Teori Peran Kuliah Psikologi Sosial II Prawacana Peran

  • Slides: 24
Download presentation
Teori Peran Kuliah Psikologi Sosial II

Teori Peran Kuliah Psikologi Sosial II

Prawacana �Peran (Role) telah banyak dikaji oleh Antropologi (Linton, Nadel); Sosiologi (Parsons, Merton, Gross,

Prawacana �Peran (Role) telah banyak dikaji oleh Antropologi (Linton, Nadel); Sosiologi (Parsons, Merton, Gross, Cottrel, Brim, Bates, Turner & Goode); Psikologi (Newcomb, Sarbin, Levinson, Maccoby & Sargent). �Namun, kajian lintas disipliner tentang peran, hanya terjadi pada tingkatan konseptual saja; tidak secara nyata sampai ke tahap verifikasi empirik yang melibatkan variabel-variabel bersifat lintas disipliner.

Batasan Ruang Lingkup Kajian Teori Peran � Biddle & Thomas (1966) mengkonstruksi suatu model

Batasan Ruang Lingkup Kajian Teori Peran � Biddle & Thomas (1966) mengkonstruksi suatu model pengklasifikasian pelbagai konstruk tentang Teori Peran. � Makna kata “Peran” dijelaskan melalui beberapa cara: 1. Konsep peran dipinjam dari dunia drama/teater pada zaman Yunani Kuno. 2. Suatu penjelasan yang merujuk pada konotasi ilmu sosial bahwa peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan individu ketika menduduki posisi dalam struktur sosial. 3. Penjelasan yang bersifat operasional, bahwa peran seorang aktor adalah batasan yang dirancang oleh aktor lain yang berada dalam satu penampilan/unjuk peran (role performance)

Unjuk Peran �Hubungan antara PELAKU (actor) dan pasangan laku peran-nya (role partner) bersifat saling

Unjuk Peran �Hubungan antara PELAKU (actor) dan pasangan laku peran-nya (role partner) bersifat saling terkait dan saling mengisi karena dalam konteks sosial, tidak ada satu peran yang dapat berdiri sendiri. �Suatu peran akan memenuhi keberadaannya apabila berada dalam kaitan posisional yang menyertakan dua pelaku peran yang komplementer. �Paham yang digunakan dalam mengkaji Teori Peran adalah paham Strukturalis dan paham Interaksionis.

Paham Strukturalis �Mengkaitkan antara peran-peran sebagai unit kultural yang secara normatif telah dicanangkan oleh

Paham Strukturalis �Mengkaitkan antara peran-peran sebagai unit kultural yang secara normatif telah dicanangkan oleh sistem budaya. �Sistem budaya menyediakan suatu sistem posisional yang menunjuk pada suatu unit dari struktur sosial. �Konsep struktur menonjolkan suatu konotasi pasif -statis.

Paham Interaksionis �Lebih memperlihatkan konotasi aktif-dinamis dari fenomena peran; terutama setelah peran merupakan suatu

Paham Interaksionis �Lebih memperlihatkan konotasi aktif-dinamis dari fenomena peran; terutama setelah peran merupakan suatu “perwujudan peran (role enactment) yang bersifat lebih hidup serta lebih organis sebagai unsur dari sistem sosial yang telah diinternalisasi oleh self dari individu pelaku peran. �Pelaku peran menjadi sadar akan struktur sosial yang didudukinya, sehingga akan berusaha selalu nampak “mumpuni” dan dipersepsi oleh pelaku lainnya sebagai “tidak menyimpang” dari sistem harapan yang ada dalam masyarakat.

Teori Peran �Analis peran tertarik dengan kompleksitas aspek perilaku manusia. �Peristiwa peran sepadan dengan

Teori Peran �Analis peran tertarik dengan kompleksitas aspek perilaku manusia. �Peristiwa peran sepadan dengan pembawaan “lakon” oleh seorang pelaku dalam panggung sandiwara. �Dalam kehidupan sosial nyata, membawakan peran berarti menduduki suatu posisi sosial dalam masyarakat; individu patuh terhadap skenario yang berupa norma sosial, tuntutan sosial dan kaidah-kaidah.

Teori Peran UNSUR-UNSUR DALAM TEORI PERAN Dalam Drama Peran Sosial Peran sesama pelaku Individu

Teori Peran UNSUR-UNSUR DALAM TEORI PERAN Dalam Drama Peran Sosial Peran sesama pelaku Individu lain yang menduduki posisi sosial sebagaimana pelaku peran sosial Penonton Masyarakat yang menyaksikan pembawaan peran oleh seorang pelaku peran Sutradara Penyelia, guru, orangtua atau agen socializer lainnya Naskah/Skrip

Konsep Dasar Teori Peran Penggolongan Fenomena Peran: 1. Penggolongan yang mengacu pada apa yang

Konsep Dasar Teori Peran Penggolongan Fenomena Peran: 1. Penggolongan yang mengacu pada apa yang disebut ACUAN FENOMENAL. 2. Penggolongan yang merujuk pada operasi konseptual yang disertakan dalam pembentukan suatu sub-kelas dari acuan fenomenal. 3. Formulasi kriteria yang beraneka ragam yang digunakan untuk mengelompokkan sub-kelas dari acuan fenomenal. 4. Konsep golongan yang memiliki elemen kategoris. Biddle & Thomas menggunakan cara ke-2 untuk memformulasikan teorinya.

