PERANAN SEKOLAH DASAR SEBAGAI LEMBAGA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
PERANAN SEKOLAH DASAR SEBAGAI LEMBAGA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL Unit 6
Prakata • Pendidikan yang bernuansa budaya perlu dimulai sejak anak usia dini dan berlanjut sampai pada jenjang pendidikan tinggi, bahkan sampai akhir hayat.
• Hal ini berarti anak Sekolah Dasar perlu dikenalkan aneka budaya yang ada di lingkungan terdekat. • Sekolah Dasar perlu dijadikan model sebagai lembaga kebudayaan tempat siswa bisa beradaptasi secara alamiah dan berbudaya.
Tujuan Unit 6 • Setelah mempelajari unit ini Anda diharapkan dapat: 1. menjelaskan peranan sekolah dasar sebagai sistem sosial, dan 2. menjelaskan peranan sekolah dasar sebagai model lembaga budaya.
A. Peranan Sekolah Dasar sebagai Sistem Sosial • Lingkungan sekolah secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang terdiri dari sejumlah variabel dan faktor utama. • Faktor-faktor yang dimiliki sekolah sebagai sistem sosial, antara lain: 1. Kebijakan dan politik sekolah sangat menentukan ke arah mana anak didik akan dikembangkan potensinya.
2. Budaya sekolah dan kurikulum yang tersembunyi (hidden curriculum) sangat menentukan kepribadian siswa. 3. Gaya belajar dan sekolah mewarnai proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah itu. 4. Bahasa dan dialek lokal perlu digunakan di sekolah tempat sekolah itu berada.
5. Partisipasi dan input masyarakat (Komite Sekolah) ikut menentukan arah kebijakan dan iklim sekolah. 6. Program penyuluhan/konseling membantu mengatasi kesulitan belajar anak, baik yang mengalami kelambatan belajar maupun yang memiliki bakat khusus. 7. Prosedur asesmen dan pengujian terhadap sikap/ perilaku siswa sangat penting dilakukan.
8. Materi pembelajaran di semua bidang studi yang paling cocok dapat dimasuki materi budaya dalam pembelajaran. Pendidikan Multikultural perlu dimasukkan ke dalam kurikulum atau menjadi bidang studi tersendiri. 9. Wawasan guru sangat mewarnai gaya dan strategi mengajar yang digunakan di sekolah.
10. Sikap, persepsi, kepercayaan dan perilaku staf sekolah mempengaruhi kinerja sekolah dan membantu menciptakan kondisi pembelajaran yang diinginkan.
B. Peranan Sekolah Dasar Sebagai Lembaga Pengembangan Budaya • Pendidikan Multikultural harus dipandang sebagai suatu proses yang berkelanjutan (ongoing process), dan bukan sebagai sesuatu yang hasilnya segera nampak. • Realitas: Pendidikan Multikultural terabaikan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar.
• Konsep multikultural sebenarnya memengaruhi kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran serta kemampuan siswa dalam mengolah informasi. • Dkl. , pendidikan multikultural (terutama pembentukan sikap) menjadi penentu keberhasilan pembelajaran, baik sebagai proses maupun sebagai hasil.
Multikultural sebagai Landasan Pembelajaran • Taba (1962): kebudayaan adalah satu landasan pengembangan dalam kurikulum. • Ki Hajar Dewantara: akar pendidikan suatu bangsa adalah kebudayaan. • Print (1993: 15): kurikulum merupakan konsep bagi pembelajaran kebudayaan.
Kebudayaan merupakan totalitas cara hidup manusia; Kebudayaan menjadi target perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, dan hasil pembelajaran seperti yang digambarkan dalam kurikulum.
• Longstreet dan Shane (1993: 87) kebudayaan berfungsi menjadi lingkungan kurikulum. • Lingkungan dapat dilihat dalam dua perspektif: eksternal dan internal. a) Lingkungan eksternal: masyarakat tempat sekolah itu berada; b) Lingkungan internal: visi setiap pendidik.
