Oleh Asep Suryanto S Ag M Ag Definisi

  • Slides: 36
Download presentation
 ﺍﻷﻤﺮ ﺻﻴﻐﺔ Oleh : Asep Suryanto, S. Ag. , M. Ag

ﺍﻷﻤﺮ ﺻﻴﻐﺔ Oleh : Asep Suryanto, S. Ag. , M. Ag

Definisi “Tuntutan mengerjakan suatu perbuatan dari yang lebih tinggi derajatnya untuk bawahannya” (Muhammad Abu

Definisi “Tuntutan mengerjakan suatu perbuatan dari yang lebih tinggi derajatnya untuk bawahannya” (Muhammad Abu Zahrah, 1985 : 176) “Suatu lafal yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya untuk menuntut kepada orang yang lebih rendah derajatnya agar melakukan suatu perbuatan”. (Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, 1993 : 191)

Atasan Perintah Bawahan

Atasan Perintah Bawahan

Atas Permohonan Permintaan Bawah

Atas Permohonan Permintaan Bawah

Fi’il Mudhari yang dimasuki lam-amr ﺍ ﻭﻝ ﺍ ﻯﺍ ﺍ

Fi’il Mudhari yang dimasuki lam-amr ﺍ ﻭﻝ ﺍ ﻯﺍ ﺍ

Sesuatu yang diperlakukan sebagai fi’il amr seperti isim fi’il ﺍﺍ ﻱ ﺍ ﺍ ﺍﺍ

Sesuatu yang diperlakukan sebagai fi’il amr seperti isim fi’il ﺍﺍ ﻱ ﺍ ﺍ ﺍﺍ ﺍ

Jumlah Khabariyah (kalimat berita) yang diartuikan selaku jumlah insyaiyah (kalimat yang mengandung tuntutan) ﺍﺍ

Jumlah Khabariyah (kalimat berita) yang diartuikan selaku jumlah insyaiyah (kalimat yang mengandung tuntutan) ﺍﺍ ﺍ “Wanita-wanita yg ditalak, hendaklah menahan diri (iddah) sampai tiga kali suci”. (QS. Al Baqarah, 2 : 228)

Uslub (Gaya Bahasa yang dipakai al Qur’an dalam menuntut untuk melakukan suatu perbuatan) 1.

Uslub (Gaya Bahasa yang dipakai al Qur’an dalam menuntut untuk melakukan suatu perbuatan) 1. Menggunakan fi’il amr atau fi’il mudhari yang dimasuki lam amr. 2. Ungkapan kalimat yang menggunakan suku kata ﺃﻤﺮ ﺍﻟﻠ ﻭﺍ ﺍﺍﺍ ﻯ ﺍ

Ungkapan kalimat yang memakai perkataan yang bersuku kata ﻓﺮﺽ ﺍﺍﺍ ﺍ “Kami telah mengetahui

Ungkapan kalimat yang memakai perkataan yang bersuku kata ﻓﺮﺽ ﺍﺍﺍ ﺍ “Kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka perihal istri-istri mereka…”. (QS. Al Ahzab, 21 : 50)

Ungkapan kalimat yang menggunakan suku kata ﻛﺘﺐ ﺍ ﺍ ﺍ “Diwajibkan atas kamu apabila

Ungkapan kalimat yang menggunakan suku kata ﻛﺘﺐ ﺍ ﺍ ﺍ “Diwajibkan atas kamu apabila diantara kamu kedatangan maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan kerabat-kerabatnya secara baik”. (QS. Al Baqarah, 2 : 180)

Memberitakan suatu perbuatan, yang harus dilakukan oleh manusia bahwa perbuatan itu untuknya. ﻭ ﻯ

Memberitakan suatu perbuatan, yang harus dilakukan oleh manusia bahwa perbuatan itu untuknya. ﻭ ﻯ ﺍﻟ ﺍ ﺍ “Mengerjakan haji itu adalah kewajiban manusia terhadap Allah”. (QS. Ali ‘Imran, 3 : 97)

Mensifati bahwa perbuatan itu adalah baik atau merupakan perbuatan bakti. . ﺍﺕﻡﻯ ﺍ. .

