GAGASAN KEDAULATAN RAKYAT DALAM WACANA KEISLAMAN SERTA IMPLEMENTASINYA

  • Slides: 49
Download presentation
GAGASAN KEDAULATAN RAKYAT DALAM WACANA KEISLAMAN SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM SEJARAH Nurrohman

GAGASAN KEDAULATAN RAKYAT DALAM WACANA KEISLAMAN SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM SEJARAH Nurrohman

Abstrak • Kedaulatan rakyat adalah wacana yang masih diperdebatkan dipertentangkan dikalangan pemikir. Perdebatan itu

Abstrak • Kedaulatan rakyat adalah wacana yang masih diperdebatkan dipertentangkan dikalangan pemikir. Perdebatan itu memiliki implikasi terhadap bentuk negara/pemerintahan dalam Islam. Tulisan ini bermaksud melihat perkembangan gagasan teori kedaulatan rakyat , unsur penting yang terdapat didalamnya , istilah atau wacana serupa yang terdapat dalam wacana keislaman serta implementasinya dalam sejarah. Meskipun istilah popular sovereignty /siyadah sya’biyyah tidak dikenal dalam wacana keislaman klasik, namun ide , substansi dan unsur-unsurnya terdapat dalam ajaran serta praktek keislamanan sejak masa Rasulullah. Ide keadulatan rakyat didasarkan atas semangat “kontrak” antara rakyat (tuan) dan penguasa (pelayan). Dalam sejarah , faktor politik dan budaya seperti budaya monarki , feodalisme, otoritarianisme, egosentrisme, tribalisme ikut memperlemah substansi kedaulatan rakyat yang telah dipraktekkan dicontohkan oleh Nabi. Dibanding dengan konsep atau teori kedaulatan Tuhan (teokrasi) , konsep atau teori kedaulatan rakyat dalam sistem ketatanegaraan sebenarnya lebih sejalan dengan spirit ajaran Islam.

Latar Belakang • Kedaulatan rakyat adalah wacana yang masih diperdebatkan dipertentangkan dikalangan pemikir berikut

Latar Belakang • Kedaulatan rakyat adalah wacana yang masih diperdebatkan dipertentangkan dikalangan pemikir berikut implikasinya terhadap bentuk negara/pemerintahan dalam Islam • Nurcholish Madjid (Demokratis) , Madjid Khudluri ( Nomokrasi) , Harun Nasution, Philip K. Hitti (Teokrasi) , Abul A’la al-Maududi (Teo-demokrasi) , Abdul Qadir Audah (Khilafat) • Istilah kedaulatan rakyat (popular sovereignty/ siyadah sya’biyyah ) tidak dikenal dalam wacana keislaman klasik • Sungguhpun demikian bila dilihat dari substansi serta ruang lingkup yang terdapat dalam gagasan ini, dijumpai sejumlah istilah atau wacana yang serupa dangan filosofi yang terkandung dalam gagasan ini • Oleh karena itu tulisan ini akan melihat perkembangan gagasan teori kedaulatan rakyat , unsur penting yang terdapat didalamnya , istilah atau wacana serupa yang terdapat dalam wacana keislaman serta implementasinya dalam sejarah.

Empat Jenis Teori Kedaulatan • 1. Teori Kedaulatan Tuhan: kedaulatan ada di tangan Tuhan,

Empat Jenis Teori Kedaulatan • 1. Teori Kedaulatan Tuhan: kedaulatan ada di tangan Tuhan, diwakili oleh raja atau Paus. Penganut: Agustinus, T. Aquinas, dan Marsillius. • 2. Teori Kedaulatan negara: negaralah yang berdaulat. Kedaulatan ada pada negara terutama terlihat bahwa negaralah yang menciptakan hukum, hukum ada karena adanya negara. Tiada suatu hukum pun yang berlaku jika tidak dikehendaki negara. Penganut: George Jellinek dan Jean Bodin. • 4. Teori Kedaulatan Hukum menyatakan bahwa hukumlah yang berdaulat, bukan Tuhan, negara, maupun rakyat. Penganutnya antara lain Duguit dan Krabbe. • 3. Teori Kedaulatan rakyat: rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Menurut Rousseau: Kedaulatan merupakan pengejawantahan dari kehendak umum (volonte generale) suatu masyarakat atau suatu bangsa yang merdeka, melalui perjanjian sosial rakyat membentuk organisasi untuk melaksanakan kepentingan bersama, kemudian menyerahkan kekuasaan untuk memerintah, kepada seseorang atau beberapa orang.

