Ayo Mengkaji Fiqih Untuk Madrasah Aliyah Kelas XI

  • Slides: 24
Download presentation
Ayo Mengkaji Fiqih Untuk Madrasah Aliyah Kelas XI

Ayo Mengkaji Fiqih Untuk Madrasah Aliyah Kelas XI

Bab 7 Mawāriṡ Sumber : Dokumen Penerbit

Bab 7 Mawāriṡ Sumber : Dokumen Penerbit

Peta Konsep Hukum Islam dalam Mawāriṡ Ketentuan Mawāriṡ Asbābul irsi dan Mawani’ul irsi Rukun

Peta Konsep Hukum Islam dalam Mawāriṡ Ketentuan Mawāriṡ Asbābul irsi dan Mawani’ul irsi Rukun Waris Hikmah Mawāriṡ

A. Pengertian, Hukum, dan Tujuan Mawāriṡ 1. Pengertian Mawāriṡ • Secara bahasa mawāriṡ adalah

A. Pengertian, Hukum, dan Tujuan Mawāriṡ 1. Pengertian Mawāriṡ • Secara bahasa mawāriṡ adalah bentuk jamak dari kata wirṡun (), yang merupakan masdar (infinitif) dari kata: warṡa - yariṡu- mirāṡan yang artinya berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Sumber : Dokumen Penerbit • Sementara menurut istilah, mawāriṡ adalah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup.

A. Pengertian, Hukum, dan Tujuan Mawāriṡ surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, a. Hukum

A. Pengertian, Hukum, dan Tujuan Mawāriṡ surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, a. Hukum membagi harta mereka kekal di dalamnya. Dan warisan menurut ketentuan itulah kemenangan yang agung syari’ah Islam (13) Dan barang siapa • Dalam hal ini kita dapat mendurhakai Allah dan merujuk nash Al-Qur’an Rasulnya, Niscaya Allah ataupun Hadits yang memasukkannya ke dalam api berkaitan dengan hal neraka, dia kekal di dalamnya tersebut, yaitu: dan dia akan mendapat azab yang menghinakan (14)” (Q. S. Artinya: “Itulah batas-batas An-Nisā’/4: 13 -14) (hukum) Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam 2. Hukum Mawāriṡ

A. Pengertian, Hukum, dan Tujuan Mawāriṡ b. Hukum Mempelajari dan Mengajarkannya • Para ulama

A. Pengertian, Hukum, dan Tujuan Mawāriṡ b. Hukum Mempelajari dan Mengajarkannya • Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan fiqih mawāriṡ adalah wajib kifayah. Dalam arti apabila telah ada sebagian orang yang melakukannya (memenuhinya) maka dapat menggugurkan kewajiban semua orang. Sumber : Dokumen Penerbit

A. Pengertian, Hukum, dan Tujuan Mawāriṡ 3. Tujuan Mawāriṡ • Penetapan bagian-bagian warisan dan

A. Pengertian, Hukum, dan Tujuan Mawāriṡ 3. Tujuan Mawāriṡ • Penetapan bagian-bagian warisan dan yang berhak menerima secara rinci dan jelas bertujuan agar tidak terjadi perselisihan dan pertikaian antara ahli waris. • Baik laki-laki maupun perempuan mendapat bagian warisan (pada masa jahiliyyah hanya laki-laki yang berhak) sebagai upaya mewujudkan pembagian kewarisan yang berkeadilan dan berimbang. Sumber : Dokumen Penerbit

B. Asbābul Irsi dan Mawāni‘ul Irsi 1. Hubungan Sebab Kekerabatan • Kekerabatan ialah hubungan

B. Asbābul Irsi dan Mawāni‘ul Irsi 1. Hubungan Sebab Kekerabatan • Kekerabatan ialah hubungan nasab antara orang yang mewariskan dengan orang yang menerima waris yang disebabkan oleh kelahiran. • Kekerabatan merupakan sebab memperoleh hak waris yang terkuat, karena kekerabatan termasuk unsur sebab adanya seseorang yang tidak dapat dihilangkan. Sumber : Dokumen Penerbit

B. Asbābul Irsi dan Mawāni‘ul Irsi 2. Hubungan Sebab Pernikahan • Hubungan pernikahan yang

B. Asbābul Irsi dan Mawāni‘ul Irsi 2. Hubungan Sebab Pernikahan • Hubungan pernikahan yang menyebabkan terjadinya saling mewarisi adalah pernikahan yang sah, yaitu pernikahan yang syarat dan rukunnya terpenuhi. • Dalam hal ini, terpenuhinya rukun dan syarat secara agama. • Tentang syarat administratif masih terdapat perbedaan pendapat. • Hukum pernikahan di Indonesia, memberikan kelonggaran dalam hal ini. Sumber : Dokumen Penerbit

