerintah

CARA MENGHITUNG PAJAK Pajak Penghasilan (bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap)

CARA MENGHITUNG PAJAK Pajak Penghasilan (bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap) setahun dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut: Pajak Penghasilan (Wajib Pajak badan) = Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17 = Penghasilan netto x tarif pasal 17 = (Penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU PPh) x tarif pasal 17 Pajak Penghasilan (WP Orang Pribadi) = Penghasilan kena pajak x tarif pasal 17 = (Penghasilan netto PTKP) x tarif pasal 17 = [(Penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU PPh) PTKP] x tarif pasal 17

CARA MELUNASI PAJAK Pada dasarnya, Wajib Pajak dapat menghitung dan melunasi Pajak Penghasilan melalui

CARA MELUNASI PAJAK Pada dasarnya, Wajib Pajak dapat menghitung dan melunasi Pajak Penghasilan melalui dua cara, yaitu: 1. Pelunasan pajak tahun berjalan 2. Pelunasan pajak sesudah akhir tahun.

Kuliah 5 BENTUK USAHA TETAP Bentuk usaha tetap (BUT) merupakan bentuk usaha yang dipergunakan

Kuliah 5 BENTUK USAHA TETAP Bentuk usaha tetap (BUT) merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak luar negeri (baik orang pribadi atau badan) untuk menjalankan tisaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bcntuk Usaha Tetap dapat berupa: I. Tempat kedudukan manajemen. 2. Cabang perusahaan. 3. Kantor perwakilan. 4. Gedung kantor. 5. Pabrik. 6. Bengkel. dll

OBJEK PAJAK PENGHASILAN BUT Yang menjadi objek pajak penghasilan BUT adalah: 1. Penghasilan dari

OBJEK PAJAK PENGHASILAN BUT Yang menjadi objek pajak penghasilan BUT adalah: 1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang di miliki atau dikuasai. Sebagai contoh, Communitel Ltd. yang bergerak dalam usaha penjualan satelit komunikasi mempunyai cabang di Jakarta dengan nama PT Communitel Indonesia. Apabila PT Communitel Indonesia memperoleh laba melalui usaha penjualan satelit komunikasi, maka atas laba penjualan ter sebutdikenakan Pajak Penghasilan sebagai pajak atas penghasilan Wajib Pajak BUT. 2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau di lakukan BUT di Indonesia. Sebagai contoh, New York Bank mempunyai cabang di Jakarta dengan nama New York Bank Indonesia. Apabila New York Bank memperoleh penghasilan berupa bunga atas pinjaman yang diberikan tanpa melalui New York Bank Indonesia, maka penghasilan bunga tersebut tetap dianggap sebagai penghasilan BUT (New York Bank Indonesia). 3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

PENENTUAN LABA BUT Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus

PENENTUAN LABA BUT Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya di tetapkan Direktur Jenderal Pajak. 2. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan di bebankan sebagai biaya adalah: a. Royalti b. Imbalan c. Bunga PERLAKUAN PAJAK ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK DARI SUATU BUT YANG DITANAMKAN KEMBALI DI INDONESIA Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Pemotongan pajak ter sebut bersifat final

Contoh: PT Foodz Indonesia yang merupakan bentuk usaha tetap di Indonesia mem punyai penghasilan

Contoh: PT Foodz Indonesia yang merupakan bentuk usaha tetap di Indonesia mem punyai penghasilan kena pajak dalam tahun 2009 s ebesar Rp 1. 050. 000, 00. Perhitungan pajak atas BUT tersebut adalah sebagai berikut: Penghasilan kena pajak PPh terutang : 10% x Rp 50. 000, 00 Rp 5. 000, 00 15% x Rp 50. 000, 00 7. 500. 000, 00 30% x Rp 950. 000, 00 285. 000, 00 PPh terutang Penghasilan kena pajak BUT sesudah dikurangi dengan pajak penghasilan Rp. l. 050. 000, 00 297. 500. 000, 00 Rp 752. 500. 000, 00 Atas penghasilan tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar: 20% x Rp 752. 500. 000, 00 atau sama dengan Rp 150. 500. 000, 00 Contoh. 2. PT Miagi yang bergerak di Bidang elektronik merupakan BUT dari negara jepang. Tahun 2010 Mempunyai PKP sebesar Rp 1. 250. 000. 00. hitung pph ps 21. dan hitung pula jika penghasilan tidak ditanam kembali di Indonesia. .

Kuliah 6 PENYUSUTAN, AMORTISASI, DAN REVALUASI SAAT DIMULAINYA PENYUSUTAN Saat penyusutan dapat dimulai pada:

Kuliah 6 PENYUSUTAN, AMORTISASI, DAN REVALUASI SAAT DIMULAINYA PENYUSUTAN Saat penyusutan dapat dimulai pada: 1. Bulan dilakukannya pengeluaran. 2. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan pengerjaan harta tersebut selesai. 3. Dengan ijin dari Direktur Jenderal Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.

METODE DAN TARIF PENYUSUTAN Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line

METODE DAN TARIF PENYUSUTAN Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan penyusutan. Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap berwujud. Sedangkan metode saldo menurun hanya diperkenankan diguna kan untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan saja. Tabel berikut menggambarkan pengelompokan harta berwujud, metode, serta tarif penyusutannya:

KELOMPOK HARTA TAK BERWUJUD MASA MANFAAT TARIF DEPRESIASI GARIS LURUS TARIF DEPRESIASI SALDO MENURUN

KELOMPOK HARTA TAK BERWUJUD MASA MANFAAT TARIF DEPRESIASI GARIS LURUS TARIF DEPRESIASI SALDO MENURUN I. Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 4 Tahun 8 Tahun 16 Tahun 20 Tahun 25 % 12, 5% 6, 25% 5% 50% 25% 12, 5% 10% II. Bangunan Permanen Tidak permanen 20 Tahun 10 Tahun 5% 10%

SAAT DIMULAINYA PENYUSUTAN Saat penyusutan dapat dimulai pada: 1. Bulan dilakukannya pengeluaran. 2. Untuk

SAAT DIMULAINYA PENYUSUTAN Saat penyusutan dapat dimulai pada: 1. Bulan dilakukannya pengeluaran. 2. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan pengerjaan harta tersebut selesai. 3. Dengan ijin dari Direktur Jenderal Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.