Tesis tentang kedaulatan rakyat • Tesis atau statement yang mau dipertahankan atau diuji adalah:

Tesis tentang kedaulatan rakyat • Tesis atau statement yang mau dipertahankan atau diuji adalah: • 1) Istilah popular sovereignty meskipun tidak dikenal dalam wacana keislaman klasik, namun ide , substansi dan unsur-unsurnya terdapat dalam ajaran serta praktek keislamanan sejak masa Rasulullah • 2) Dibanding dengan konsep atau teori kedaulatan Tuhan (teokrasi) , konsep atau teori kedaulatan rakyat sebenarnya lebih sejalan dengan spirit ajaran Islam

Definition of POPULAR SOVEREIGNTY (KEDAULATAN RAKYAT) • Suatu doktrin dalam teori politik yang menyatakan

Definition of POPULAR SOVEREIGNTY (KEDAULATAN RAKYAT) • Suatu doktrin dalam teori politik yang menyatakan bahwa pemerintah itu diadakan oleh dan untuk memenuhi kehendak rakyat (a doctrine in political theory that government is created by and subject to the will of the people) • Kedaulatan rakyat adalah prinsip yang menyatakan bahwa otoritas negara dan pemerintahannya dibangun dan ditopang oleh kerelaan rakyatnya melalui perwakilan yang dipilih rakyat sebagai sumber dari semua kekuasaan politik. (Popular sovereignty or the sovereignty of the people's rule is the principle that the authority of a state and its government is created and sustained by the consent of its people, through their elected representatives (Rule by the People), who are the source of all political power. )

Asal usul dan Perkembangannya Kedaulatan Rakyat : Kontrak Sosial • Asal usul kedaulatan rakyat

Asal usul dan Perkembangannya Kedaulatan Rakyat : Kontrak Sosial • Asal usul kedaulatan rakyat bisa ditelusuri sejak munculnya gagasan kontrak sosial pada pertengahan abad 17 dan 18. Kedaulatan rakyat merupakan gagasan yang menyatakan bahwa tidak ada hukum atau aturan yang dianggap sah kecuali aturan itu telah mendapatkan persetujuan, langsung atau tidak langsung, dari pihak-pihak terkait.

Kontrak sosial dalam pemikiran Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau • Thomas Hobbes

Kontrak sosial dalam pemikiran Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau • Thomas Hobbes (1588 -1679), John Locke (1632 -1704) dan Jean. Jacques Rousseau (1712 -1778) adalah tokoh paling penting dari madzhab kontrak sosial. Mereka semua mendalilkan bahwa sifat masyarakat, apa pun asal-usulnya, merupakan perwujudan dari pengaturan kontraktual ( contractual arrangement )antara anggotanya. Alasan seseorang memasuki masyarakat adalah untuk melindungi diri dari bahaya "keadaan alamiah". Tapi, teori mereka , dalam sejumlah aspek berbeda.

Hobbes dalam “Leviathan” • Hobbes dalam Leviathan, yang diterbitkan 1651, menyatakan bahwa tugas satu-satunya

Hobbes dalam “Leviathan” • Hobbes dalam Leviathan, yang diterbitkan 1651, menyatakan bahwa tugas satu-satunya masyarakat politik adalah menyebut atau menentukan individu atau sekelompok individu sebagai pemegang kedaulatan. Pemegang kedaulatan ini kemudian akan memiliki kekuasaan mutlak, dan setiap warga negara akan memberikan ketaatan mutlak padanya. Konsep Hobbes berarti bahwa kedaulatan rakyat hanya ada sesaat. Dalam istilah modern kita dapat mengatakan bahwa itu terdiri dari "satu orang, satu suara, untuk sekali saja".

Locke dalam “Second Treatise of Government” • Locke dalam tulisan-tulisannya Second Treatise of Government

Locke dalam “Second Treatise of Government” • Locke dalam tulisan-tulisannya Second Treatise of Government (Risalah Kedua tentang Pemerintah) diterbitkan 1690, mengklaim seperti yang diklaim Hobbes sebelumnya, bahwa kontrak sosial adalah permanen dan tidak dapat dibatalkan, namun legislatif hanya diberdayakan untuk membuat undang-undang untuk kepentingan publik. Jika kepercayaan ini dilanggar, rakyat sebagai pemegang kekuasaan dapat menggantikan anggota legislatif dengan anggota legislatif baru. Tidak jelas apakah Locke penganut kedaulatan rakyat atau kedaulatan legislatif. Meskipun ia tidak semutlak Hobbes, ia jelas tidak berniat memberi ruang bagi terjadinya intervensi rakyat. Visi Locke mungkin lebih dekat dengan pandangan kedaulatan Parlemen di Inggris.

Rousseau dalam “The Social Contract”, 1762 • Rousseau dalam “Kontrak Sosial” misalnya menyatakan bahwa

Rousseau dalam “The Social Contract”, 1762 • Rousseau dalam “Kontrak Sosial” misalnya menyatakan bahwa hukum yang diundangkan oleh lembaga legislatif harus mengacu pada kebaikan umum untuk seluruh anggota masyarakat dan hukum itu juga harus mencakup hak atau kewajiban yang sama untuk semua warga negara. Rousseau, bagaimanapun, tidak merinci apa yang akan terjadi jika kondisi ini dilanggar, tapi ia mengusulkan mekanisme untuk mencari tahu apa itu "kehendak umum“. Dia juga melihat pentingnya kekuasaan legislatif itu dipegang oleh rakyat itu sendiri.