B. Asbābul Irsi dan Mawāni‘ul Irsi 3. Hubungan Sebab Al-Walā’ Wala’ dalam pengertian syariat

B. Asbābul Irsi dan Mawāni‘ul Irsi 3. Hubungan Sebab Al-Walā’ Wala’ dalam pengertian syariat adalah: a. Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena membebaskan (memberi hak emansipasi) budak. b. Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena adanya perjanjian tolong menolong dan sumpah setia antara seseorang dengan seseorang yang lain. Sumber : Dokumen Penerbit

B. Asbābul Irsi dan Mawāni‘ul Irsi Tiga hal yang menghalangi warisan: a. Perbudakan, perbudakan

B. Asbābul Irsi dan Mawāni‘ul Irsi Tiga hal yang menghalangi warisan: a. Perbudakan, perbudakan menjadi penghalang untuk mewarisi berdasarkan adanya petunjuk umum yang menyatakan budak tidak memiliki kecakapan melakukan perbuatan hukum. b. Pembunuh, pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap muwāriṡ (orang yang mewariskan) menyebabkannya tidak dapat mewarisi hartanya. c. Berlainan agama, terhadap orang yang berlainan agama, maka hal tersebut dalam Islam menjadi penghalang untuk mewarisi.

C. Rukun Waris 1. Muwāriṡ • Muwāriṡ adalah orang yang meninggal (orang yang mewariskan)

C. Rukun Waris 1. Muwāriṡ • Muwāriṡ adalah orang yang meninggal (orang yang mewariskan) dan ada harta yang ditinggalkan. 2. Harta Waris • Harta waris adalah harta pribadi (bukan harta bersama sekalipun suami istri) peninggalan dari orang yang meninggal. 3. Maurūṡ atau Ahli Waris • Ahli waris adalah orang yang berhak menerima harta warisan. Sumber : Dokumen Penerbit

D. Ḥijāb Dan Mahjūb • Ḥijāb adalah ahli waris yang menjadi penghalang bagi ahli

D. Ḥijāb Dan Mahjūb • Ḥijāb adalah ahli waris yang menjadi penghalang bagi ahli waris lain untuk menerima bagian harta warisan. • Mahjūb adalah ahli waris yang tertutup ahli waris lain untuk menerima bagian harta warisan. Sumber : Dokumen Penerbit

E. Cara Menghitung dan Membagi Harta Waris • Perhatikan susunan ahli waris, apakah ada

E. Cara Menghitung dan Membagi Harta Waris • Perhatikan susunan ahli waris, apakah ada yang terhalang (tidak menerima warisan). • Bedakan ahli waris zawil furūd dan aṣabah, apabila ada ahli waris aṣabah lebih dari satu kelompok, maka ahli waris yang lebih jauh keberadaannya dari yang meninggal menjadi ahli zawil furūd. Sumber : Dokumen Penerbit

F. Hikmah Mawāriṡ • Memelihara ketentuan dari Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits.

F. Hikmah Mawāriṡ • Memelihara ketentuan dari Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits. • Menjadikan keteraturan dan ketertiban dalam mengelola harta benda. • Menegakkan nilai sosial kemanusiaan, kebersamaan, dan demokratisasi antaranggota keluarga. • Menghindari perpecahan dan permusuhan antaranggota keluarga karena harta. • Menghindari keserakahan untuk menguasai harta yang bukan haknya. Sumber : Dokumen Penerbit

G. Hibah dan Wasiat 1. Hibah • Menurut syari’ah, hibah adalah akad yang berisi

G. Hibah dan Wasiat 1. Hibah • Menurut syari’ah, hibah adalah akad yang berisi pemberian sesuatu oleh seseorang atas hartanya kepada orang lain ketika dia masih hidup tanpa imbalan apapun. • Adapun hibah dengan makna umum, mencakup hal-hal berikut ini: - Ibra’ (penghapusan utang) yaitu penghibahan utang kepada orang yang berutang. - Shadaqah yaitu penghibahan sesuatu yang dimaksudkan untuk mendapatkan pahala di akhirat. - Hadiah yaitu penghibahan sesuatu yang mengharuskan si penerimanya untuk mengganti (dengan yang lebih baik).

G. Hibah dan Wasiat a. Landasan Pensyari’ahan Hibah • Allah swt. telah mensyariatkan hibah

G. Hibah dan Wasiat a. Landasan Pensyari’ahan Hibah • Allah swt. telah mensyariatkan hibah untuk menyatukan hati dan menguatkan ikatan cinta antarmanusia. • Rasulullah saw. biasa menerima hadiah dan memberikan balasan atasnya. Beliau menyeru untuk menerima hadiah dan menganjurkan untuk memberi hadiah. • Khalid bin ‘Adiy meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Khalid bin Adi berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang datang kepadanya suatu kebaikan dari saudaranya tanpa harapan dan permintaan, maka hendaklah dia menerimanya dan tidak menolaknya. Sesungguhnya itu adalah rezeki yang dialirkan oleh Allah swt. kepadanya. ” (H. R. Ahmad)