Contoh 3 PT Agri Jaya pada bulan Juli 2001 membeli sebuah alat pertanian yang

Contoh 3 PT Agri Jaya pada bulan Juli 2001 membeli sebuah alat pertanian yang mem punyaimasa manfaat 4 tahun seharga Rp 1. 000, 00. Penghitungan penyu sutan atas harta tersebut adalah sebagai berikut: Alternatif I : Metode Garis Lurus Penyusutan tahun 2001 6/12 x 25% x Rp 1. 000, 00 = Rp 125. 000, 00 Penyusutan tahun 2002 25% x Rp 1. 000, 00 = Rp 250. 000, 00 Penyusutan tahun 2003 25% x Rp 1. 000, 00 = Rp 250. 000, 00 Penyusutan tahun 2004 25% x Rp 1. 000, 00 = Rp 250. 000, 00 Alternatif l. I : Metode Saldo Menurun Penyusutan tahun 2001: 6/12 x 50% x Rp 1. 000, 00 = Rp 250. 000, 00 Penyusutan tahun 2002 50% x (Rp 1. 000, 00 Rp 250. 000, 00) = 50% x Rp 750. 000, 00 = Rp 375. 000, 00

Penyusutan tahun 2003 50% x (Rp 750. 000, 00 Rp 375. 000, 00) =

Penyusutan tahun 2003 50% x (Rp 750. 000, 00 Rp 375. 000, 00) = 50% x Rp 375. 000, 00 = Rp 187. 500, 00 Penyusutan tahun 2004 Karena tahun 2004 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2004 seluruh sisa nilai buku disusutkan sekaligus sehingga penyusutan tahun 2004 adalah (Rp 375. 000, 00 Rp 187. 500, 00) = Rp 187. 500, 00 METODE DAN TARIF AMORTISASI KELOMPOK HARTA TAK MASA MANFAAT TARIF AMORTISASI GARIS LURUS SALDO MENURUN 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 25% 12, 5% 6, 25% 5% BERWUJUD Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 50% 25% 12, 5% 10%

AMORTISASI BERDASAR METODE SATUAN PRODUKSI I. Hak/pengeluaran di bidang penambangan minyak dan gas bumi

AMORTISASI BERDASAR METODE SATUAN PRODUKSI I. Hak/pengeluaran di bidang penambangan minyak dan gas bumi Dalam hal ini, metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Contoh 5 Pada tahun 2001 PT Dira Oil mengeluarkan uangnya sebesar Rp 1. 000, 00 untuk memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi ditaksir sebesar 5. 000 barel. Produksi minyak bumi tahun 2002 mencapai 1. 500. 000 bare]. Besarnya amortisasi untuk tahun 2002 adalah : Tarif amortisasi = (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100% = (1. 500. 000: 5. 000) x 100% = 30% Amortisasi 2002 = 30% x Rp 1. 000, 00 = Rp 300. 000, 00

Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa

Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. II. Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya Amortisasi dengan metode satuan produksi setingginya 20% setahun, diterapkan pada amortisasi atas: 1. pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, 2. pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, 3. pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan basil alam lainnya, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Contoh 6 PT Dira. Wood pada tahun 2002 mengeluarkan uang sebesar Rp 1. 000, 00 untuk memperoleh hak pengusahaan hutan. Potensi hak pengusahaan hutan adalah 20. 000 ton. Jumlah produksi pada tahun 2002 adalah sebesar 8. 000 ton. Jumlah yang diamortisasi dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun 2002 adalah sebesar :

(8. 000: 20. 000) ton x Rp 1. 000, 00 = 40% x Rp

(8. 000: 20. 000) ton x Rp 1. 000, 00 = 40% x Rp 1. 000, 00 = Rp 400. 000, 00 Jumlah yang boleh diamortisasi maksimum adalah 20% dari pengeluaran, maka amortisasi yang diperkenankan hanyalah sebesar 20%XRp 1. 000, 00 = Rp 200. 000, 00 Perlakuan pajak atas selisih Iebih penilaian kembali aktiva Selisih lebih antara nilai pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal aktiva tetap yang dinilai kembali, terlebih dahulu wajib dikompensasikan dengan kerugian fiskal tahun berjalan. Jika masih terdapat sisa lebih, dapat dikompensasi kan dengan sisa kerugian fiskal tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan. Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap setelah dilakukan kompensasi kerugian, dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10%. Contoh 7 Pada akhir tahun 2002, PT Sukses melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya. Nilai buku fiskal aktiva yang dinilai kembali per 31 Desember 2002 adalah 100. 000, 00. Nilai wajar aktiva tersebut adalah Rp 175. 000, 00. Sisa kerugian fiskal tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan adalah Rp 25. 000, 00. Besarnya PPh atas selisih Iebih penilaian kembali aktiva adalah sebesar:

Nilai wajar aktiva Nilai buku fiskal aktiva Rp 175. 000, 00 Rp 100. 000,

Nilai wajar aktiva Nilai buku fiskal aktiva Rp 175. 000, 00 Rp 100. 000, 00 Selisih lebih penilaian kembali aktiva Kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan Selisih lebih setelah kompensasi PPh = Rp 50. 000, 00 x 10% = Rp 5. 000, 00 (bersifat final) Rp 75. 000, 00 25. 000, 00 Rp 50. 000, 00

Kuliah 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 WAJIB PAJAK PPh PASAL 21 Penerima penghasilan yang

Kuliah 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 WAJIB PAJAK PPh PASAL 21 Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah: 1. Pejabat Negara, 2. Pegawai Negeri Sipil (PNS), 3. Pegawai, 4. Pegawai Tetap, 5. Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri 6. Pegawai Lepas 7. Penerima Pensiun, 8. Penerima Honorarium 9. Penerima Upah

TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPh PASAL 21 Yang tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong

TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPh PASAL 21 Yang tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah 1. 2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, Pejabat perwakilan organisasi internasional Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 21 adalah 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, dll. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur. 3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan. 4. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT), uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis. 5. Honorarium, uang saku, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak dalarn negeri, terdiri dari a. Tenaga ahli b. Pemain musik c. Olahragawan. dll.

PENGHASILAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN PPh PASAL 21 1. 2. 3. 4. 5. 6.

PENGHASILAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN PPh PASAL 21 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pembayaran asuransi Penerimaan dalarn bentuk natura luran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun Penerimaan dalam bentuk natura Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja. Pembayaran THT Taspen dan THT Asabri dari PT Taspen dan PT Asabri kepada para pensiunan yang berhak menerimanya. Zakat yang diterima oleh pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

BIAYA JABATAN DAN BIAYA PENSIUN Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

BIAYA JABATAN DAN BIAYA PENSIUN Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara peng hasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setingginya Rp 6. 000 setahun atau Rp 500. 000 sebulan. Biaya Pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setingginya. Rp 2. 400. 000, 00 setahun atau Rp 200. 000, 00 sebulan. se TARIF PAJAK DAN PENERAPANNYA Tarif pajak yang berlaku beserta penerapannya menurut ketentuan dalarn Pasal 21 Undang undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut: 1. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari:

a. Pegawai tetap, termasuk pejabat negara, PNS, Anggota TNI/Polri, pejabat negara lainnya, Pegawai BUMN

a. Pegawai tetap, termasuk pejabat negara, PNS, Anggota TNI/Polri, pejabat negara lainnya, Pegawai BUMN dan BUMD, dan aro. Rta dewan komisaris, atau dewan pengawas yang merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama. b. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulan. c. Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai. d. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. 2. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas penghasilan bruto berupa: a. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang di perlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan. b. Honorarium yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.

c. Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang diterima atau diperoleh mantan pegawai. d. Penarikan

c. Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang diterima atau diperoleh mantan pegawai. d. Penarikan dana pada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, oleh peserta program pensiun. PPh pasal 21 = Penghasilan Bruto x tarif pasal 17 UU PPh