Perkembangan Teori Politik Kedaulatan Rakyat Tokoh Pemilik Penerima mandat Keterangan kedaulatan Hobbes Masyarakat Individu

Perkembangan Teori Politik Kedaulatan Rakyat Tokoh Pemilik Penerima mandat Keterangan kedaulatan Hobbes Masyarakat Individu atau Pemegang kedaulatan memiliki kekuasaan mutlak, warga politik kelompok sebagai negara memberikan ketaatan mutlak padanya. Sifat kontrak penerima/pemegang permanen “one man one vote once”, tidak bisa dibatalkan mandat Locke Rakyat Lembaga legislatif diberdayakan untuk membuat undang-undang untuk kepentingan publik. Jika dilanggar, rakyat dapat menggantikannya dengan anggota legislatif baru. Sifat kontrak permanen, tidak bisa dibatalkan Rousseau Rakyat Lembaga legislatif Hukum yang diundangkan harus mengacu pada kebaikan umum untuk seluruh anggota masyarakat , harus mencakup hak atau kewajiban yang sama untuk semua warga negara. Tidak ada mekanisme jelas bila terjadi pelanggaran

Ringkasan Perkembangan Teori Politik • Jadi terdapat perkembangan dalam teori politik , mulai dari

Ringkasan Perkembangan Teori Politik • Jadi terdapat perkembangan dalam teori politik , mulai dari peran sangat terbatas yang bisa dimainkan oleh rakyat sebagaimana dalam teori Hobbes ', sampai peran lebih signifikan yang diberikan kepada rakyat sebagaimana dalam teori Rousseau.

Donal S. Lutz tentang perkembangan teori politik • Donal S. Lutz dalam komentarnya mengatakan:

Donal S. Lutz tentang perkembangan teori politik • Donal S. Lutz dalam komentarnya mengatakan: • Berbicara kedaulatan rakyat adalah menempatkan otoritas tertinggi pada rakyat. Ada berbagai cara mengekspresikan kedaulatan. Mungkin langsung dalam arti bahwa rakyat membuat hukum sendiri, atau dimediasi melalui perwakilan yang dipilih dan dapat ditarik kembali; mungkin arti yang paling mendasar adalah bahwa rakyat memiliki hak menolak atau memveto undang-undang, atau mungkin sesuatu yang jauh kurang dramatis. • Singkatnya, kedaulatan rakyat mencakup banyak kemungkinan institusional. Dalam setiap kasus, bagaimanapun, kedaulatan rakyat mengasumsikan adanya bentuk- bentuk persetujuan rakyat, dan untuk alasan inilah maka setiap definisi pemerintahan republik berimplikasi pada adanya teori persetujuan.

Mohammad Abed al-Jabri tentang “Social Contract” • Penerimaan terhadap ‘kontrak sosial’ yang menurut para

Mohammad Abed al-Jabri tentang “Social Contract” • Penerimaan terhadap ‘kontrak sosial’ yang menurut para filosof Eropa dilandasi oleh hak-hak manusia yang universal – hak kebebasan dan kesetaraan beserta turunannya – mengerucut kepada dua prinsip yakni : (1) ketundukan hak-hak alamiah manusia kepada ‘kehendak publik’, yang melampaui segala kehendak lain dan termotivasi hanya oleh publik dan kepentingan umum; dan (2) kembalinya hak alamiah mereka dalam bentuk hak-hak sipil, yang diorganisir dan dijamin oleh negara yang bertindak atas nama kehendak masyarakat secara keseluruhan. Oleh karenanya terdapat struktur relasi yang tiga dimensi. • 1) Manusia secara individu sebagai pemilik hak asasi alamiah • 2) Kehendak publik , sebagai tempat dimana manusia menundukkan hak asasi alamiahnya. • 3) Kelompok terorganisir(negara) tempat manusia menggunakan hak-haknya yang telah dikembalikan kepadanya dalam bentuk hak-hak sipil untuk digunakan tanpa melanggar hak-hak orang lain.

Unsur penting atau substansi gagasan kedaulatan rakyat (popular sovereignty ) • 1) Manusia secara

Unsur penting atau substansi gagasan kedaulatan rakyat (popular sovereignty ) • 1) Manusia secara individu sebagai pemilik hak asasi alamiah • 2) Kehendak publik , sebagai tempat dimana manusia menundukkan hak asasi alamiahnya. • 3) Negara (kelompok terorganisir) tempat manusia menggunakan hak yang dikembalikan oleh negara kepadanya dalam bentuk hak-hak sipil untuk digunakan tanpa melanggar hak-hak orang lain. • 4) Adanya kewenangan rakyat untuk mengoreksi atau memveto undang-undang yang tidak sejalan dengan aspirasi rakyat serta untuk mencabut kembali mandat kekuasan yang diberikan oleh rakyat kepada penguasa.

Wacana Keislaman : sumber dan mandat penguasa • Meskipun dalam tataran keyakinan teologis ,

Wacana Keislaman : sumber dan mandat penguasa • Meskipun dalam tataran keyakinan teologis , sumber kekuasaan itu dari Tuhan yang akan diberikan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya, namun dalam tataran teori dan praktek politik, para pakar dalam Islam membahas sumber dan mandat kekuasaan yang diperoleh penguasa seperti pada pembahasan tentang tata cara menetapkan seorang penguasa, syarat penguasa, pertanggungjawaban penguasa serta tata cara untuk mencabut mandat (memakzulkan) penguasa.

