FIQH EKONOMI ISLAM oleh Abdul Ghofur Disampaikan pada
FIQH EKONOMI ISLAM oleh: Abdul Ghofur Disampaikan pada acara Regional Training of Trainer dengan tema: Peningkatan kompetensi Sumber Daya Insani dalam Transformasi Keuangan Syariah, pada Hari Rabu, 07 Februari 2018 pk. 13. 00 14. 30
Topik inti pembahasan • Macam macam Fiqh • Ruang lingkup Fiqh dalam kajian ekonomi • Penjelasan Rukun rukun dalam Akad dalam Kajian Ekonomi Islam • Macam macam transaksi yang diperbolehkan dilarang dalam Islam • Aplikasi Fiqh Ekonomi dalam ranah Ekonomi
Macam macam Fiqh Pengertian Fiqh: Secara bahasa Fiqh artinya faham atau tahu. Sedangkan secara istilahi, berarti: “Pengetahuan tentang hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf, yang diambil dari dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash al Qur’an dan As sunnah dan ijtihad”.
B. Macam macam Fiqh. Secara umum, fiqh terbagi menjadi empat; 1) Ibadah, 2) Muamalah, 3) Munakahah, 4) Jinayat. Menurut Prof. T. M. Hasbi Ashiddieqqi, , dapat dikembangkan menjadi 8 (delapan) topik : 1) ibadah; 2) Ahwal al Syakhsiyah 3) Muamalah madaniyah 4) Muamalah Maliyah 5) Jinayah dan uqubah 6) Murafa’ah atau mukhashamat ( hukum acara) 7) Ahkam al dusturiyah (hukum ketatanegaraan) 8) Ahkam al dualiyah (hukum internasional)
Ruang Lingkup dan kajian Fiqh Muamalah A. Al Muamalah Al Adabiyah • Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah muamalah ditinjau dari segi cara tukar menukar benda, yang sumbernya dari pancaindra manusia, sedangkan unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban. Hal hal yang termasuk Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah ijab kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
B. Al Muamalah Al Madiyah. Al-Muamalah Al-Madiyah adalah muamalah yang mengakaji segi objeknya, yakni benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa Al Muamalah Al Madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat untuk dimiliki, diperjual belikan, atau diusahakan, benda yang menimbulkan kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dll.
Muamalah al Maddiyah ini meliputi, antara lain: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) Jual beli (Al bai’); pembelian barang lewat pemesanan (salam); sewa menyewa dan upah mengupah (al ijarah); Penitipan barang (wadi’ah); Gadai (rahn); Pinjaman barang (‘ariyah); Perseroan atau perkongsian (asy syirkah); Perseroan harta dan tenaga (al mudharabah); Kerjasama pertanian (al muzaraah dan al mukhabarah); kerjasama perkebunan (al musaqah); Jaminan/ tanggungan (kafalah); Pemindahan utang (hiwalah); Perwakilan (al wakalah) Prioritas kawan sekutu mengambil bagian kawan sekutunya dengan ganti harta (asy syuf’ah); 15) Sayembara (al ji’alah); 16) Pemberian (al hibah); 17) Ibra’ (pembebasan hutang)
Rukun rukun dalam Akad • Pengertian Akad: akad merupakan suatu perbuatan yang sengaja dibuat dua orang atau lebih, berdasarkan keridaan masing, maka timbul bagi kedua belah pihak dan iltizam yang diwujudkan oleh akad. • Sah dan tidak sahnya akad dalam muamalah ditentukan oleh terpenuhi atau tidaknya rukun dan syarat akad muamalah itu sendiri
• Adapun rukun akad adalah sebagai berikut : • ‘Aqidain (dua pihak yang berakad) ialah orang yang berakad dan terlibat langsung dengan akad, contoh: penjual dan pembeli • Ma’qud’alaih yaitu sesuatu (barang atau benda) yang diakadkan, contoh: harga atau yang dihargakan (barang). • Sịghat 'aqad yakni ijab dan qabul;
Syarat dari Rukun Akad • Aqidain (Orang yang berakad) disyaratkan harus ahli dan memiliki kemampuan untuk melakukan akad. Menurut ulama Malikiyah dan Hanafiyah orang yang berakad harus berakal, yakni sudah mumayyis. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan orang yang berakad harus balig, berakal dan mampu memelihara agama dan hartanya.