3. Tarif sebesar 15%, diterapkan atas perkiraan penghasilan neto yang dibayar kan atau terutang

3. Tarif sebesar 15%, diterapkan atas perkiraan penghasilan neto yang dibayar kan atau terutang kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (penga cara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris). Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 50% dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun. PPh pasal 21 = (Penghasilan Bruto x 50 %) x 15 %® 4. Tarif sebesar 5% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 200. 000, 00 sehari tetapi tidak melebihi Rp 2. 025. 000, 00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan. PPh pasal 21 sehari = (Penghasilan Bruto Sehari > Rp 200. 000) x 5 %

CARA MENGHITUNG PPh PASAL 21 Cara Menghitung PPh Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan Teratur

CARA MENGHITUNG PPh PASAL 21 Cara Menghitung PPh Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan Teratur Pegawai Tetap 1. Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dicari penghasilan neto sebulan. Penghasilan neto sebulan diper olehdengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan, iuran pensiun, iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua yang dibayar oleh pegawai, kemudian disetahunkan. u 2. a. Untuk memperoleh penghasilan neto setahun penghasilan neto sebulan dikalikan 12. 3. a. Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal 21 jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut: 1). Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4; 2). Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26.

4. Jika kepada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang berlaku

4. Jika kepada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang berlaku surut (rapel), misalnya untuk 4 (empat) bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas rapel tersebut adalah sebagai berikut a. rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 4 bulan); b. hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya kenaikan gaji yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21; c. PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan; d. PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong berdasarkan huruf b.

5. Pemotongan PPh Pasal 21 atas lembur dan penghasilan lain yang sejenis yang diterima

5. Pemotongan PPh Pasal 21 atas lembur dan penghasilan lain yang sejenis yang diterima atau diperoleh pegawai bersamaan dengan gaji bulanannya, yaitu dengan menggabungkan pada gaji bulanannya. 6. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama 7. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya Cara Menghitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur 1. Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut; a. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan di tambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. b. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.

c. selisih antara PPh Pasal 21 menurut perhitungan huruf a dan huruf b adalah

c. selisih antara PPh Pasal 21 menurut perhitungan huruf a dan huruf b adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. 2. Dalam hal penerimaan penghasilan tersebut pada angka I adalah mantan pegawa% maka PPh Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 Undang undang PPh atas jumlah penghasilan bruto. 3. Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi Asuransi Kece lakaan Kerja, Premi Asuransi Kematian yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan peng hasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai. 4. Atas penarikan dana dari dana pensiun lembaga keuangan oleh peserta program pensiun dipotong PPh Pasal 21 oleh dana pensiun lembaga keuangan yang bersangkutan dari jumlah bruto yang dibayarkan tanpa memperhatikan penghasilan lainnya dari peserta yang bersangkutan.

CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap

CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap Dengan Gaji Bulanan 1. Hasan bekerja pada perusahaan PT ABC dengan memperoleh gaji sebulan Rp 5. 000, 00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50. 000, 00. Hasan menikah dan mempunyai 1 anak. Perhitungan PPh Pasal 21: Gaji sebulan Pengurangan: 1. Biaya Jabatan: 5% X Rp. 5 000, 00 2. luran Pensiun Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun adalah 12 X Rp 4. 700. 000, 00 Rp 5. 000, 00 Rp. 250. 000, 00 Rp. 300. 000, 00 Rp. 4. 700. 000, 00. Rp 56. 400, 00

3. PTKP setahun Untuk WP sendiri Rp 36 000, 00. Tambahan WP Kawin Rp

3. PTKP setahun Untuk WP sendiri Rp 36 000, 00. Tambahan WP Kawin Rp 3. 000, 00. Tambahan 1 anak Rp 3. 000, 00. Penghasilan Kena Pajak setahun PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% X Rp 14. 400, 000, = Rp 720. 000, PPh Pasal 21 sebulan: Rp 720, 000, : 12 = Rp 60. 000, Rp 42. 000. 00 Rp 14. 400. 00

7. Yudi pegawai pada perusahaan PT Rama & Shinta memperoleh gaji mingguan sebesar Rp.

7. Yudi pegawai pada perusahaan PT Rama & Shinta memperoleh gaji mingguan sebesar Rp. 1. 500. 000, 00 Yudi kawin dan mempunyai seorang anak. PT Rama & Shinta masuk program Jamsostek, premi Asuransi Kece lakaaan dan premi Asuransi Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing Rp. 30. 000, 00 dan Rp. 20. 000, 00 sebulan. PT Rama & Shinta membayar iuran THT tiap bulan sebesar Rp. 25. 000. 00 dan Yudi membayar iuran pensiun sebesar Rp. 20. 000, 00 dan THT sebesar Rp. 30. 000, 00. Penghasilan sebulan = 4 X Rp. 1. 500. 000 Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Premi Asuransi Kematian Penghasilan bruto Pengurangan: 1. Biaya Jabatan 5% X Rp. 6. 050. 000, 2. luran Pensiun 3. Iuran THT Penghasilan neto sebulan Rp. 6. 000, 00 Rp. 30. 000, 00 Rp. 20. 000, 00 Rp. 6. 050. 000, 00 Rp. 302. 500, 00 Rp. 20. 000, 00 Rp. 352. 500, 00 Rp. 5. 697. 500, 00

Penghasilan neto setahun adalah 12 X Rp. 5. 697. 500, 00 Rp. 68. 370.

Penghasilan neto setahun adalah 12 X Rp. 5. 697. 500, 00 Rp. 68. 370. 000, 00 4. PTKP setahun Untuk WP sendiri Rp. 36. 000, 00 Tambahan karena menikah Rp. 3. 000, 00 Tambahan untuk I anak Rp. 3. 000, 00 Penghasilan Kena Pajak setahun PPh Pasal 21 terutang: 5% X Rp. 26. 370. 000, 00 = Rp. 1. 318. 500 PPh Pasal 21 sebulan: Rp. 1. 318. 500 : 12 = Rp. 109. 875, PPh Pasal 21 atas gaji/upah mingguan: Rp. 109. 875 : 4 = Rp. 27. 468, 75 Rp. 42. 000, 00 Rp. 26. 370. 000, 00

Catatan: Dalam hal Yudi menerima gaji harian, untuk PPh Pasal 21 nya, dicariter lebihdahulu

Catatan: Dalam hal Yudi menerima gaji harian, untuk PPh Pasal 21 nya, dicariter lebihdahulu gaji sebulan yakni gaji sehari dikalikan dengan 26. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel 3. Hasan sebagaimana contoh I di atas pada bulan Juni 2013 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp. 3. 200. 000, 00 sebulan dan berlaku surut sejak I Januari 2013. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut, maka Hasan menerima rapel sejumlah Rp. 1. 000, 00 (kekurangan gaji untuk masa Januari sampai dengan Mei 2013). Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut maka terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s. d Mei 2013 dengan asumsi penghasilan Hasan untuk masa Januari sampai dengan Mei 2013 sama besarnya setiap bulan. Untuk bulan berikutnya maka PPh Pasal 21 setiap bulannya:

Gaji sebulan Pengurangan: 1. Biaya Jabatan 5% X Rp 3. 200. 000, 00 2.