Kepemimpinan Nabi di Madinah (Kepala Negara) mandatnya didapat dari rakyat • Nurcholish Madjid dalam

Kepemimpinan Nabi di Madinah (Kepala Negara) mandatnya didapat dari rakyat • Nurcholish Madjid dalam tulisannya yang berjudul Cita-cita Politik Kita menyatakan bahwa terpilihnya Nabi sebagai pemimpin di Madinah terjadi karena proses demokratis. • Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Kita, makalah , 1983, hlm. 12

Muhammad SAW nabi dan negarawan) • Setelah hijrah ke Madinah Muhammad SAW tampil sebagai

Muhammad SAW nabi dan negarawan) • Setelah hijrah ke Madinah Muhammad SAW tampil sebagai pemimpin masyarakat yang oleh sejumlah pakar digambarkan sebagai negara karena terpenuhinya unsur-unsur negara di dalamnya seperti adanya wilayah, penduduk, pemerntahan dan kedaulatan. Oleh karena itu Montgomery Watt dalam bukunya Muhammad Prophet and Statesman menyatakan bahwa Muhammad SAW bukan hanya nabi tapi juga kepala negara (negarawan). Lihat W. Montgomery Watt, Muhammad Prophet and Statesman, Oxford University Press, 1961, hlm. 94 -95.

Muhammad prophet and statesman Tuhan Wahyu Muhammad Prophet Statesman Qur’an/Kitab Suci Konstitusi Rakyat yang

Muhammad prophet and statesman Tuhan Wahyu Muhammad Prophet Statesman Qur’an/Kitab Suci Konstitusi Rakyat yang plural /Plural society meliputi Muslim, Yahudi , Nasrani dll

Penjelasan • Sebagai nabi sumber otoritasnya dari Tuhan legitimasinya diperoleh melalui umatnya atas dasar

Penjelasan • Sebagai nabi sumber otoritasnya dari Tuhan legitimasinya diperoleh melalui umatnya atas dasar keimanan, sebagai negarawan sumber otoritasnya didapat dari rakyat atas dasar kepemimpinan, kepercayaan serta akhlak mulia yang dimilikinya.

Kemoderanan masyarakat Madinah warisan Nabi versi Robert N Bellah • (1) In the high

Kemoderanan masyarakat Madinah warisan Nabi versi Robert N Bellah • (1) In the high degree of commitment, involvement, and participation expected from the rank-and-file members of the community. • (2) In the openness of its leadership positions to ability judged on universalistic grounds • (3) In the attempt to institutionalize a nonhereditary top leadership. . (equalitarian participant nationalism)

Wacana keislaman terkait hak dasar alamiah , kehendak umum dan mandat kekuasaan • Wacana

Wacana keislaman terkait hak dasar alamiah , kehendak umum dan mandat kekuasaan • Wacana keislaman terkait kedaulatan rakyat dan “kontrak sosial”: bisa dijumpai pada sejumlah kosep: huququl insan, (mashlahat ammah) , maqashid syari’at atau kulliyat al-khams , bai’at , amar ma’ruf nahi munkar serta tata cara penetapan dan pemakzulan imam/khalifah atau pencabutan mandat.

Wacana tentang perlindungan terhadap huququl Insan • Perindungan terhadap hak asasi manusia seluruh anggota

Wacana tentang perlindungan terhadap huququl Insan • Perindungan terhadap hak asasi manusia seluruh anggota masyarakat tanpa memandang ras , agama dan budaya merupakan tujuan pertama syariat Islam. Perlindungan ini penting untuk memelihara kehidupan yang harmonis dalam masyarakat. Secara tradisional para pakar dalam Islam mengklasifikasikannya menjadi lima yakni : 1) melindungi keimanan (hifdzu al-din) , melindungi kehidupan (hifdzu al-nafs) , melindungi keturunan/keluarga (hifdzu alnasl) , melindungi harta dan kepemilikian (hifdzu al-mal) , melindungi pikiran (hifdzu al-aql)

Wacana tentang penegakkan keadilan • Penegakkan keadilan untuk umat Islam dan seluruh umat manusia

Wacana tentang penegakkan keadilan • Penegakkan keadilan untuk umat Islam dan seluruh umat manusia merupakan tujuan kedua syariat Islam. Keadilan merupakan esensi sebenarnya ajaran Islam yang berulangkali disebutkan di dalam al. Qur’an. Dengan adanya keadilan dimuka bumi maka manusia dimuka bumi akan hidup dengan damai dan harmonis. Syari’at Islam mengajarkan bahwa semua manusia itu setara tidak ada seorangpun yang lebih superior atas orang lain karena agama, ras, kekayaan atau keluarga. Kesetaraan ini merupakan salah satu pesan penting Nabi Muhammad dalam khutbah terakhirnya.