Mensifati bahwa perbuatan itu adalah baik atau merupakan perbuatan bakti. . ﺍﺕﻡﻯ ﺍ. . . “…Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah : mengurusan mereka secara patut adalah baik…”. (QS. Al Baqarah, 2 : 220). . . ﻝ ﺍ ﺍ ﻕﻯ. . . “…akan tetapi kebaktian itu adalah kebaktian orang yang bertaqwa…”. (QS. Al Baqarah, 2 : 189)

Menjanjikan dengan sesuatu janji yang baik ﺍ ﺍ ﺍﻟﻠ ﺍ ﺍﺍ “Siapakah yang mau

Menjanjikan dengan sesuatu janji yang baik ﺍ ﺍ ﺍﻟﻠ ﺍ ﺍﺍ “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan harta di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan berlipat ganda”. (QS. Al Baqarah, 2 : 245)

Berdasarkan bentuk-bentuk lafal amr dalam nushush al Qur’an tersebut, para ulama ushul mengkaji petunjuk

Berdasarkan bentuk-bentuk lafal amr dalam nushush al Qur’an tersebut, para ulama ushul mengkaji petunjuk lafal amr, sehingga lahirla kaidah tentang lafal amr.

Kaidah Lafal Amr ﻯﺍ ﺍ ﻯ ﺍ “Pada dasarnya lafal amr itu menunjukan arti

Kaidah Lafal Amr ﻯﺍ ﺍ ﻯ ﺍ “Pada dasarnya lafal amr itu menunjukan arti wajib dan tidak menunjukkan kepada arti selain wajib, kecuali terdapat qorinah”. (Fathi ad Duraini, 1985 : 704)

Landasan Kaidah ﺍﻷﻤﺮ 1. Al Qur’an : ﺍ ﺍﺍ “Maka hendaklah orang-orang yg menyalahi

Landasan Kaidah ﺍﻷﻤﺮ 1. Al Qur’an : ﺍ ﺍﺍ “Maka hendaklah orang-orang yg menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yg pedih” (QS. An Nur, 24 : 63)

2. Hadits Banyak sekali perintah Rasulullah SAW, biarpun tidak dibarengi dengan qarinah wajib tetapi

2. Hadits Banyak sekali perintah Rasulullah SAW, biarpun tidak dibarengi dengan qarinah wajib tetapi diterima umta Islam sebagai perintah wajib Misalnya : ﺍﺍ ﻯ “Shalatlah kalian sebagaimana kamu melihat aku shalat”. (HR. Bukhari)

3. Seorang hamba akan hina jika tidak menunaikan perintah dari Tuhannya, dan hal ini

3. Seorang hamba akan hina jika tidak menunaikan perintah dari Tuhannya, dan hal ini dipandang sebagai ma’shiat. 4. Para ahli bahasa Arab, sebelum datangnya agama Islam, pada menetapkan bahwa perintah itu adalah wajib dikerjakan. Sebagai bukti, mereka mencela seorang hamba sahaya yg tidak menurut perintah tuannya dan mensifati mereka sebagai orang yang berbuat ma’shiyat terhadap tuannya.

5. Selama bahasa ( )ﻟﻐﺔ dapat dipahami dengan makna hakikat, maka lafal tersebut tidak

5. Selama bahasa ( )ﻟﻐﺔ dapat dipahami dengan makna hakikat, maka lafal tersebut tidak boleh diberi makna majaz (simbolik) ﻯ ﺍﻻ ﺍ “Asal makna kalimat adalah menurut makna hakikat”.