Gaji sebulan Pengurangan: 1. Biaya Jabatan 5% X Rp 3. 200. 000, 00 2. luran Pensiun Rp 3. 200. 000, 00 Rp 160. 000, 00 Rp 50. 000, 00 Rp. Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun adalah 12 X Rp 2. 990. 000, 00 3. PTKP (K/1) Penghasilan Kena Pajak setahun 210. 000, 00 Rp 2. 990. 000, 00 Rp 35, 880. 000, 00 Rp 28. 350. 000, 00 Rp 7. 530. 000, 00 PPh Pasal 21 terutang: 5% X Rp 7. 530. 000, = Rp. 376. 500, PPh Pasal 21 sebulan: Rp. 376. 500, : 12 = Rp. 31. 375, PPh Pasal 21 Jan s. d Mei 2013 seharusnya adalah: 5 x Rp. 31. 375, Rp. 156. 875, PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Jan. s. d. Mei 2013= 5 X Rp. 21. 875, = Rp. 109. 375, PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp. 47. 500,

Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Harlan, Tenaga Harlan Lepas, Penerima

Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Harlan, Tenaga Harlan Lepas, Penerima Upah Satuan, dan Penerima Upah Borongan 4. Bima (tidak menikah) pada bulan Maret 2016 bekerja pada perusahaan PT United, menerima upah sebesar Rp. 200. 000, 00 per hari. PTKP Harian= Rp 200. 00, Penghitungan PPh Pasal 21 Upah sehari Rp. 200. 000, 00 Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan Rp. 200. 000, 00 Penghasilan kena pajak sehari Rp 0, 00 PPh Pasal 21= 5% X Rp 0, 00 = Rp 0. 00, Pada hari 10 dalam bulan takwim yang bersangkutan, Bima telah menerima penghasilan sebesar Rp. 2. 000, sehingga belum melebihi Rp. 3. 000, maka tidak ada PPh ps 21. pada hari k 16 jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp. 3. 000, Dengan demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan Bima pada bulan Maret 2016 dihitung sebagai berikut :

Upah 16 hari kerja Rp. 3. 200. 000, 00 PTKP: 16 X (Rp. 36.

Upah 16 hari kerja Rp. 3. 200. 000, 00 PTKP: 16 X (Rp. 36. 000/360) Rp. 1. 600. 000 , 00 Upah harian terutang pajak Rp. 1. 600. 000 , 00 PPh Pasal 21 5% X Rp. 1. 600. 000 Rp. 80. 000, 00 PPh Pasal 21 telah dipotong 15 X Rp. 0, 00 PPh Pasal 21 yang dipotong hari ke 16 Rp. 80. 000, 00 Sehingga pada hari ke 16 upah bersih yang diterima Bima sebesar Rp. 200. 000, 00 – Rp. 80. 000 , 00 = Rp. 120. 000

5. Aryo mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp. 500. 000, pekerjaan

5. Aryo mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp. 500. 000, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari. Upah borongan sehari: Rp 500. 000, 00: 2 Rp. 250. 000, 00 Upah sehari diatas Rp. 200. 000, 00 Rp. 250. 000, 00 – Rp 200. 000, Rp. 50. 000, 00 Upah borongan terutang pajak 2 X Rp. 50. 000, 00 Rp 100. 000, 00 PPh Pasal 21= 5% X Rp. 100. 000, 00 Rp. 5. 000, 00

6. Dariusyanto bekerja pada perusahaan tenun dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. dalam

6. Dariusyanto bekerja pada perusahaan tenun dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. dalam bulan Januari 2016 Dariusyanto hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp. 300. 000, 00. Dariusyanto menikah tetapi belum memiliki anak. Penghitungan PPh Pasal 21 Upah Januari 2016 = 20 X Rp. 300. 000, 00 = Rp. 6. 000, 00 Penghasilan neto setahun = 12 X Rp. 6. 000, = Rp 72. 000, 00 PTKP (K/ ) adalah sebesar Rp. 39. 000, 00 Penghasilan Kena Pajak Rp. 33. 000, 00 PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar: 5% X Rp. 33. 000, 00 = Rp. 1. 650. 000, 00 PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar: Rp. 1. 650. 000: 12 = Rp. 137. 500, 00

D I M I R E T A M S A T A B

D I M I R E T A M S A T A B

Kuliah 9 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 w Pengertian Merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun

Kuliah 9 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 w Pengertian Merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang , dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. w 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pemungut Pajak Bank Devisa dan Dirjen Bea & Cukai Dirjen Anggaran dan bendaharawan pemerintah BUMN dan BUMD Badan usaha yang bergerak di bidang industri Pertamina dan badan usaha selain Pertamina BULOG

w 1. 2. 3. 4. 5. 6. Objek Pemungutan PPh Pasal 22 Impor barang

w 1. 2. 3. 4. 5. 6. Objek Pemungutan PPh Pasal 22 Impor barang Pembayaran atas pembelian oleh pemerintah Pembayaran atas pembelian oleh BUMN dan BUMD Penjualan hasil produksi oleh badan usaha industri Penjualan hasil produksi oleh Pertamina dan selain Pertamina Penyerahan gula pasir dan tepung terigu BULOG w 1. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Kegiatan Impor Barang Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) , tarif pemungutannya sebesar 2, 5% dari nilai impor PPh Pasal 22 = 2, 5% x Nilai Impor 2. Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Importir (API) , tarif pemungutannya sebesar 7, 5% dari niai impor PPh Pasal 22 = 7, 5% x Nilai Impor

3. Yang tidak dikuasai , tarif pemungutannya sebesar 7, 5% dari harga jual lelang.

3. Yang tidak dikuasai , tarif pemungutannya sebesar 7, 5% dari harga jual lelang. PPh Pasal 22 = 7, 5% x Harga Jual Lelang w Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai Dengan APBN / APBD Atas pembelian barang yang dananya dari belanja negara atau belanja daerah dikenakan pemungutan PPh pasal 22 sebesar 1, 5% dari harga pembelian PPh Pasal 22 = 1, 5% x Harga Pembelian Untuk selanjutnya silahkan lihat buku pegangan

w a. b. c. Contoh : PT. Sari importir alat elektronik dari Australia Pada

w a. b. c. Contoh : PT. Sari importir alat elektronik dari Australia Pada bulan April 2012 , memasukkan barang dengan cost UAD 20. 000. Insurance U$ 1. 500 , Freight UAD 3. 500 , Bea masuk 5% dari CIF , Bea masuk tambahan 20%. Kurs UAD 1 = Rp. 8. 000, 00 Hitung PPh pasal 22 : Jika punya API Jika tidak punya API Jika melalui inden dengan Handling Fee UAD 1 = Rp. 200, 00. Adakah penghematan pajak ?