G. Hibah dan Wasiat b. Rukun Hibah dihibahkan. • Hibah dilakukan dengan ijab dan

G. Hibah dan Wasiat b. Rukun Hibah dihibahkan. • Hibah dilakukan dengan ijab dan • Tidak dilarang untuk membelanjakan hartanya kabul, dengan perkataan yang dengan salah satu dari sebabmenunjukkan proses pemberian sebab pelanggaran. suatu barang tanpa penukar. • Memiliki kebebasan c. Syarat Hibah berkehendak, karena hibah • Hibah mengharuskan adanya orang yang berhibah, orang yang adalah akad dimana keridhaan adalah syarat keabsahannya. diberi hibah dan barang yang dihibahkan. Masing-masing 2) Syarat orang yang diberi hibah memiliki syarat sebagai berikut. • Orang yang diberi hibah 1) Syarat orang yang berhibah disyariatkan benar-benar ada ketika hibah diberikan. • Merupakan pemilik barang yang

G. Hibah dan Wasiat d. Macam-Macam Hibah • Hibah barang adalah memberikan harta atau

G. Hibah dan Wasiat d. Macam-Macam Hibah • Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. • Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Sumber : Dokumen Penerbit

G. Hibah dan Wasiat e. Mencabut Hibah • Penarikan kembali atas hibah adalah merupakan

G. Hibah dan Wasiat e. Mencabut Hibah • Penarikan kembali atas hibah adalah merupakan perbuatan yang diharamkan meskipun hibah itu terjadi antara dua orang yang bersaudara atau suami istri. • Adapun hibah yang boleh ditarik hanyalah hibah yang dilakukan atau diberikan orang tua kepada anak-anaknya. • Dasar hukum ketentuan ini dapat ditemukan dalam hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Daud, An. Nasa’i, Ibnu Majah dan Tirmidzi. Sumber : Dokumen Penerbit

G. Hibah dan Wasiat 2. Wasiat • Wasiat menurut syari’ah adalah penghibahan benda, piutang

G. Hibah dan Wasiat 2. Wasiat • Wasiat menurut syari’ah adalah penghibahan benda, piutang atau manfaat oleh seseorang kepada orang lain setelah kematian orang yang berwasiat. • Sebagian ulama mendefinisikan wasiat sebagai pemberian kepemilikan setelah masa kematian melalui derma/pemberian. Sumber : Dokumen Penerbit

G. Hibah dan Wasiat a. Rukun Wasiat • Rukun wasiat adalah ijab dari orang

G. Hibah dan Wasiat a. Rukun Wasiat • Rukun wasiat adalah ijab dari orang yang berwasiat. Ijab dilakukan dengan ungkapan, isyarat dan boleh juga dengan tulisan apabila seseorang yang berwasiat tidak mampu berbicara. b. Syarat Wasiat • Syarat orang yang berwasiat: 1) Memiliki akal 2) Sudah balig 3) Merdeka 4) Bebas berkehendak 5) Tidak adanya hajr (larangan untuk membelanjakan harta) • Syarat-syarat orang yang menerima wasita: 1) Bukan ahli waris dari orang yang berwasiat. 2) Orang yang diberi wasiat tidak membunuh orang yang berwasiat. • Syarat sesuatu yang diwasiatkan: 1) Bisa dimiliki setelah kematian orang yang berwasiat. 2) Dibolehkan mewasiatkan setiap harta yang memiliki nilai.

G. Hibah dan Wasiat c. Batalnya Wasiat 1) Jika orang yang berwasiat menjadi gila

G. Hibah dan Wasiat c. Batalnya Wasiat 1) Jika orang yang berwasiat menjadi gila (hilang ingatan) dan berlanjut sampai mati. 2) Jika orang yang menerima wasiat meninggal sebelum orang yang memberi wasiat. 3) Jika sesuatu yang diwasiat adalah harta tertentu dan musnah sebelum diterima oleh orang yang diberi wasiat. Sumber : Dokumen Penerbit

Khulāṣah • Mawāris adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara pembagian harta waris. • Hukum

Khulāṣah • Mawāris adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara pembagian harta waris. • Hukum melaksanakan peraturan-peraturan dalam mawāris adalah wajib (suatu keharusan), sedang mempelajari dan mengajarkan ilmu farāiḍ adalah fardu kifayah yaitu apabila telah ada salah satu orang yang melakukannya maka menggugurkan kewajiban lainnya, namun jika tidak ada yang melakukannya maka akan terbebani dosa semuanya. • Hal-hal yang menyebabkan seseorang dapat mewarisi adalah: karena hubungan kekerabatan (nasab), hubungan pernikahan, atau sebab wala’ (memerdekakan budak). • Hal-hal yang dapat menghalangi seseorang untuk mewarisi adalah: budak, pembunuhan, atau berlainan agama.