• Mahal al-'Aqd atau al-Ma'qud 'alaih: adalah sesuatu yang dijadikan obyek akad. Adapun obyek akad ini fuqaha menetapkan lima syarat yang harus dipenuhi oleh obyek akad: 1)Obyek akad harus ada ketika berlangsung akad 2)Obyek akad harus sesuai dengan ketentuan syara’ 3)Dapat diserah terimakan ketika akad berlangsung 4)Obyek akad harus diketahui oleh pihak 'aqid 5)Obyek akad harus suci. • Sighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua pihak yang berakad yang menunjukkan atas apa yang ada di hati keduanya tentang terjadinya suatu akad dapat dilakukan dengan ucapan, perbuatan, isyarat dan tulisan.
Macam macam transaksi yang diperbolehkan • Ditinjau dari segi maksud dan tujuan dari akad itu sendiri dapat digolongkan kepada dua jenis yakni Akad Tabarru dan Akad Tijari. A. AKAD TABARRU’ Akad Tabarru yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong sesama dan murni semata mengharap ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada unsur mencari return, ataupun suatu motif. Yang termasuk katagore akad jenis ini diantaranya: Penitipan barang (wadi’ah); 1) Gadai (rahn); 2) Pinjaman barang (‘ariyah); 3) Jaminan/ tanggungan (kafalah); 4) Pemindahan utang (hiwalah); 5) Perwakilan (al-wakalah) 6) Sayembara (al-ji’alah); 7) Pemberian (al-hibah); 8) Ibra’ (pembebasan hutang) 9) Al-Qardlul hasan (hutang)
B. AKAD TIJARI Akad Tijari adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial ( for propfit oriented) Dalam akad ini masing pihak yang melakukan akad berhak untuk mencari keuntungan, meliputi, antara lain: 1) Jual beli (Al bai’), termasuk pembelian barang lewat pemesanan (salam); murabahah, istishna’ 2) sewa menyewa dan upah mengupah (al ijarah); 3) Perseroan atau perkongsian (asy syirkah); 4) Perseroan harta dan tenaga (al mudharabah); 5) Kerjasama pertanian (al muzaraah dan al mukhabarah); 6) kerjasama perkebunan (al musaqah);
Macam macam transaksi yang dilarang • Transaksi-transaksi yang dilarang untuk dilakukan dalam Islam adalah transaksi yang disebabkan oleh kedua faktor berikut : Haram zatnya (objek transaksinya); Haram Selain Zatnya (Cara Bertransaksi -nya; Tidak sahnya akad 1) Haram zatnya (objek transaksinya) Suatu transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan merupakan objek yang dilarang (haram) dalam hukum agama Islam. Seperti memperjualbeli kan alkohol, narkoba, organ manusia, dll
2) Haram Selain Zatnya (Cara Bertransaksi-nya) a) Maysir: Semua bentuk perpidahan harta ataupun barang dari satu pihak kepada pihak lain tanpa melalui jalur akad yang telah digariskan Syariah, namun perpindahan itu terjadi melalui permainan, seperti taruhan uang pada permainan kartu, pertandingan sepak bola, pacuan kuda, pacuan greyhound dan seumpamanya. b) Gharar: Gharar dari segi fiqih berarti penipuan dan tidak mengetahui barang yang diperjualbelikan dan tidak dapat diserahkan. Gharar terjadi apabila, kedua belah pihak saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa, apakah minggu depan, tahun depan, dan sebagainya.
c) Riba: Riba secara bahasa bermakna al-ziyadah bighairi iwadhin (tambahan tanpa pengganti). Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. 1) Riba hutang piutang dan 2) Riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah. d) Bai’ Al- Mudhthar: Adalah jual beli dan pertukaran dimana salah satu pihak dalam keadaan sangat memerlukan (in the state of emergency) sehingga sangat mungkin terjadi eksploitasi oleh pihak yang kuat sehingga terjadi transaksi yang hanya menguntungkan sebelah pihak dan merugikan pihak lainnya.