• Dalam realitas proses pengembangan sering hanya ditentukan oleh perkembangan ilmu dan teknologi (lingkungan eksternal). • Filosofi, visi, dan tujuan pendidikan para pengembang pembelajaran sangat dipengaruhi oleh akar budaya yang melandasi pandangan hidupnya.
• Longsreet dan Shane (1993: 162): umumnya kita tidak menyadari berbagai kualitas yang dibentuk oleh budaya yang menjadi ciri perilaku kita. • Webb (1990) dan Burnett (1994) menunjukkan pentingnya pertimbangan budaya dalam meningkatkan proses dan hasil belajar siswa.
• Delpit (dalam Darling-Hammond, 1996: 12): kita semua menginterpretasikan perilaku, informasi, dan situasi melalui lensa budaya kita sendiri, yang tersirat dalam cara pandang kita. • Wloodkowski dan Ginsberg (1995): kebudayaan adalah dasar dari motivasi intrinsik, model belajar yang komprehensif dan responsif terhadap aspek kultural.
• Tujuan Pendekatan Multikultural adalah: a) mengurangi prasangka dan diskriminasi terhadap kelompok yang tertindas (oppressed groups). b) mencoba mereformasi proses sekolah secara keseluruhan tanpa memandang apakah sekolah itu sekolah pinggiran (atau pelosok) atau sekolah kota yang maju.
• Siswa didorong untuk menganalisis suatu isu lewat sudut pandang yang berbeda. • Contoh: Pelajaran sastra (puisi)
Contoh 1: HARI LIBUR Hatiku gembira Ujian usai sudah Rapor ku terima Aku rangking pertama Esok aku mulai libur Liburan kuhabiskan di rumah nenek Liburan sambil melepas rindu Kunikmati damainya desa Tiap hari Kutelusuri pematang sawah Bernyanyi riang Menyambut kicau burung Satu minggu sudah Hari libur habis
Contoh 2: Pada hari Sabtu sore Sesudah pulang sekolah Saya dan kawan-kawanku Pergi main layang-layang Di tanah lapang
Contoh 3: Bangun tidur ku terus mandi, Tidak lupa menggosok gigi. Habis mandi kutolong ibu, Membersihkan tempat tidurku.
• Kebudayaan itu bukan saja sebagai sumber konten, tetapi juga sebagai titik tolak pengembangan kebudayaan itu sendiri untuk memahami kebudayaan orang lain, bertoleransi, membangkitkan semangat kebangsaan siswa yang berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika, serta mengembangkan perilaku etis.
Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Multikultural • Proses perencanaan Pendidikan Multikultural meliputi tiga dimensi: ide, langkah kerja operasional, dan proses. • Pengembangan ide: penentuan filosofi, model perencanaan yang digunakan, pendekatan dan teori belajar, dan evaluasi hasil belajar.
• Filsafat pendidikan dasar harus berubah dari esensialisme ke arah humanisme atau bahkan rekonstruksi sosial. • Budaya masyarakat menjadi sumber, obyek sekaligus dasar pengembangan. • Masalah-masalah yang berkembang dalam masyarakat, tuntutan masyarakat, dan keunggulan masyarakat dapat dijadikan materi pelajaran.
• Langkah kerja operasional / gerakan: Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). • Kualitas manusia seperti tata krama (kesopanan), sifat-sifat religius, toleransi, kreativitas, disiplin, kerja keras, kemampuan kerjasama, berfikir kritis, dsb. harus tercakup sebagai tujuan pembelajaran dalam RPP.
• Aspek-aspek kemasyarakatan (nilai, moral, kebiasaan, adat/tradisi) harus dimanfaatkan sebagai sumber konten. • Konten pembelajaran haruslah membuat siswa merasa bahwa sekolah bukanlah suatu institusi yang lepas dari masyarakat, tetapi lembaga yang hidup dan berkembang di masyarakat.