Jawab : Cost Insurance Freight CIF : 20. 000 x 8. 000 = Rp.

Jawab : Cost Insurance Freight CIF : 20. 000 x 8. 000 = Rp. 160. 000, 00 : 1. 500 x 8. 000 = Rp. 12. 000, 00 : 3. 500 x 8. 000 = Rp. 28. 000, 00 + : 25. 000 = Rp. 200. 000, 00 Bea masuk 5% BM Tambahan 20% Nilai Impor a. b. c. = Rp. 10. 000, 00 = Rp. 40. 000, 00 + = Rp. 250. 000, 00 PPh psl 22 : 2, 5% x 250 jt = Rp. 6. 250. 000, 00 PPh psl 22 : 7, 5% x 250 jt = Rp. 18. 750. 000, 00 HF = Rp. 200, 00 x 25. 000 = Rp. 5. 000, 00 Penghematan pajak : Rp. 18. 750. 000, 00 – ( Rp. 6. 250. 000, 00 + Rp. 5. 000, 00 ) = Rp. 7. 500. 000, 00

w a. b. c. Contoh PPh pasal 22 BENDAHARAWAN : PT. Merapi melakukan penyerahan

w a. b. c. Contoh PPh pasal 22 BENDAHARAWAN : PT. Merapi melakukan penyerahan BKP ke Dispora Surakarta Rp. 1. 430. 000, 00 yang pembayaran oleh bendaharawan. Hitung jumlah uang yang diterima PT. Merapi , jika : BKP tersebut tidakterutang PPN BKP termasuk PPN 10% , PPn BM 20%

Jawab : a. Harga barang PPh psl 22 : 1, 5% x Rp. 1.

Jawab : a. Harga barang PPh psl 22 : 1, 5% x Rp. 1. 430. 000, 00 Jumlah uang yang diterima b. c. = Rp. 1. 430. 000, 00 = Rp. 21. 450, 00 = Rp. 1. 408. 550, 00 Harga barang PPN : 10 x Rp. 1. 430. 000, 00 110 Harga pembelian PPh psl 22 : 1, 5% x Rp. 1. 300. 000, 00 Jumlah uang yang diterima = Rp. 1. 430. 000, 00 = Rp. 130. 000, 00 Harga barang PPN : 10 x Rp. 1. 430. 000, 00 130 PPn BM : 20 x Rp. 1. 430. 000, 00 130 = Rp. 1. 430. 000, 00 = Rp. 110. 000, 00 PPh ps 22 : 1, 5% x Rp. 1. 100. 000, 00 Jumlah yang diterima = Rp. 1. 300. 000, 00 = Rp. 19. 500, 00 = Rp. 1. 280. 500, 00 = Rp. 220. 000, 00 Rp. 1. 100. 000, 00 = Rp. 16. 500, 00 = Rp. 1. 083. 500, 00

w a. b. c. Soal : PT. Merbabu importir sudah punya API mengimpor keramik

w a. b. c. Soal : PT. Merbabu importir sudah punya API mengimpor keramik dari Ltali dengan nilai FOB = US $. 50. 000. Insurance End Fright 2% dan 5% dari FOB. Biaya angkut dari pelabuhan ke gudang perusahaan Rp. 1. 500. 000, 00. Bea masuk 25% , Bea Tambahan 10% , PPN 10% , PPn BM 20% , Kurs US $. 1 = Rp. 8. 000, 00 Diminta : Hitung PPh pasal 22 , Impor Hitung PPN dan PPn – BM Hitung Jumlah Uang yang harus dibayarkan ke Bank Devisa

KULIAH 10 – 11 PPh Pasal 23 w Pajak atas penghasilan Modal Penyerahan jasa

KULIAH 10 – 11 PPh Pasal 23 w Pajak atas penghasilan Modal Penyerahan jasa Kegiatan usaha * Selain yang telah dipotong PPh pasal 21 w 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Objek : Dividen Bunga Royalty Hadiah Bunga simpanan dibayarkan oleh koperasi Imbalan Sewa

w 1. 2. Dasar pemotongan dan tarif : 15% dari jumlah bruto Deviden Bunga

w 1. 2. Dasar pemotongan dan tarif : 15% dari jumlah bruto Deviden Bunga Royalty Hadiah 2 % dari jumlah bruto tidak termasuk PPN, atas: Sewadan penghasilan lain sehubungan dg penggunaan harta kecuali tanah dan bangunan Imbalan

w Dalam hal wapa yg menerima penghasilan tdk punya NPWP, besarnya tarip lebih tinggi

w Dalam hal wapa yg menerima penghasilan tdk punya NPWP, besarnya tarip lebih tinggi 100 %.

PPh Pasal 24 w w 1. 2. PPh pasal 24 : PPh atas seluruh

PPh Pasal 24 w w 1. 2. PPh pasal 24 : PPh atas seluruh penghasilan dari luar negeri dan dalam negeri Jika rugi di luar negeri tidak diakui Jika rugi dalam negeri bisa dikompensasi Batas max. kredit – jumlah terendah dari : PPh terutang di luar negeri PPh dihitung menurut perbandingan Penghasilan LN Seluruh penghasilan 3. X PPh terutang atas seluruh penghasilan ( Pasal 17 )

w a. b. c. Contoh : PT. Mawar Penghasilan LN ( USA ) Rp.

w a. b. c. Contoh : PT. Mawar Penghasilan LN ( USA ) Rp. 45. 000, 00 , Pajak 25% Penghasilan DN ( Indonesia ) Rp. 105. 000, 00 + Total Rp. 150. 000, 00 PPh Terutang : 10% x 50 juta = Rp. 5. 000, 00 15% x 50 juta = Rp. 7. 500. 000, 00 30% x 50 juta = Rp. 15. 000, 00 + Rp. 27. 500. 000, 00 Batas Max kredit : PPh di LN 25% x 45 juta = Rp. 11. 250. 000, 00 PPh yang dihitung menurut perbandingan 45 juta Rp. 27. 500. 000, 00 = Rp. 8. 250. 000, 000 X 150 juta PPh terutang pasal 17 = Rp. 27. 500. 000, 00 Dipilih yang terendah Rp. 8. 250. 000, 00

w a. Contoh 2 : PT. Melati Penghasilan : Malaysia Singapura Australia Indonesia 37,

w a. Contoh 2 : PT. Melati Penghasilan : Malaysia Singapura Australia Indonesia 37, 5 juta , Tarif 30% 75 juta , Tarif 20% 37, 5 juta , Tarif 35% 37, 5 juta + 187, 5 juta PPh terutang : 10% x 50 juta = Rp. 5. 000, 00 15% x 50 juta = Rp. 7. 500. 000, 00 30% x 87, 5 juta = Rp. 26. 250. 000, 00 + Rp. 38. 750. 000, 00 Batas maksimum kredit pajak : PPh terutang di luar negeri 1. Malaysia 30% x 37, 5 juta = Rp. 11. 250. 000, 00 2. Singapura 20% x 75 juta = Rp. 15. 000, 00 3. Australia 35% x 37, 5 juta = Rp. 13. 125. 000, 00 + Rp. 39. 375. 000, 00

b. PPh yang dihitung menurut perbandingan 1. Malaysia = 37, 5 jt Rp. 38.