Konsep-Konsep untuk Perilaku �AKSI (Action) : suatu perilaku yang dibedakan atas pernah tidaknya hal

Konsep-Konsep untuk Perilaku �AKSI (Action) : suatu perilaku yang dibedakan atas pernah tidaknya hal tersebut dipelajari sebelumnya, keterarahannya pada tujuan serta penampakan dari aspek kehendaknya. Istilah AKSI lebih umum dipakai untuk menunjuk “perilaku kasat mata” (overt behavior). �PATOKAN (Prescription) : Istilah peran diperlakukan secara preskriptif yang menunjukkan adanya “keharusan” yang dibawakan; pengharapan peran; norma; kaidah. �PENILAIAN (Evaluation) : Perilaku bersifat evaluatif apabila dihubungkan dengan persoalan setuju-tidak setuju.

Konsep-Konsep untuk Perilaku �PAPARAN (Description) : Perilaku, baik proses maupun fenomenanya tidan mengundang aspek

Konsep-Konsep untuk Perilaku �PAPARAN (Description) : Perilaku, baik proses maupun fenomenanya tidan mengundang aspek evaluatif atau afektif. Paparan tak kasat mata disebut dengan KONSEPSI, sedang paparan kasat mata disebut dengan PERNYATAAN. �SANKSI : Perilaku dipahami sebagai “sanksi” apabila melalui perilaku tersirat niat untuk menimbulkan perubahan pada perilaku lain. Arah perubahan yang diinginkan tertuju pada meningkatnya konformitas terhadap patokan yang dicanangkan.

Pelaku Peran �Istilah-istilah yang digunakan untuk menyebut pelaku peran: ego, alter, self, other, reference

Pelaku Peran �Istilah-istilah yang digunakan untuk menyebut pelaku peran: ego, alter, self, other, reference group, actor dan group. �Pelaku-pelaku yang dikaji : Subjek adalah pelaku yang terlibat dalam fenomena peran; Nir-Subjek adalah peneliti, pengamat atau penyelidik. �Orang yang sedang berperilaku : Disebut juga dengan istilah pelaku (actor) atau penampil (performer). Pelaku dapat dibedakan antara LAKON (behaver) sebagai pencipta perilaku dan SASARAN (target) sebagai pihak yang mendapatkan akibat dari perilaku tersebut.

Pelaku Peran �Jumlah Pelaku : Pelaku tunggal (individu); Kumpulan dan Setiap orang. �Pelaku Tertentu

Pelaku Peran �Jumlah Pelaku : Pelaku tunggal (individu); Kumpulan dan Setiap orang. �Pelaku Tertentu : Apabila diterapkan atau dikembangkan suatu penggolongan umum secara lazim atau secara khusus sehingg menempatkan individu tertentu terpisah dari yang lain berdasar PERILAKU, RANCANGAN POSISIONAL, Self dan Other-nya.

POSISI & PERAN �Posisi : Suatu unit dari struktur sosial. Suatu kategori secara kolektif

POSISI & PERAN �Posisi : Suatu unit dari struktur sosial. Suatu kategori secara kolektif tentang orang-orang yang menjadi dasar bagi orang lain dalam memberikan sebutan, perilaku atau reaksi umum terhadapnya. �Peran : Merupakan seperangkat patokan yang membatasi apa perilaku yang seharusnya dilakukan oleh individu yang menduduki suatu posisi.

Sempalan Teori Peran dalam Psikologi Sosial

Sempalan Teori Peran dalam Psikologi Sosial

Teori Pengambilan Hati �Dikemukakan oleh Jones (1965) dan Jones & Wortman (1973). �Inti dari

Teori Pengambilan Hati �Dikemukakan oleh Jones (1965) dan Jones & Wortman (1973). �Inti dari teori ini adalah menyingkap strategi interpersonal yang dibawakan oleh setiap pelaku agar membuat orang lain terkesan akan kualitas-kualitas pribadinya. �Ciri khas dari strategi yang dimaksud tidak mendasarkan pada norma kontrak sosial yang lazim karena masing-masing pelaku akan berusaha menyiasati orang sasarannya demi tercapainya tujuan: MENCIPTAKAN KESAN BAIK TENTANG DIRINYA.