Wacana tentang mendatangkan mashlahat dan menjauhi mafsadat. • Mendatangkan mashlahat bagi manusia dan menghilangkan

Wacana tentang mendatangkan mashlahat dan menjauhi mafsadat. • Mendatangkan mashlahat bagi manusia dan menghilangkan mafsadat atau kesulitan dari mereka merupakan tujuan syari’at ketiga. Mendatangkan mashlahat dan menghilangkan mafsadat itu penting untuk membangun masyarakat yang harmonis. Melindungi hak dasar manusia yang telah disebutkan dan akan membawa mashlahat sedangkan melanggar hak-hak asasi akan menimbulkan kesulitan dalam masyarakat. Misalnya perzinahan itu dilarang karena melanggar kehormatan atau kesucian keluarga. Demikian juga mengkonsumsi alkohol juga dilarang karena berpotensi merusak kapasitas akal seseorang dan bisa mengarah pada pelanggaran terhadap hak orang lain.

Ibn Qayyim tentang pentingnya syariat yang adil, mashlahat, mengandung hikmat dan membawa rahmat. •

Ibn Qayyim tentang pentingnya syariat yang adil, mashlahat, mengandung hikmat dan membawa rahmat. • Ibn Qayyim dalam kitabnya I’lam al-Muwaqi’in, beliau menyatakan, fa inna al-syari’ata mabnaha wa asasuha ‘ala hikamin wa mashalihi al‘ibad fi al-ma’asy wa al-ma’ad wa hiya ‘adlun kulluha wa rahmatun kulluha wa mashalihun kulluha wa hikmatun kulluha. • Sumber: Ibn Qayyim, I’lam al-Muwaqi’in, jilid III, Bairut Dar al-Kutub al-Ilmia, hlm. 37. Atau Ibn Qayyim, I’lam al-Muwaqi’in, jilid I, Dar Ibn Al-Jauzy, Hlm 41.

Al-Mawardi dan al-Ghazali tentang bahayanya kedzaliman • Al-Mawardi juga mengutip perkataan sebagian ahli hikmah

Al-Mawardi dan al-Ghazali tentang bahayanya kedzaliman • Al-Mawardi juga mengutip perkataan sebagian ahli hikmah (filosof) : Kekuasaan itu bisa langgeng dengan kekufuran tapi tidak bisa langgeng dengan kezhaliman. Teksnya: al-mulk yabqa ‘ala al-kufri wa la yabqa ‘ala al-zhulmi. • al-Ghazali dalam kitabnya , al-Tibr al-Masbûk fi Nashihat al-Mulk, Bairut, Dar al-Kutub al. Ilmiyyah, 1988 , hlm. 43. mengutip apa yang disebutnya sabda nabi yang berbunyi: al-mulku yabqâ ma’a alkufri wa la yabqâ ma’a al-zhulm

George Maqdisi tentang pentingnya hak asasi manusia , • George Maqdisi, in his book

George Maqdisi tentang pentingnya hak asasi manusia , • George Maqdisi, in his book entitles The Rise of Humanism in Islam, stated that Islamic civilization arouse out of the notion on the urgency of respecting humanity and humanism, a notion that believes in human’s dignity as a 'fitrah or nature. It means that there is no contradiction between human rights and Islam encourages human rights and human right that was implemented in Muslims society will raise Muslims dignity.

Khaled Abou El-Fadl : tentang perlunya mendahulukan hak manusia ketimbang hak Allah • Khaled

Khaled Abou El-Fadl : tentang perlunya mendahulukan hak manusia ketimbang hak Allah • Khaled Abou El-Fadl, a professor of Islamic Law at UCLA, even said that people who argue that they have to prioritize God’ rights over human rights, are ignorant about the classical fiqh literature of the previous ulema. Those ulema stated that human rights must be prioritized over God’s right ('haqqul insân muqaddam `ala haqqil Ilâh ), because Allah is well capable of defending His rights in the hereafter, while humans have to defend their own rights. A book written in the third century of Hejra mentioned that when there is a contradiction between laws; the more humanistic one ('arfaq bin nâs ) should be chosen.

Mohammad Abed al-Jabri tentang Hak asasi dalam al-Qur’an dan Hadits, • • 1) Hak

Mohammad Abed al-Jabri tentang Hak asasi dalam al-Qur’an dan Hadits, • • 1) Hak hidup dan menikmati kehidupan (the right to life and its enjoyment) 2) Hak berkeyakinan (, the rights to belief) 3) Hak memperoleh pengetahuan (knowledge) 4) Hak untuk tidak setuju (to disagree, ) 5) Hak bermusyawarah (alshura /consultation), 6) Hak kesetaraan dan keadilan (equality and justice) 7) Hak orang-orang yang tertindas (the rights of the oppressed). Inilah hak dasar yang jika rakyat tidak bisa menikmatinya maka hukuman yang ada dalam syariat tidak bisa dilaksanakan dengan adil, kata Al-Jabri Beliau menambahkan; Without putting an end to poverty, ignorance and the injustice of the rulers and the injustices of the strong against the weak, the hudud will remain exposed to doubt. And, the Prophetic hadith says, ‘Avoid the hudud [penalties] when in doubt. ’

Mohammad Abed al-Jabri tentang Landasan pengembangan Hak Asasi Manusia (HAM) modern • Human rights