b. PPh yang dihitung menurut perbandingan 1. Malaysia = 37, 5 jt Rp. 38. 750. 000, 00 = Rp. 7. 750. 000, 00 187, 5 jt 2. Singapura = 75 jt Rp. 38. 750. 000, 00 = Rp. 15. 500. 000, 00 187, 5 jt 3. Australia = 37, 5 jt Rp. 38. 750. 000, 00 = Rp. 7. 750. 000, 00 187, 5 jt Untuk masing – masing negara dipilih yang terendah antara pajak luar negeri pajak menurut perbandingan. No. Negara PPh LN PPh perbandingan PPh boleh dikreditkan 1 Malaysia 11. 250. 000 7. 750. 000 2 Singapura 15. 000 15. 500. 000 15. 000 3 Australia 13. 125. 000 7. 750. 000 39. 375. 000 * Diambil paling rendah * 30. 500. 000

Kuliah 12 PPh Pasal 25 w PPh pasal 25 w Secara sistematis : Angsuran

Kuliah 12 PPh Pasal 25 w PPh pasal 25 w Secara sistematis : Angsuran pajak pada tahun berjalan Contoh Jumlah SPT th. lalu (a) Rp. 54. 000, 00 Dikurangi kredit pajak Dasar Penghitungan (b)– (c) Rp. 30. 000, 00 Rp. 24. 000, 00 Dibagi jumlah bulan dalam 1 th ( 12 ) Angsuran PPh pasal 25 (d) 12 bulan Rp. 2. 000, 00 Atau dengan rumus : 1/12 X Pajak terutang (a) – Kredit pajak (b)

w PPh pasal 25 Rumus Wapa baru 10% x ( Penghasilan Neto sebelum x

w PPh pasal 25 Rumus Wapa baru 10% x ( Penghasilan Neto sebelum x 12 ) : 12 * Jika Wapa baru , wapa orang pribadi Maka penghasilan Neto – PTKP dulu w Wapa baru menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto 10% x ( % x Norma Penghitungan Penghasilan Neto x PB x 12 ) : 12 10% x ( 40% x PB x 12 ) : 12 w Bank dan sewa guna dengan hak opsi Rumus : Tarip PPh psl 17 x ( Jumlah laba TW terakhir x 4 ) : 12 w Jika Wapa baru : Tarip PPh psl 17 ( Jumlah Perkiraan Laba TW pertama x 4 ) : 12

w BUMN – BUMD Skema : Jumlah PPh menurut RKAP th. Yang bersangkutan a

w BUMN – BUMD Skema : Jumlah PPh menurut RKAP th. Yang bersangkutan a Dikurangi kredit pajak – PPh psl 22 , 23 , 24 Dasar penghitungan b– c Dibagi jumlah bulan dalam 1 tahun Angsuran PPh pasal 25 12 d

w Contoh soal : PT. Mawar merupakan BUMN yang bergerak dalam bidang manufaktur. Menurut

w Contoh soal : PT. Mawar merupakan BUMN yang bergerak dalam bidang manufaktur. Menurut Rencana dan Belanja Perusahaan tahun 2006 yang sudah disahkan menyebutkan bahwa perkiraan Penghasilan Kena Pajak tahun 2006 adalah Rp. 400. 000, 00. Jumlah perkiraan penghasilan tersebut merupakan 125% dari realisasi penghasilan tahun 2005. Selama tahun 2005 telah membayar pajak melalui pemotongan / pemungutan pihak lain dan pajak yang dibayar sendiri sebagai berikut : a. PPh pasal 22 Impor Rp. 18. 500. 000, 00 b. PPh pasal 23 Rp. 24. 000, 00 c. PPh pasal 25 ( per bulan Rp. 3. 000, 00 ) Rp. 36. 000, 00 Berikut ini adalah informasi tentang realisasi penghasilan dan biaya, serta laba usaha PT. Mawar tahun 2006 adalah sebagai berikut. Peredaran usaha Rp. 695. 000, 00 Harga Pokok Penjualan Rp. 150. 000, 00 Laba bruto usaha Rp. 545. 000, 00 Biaya usaha Rp. 125. 000, 00 Laba Neto usaha Rp. 420. 000, 00

a. b. c. Sedangkan pajak yang telah dipotong / dipungut pihak lain tahun 2006

a. b. c. Sedangkan pajak yang telah dipotong / dipungut pihak lain tahun 2006 meliputi PPh pasal 23 Impor sebesar Rp. 22. 500. 000, 00 dan PPh pasal 23 sebesar Rp. 23. 000, 00. Karena kondisi ekonomi yang sngat tidak menguntungkan dunia bisnis, maka Direktur Utama PT. Mawar memperkirakan untuk tahun 2007 laba yang diperoleh akan mengalami penurunan. Sehingga dalam RKAP tahun 2007 yang sudah disahkan pada awal Januari 2007 jumlah perkiraan penghasilan neto sebesar Rp. 350. 000, 00 Diminta : Hitunglah besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap bulan tahun 2006! Sertakan perhitungannya secara lengkap Hitunglah besarnya PPh yang terutang tahun 2006 dan PPh yang kurang/lebih dibayar PT. Mwar tahun 2006 Hitunglah besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap bulan tahun 2007! sertakan perhitungannya secara lengkap

w a. Jawab : Besarnya PPh pasal 25 ( Angsuran bulanan ) tahun 2006

w a. Jawab : Besarnya PPh pasal 25 ( Angsuran bulanan ) tahun 2006 PT. Mawar adalah Rp. 5. 000, 00 yang dihitung dengan cara sbb : Penghasilan kena pajak ( PKP ) th. 2006 (Menurut RKAP th. 2006)……………Rp. 400. 000, 00 PPh yang terutang : 10% x Rp. 50. 000, 00 = Rp. 5. 000, 00 15% x Rp. 50. 000, 00 = Rp. 7. 500. 000, 00 30% x Rp. 300. 000, 00 = Rp. 90. 000, 00 Rp. 102. 500. 000, 00 PPh yang telah dipotong / dipungut th. 2005 a. PPh pasal 22………………. . Rp. 18. 500. 000, 00 b. PPh pasal 23………………. . Rp. 24. 000, 00 Rp. 42. 500. 000, 00 Dasar perhitingan PPh pasal 25 Rp. 60. 000, 00 Dibagi : Jumlah bulan dalam 1 tahun 12 PPh pasal 25 per bulan Rp. 5. 000, 00

