Regresi polinomial TUJUAN Menjelaskan tentang regresi polinomial didasarkan

  • Slides: 18
Download presentation
Regresi polinomial TUJUAN Menjelaskan tentang regresi polinomial didasarkan sebaran data dan uji hipotesis

Regresi polinomial TUJUAN Menjelaskan tentang regresi polinomial didasarkan sebaran data dan uji hipotesis

Kita sudah diskusikan ‘Straight Line Model (SLM)’ harus perhatikan sebaran IV dan DV utk

Kita sudah diskusikan ‘Straight Line Model (SLM)’ harus perhatikan sebaran IV dan DV utk melihat kemungkinan SLM kurang ‘ROBUST’. Bila sebaran mirip parabola lakukan polimonial regresion artinya me(+) satu IV yg berasal dr IV yg sudah ada. Tehnik ini dikenal dgn ‘second order polynomial’ yaitu me(+) term X 2 setelah ada X. Bila memungkinkan (lihat sebaran) bisa me(+) satu lagi X 3 ’high order-term’

Model dasar: Y = b 0 + b 1 X + E dgn me(+)

Model dasar: Y = b 0 + b 1 X + E dgn me(+) ‘second order polynomial’ didapat Y = b 0 + b 1 X + b 2 X 2 + E disederhanakan Y = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X 2 + E X 2 = X 12

Least Squares Estimates dr parameter b 0, b 1, dan b 2 di model

Least Squares Estimates dr parameter b 0, b 1, dan b 2 di model parabolik dipilih agar diperoleh SS of Deviation yg minimal dr masing 2 titik dr grs parabolik Maka model prediksinya adalah

Data Table TEMU 3 (n=30), setelah outlier dibuang the least squares estimates utk koefisien

Data Table TEMU 3 (n=30), setelah outlier dibuang the least squares estimates utk koefisien parabolik: Maka modelnya Sedangkan tanpa second order polinomial atau straight line, modelnya Ada perbedaan estimasi pada b 0 & b 1 antara kedua model, ini menunjukkan estimasi b 2 mempengaruhi estimasi b 0 & b 1

ANOVA Tabel data SBP tabel Source Regresi df SS MS F X 1 6110.

ANOVA Tabel data SBP tabel Source Regresi df SS MS F X 1 6110. 1 68. 89 X 2 l. X 1 163. 30 1. 84 Residual 26 2306. 05 28 8579. 54 88. 69

Dari tabel tersebut muncul pertanyaan 1. Apakah koefisien regresi model keseluruhan (full model) bermakna

Dari tabel tersebut muncul pertanyaan 1. Apakah koefisien regresi model keseluruhan (full model) bermakna secara statistik, apakah second order model menjelaskan keragaman (variation); 2. Apakah second order model memberikan prediksi yg lebih kuat/baik dibanding hanya model garis lurus 3. Apakah kita harus me(+) higher order term (X 3 atau X 4 dst)

Uji hipotesis Untuk menentukan tingkat kemaknaan Null Hipothesis ‘tidak ada kemaknaan seluruh koefisien regresi

Uji hipotesis Untuk menentukan tingkat kemaknaan Null Hipothesis ‘tidak ada kemaknaan seluruh koefisien regresi (b 1 = b 2 = 0), prosedur pengujian hipotesis adalah menggunakan uji F yaitu:

Untuk mendapatkan ukuran kuantitatif besaran ‘second order model’ untuk memprediksi DV, kita menggunakan

Untuk mendapatkan ukuran kuantitatif besaran ‘second order model’ untuk memprediksi DV, kita menggunakan

Uji penambahan X 2 dalam model Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus melakukan terlebih

Uji penambahan X 2 dalam model Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus melakukan terlebih dahulu uji parsial F untuk H 0: penambahan variabel X 2 pada persamaan garis lurus tidak bermakna utk meningkatkan prediksi DV (b 2 = 0), ujinya

ANOVA Table memperlihatkan bahwa X 2 l. X = 163. 30, SS Maka uji

ANOVA Table memperlihatkan bahwa X 2 l. X = 163. 30, SS Maka uji F = 163. 3 / 88. 69 = 1. 84 Karena Uji F 1, 29, 0. 9 = 2. 91 kita gagal menolak H 0 pada tingkat (level) a = 0. 1 dan disimpulkan bahwa pe(+) term X 2 dalam model garis lurus tidak meningkatkan prediksi DV (Y), meskipun ada kenaikan r 2 dari 0. 712 menjadi 0. 731

Andaikan kita mempelajari pengaruh dosis obat (X) terhadap kenaikan berat badan tikus (Y), datanya:

Andaikan kita mempelajari pengaruh dosis obat (X) terhadap kenaikan berat badan tikus (Y), datanya: Dosis (X) 1 Kenaikan BB (Y) 1 2 3 5 6 7 8 1. 2 1. 8 2. 5 3. 6 4. 7 6. 6 9. 1 Source df Regresi 4 SS X 1 X 2 l. X 1 4. 83 Residual 5 0. 20 Total 7 57. 07 MS F 52. 04 260. 2 4. 83 24. 15

Scatter plot Pertambahan Berat Badan Dosis

Scatter plot Pertambahan Berat Badan Dosis

Dari data yang ada dan ANOVA tabel diperoleh: Y = 1. 13 – 0.

Dari data yang ada dan ANOVA tabel diperoleh: Y = 1. 13 – 0. 41 X + 0. 17 X 2 dan nilai r 2 = 0. 997 Perhatikan bila dalam model hanya ada X saja. Source df SS Regresi ( X) 1 Residual 6 5. 03 Total 7 57. 07 MS F 52. 04 61. 95 0. 84 Persamaan garis: Y = 1. 20 + 1. 11 X dan nilai r 2 = 0. 912 Nilai Fhitung = 61. 95 > F 1, 6, 0. 975=8. 81 H 0 ditolak

Kembali ke ANOVA tabel sebelumnya, kita akan uji apakah pe(+)an IV X 2 secara

Kembali ke ANOVA tabel sebelumnya, kita akan uji apakah pe(+)an IV X 2 secara bermakna akan memprediksi Y setelah ada IV X didalam model. DPL kita bertanya apakah pe(+)an r 2 sebesar 0. 085 (0. 997 - 0. 912) berperan dalam memprediksi DV kita gunakan: F = (ekstra SS karena pe(+)an X 2)/MS residual = 4. 83/0. 04 = 120. 75 > F 1, 5, 0. 975 = 10. 0 disimpulkan pe(+)an IV X 2 bermakna meningkatkan prediksi Y. Mungkinkan kita me(+)kan third order atau me(+) X 3 dalam model. Perhatikan ANOVA tabel berikut.

Source SS MS 52. 04 X 2 l. X 1 4. 83 X 3

Source SS MS 52. 04 X 2 l. X 1 4. 83 X 3 l. X, X 2 1 0. 14 0. 014 Regresi df X 1 Residual 4 0. 056 Total 7 57. 066 F 10. 0 Nilai F utk pe(+)an DV X 3 = 10. 0 < F 1, 4, 0. 975 = 12. 2 H 0: b 3 = 0 diterima pe(+) third order (X 3) tidak memprediksi Y. Kita berkeseimpulan bahwa a) pe(+)an second order sangat fit dgn nilai r 2=0. 997, b) pe(+)an nilai r 2 menjadi 0. 999 pada third order hanya sebesar 0. 002 kecil, c) kurva yang ada cukup diterangkan dgn ‘second order’

Perhatikan scatter diagram berikut

Perhatikan scatter diagram berikut