e) Ikrah: Segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak untuk melakukan suatu akad tertentu sehingga menghapus komponen mutual free consent. Jenis pemaksaan dapat berupa acaman fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang yang sedang butuh atau the state of emergency.
f) Ghabn: adalah dimana si penjual memberikan tawaran harga diatas rata harga pasar (market price) tanpa disadari oleh pihak pembeli. g) Bai’ Najasy, dimana sekelompok orang bersepakat dan bertindak secara berpura menawar barang dipasar dengan tujuan untuk menjebak orang lain agar ikut dalam proses tawar menawar tersebut sehingga orang ketiga ini akhirnya membeli barang dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga sebenarnya. sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand (permintaan) palsu, seolah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik.
h) IHTIKAR; Adalah menumpuk barang ataupun jasa yang diperlukan masyarakat dan kemudian si pelaku mengeluarkannya sedikit dengan harga jual yang lebih mahal dari harga biasanya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan lebih cepat dan banyak. i) GHISH; Menyembunyikan fakta yang seharusnya diketahui oleh pihak yang terkait dalam akad sehingga mereka dapat melakukan kehatian (prudent) dalam melindungi kepentingannya sebelum terjadi transaksi yang mengikat. Dalam Common Law akad seperti ini dikenal dengan sebutan Akad Uberrime Fidae Contract dimana semua jenis informasi yang seharusnya diketahui oleh pelanggan sama sekali tidak boleh disembunyikan.
j) TADLIS: Tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu pihak ( unknown to one party). Tadlis terdiri dari beberapa jenis, yakni: (1)Tadlis dalam kuantitas (2)Tadlis dalam kualitas (3)Tadlis dalam Harga (Ghabn) k) talaqqi rukban adalah sebagian pedagang menyongsong kedatangan barang dari tempat lain dari orang yang ingin berjualan di negerinya, lalu ia menawarkan harga yang lebih rendah atau jauh dari harga di pasar sehingga barang para pedagang luar itu dibeli sebelum masuk ke pasar dan sebelum mereka mengetahui harga sebenarnya. l) Risywah
3) Tidak sahnya akad Seperti halnya dengan pengharaman disebabkan karena selain zatnya, maka pada kegiatan ini benda yang dijadikan objeknya adalah benda yang berdasarkan zatnya dikategorikan halal (dibolehkan) tetapi benda tersebut menjadi haram disebabkan akad atau penjanjian yang menjadikan dasar atas transaksi tersebut cacat dan dilarang oleh ajaran Islam
Aplikasi Fiqh Ekonomi dalam ranah Ekonomi A. Akad akad dalam Lembaga Keuangan Syariah 1) Akad Tabarru’: a) Dalam bentuk meminjamkan uang (1) Al Qardl/Qardlul hasan (2) Rahn (gadai) (3) Hiwalah b) Dalam bentuk “meminjamkan” jasa (1) Wakalah (2) Wadi’ah (3) Kafalah c) Memberikan Sesuatu (1) hibah, (2) wakaf, (3) shadaqah, (4) hadiah
2) Akad Tijary (akad yang berorientasi pada keuntungan komersial (for profit oriented) a) Natural Certainty Contracts (NCC) (1) Jual Beli (al Bai’): Murabahah, Salam, Istishna’ b) Natural Uncertainty Contract (NUC): (1) Musyarakah (2) Mudharabah (3) Muzara’ah (4) Mukhabarah (5) Musaqah
B. Akad dalam Asuransi Syariah 1) Akad yang sesuai dengan syariah adalah akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. (Fatwa DSN No. 21/DSN MUI/X/2001) 2) Akad Tabarru’ (Fatwa DSN No. 53/DSN MUI/III/2006) – Akad Tabarru’ pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang polis. Akad Tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial. – Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
3) Akad Wakalah bil Ujrah (Fatwa DSN No. 52/DSN MUI/III/2006): Akad Wakalah bil Ujrah boleh dilakukan antara perusahaan asuransi dengan peserta, Akad Wakalah bil Ujrah untuk asuransi, yaitu salah satu bentuk akad Wakalah di mana peserta memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi dengan imbalan pemberian ujrah (fee). 4) Akad Mudharabah (Fatwa DSN No. 21/DSN MUI/X/2001) Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib(pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (peserta), Peserta memberikan kuasa kepada Pengelola (Perusahaan asuransi) untuk mengelola dana tabarru’ dan/atau dana investasi peserta, sesuai dengan kuasa dan wewenang yang diberikan dengan mendapatkan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati bersama.