Teori Pengambilan Hati Faktor Penentu dalam Pengambilan Hati • Terdapat 3 faktor yang menentukan

Teori Pengambilan Hati Faktor Penentu dalam Pengambilan Hati • Terdapat 3 faktor yang menentukan apakah suatu tindakan pengambilan hati dapat tercipta atau tidak. • Faktor Pertama: Perangsang (Incentive) atau suatu imbalan yang dapat diharapkan akan diperoleh sasaran. • Faktor Kedua : Probabilitas Subyektif. • Faktor Ketiga : Legitimasi yang dilakukan pelaku atas tindakan untuk mengambil hati. Ketiga faktor tersebut bersifat multiplikatif; apabila salah satu faktor tidak ada, maka, tidak akan

Teori Pengambilan Hati Taktik-Taktik Pengambilan Hati: 1. Peningkatan terhadap orang lain. Berusaha mencari evaluatif

Teori Pengambilan Hati Taktik-Taktik Pengambilan Hati: 1. Peningkatan terhadap orang lain. Berusaha mencari evaluatif positif dari orang lain (sasaran) dengan cara memberikan pujian kepada sasaran yang dapat mempertinggi rasa penghargaan kepada dirinya sendiri. Dalam Teori Pengambilan Hati, pujian disebut sebagai FLATTERY (Bujukan, Cumbuan, Rayuan). 2. Konformitas Opini. Teknik ini dikembangkan dengan asumsi bahwa orang akan menyukai orang lain yang sikap dan keyakinannya sama sehingga memungkinkan terjadinya suatu “persetujuan”. Tujuan akhir dari teknik ini adalah menciptakan anggapan pada sasaran bahwa pelaku seorang berhati baik, simpatik dan semua yang berkonotasi positif tentang dirinya.

Teori Pengambilan Hati Taktik-Taktik Pengambilan Hati: 3. Ungkapan Kekaguman (Rendering Favor). Taktik ini dilakukan

Teori Pengambilan Hati Taktik-Taktik Pengambilan Hati: 3. Ungkapan Kekaguman (Rendering Favor). Taktik ini dilakukan dengan pemberian favor yang berupa sikap menyenangi, sikap menghormati dan semacamnya. 4. Unjuk Diri. Taktik ini bertujuan untuk mengejawantahkan atau memaparkan atribut positif sehingga tampak lebih memikat.

Akibat Pengambilan Hati �Pada Diri Sasaran. Serius tidaknya akibat suatu pengambilan hati pada diri

Akibat Pengambilan Hati �Pada Diri Sasaran. Serius tidaknya akibat suatu pengambilan hati pada diri sasaran, tergantung pada konsekuensi atribut motivasi yang dibuat oleh sasaran kepada individu yang mengambil hati. �Pengambil Hati. Cenderung mengalami perubahan cara pandang terhadap dirinya sebagai fungsi dari penyaji diri yang selalu positif.

Teori Pengendalian Kesan �Inti dari teori ini adalah menjelaskan upaya sadar atau tak sadar

Teori Pengendalian Kesan �Inti dari teori ini adalah menjelaskan upaya sadar atau tak sadar dari pelaku peran untuk mengendalikan citra orang tentang dirinya yang diproyeksikan dalam interaksi sosial, baik yang nyata maupun terbayangkan. �Konsep Diri. Suatu cara bagaimana individu mengkonsepkan dirinya berdasarkan kriteria yang diperoleh selama sosialisasi. �Konsep Diri berkaitan pula dengan kapasitas seseorang untuk memfungsikan seluruh daya yang ada pada dirinya. �Konsep Diri berfungsi untuk memelihara rasa penghargaan kepada diri sendiri (self esteem)

Teori Pengendalian Kesan �Identitas Diri berkenaan dengan konsep kedirian menurut apa kata orang luar.

Teori Pengendalian Kesan �Identitas Diri berkenaan dengan konsep kedirian menurut apa kata orang luar. �Dalam interaksi sosial nyata, identitas diri akan menciptakan atau memproyeksikan suatu citra tentang diri, berdasarkan informasi eksternal tentang diri. �Dalam teknik pengendalian kesan, konsep diri dikomunikasikan kepada orang lain dalam batas identitas dirinya.

POSISI ORIENTASI TEORI PERAN DALAM PSIKOLOGI SOSIAL �Ciri penting Teori Peran: (1) Menggunakan pendekatan

POSISI ORIENTASI TEORI PERAN DALAM PSIKOLOGI SOSIAL �Ciri penting Teori Peran: (1) Menggunakan pendekatan interaksionis; (2) Menggunakan pendekatan strukturalis. �Teori Peran menggunakan 4 sub-perspektif dalam Psikologi Sosial: (1) Sub-Perspektif Situasionis B = f (E); (2) Sub-Perspektif Traits B = f (P); (3) Sub -Perspektif Kognitif ; (4) Sub-Perspektif Pembelajaran Sosial

SIMPULAN �Orientasi Teori Peran adalah satu orientasi teori dalam Psikologi Sosial yang menjelaskan fenomena

SIMPULAN �Orientasi Teori Peran adalah satu orientasi teori dalam Psikologi Sosial yang menjelaskan fenomena interaksi dalam realitas sosial. �Orientasi Teori Peran dikhususkan untuk menjelaskan fenomena sosial dalam diri individu, hanya bila ada kehadiran orang lain dalam konteks sosial aktual. �Setiap pelaku peran sadar akan posisinya. Pelaku akan memenuhi konsekuensi perannya secara lugas atau memenuhinya secara artifisial. Pelaku peran mengembangkan siasat-siasat dalam menghadirkan diri.