w Besarnya PPh yang terutang PT. Mawar th. 2006 adalah Rp. 108. 500. 000,

w Besarnya PPh yang terutang PT. Mawar th. 2006 adalah Rp. 108. 500. 000, 00 dan PPh yang lebih dibayar sebesar Rp. 3. 000, 00 yang dihitung dengan cara sbb : Penghasilan kena pajak ( PKP ) th. 2006………. …Rp. 420. 000, 00 PPH yang terutang : 10% x Rp. 50. 000, 00 = Rp. 5. 000, 00 15% x Rp. 50. 000, 00 = Rp. 7. 500. 000, 00 30% x Rp. 320. 000, 00 = Rp. 96. 000, 00 Rp. 108. 500. 000, 00 PPh yang telah dipotong / dipungut th. 2006 a. PPh pasal 22………………. . Rp. 22. 500. 000, 00 b. PPh pasal 23………………. . Rp. 23. 000, 00 c. PPh pasal 25 (12 x 5. juta ) Rp. 60. 000, 00 Rp. 105. 500. 000, 00 PPh yang lebih dibayar……………. . . Rp. 3. 000, 00

w Besarnya PPh pasal 25 ( Angsuran bulanan ) pada th. 2007 PT. Mawar

w Besarnya PPh pasal 25 ( Angsuran bulanan ) pada th. 2007 PT. Mawar adalah Rp. 3. 500. 000, 00 yang dihitung dengan cara sbb : Penghasilan kena pajak ( PKP ) thy. 2007 ( Menurut RKAP th. 2007 ) Rp. 350. 000, 00 PPH yang terutang : 10% x Rp. 50. 000, 00 = Rp. 5. 000, 00 15% x Rp. 50. 000, 00 = Rp. 7. 500. 000, 00 30% x Rp. 250. 000, 00 = Rp. 75. 000, 00 Rp. 87. 500. 000, 00 PPh yang telah dipotong / dipungut th. 2006 a. PPh pasal 22………………. . Rp. 22. 500. 000, 00 b. PPh pasal 23………………. . Rp. 23. 000, 00 Rp. 45. 500. 000, 00 Dasar perhitingan PPh pasal 25 Rp. 42. 000, 00 Dibagi : Jumlah bulan dalam 1 tahun 12 PPh pasal 25 per bulan Rp. 3. 500. 000, 00

w a. b. Contoh soal : Laporan Keuangan Bank Citra Triwulan terakhir tahun 2010

w a. b. Contoh soal : Laporan Keuangan Bank Citra Triwulan terakhir tahun 2010 menunjukkan penghasilan neto Rp. 180. 000, 00. Sedangkan data – data yang diperoleh dari laporan keuangan Triwulan Pertama ( Januari s/d Maret 2011 adalah sbb : 1. Laba (penghasilan neto ) Rp. 300. 000, 00 2. PPh yang terutang Rp. 42. 500. 000, 00 3. Kredit Pajak ( termasuk PPh pasal 25 ) Rp. 24. 300. 000, 00 Diminta : Hitunglah besarnya angsuran PPh pasal 25 yang harus dibayar pada bulan Januari, Februari dan Maret 2011( Triwulan I ) Hitunglah besarnya angsuran PPh pasal 25 yang harus dibayar pada bulan April , Mei dan Juni 2011 ( Triwulan II )

1. 2. Angsuran TW I – 2007 PKP – TW I. 2007 ( Dasar

1. 2. Angsuran TW I – 2007 PKP – TW I. 2007 ( Dasar TW IV. 2006 ) PKP disetahunkan 4 x 180 juta PPh pasal 17 : 10% x 50 juta = Rp. 5. 000, 00 15% x 50 juta = Rp. 7. 500. 000, 00 30% x 620 juta = Rp. 186. 000, 00 + Dibagi : jumlah bulan TW I ( Januari – Maret ) Angsuran TW II – 2007 PKP – TW II ( Dasar TW I. 2007 ) PKP disetahunkan 4 x 300 juta PPh pasal 17 : 10% x 50 juta = Rp. 5. 000, 00 15% x 50 juta = Rp. 7. 500. 000, 00 30% x 1, 1 M = Rp. 330. 000, 00 + Dibagi : jumlah bulan TW II ( April – Juni 2007 ) Rp. 180. 000, 00 Rp. 720. 000, 00 Rp. 198. 500. 000, 00 12 Rp. 16. 541. 666, 67 Rp. 300. 000, 00 Rp. 1. 200. 000, 00 Rp. 342. 500. 000, 00 12 Rp. 28. 541. 666, 67

Kuliah 13 – 14 PPN dan PPn BM w Tarip = PPN : 10%(

Kuliah 13 – 14 PPN dan PPn BM w Tarip = PPN : 10%( berlaku sat ini) , Ketentuan 5 % s/d 15 % w w w w Ekpor : 0% PPN = Tarip x DPP = 10% x Rp. 10. 000, 00 = Rp. 1. 000, 00 PPn BM = Tarip x DPP = 10% x Rp. 10. 000, 00 = Rp. 1. 000, 00 Jika BKP terutang PPN = 10 x jumlah ……. 110 Jika barang terutang PPN dan PPn BM PPN = 10 x harga ( Pembayaran BKP ) 110 + t PPn BM = t x harga ( Pembayaran BKP ) 110 + t t = Tarip PPn BM ( 10% , 25% , 35% smp 200 %)

w Contoh soal : Harga barang Rp. 12. 000, 00 , termasuk PPN 10%

w Contoh soal : Harga barang Rp. 12. 000, 00 , termasuk PPN 10% , PPn BM 10% Hitung : PPN = 10 x Rp. 12. 000, 00 = Rp. 1. 000, 00 110 + t 120 PPn BM = t = 10 x Rp. 12. 000, 00 = Rp. 1. 000, 00 110 + t 120 Harga tanpa PPN dan PPn BM = 12. 000 – (1. 000 + 1. 000 ) = 10. 000

Mekanisme kredit pajak w Pajak masukan : PPN yang dibayar oleh PKP karena perolehan

Mekanisme kredit pajak w Pajak masukan : PPN yang dibayar oleh PKP karena perolehan BKP atau JKP w Pajak keluaran : PPN yang dipungut oleh PKP karena penyerahan BKP atau JKP w Contoh : Membeli barang Rp. 10. 000, 00 PPN. M 10 % Rp. 1. 000, 00 Menjual barang Rp. 12. 000, 00 PPN. K 10 % Rp. 1. 200. 000, 00 Jadi , PM = Rp. 1. 000, 00 PK = Rp. 1. 200. 000, 00 PM < PK Kurang bayar harus disetor ke kas negara Membeli barang Rp. 10. 000, 00 PM 10 % Rp. 1. 000, 00 Dijual Rp. 8. 000, 00 PK 10 % Rp. 800. 000, 00 PM > PK , 1 juta > 0, 8 juta dapat dikompensasi atau direstitusi

w Dalam suatu masa pajak PKP dapat melakukan penyerahan kepada : PKP : Terutang

w Dalam suatu masa pajak PKP dapat melakukan penyerahan kepada : PKP : Terutang pajak. 10% Bukan PKP : Tidak terutang pajak Expor : 0% w Secara sistematis sbb : Pajak Terutang ( PK ) A Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan a. Penyerahan kepada PKP x PM = B Nilai seluruh peredaran b. Atas Export Ekspor x PM =C+ Nilai seluruh peredaran Pajak Terutang ( PK ) D– Pajak yang lebih atau kurang disetor E

w Contoh : PT. Bahagia bulan Mei 2011 membeli BKP Rp. 3. 000, 00

w Contoh : PT. Bahagia bulan Mei 2011 membeli BKP Rp. 3. 000, 00 setelah diproduksi , diekspor ke Malaysia Rp. 2. 500. 000, 00. Dijual ke PKP Rp. 2. 000, 00 , dan dijual kepada bukan PKP Rp. 1. 500. 000, 00. Perhitungan PPN yang lebih atau kurang. Disetor. A. Perhitungan pajak Pajak keluaran : Atas ekspor : 0% x Rp. 2. 500. 000, 00 Rp. 0, 00 Menjual kepada PKP: 10% x Rp. 2. 000, 00 Rp. 200. 000, 00 Pajak masukan : 10% x Rp. 3. 000, 00 Rp. 300. 000, 00