6. Ijma Ulama menetapkan bahwa hukum asal amr adalah wajib. (Fathi ad Duraini, 1985

6. Ijma Ulama menetapkan bahwa hukum asal amr adalah wajib. (Fathi ad Duraini, 1985 : 704 -705)

Ikhtilaf Asal Makna Lafal Amr Abu Hasyim + Mayoritas Kaum Muktazilah + Segolongan ulama

Ikhtilaf Asal Makna Lafal Amr Abu Hasyim + Mayoritas Kaum Muktazilah + Segolongan ulama fiqhiyah menetapkan kaidah sbb : ﻯﺍﻟ “Asal makna lafal amr adalah sunat”. (Abdul Hamid Hakim, 1983 : 15)

Landasannya : 1. Lafal amr sesekali bermakna wajib, sesekali bermakna sunat; 2. Makna sunat

Landasannya : 1. Lafal amr sesekali bermakna wajib, sesekali bermakna sunat; 2. Makna sunat merupakan makna yang yakin karena pada dasarnya seseorang itu terbebas dari tanggungan : ﺍ ﺍﻟ “Hukum asal adalah bebasnya seseorang dari segala tanggungan”

Makna Lafal Amr apabila disertai Qorinah Makna lafal amr disesuaikan dengan konteknya : 1.

Makna Lafal Amr apabila disertai Qorinah Makna lafal amr disesuaikan dengan konteknya : 1. Berarti Ibahah ﺍ ﺍﺍ ﺍﻟﻠ ﺍ ﺍ ﻯ ﺍ “”. (QS. Al Baqarah, 2 : 60)

2. Berarti ancaman (tahdid) ﺍ ﻯ ﺍﻱﺍ ﺍ ﺍ ﻕﻯ ﻯ ﺍﻟ ﺍ ﻯ

2. Berarti ancaman (tahdid) ﺍ ﻯ ﺍﻱﺍ ﺍ ﺍ ﻕﻯ ﻯ ﺍﻟ ﺍ ﻯ ﺍﺍ ﺍﻱ ﺍﺍ ﺍ ﺍ “Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami, Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Fushshilat, 41 : 40)

3. Berarti Sunat (an Nadb) ﺍ ﺍ ﺍﺍ ﺍ ﻡ ﺍ “…Dan budak-budak yang

3. Berarti Sunat (an Nadb) ﺍ ﺍ ﺍﺍ ﺍ ﻡ ﺍ “…Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka”… (QS. An Nur, 24 : 33)

4. Berarti Pemberian petunjuk (Irsyad) ﻱ ﺍ ﺍ ﺃﺍ ﺍ ﺍ ﻯ ﻯ ﺍ

4. Berarti Pemberian petunjuk (Irsyad) ﻱ ﺍ ﺍ ﺃﺍ ﺍ ﺍ ﻯ ﻯ ﺍ “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…”. (QS. Al Baqarah, 2 : 282)

Kaidah-Kaidah tentang Amr 1. Amr dan Perintah Pengulangan Abu Hanifah, al Amidi, as Subki

Kaidah-Kaidah tentang Amr 1. Amr dan Perintah Pengulangan Abu Hanifah, al Amidi, as Subki dan mayoritas Syafi’iyah dan Muktazilah : “amr tidak menghendaki pengulangan”. ﻯ ﺍ ﺍﻯ ﺍﻟ ﺍ “Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki adanya pengulangan”. Dalam bhs arab tuntutan lazimnya cukup dilakukan hanya sekali saja.