5) Akad Mudharabah Musytarakah (Fatwa DSN No. 51/DSN MUI/III/2006) Akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan akad Musyarakah, Perusahaan asuransi sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama dana peserta, Modal atau dana perusahaan asuransi dana peserta diinvestasikan secara bersama dalam portofolio, Perusahaan asuransi sebagai mudharib mengelola investasi dana tersebut.
C. Akad pengembangan: hibryd conctract (multi akad): Pandangan Ulama: Mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian pendapat ulama Malikiyah, ulama Syafi’iyah, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum hybrid contract adalah sah dan diperbolehkan menurut syariat Islam. Ulama yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau membatalkannya. (Al ‘Imrâni, Al-’uqûd al-Mâliyah al. Murakkabah, hal. 69). Kecuali menggabungkan dua akad yang menimbulkan riba atau menyerupai riba, seperti menggabungkan qardh dengan akad yang lain, karena adanya larangan hadits menggabungkan jual beli dan qardh. Demikian pula menggabungkan jual beli cicilan dan jual beli cash dalam satu transaksi.
Macam-macam hybrid contract 1) Multi Akad yang mukhtalithah (bercampur) yang memunculkan nama baru: a) Jual beli istighlal ialah jual beli wafa’ dengan syarat bahwa si penjual menyewa kembali barang yang dijualnya dari pembeli. Contoh : Si A menjual rumah kepada si B dengan harga 1 milyar rupiah, kemudian si A menyewa rumah itu kembali dengan harga Rp 80. Juta untuk jangka waktu satu tahun. Berdasarkan rumusan konsep bay istighlal, maka sukuk (obligasi syariah) dapat menggunakan tersebut dalam penerbitan SBSN. Konsep sukuk ijarah yang dikembangkan saat ini tidak lain adalah Bay’ Istighlal, yaitu bay’ wafa’ yang disertai ijarah di dalamnya.
2) Jual Beli Tawarruq adalah suatu kegiatan dimana ketika seorang membeli suatu komoditi secara kredit (angsuran) pada harga tertentu dan kemudian menjualnya untuk mendapatkan likuiditas (uang) kepada pihak lain (secara tunai) pada harga yang lebih rendah dari harga asalnya. Jika orang tersebut menjualnya ke pihak penjual pertama, maka hal tersebut menjadi tergolong transaksi terlarang yang disebut Al Inah. Ada 3 formasi dari tawarruq: (Nibra Hosen 2008)
• Pendapat Ulama tentang tawarruq: • Sebagian ulama berketetapan bahwa hukum bay tawarruq adalah makruh. Ketetapan hukum ini adalah pendapat salah satu pendapat dari mazhab Hanbali. Pendapat ini diambil oleh Ibnu Taymiyah. Alasan mereka, bahwa jual beli ini seolah seseorang menjual dirham dengan dirham yang lebih banyak atau meminjam dirham dan membayarnya dengan dirham yang lebih banyak sebagai kompensasi dari masa penantian. Jual beli ini mirip dengan riba. Meskipun bukan riba yang sesungguhnya. (Muhammad Rawwas Qal’ah Jiy, Al Muamalah maliyah al Mu’ashirah, Beirut, Dar al Tanafus, 1999) • Menurut ulama jumhur, hukumnya boleh, karena telah terpenuhi syarat dan rukun jual beli. Alasan pemikiran mereka ialah bahwa jual beli tawarruq ini tidak terdapat larangan syariah padanya. Karena itu ia termasuk al-ibahah al-ashliyah (hukum dasarnya memang boleh), sesuai dengan kaedah, ”Pada dasarnya semua akad itu dibolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya”
3) Musyarakah Mutanaqishah (MMQ). Musyarakah mutanaqisah merupakan produk turunan dari akad musyarakah. Musyarakah Mutanaqisah adalah bentuk akad kerjasama dua pihak atau lebih dalam kepemilikan suatu aset, yang mana ketika akad ini telah berlangsung aset salah satu kongsi dari keduanya akan berpindah ke tangan kongsi yang satunya, dengan perpindahan dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain. Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah terdapat akad pokok yaitu musyarakah dan akad pelengkap yaitu al-bai’ dan ijarah yang didalamnya terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi oleh yang melakukan kontrak/akad. Percampuran akad ini melahirkan nama baru, yaitu musyarakah mutanaqishah (MMQ). Landasan hukum akad Musyarakah Mutanaqisah terdapat dalam Al Qur’an (Surat Shad [38], ayat 24 dan Surat al Zukhruf [43], ayat 32) , Hadist, Ijma Ulama, dan Fatwa DSN MUI Nomor 73/DSN MUI/IX/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah.