Mohammad Abed al-Jabri tentang Landasan pengembangan Hak Asasi Manusia (HAM) modern • Human rights in the modern sense as the backbone of comprehensive human development could have been based on the three major intents of alsharia – necessities, needs and improvements – and by considering the five necessities (preservation of self, mind, religion, progeny and property) as the solid basis for human rights and the focusing of thought on human development on preserving these necessities, needs and improvements. (page 250) • (HAM dalam pengertian modern yang dijadikan tulang punggung memahami perkembangan manusia mesti didasarkan pada tiga pokok tujuan syariat yakni – dlaruriyyat, hajiyat dan tahsiniyyat- dan dengan mempertimbangkan lima dlaruriyat (melindungi jiwa, akal, agama, keturunan dan harta/kepemilikan) sebagai landasan yang solid untuk HAM sembari memfokuskan pemikiran pada perkembangan manusia dalam memelihara dlaruriyyat, hajiyat dan tahsiniyyat. )

Ahmad Ibrahim Al-Syarif tentang perluasan makna umat • Ahmad Ibrahim al-Syarif dalam bukunya Daulat

Ahmad Ibrahim Al-Syarif tentang perluasan makna umat • Ahmad Ibrahim al-Syarif dalam bukunya Daulat al-Rasul fi al-Madinah mengatakan bahwa pengertian umat dalam pemerintahan Rasulullah mengalami perluasan makna. Kata umat tidak hanya digunakan untuk nama kelompok orang yang diikat oleh pertalian nasab, tetapi menunjuk pada kelompok dalam arti luas. Umat tidak hanya ditujukan kepada kaum mu’minin saja tetapi meliputi mereka yang mau berperang bersama-sama kaum mu’minin yakni dari seluruh penduduk Madinah. Diantara kelompok Anshar ada yang belum Islam tapi mereka dimasukan dalam umat, demikian pula orang Yahudi

Fazlur Rahman tentang dinamika hukum melalui proses ijtihad dan ijma Fazlur Rahman dalam menjelaskan

Fazlur Rahman tentang dinamika hukum melalui proses ijtihad dan ijma Fazlur Rahman dalam menjelaskan pengertian ijtihad dan ijma mengatakan: ijtihad must be multiple effort of thinking minds – some naturally better than other , and some better than other in various areas – that confront each other in open arena of debate , resulting eventually in an overall consensus.

Lembaga legislatif sebagai lembaga syuro-ijma • Pada level negara, ijma masyarakat akan ditempa atau

Lembaga legislatif sebagai lembaga syuro-ijma • Pada level negara, ijma masyarakat akan ditempa atau dirumuskan ke dalam bentuk hukum dan perundang-undangan oleh lembaga legislative, yang disebut Rahman sebagai lembaga syura-ijma. dalam pandangan Rahman, majlis ini dipilih rakyat tanpa kualifikasi apapun. Dalam masalah-masalah pelik, majlis dapat meminta advis kepada para ahli. Hukum yang diundangkan majlis bisa saja benar atau keliru. Tetapi sepanjang hukum tersebut mencerminkan kehendak masyarakat , ia akan tetap bersifat Islami dan demokratis karena merepresentasikan ijma umat. • Lebih jauh , consensus yang diundangkan itu bisa diubah , karena secara potensial selalu terdapat kemungkinan bagi pandangan minoritas untuk menjadi mayoritas melalui proses perdebatan.

Hadits dan Kaidah Fiqhiyah yang bisa dijadikan acuan dalam mempraktekkan kedaulatan rakyat dan demokrasi

Hadits dan Kaidah Fiqhiyah yang bisa dijadikan acuan dalam mempraktekkan kedaulatan rakyat dan demokrasi • 1) Ma ra’ahu al-muslimuna hasanan fahuwa ‘indallahi hasanun (hadis) • 2) Sayyidul qaum khadimuhum (hadis) • 3) haqqul insan muqaddamun ala haqqillah, • 4) Tasharruful imam manuthun bi maslhalati ra’iyyah • 6) irhamu man fil ardli yarhamkum man fi al-sama, • 7) idza taaradla al-hukmu quddima ma arfaqu bi al-nas.

Praktek kedaulatan rakyat dalam sejarah lemah • Meskipun unsur penting dalam kedaualatan rakyat seperti

Praktek kedaulatan rakyat dalam sejarah lemah • Meskipun unsur penting dalam kedaualatan rakyat seperti , adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia, adanya penguasa yang adil dan melayani rakyatnya, amat kuat diwacanakan dalam wacana keislaman , namun implementasinya dalam sejarah masih amat jauh dari memuaskan. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari sejumlah faktor, terutama faktor politik , budaya dan sikap seperti masih kuatnya budaya feodalisme, patriacrhi serta sikap egocentrisme dan otoritariamisme.

Monarki , feodalisme otoritarianisme memperlemah kedaulatan rakyat • Budaya monarki, feodalisme mengakibatkan penguasa yang

Monarki , feodalisme otoritarianisme memperlemah kedaulatan rakyat • Budaya monarki, feodalisme mengakibatkan penguasa yang seharusnya melayani rakyat malah minta dilayani rakyat. Budaya patriakhi mengakibatkan lelaki merasa lebih superior dibanding wanita. Sementara sikap egosentrisme , tribalisme atau otoritarianisme menjadikan seseorang atau kelompoknya saja yang merasa lebih berhak untuk mewakili dan bertindak atas nama Tuhan. Akibatnya , diskriminasi dan perbudakan yang seharusnya dihapuskan masih banyak dijumpai dalam sejarah umat Islam, bahkan sampai sekarang.