Jika amr disertai dg ilat, sifat, ataupun syarat, maka amr harus dilaksanakan sesuai dg

Jika amr disertai dg ilat, sifat, ataupun syarat, maka amr harus dilaksanakan sesuai dg ketentuan ilat, sifat maupun syarat tsb. ﺍﺍﺍ “Hukum itu mengikuti pada dan tidaknya illat”. (Abdul Hamid Hakim, 1983 : 19)

Contoh : ﻟ ﺍ ﺍﻟ ﺍﻯ ﺍﺍ ﺍ ﺍ “Perempuan yang berzina dan laki-laki

Contoh : ﻟ ﺍ ﺍﻟ ﺍﻯ ﺍﺍ ﺍ ﺍ “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera…” (QS. An Nur, 24 : 2) Perintah mendera wanita pezina dan laki-laki pezina, maka perintah tersebut tetap dilaksanakan selama syarat (ilat) pezina (: melakukan zina) itu masih dilakukan.

2. Amr dan Kesegeraan Melakukan Perintah ﻯ ﺍ ﺍﻯ ﺍ “Pada dasarnya perintah itu

2. Amr dan Kesegeraan Melakukan Perintah ﻯ ﺍ ﺍﻯ ﺍ “Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki kesegeraan”. Pemenuhan perintah itu bukan pada kesegeraannya tetapi pada kesempurnaan atas pemenuhan perintah tersebut. Menurut Qodhi Husain : ﺍ

3. Amr dan Mediumnya ﺍﻟ ﺍ ﺍ ﺍﺍ “Perintah pada sesuatu maka perintah juga

3. Amr dan Mediumnya ﺍﻟ ﺍ ﺍ ﺍﺍ “Perintah pada sesuatu maka perintah juga atas mediumnya dan bagi medium hukumnya sama dengan hal yang dituju”. Bahkan suatu perintah tidak akan sempurna tanpa melakukan perbuatan yang mubah, maka yang mubah tersebut menjadi wajib : ﺍﺍ ﺍﺍ ﺍ ﺍ “Perintah wajib tidak akan sempurna kecuali dengannya (perbuatan lain yang mubah) maka hal itu menjadi wajib juga”.

Medium ada 3 : 1. Medium Syar’i (medium ini sudah ditetapkan oleh syara’). Contoh

Medium ada 3 : 1. Medium Syar’i (medium ini sudah ditetapkan oleh syara’). Contoh : wudhu’ 2. Medium ‘Urfi (adat). Contoh : Tangga untuk naik ke atas. 3. Medium ‘aqli (berdasarkan akal). Contoh : penggunaan penelaahan alam sebagai media untuk mengenal Allah SWT.

4. Pemenuhan Kewajiban Perintah dan Gugurnya ﺍ ﺍﻯ ﺍ ﺍ “Apabila perintah telah dilaksanakan

4. Pemenuhan Kewajiban Perintah dan Gugurnya ﺍ ﺍﻯ ﺍ ﺍ “Apabila perintah telah dilaksanakan menurut kriterianya, maka pelakunya terbebas dari ikatan perintah tersebut”. Jumhur ulama menganggap sah dan tidak perlu diulang lagi perintah yang telah dilaksanakannya dengan syarat dan rukunnya.

5. Qada dan Status Perintahnya Jumhur ulama : qada’ disyaratkan ada perintah baru, karena

5. Qada dan Status Perintahnya Jumhur ulama : qada’ disyaratkan ada perintah baru, karena pada dasarnya melakukan kewajiban itu harus tepat pada waktuny dan jika di luar waktunya maka menyalahi perintah yang ada. ﺍ “Qada’ itu dibutuhkan perintah baru”. ( ﺍ ﺍ ﺍﻟ ﺍ )ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ “Kami diperintah (oleh Nabi) untuk mengqada puasa dan tidak disuruh mengqada shalat”.

6. Amr dan setelah larangan ﺍﻟ ﺍﺍ “Perintah setelah larangan menunjukkan hukum kebolehan”. Sabda

6. Amr dan setelah larangan ﺍﻟ ﺍﺍ “Perintah setelah larangan menunjukkan hukum kebolehan”. Sabda Nabi SAW : ﺍﺍﺍ “Aku melarang kalian untuk ziarah kubur, tetapi kini berziarahlah”. (HR. Muslim)