• Pembiayaan multi guna dapat menggunakan skim tawarruq emas atau bay wafa wal ijarah yang disebut dengan bay’ istighlal (lihat Qanun Al-Majallah al-Ahkam al-‘adliyah). Skim tawarruq emas ini diambil dari banyak kitab fiqh, terutama buku, Tawarruq Mashrafi ‘an Thariq bay’ al-ma’adin (Tawarruq di perbankan melalui jual beli emas). Mayoritas ulama menyetujuibay’ tawarruq, Namun Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim memakruhkanya. • Tawarruq adalah suatu kegiatan dimana ketika seorang membeli suatu komoditi secara kredit (angsuran) pada harga tertentu dan kemudian menjualnya untuk mendapatkan likuiditas (uang) kepada pihak lain (secara tunai) pada harga yang lebih rendah dari harga asalnya. Jika orang tersebut menjualnya ke pihak penjual pertama, maka hal tersebut menjadi tergolong transaksi terlarang yang disebut Al Inah.
2) Hybrid contract yang mujtami’ah/mukhtalitah dengan nama akad baru, tetapi menyebut nama akad yang lama, seperti sewa beli (bay’ at takjiry) Lease and purchase. Contoh lain ialah mudharabah musytarakah pada life insurance dan deposito bank syariah. 3) Hybrid contract, yang akadnya tidak bercampur dan tidak melahirkan nama akad baru. tetapi nama akad dasarnya tetap ada dan eksis dan dipraktekkan dalam suatu transaksi. Seperti:
1. Kontrak akad pembiayaan take over pada alternatif 1 dan 4 pada fatwa DSN MUI No 31/2000 2. Kafalah wal ijarah pada kartu kredit, 3. Wa’ad untuk wakalah murabahah, ijarah, musyarakah, dll pada pembiayaan rekening koran or line facility 5. Murabahah wal wakalah pd pembiayaan murabahah basithah. 6. Wakalah bil ujrah pada L/C, RTGS, General Insurance, Factoring, 7. Kafalah wal Ijarah pada LC, Bank Garansi, pembiayaan multi jasa / multi guna, kartu kredit. 8. Mudharabah wal murabahah/ijarah/istisna pada pembiayaan terhadap karyawan koperasi instansi. 9. Hiwalah bil Ujrah pada factoring. 10. Rahn wal ijarah pada REPO SBI dan SBSN 11. Qardh, Rahn dan Ijarah pada produk gadai emas di bank syariah
4) Hybrid Contract yang mutanaqidhah (akadnya berlawanan). Bentuk ini dilarang dalam syariah. Contohnya menggabungkan akad jual beli dan pinjaman (bay’ wa salaf). Contoh lain, menggabungkan qardh wal ijarah dalam satu akad. Kedua contoh tersebut dilarang oleh nash (dalil) syariah, yaitu hadits Rasulullah Saw. Contoh lainnya: menggabungkan qardh dengan janji hadiah
• BURUNG IRIAN BURUNG CENDRAWASIH • CUKUP SEKIAN DAN TERIMA KASIH
- Slides: 36