Profil kedaulatan dan bentuk pemerintahan dalam wacana Islam klasik Tokoh/aliran Pemilik kdaulatan yang berhak

Profil kedaulatan dan bentuk pemerintahan dalam wacana Islam klasik Tokoh/aliran Pemilik kdaulatan yang berhak menetapkan penguasa Bentuk Hubungan Penguasa Rakyat Pandangan tentang ijma dan suara mayoritas Sumber utama kedaulatan Bentuk pemerintahan Al. Ahl al-hall wa al-aqd Juwaini/tokoh Sunni Kontraktual Positif Rakyat Khilafah/imamah demokratis Syi’ah Tuhan melalui nabi. Nya Sakral Negatif Tuhan Imamah yang teokratis Mu’tazilah Ahl al-hall wa alaqd/rakyat secara langsung Kontraktual Negatif Rakyat Khilafah/imamah demokratis Khawarij Ahl al-hall wa alaqd/rakyat secara langsung Kontraktual Tidak jelas Rakyat/hu Imamah/khilafah yang kum teo-demokrasi atau nomokrasi

14 Rumpun Hak Konstitusional Setiap Warga Negara Indonesia No I Jenis hak Hak Kewarganegaraan

14 Rumpun Hak Konstitusional Setiap Warga Negara Indonesia No I Jenis hak Hak Kewarganegaraan II Hak Hidup III Hak untuk Mengembangkan Diri Perinciannya 1. Hak atas status kewarganegaraan Pasal. 28 D(4). 2. Hak atas kesamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan. Pasal. 27(1), pasal 28 D(1) pasal 28 D(3) 3. Hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28 A, Pasal 28 I (1). 4. Hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang. Pasal 28 B(2). 5. Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, mendapat pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi , sen idan budaya. Pasal 28 C(1) 6. Hak atas jaminan social yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Pasal 28 H(3) 7. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan social. Pasal. 28 F. 8. Hak mendapat pendidikan. Pasal 31(1). Pasal 28 C (1).

IV Hak atas Kemerdekan Pikiran dan Kebebasan Memilih. V Hak atas Informasi 9. Hak

IV Hak atas Kemerdekan Pikiran dan Kebebasan Memilih. V Hak atas Informasi 9. Hak atas kemerdekaan pikiran dan hatinurani. Pasal 28 I(1). 10. Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Pasal 28 E(2) 11. Hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Pasal 28 E(1) , Pasal 29(2). 12. Hak untuk bebas memilih pendidikan dan pengajaran , pekerjaan , kewarganegaran, tempat tinggal. Pasal 28 E(1) 13. Hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul. Pasal 28 E(3). 14. Hak untuk menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani. Pasal 28 E(2). 15. Hak untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi. Pasal 28 F. 16. Hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan , mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Pasal 28 F.

VI Hak atas Kerja dan Penghidupan Layak. VII Hak atas Kepemilikan dan Perumahan. VIII

VI Hak atas Kerja dan Penghidupan Layak. VII Hak atas Kepemilikan dan Perumahan. VIII Hak atas Kesehatan dan Lingkungan Sehat 17. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan Pasal 27(2). 18. Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam kehidupan kerja. Pasal 28 D(2) 19. Hak untuk tidak diperbudak. Pasal 28 I(1). 20. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi. Pasal 28 H (4) 21. Hak untuk bertempat tinggal Pasal. 28 H (1) 22. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin Pasal 28 H(1) 23. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat Pasal 28 H(1). 24. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 28 H (1)

IX X XI Hak Berkeluarga Hak Atas Kepastian Hukum dan Keadilan 25 Hak untuk

IX X XI Hak Berkeluarga Hak Atas Kepastian Hukum dan Keadilan 25 Hak untuk membentuk keluarga Pasal 28 B(1) 26. Hak atas pengakuan, jaminan dan perlindungan dan kepastian hokum yang adil. Pasal 28 D(1) 27. Hak atas perlakuan yang sama di hadapan hokum. Pasal 28 D(1) , Pasal 27(1) 28. Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hokum Pasal 28 I(1) Hak Bebas dari Ancaman, 29. Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat Diskriminasi dan Kekerasan. atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Pasal 28 G(1) 30. Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. Pasal 28 G (2). 31. Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun. Pasal 28 I( 2) 32. Hak untuk mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Pasal 28 H(2)

XII Hak atas Perlindungan 33. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan

XII Hak atas Perlindungan 33. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya. Pasal 28 G(2) 34. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. Pasal 28 I (2) 35. Hak atas perlindungan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional yang selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban Pasal 28 I(3). 36. Hak atas perlindungan dari kekerasan diskriminasi. Pasal 28 B (2). 37. Hak untuk memperoleh suaka politik dari Negara lain. Pasal 28 G (2) XIII Hak Memperjuangkan Hak XIV Hak atas Pemerintahan 38. Hak untuk Memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secarakolektif. Pasal 28 C (2). 39. Hak atas kebebasan berserikat , berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28, Pasal 28 E(3). 40. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan Pasal 28 D(3) , Pasal 27 (1)

Khilafat teokratik versus khilafat demokratik • Meskipun dalam sejarah, khilafah lebih banyak diwarnai oleh

Khilafat teokratik versus khilafat demokratik • Meskipun dalam sejarah, khilafah lebih banyak diwarnai oleh bentuk pemerintahan dinasti yang aristokratik dan otoriter tetapi sejarah juga membuktikan bahwa konsep khilafah pernah dijalankan dengan model yang mendekati pemerintahan demokratik, yakni pada masa khulafa al -rasyidin. Khilafah teokratik , tidak pernah muncul dalam sejarah menurut Khlaed Abau al-Fadl.