• Sebagai proses: terjadi di sekolah, dan didahului dengan sosialisasi agar para pengembang (guru) dapat mengembangkan RPP, proses belajar di kelas, dan evaluasi sesuai dengan prinsip pendekatan multikultural. • Tanya: Siapa yang melaksanakan sosialisasi?
• Ada empat hal yang harus diperhatikan guru dalam mengembangkan Pendidikan Multikultural sebagai proses: (1) komposisi siswa sebagai subjek dalam belajar, (2) cara belajar siswa yang ditentukan oleh latar belakang budayanya, dan (3) lingkungan budaya mayoritas masyarakat dan pribadi siswa adalah cultural entry behavior siswa.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Budaya • Pendekatan terhadap transformasi kurikulum berada pada kontinum dari perubahan kurikulum yang kecil hingga revisi total. • Revisi kecil -------------- Revisi total
• James Banks (1993), Peggy Mc. Intosh (2000) dll. merumuskan kontinum untuk perubahan kurikulum melalui tahapan: Tahap 1. Status Quo atau Kurikulum Dominan (curriculum of the mainstream) yang berpusat pada Eropa dan kaum pria. Semua materi pendidikan yang mencakup buku teks, film, dan alat belajar yang lain menyajikan informasi dalam format yang Eropah-sentris dan pria sentris murni.
• Sleeter dan Grant (1999: 37) melihat tahap ini bertujuan mengasimilasi siswa: Ø Kelompok status quo di Amerika adalah kulit putih, pria, kelas menengah atas, dan Kristen Protestan. Ø Tahap ini berbahaya baik bagi siswa yang mengidentifikasi dirinya dengan budaya dominan maupun individu dari kelompok non dominan.
• Konsekuensi negatif bagi kelompok dominan karena (menurut Banks, 1993: 195) kurikulum itu: “Reinforces their false sense of superiority, gives them a misleading conception of their relationship with other racial and ethnic groups, and denies them the opportunity to benefit from the knowledge, perspectives, and frames of reference that can be gained from studying and experiencing other cultures and groups. ”
Tahap 2. Hari Libur dan Hari Pahlawan (termasuk makanan, festival, pakaian, musik, hobi). Ada kegiatan "merayakan" perbedaan dengan menyatukan informasi atau sumber tentang orang terkenal dan benda budaya dari berbagai kelompok ke dalam kurikulum yang dominan.
Perubahan kecil tersebut masih berfokus pada tradisi budaya pada level kulit luar secara eksklusif, tidak mendalam. Tahap 3: Integrasi Guru menambahkan materi dan pengetahuan tentang kelompok yang bukan dominan ke dalam kurikulum.
Hal-hal yang dapat ditambahkan: a. koleksi buku yang ditulis oleh penulis dari kelompok lain.
b. Pelajaran yang mencakup, misalnya, peranan wanita.
c. Guru musik dapat menambah musik dari daerah Papua atau tarian Cakalele dari Maluku Utara.
d. Guru IPS dapat menambah sejarah kota tertentu di luar kota sendiri yang bersejarah.
Tahap 4: Live-in, dengan tujuan memberikan pengalaman pribadi dengan cara tinggal di keluarga yang berlatarbelakang etnik dan budaya berbeda. Tahap 5: Reformasi Struktural Siswa belajar memandang peristiwa, konsep, dan fakta melalui berbagai kacamata.
Tahap 6: Pendidikan Multikultural Selektif (mengundang nara sumber asli) Tahap 7: Pendidikan Multikultural Transformatif (Pendidikan Persamaan dan Keadilan Sosial) Semua praktek pendidikan yang menguntungkan suatu kelompok dan merugikan kelompok lain diubah untuk menjamin persamaan kesempatan untuk mencapai potensi sepenuhnya sebagai pelajar.
SELESAI SELAMAT MENGAJAR BERBUDAYA !
- Slides: 43