B. Perhitungan Pajak yang Lebih/Kurang Disetor Pajak keluaran Rp. 200. 000, 00 Pajak Masukan

B. Perhitungan Pajak yang Lebih/Kurang Disetor Pajak keluaran Rp. 200. 000, 00 Pajak Masukan yang boleh dikreditkan : 1. Atas Ekspor = ( 2. 500. 000 / 6. 000 ) x 300. 000 = Rp. 125. 000, 00 2. Atas penjualan kepada PKP ( 2. 000 / 6. 000 ) x 300. 000 = Rp. 100. 000, 00 + Rp. 225. 000, 00 – Pajak yang lebih disetor ( Rp. 25. 000, 00 ) Ket : Penjualan kepada bukan PKP Rp. 1. 5000. 000, 00 tudak terutang pajak

w Contoh : PT. Sinar , sebuah pabrikan barang – barang elektronik. Selama bulan

w Contoh : PT. Sinar , sebuah pabrikan barang – barang elektronik. Selama bulan Juni 2011 membeli BKP Rp. 6. 000, 00 , setelah diolah barang tersebut dijual kepada PKP Rp. 2. 000, 00 dan kepada bukan PKP Rp. 1. 000, 00 , dan diekspor ke Arab Saudi Rp. 3. 000, 00. Menurut catatan pembukuan , harga pokok BKP yang terjual Rp. 3. 000, 00. Hitung besarnya pajak yang lebih atau kurang dalam masa pajak Juni 2011.

w A. Jawab : Perhitungan pajak Pajak keluaran : Atas ekspor : 0 %

w A. Jawab : Perhitungan pajak Pajak keluaran : Atas ekspor : 0 % x Rp. 3. 000, 00 = Rp. 0, 00 Menjual kepada PKP: 10% X Rp. 2. 000, 00 = Rp. 200. 000, 00 + Rp. 200. 000, 00 Pajak masukan seluruhnya : 10% x 6. 000 = Rp. 600. 000, 00 Pajak masukan bulan Juni 2011: a. Atas seluruh pembelian : 10% x Rp. 6. 000, 00 = Rp. 600. 000, 00 b. Atas persediaan Barang Kena Pajak Pembelian BKP Rp. 6. 000, 00 Harga pokok penjualan Rp. 3. 000, 00 Persediaan 30 Juni Rp. 3. 000, 00 PPN atas persediaan : 10% x Rp. 3. 000, 00 = Rp. 300. 000, 00 Pajak Masukan bulan Juni = Rp. 300. 000, 00

B. w w w Perhitungan Pajak yang Lebih / Kurang Disetor Pajak Keluaran Rp.

B. w w w Perhitungan Pajak yang Lebih / Kurang Disetor Pajak Keluaran Rp. 200. 000, 00 Pajak masukan yang boleh dikreditkan Juni 2011: 1. Atas Ekspor = (3. 000 / 6. 000) x 300. 000 = Rp. 150. 000, 00 2. Atas penjualan kepada PKP = (2. 000 / 6. 000) x 300. 000 = Rp. 100. 000, 00 + Rp. 250. 000, 00 Pajak yang lebih disetor Rp. 50. 000, 00 Catatan : PM atas persediaan BKP Rp. 300. 000, 00 dapat dikreditkan masa pajak berikutnya ( Juli ) Pajak LB Rp. 50. 000, 00 bisa direstitusi 7% ( Rp. 3. 500, 00 ) dan sisanya Rp. 46. 500, 00 dapat dikompensasikan masa pajak berikutnya Penjualan kepada BPKP tidak terutang pajak

Kuliah 15 PBB w w w PBB : Pajak Bumi dan Bangunan NJOP :

Kuliah 15 PBB w w w PBB : Pajak Bumi dan Bangunan NJOP : Nilai Jual Obyek Pajak SPOP : Surat Pemberitahunan Obyek Pajak SPPT : Surat Pemberitahuan Pajak Terutang NJOPTKP : Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak UU No. 12 th. 1994 = NJOPTKP = Rp. 8. 000, 00 KMK No. 201 / KMK 04 / 2. 000 = NJOPTKP Setinggi – tingginya Rp. 12. 000, 00 w Jika WP punya beberapa obyek pajak maka yang diberi NJOPTKP hanya salah satu yang nilainya terbesar

w NJKP : Nilai Jual Kena Pajak 20 % 100 % 40 % :

w NJKP : Nilai Jual Kena Pajak 20 % 100 % 40 % : Jika Nilai Obyek Pajak ≥ 1 Milyar 20 % : Obyek Pajak Lainnya w Tarip pajak : 0, 5 % w Rumus : PBB = Tarip x NJKP = 0, 5 % x. . % NJKP x ( NJOP – NJOPTKP ) Contoh : = 0, 5 % x 20 % x (Rp. 75. 000, 00 – Rp. 12. 000, 00) = Rp. 63. 000, 00

BPHTB w w w BPHTB : Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan Tarip pajak

BPHTB w w w BPHTB : Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan Tarip pajak : 5 % NPOP : Nilai Perolehan Obyek Pajak NPOPTKP : Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak NPOPTKP : Rp. 60. 000, 00 Rp. 300. 000, 00 Perolehan waris hibah , wasiat , lurus 1 derajat ke atas ke bawah w NPOKP : Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak w Rumus : Tarip Pajak x ( NPOP – NPOPTKP ) Tarip Pajak x NPOPKP

w Contoh 1 : Tuan Ahmad membeli tanah dan bangunan : NPOP Rp. 100.

w Contoh 1 : Tuan Ahmad membeli tanah dan bangunan : NPOP Rp. 100. 000, 00 NPOPTKP Rp. 60. 000, 00 – NPOPKP Rp. 40. 000, 00 BPHTB yang terutang = 5 % x Rp. 40. 000, 00 = Rp. 2. 000, 00 w Contoh 1 : Tuan Ali menerima warisan tanah dan bangunan : NPOP Rp. 500. 000, 00 NPOPTKP Rp. 300. 000, 00 – NPOPKP Rp. 200. 000, 00 BPHTB yang terutang = 5 % x Rp. 200. 000, 00 = Rp. 10. 000, 00