Penutup/ kesimpulan • Kesimpulan • 1) Meskipun istilah popular sovereignty /siyadah sya’biyyah tidak dikenal

Penutup/ kesimpulan • Kesimpulan • 1) Meskipun istilah popular sovereignty /siyadah sya’biyyah tidak dikenal dalam wacana keislaman klasik, namun ide , substansi dan unsur-unsurnya terdapat dalam ajaran serta praktek keislamanan sejak masa Rasulullah. Ide keadulatan rakyat didasarkan atas semangat “kontrak” antara rakyat (tuan) dan penguasa (pelayan) • 2) Dalam sejarah , faktor politik dan budaya seperti monarki , feodalisme otoritarianisme, egosentrisme, tribalisme, otoritarianisme ikut memperlemah substansi kedaulatan rakyat yang telah dipraktekkan oleh Nabi. • 3) Dibanding dengan konsep atau teori kedaulatan Tuhan (teokrasi) , konsep atau teori kedaulatan rakyat sebenarnya lebih sejalan dengan spirit ajaran Islam khususnya Islam yang dianut kelompok Sunni

Catatan penutup / closing statement • Hak konstitusional warga negara Indonesia (40 poin dari

Catatan penutup / closing statement • Hak konstitusional warga negara Indonesia (40 poin dari 14 rumpun) merupakan wujud pengembangan hak asasi manusia dalam wacana keislaman yang didasarkan pada tiga pokok tujuan syariat yakni – dlaruriyyat, hajiyat dan tahsiniyyat- dengan mempertimbangkan lima dlaruriyat (melindungi jiwa, akal, agama, keturunan dan harta/kepemilikan). • Kedaulatan rakyat dalam kontek Indonesia akan lebih bisa dirasakan wujudnya bila negara benar-benar hadir untuk melayani dan melindungi warganya dalam mendapatkan hak konstitusionalnya. Hanya dengan cara seperti itulah , posisi rakyat sebagai tuan dan negara atau penguasa sebagai pelayan seperti yang tersirat dalam hadits nabi sayyidul qaum khadimuhum akan bisa diwujudkan.

REFERENSI • Ahmad Ibrahim al-Syarif, Daulat al-Rasul fi al-Madinah, Mesir, Dar al. Maarif, 1972,

REFERENSI • Ahmad Ibrahim al-Syarif, Daulat al-Rasul fi al-Madinah, Mesir, Dar al. Maarif, 1972, • al-Ghazali dalam kitabnya , al-Tibr al-Masbûk fi Nashihat al-Mulk, Bairut, Dar al-Kutub al. Ilmiyyah, 1988 , hlm. 43 • Ibn Qayyim, I’lam al-Muwaqi’in, jilid III, Bairut Dar al-Kutub al-Ilmia, hlm. 37. Atau Ibn Qayyim, I’lam al-Muwaqi’in, jilid I, Dar Ibn Al-Jauzy, Hlm 41. • Jennie S bev, Urgency of next form of democracy in Indonesia, The Jakarta Post, July 19, 2013 • Khaled Abou El Fadl et al. }, {Islam and the Challenge of Democracy}, {Princeton University Press}, {2004} • Mohammad Abed al-Jabri, {Democracy, Human Rights and Law in Islamic Thought (Comtemporary Arab Sclarship in the Social Sciences)}, I. B. Tauris Publisher, New York, {2009}.

 • Nucholish Madjid, Cita-cita Politik Kita, makalah , 1983 • Nurrohman, Islam, Democracy

• Nucholish Madjid, Cita-cita Politik Kita, makalah , 1983 • Nurrohman, Islam, Democracy and Good Government in the Post New Order Indponesia; Challenges and Opportunities, Paper , 2009. • Robert N. Bellah, {Beyond Belief: Essays on Religion in a Post-Traditionalist World}, {University of California Press}, {1991}, page 150 -151. [1] Lihat, Fazlur Rahman, “Islam challenges and opportunies” dalam Alford T. Welch and Piere Cachia, (ed. ), Islam: Past Influence and Present Challenge, Edinbrugh: Edinbrugh University Press, 1979, • Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, Politik Syariat Islam : Dari Indonesia hingga Nigeria, Jakarta, Pustaka Alvabet, 2004. • Website: • http: //www. basiclaw. net/Principles/Popular%20 sovereignty. htm diakses 18 April 2016 • http: //www. merriam-webster. com/dictionary/popular%20 sovereignty diakses 18 April 2016 • https: //en. wikipedia. org/wiki/Popular_sovereignty diakses 16 April 2016)