PATOLOGI BIROKRASI Lukas Alberto Ndoa41717006 Apa itu patologi
PATOLOGI BIROKRASI Lukas Alberto Ndoa-41717006
Apa itu patologi birokrasi? • Di dalam dunia medis dikenal dengan istilah patologi yang memiliki pengertian penyakit. Dari pengertian diatas mungkin ada ketidaksinkronan dalam pemaduan dua kata namun itu hanyalah sekedar istilah untuk menggambarkan bahwa dalam birokrasi di Indonesia masih belum tertata dengan baik. Bahayanya manakala penyakit tersebut tidak segera di ”periksa”ke ahlinya maka akan menggejala dalam sebuah sistem yang tidak ada ujung dan pangkalnya. Dalam birokrasi ada sebuah sistem yang sulit ditembus karena permasalahan kultur. Melihatbirokrasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan budaya politik yang ada di Indonesia. Budaya inilah yang sangat sulit dirubah karena berkaitan dengan moral Sumber Daya Manusia. Ini menjadi gejala awal ”penyakit” karena meskipun perekrutan dilaksanakan secara terbuka namun masih ada fenomena kecenderungan ke arah patronase. Sebuah pola yang memanfaatkan ”simbiosis mutualisme” (hubungan yang bersifat menguntungkan). Maka dari itu perlu penataan kembali birokrasi di Indonesia agar terwujud pelayanan prima.
Persoalan patologi atau penyakit birokrasi bersumber dari rekruitmen dan penempatan birokrat yang tidak berdasarkan merit system (berdasarkan jenjang karir). Selain itu keterlibatan birokrasi dalam politik dianggap sebagai hal yang harus diwaspadai karena birokrasi bukanlah institusi atau lembaga yang bisa mewakilkan kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Secara makro atau nasional persoalan birokrasi di Indonesia lebih di dominasi karena kurangnya pemisahan atau segresi yang jelas antara kepentingan politik dan administrasi. Masih seriong dijumpai birokrat terlibat secara aktif dalam kegiatan politik dan juga adanya politisi yang selalu mendominasi proses – proses birokrasi sehinggga kebijakan yang diambil dalam birokrasi merupakan kebijakan politik dari orang – orang yang memiliki kepentingan tertentu. Reformasi birokrasi di Indonesia masih bergulir namun sampai saat ini belum ada regulasi (peraturan) yang menjamin depolitisasi birokrasi secara subtansial.
Penelitian Terdahulu • Dalam perjalanan Bangsa Indonesia birokrasi tidak bisa dilepaskan dalam system pemerintahan. Keberadaan birokrasi sampai saat ini masih membawa polemic yang berkepanjangan. Tuntutan reformasi setidaknya telah merubah wajah birokrasi Indonesia meskipun belum terlalu signifikan. Agenda reformasi dalam tubuh birokrasi di Indonesia ditujukan bukan lagi sekedar untuk membangun Institusi birokrasi yang professional secara menejerial, namun pada bagaimana birokrasi tersebut mampu merepresentasikan konfigurasi social yang ada untuk menjamin keterwakilan masing – masing komunitas social yang telah mengakar kuat di dalam tubuh birokrasi. Pendeteksian penyakit birokrasi atau yang sering disebut patologi dalam dunia medis sebainya juga dilakukan kepada birokrasi di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar penyakit – penyakit yang ada dalam tubuh birokrasi di Indonesia tidak menular ke yang lainnya sebagi upaya preventif bahkan lebih dari itu bisa disembuhkan secara total meskipun membutuhkan waktu yang lama. Upaya meminimalisir penyakit yang terjadi di birokrasi dihrapkan dapt membawa perubahan terhadap pelayanan public yang prima.
Teori yang digunakan • Konsep Max Weber • Max Weber menciptakan model tipe ideal birokrasi yang menjelaskan bahwa suatu birokrasi atau administrasi mempunyai suatu bentuk yang pasti dimana semua fungsi dijalankan dalam cara-cara yang rasional. Tipe ideal itu menurutnya bisa dipergunakan untuk membandingkan birokrasi antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Menurut Max Weber bahwa tipe ideal birokrasi yang rasional tersebut dilakukan dalam cara-cara sebagai berikut: • • Pertama, individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam jabatannya. Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya. • • Kedua, jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan, dan ada pula yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil. • Ketiga, tugas dan fungsi masing- masing jabatan dalam hiearki itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya.
• Keempat, setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas (job description) masing-masing pejabat merupakan domain yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan sesuai dengan kontrak. • Kelima, setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya hal tersebut dilakukan melalui ujian yang kompetitif. • • Keenam, setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu. • • Ketujuh, terdapat struktur pengembangan karier yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang obyektif. • • Kedelapan, setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan resources instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. • • Kesembilan, setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin
Metode Penulisan • Metode penulisan dalam paparan ini adalah kajian pustaka, yaitu segala informasi dan pengetahuan di dapat dari situs website dan beberapa buku serta dokumentasi yang berkaitan dengan politik praktis.
Hasil dan Pembahasan • Sebab terjadinya Patologi Birokrasi Secara umum terdapat dua penyebab: 1. Faktor Internal dalam birokrasi 2. Faktor Eksternal yang berpengaruh Faktor Internal dalam birokrasi yaitu A. Kesalahan dalam sistem rekrutmen B. Lemahnya Pengawasan C. Faktor Uang Faktor Eksternal dalam birokrasi yaitu: 1. Bureocratic Patrimonial 2. Politisasi Birokrasi
HASIL DAN PEMBAHASAN • Menurut beberapa orang menganggap bahwa birokrasi adalah sebuah organisasi yang paling efesien namun dilapangan hal ini menjadi berbeda. Menurut Pichot cir- ciri birokrasi yang birokratis adalah sebagai berikut Rantai Komando yang hirearkhis Struktur organisasi birokratis bebentuk piramida dengan kekuasaan seorang pemimpin di puncak yang membagi – bagi keseluruhan tugas – tugas dalam organisasi serta memberikan tanggung jawab bagi sub tugas kepada setiap sub pemimpin melalui rantai komando yang tidak terputus. Dalam system yang hirearkhis seperti ini keputusan diperoleh langsung dari atasan yang terkadanmg kurang menyerap aspirasi bawahan karena bawahan hanyalah pelaksana yang harus melaksanakan tugas yang diperintah oleh atasan. Birokrasi yang hirearkhis ini juga memberikan peluang kepada orang untuk melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme karena budaya yang dibangun adalah budaya patron clien dimana seorang bawahan harus siap melaksanakan segala sesuatu yang diperintah oleh atasan. Peluang juga akan muncul manakala kekuasaan yang dimiliki akan disalah gunakan untuk kepentingannya sendiri yaitu mengeruk sebesar – besarnya untuk kepentingan pribadi dengan mengenyampingkan kepentingan umum. Motif ekonomi juga menjadi dasar bagi para pemegang kekuasaan dengan kekuatannya sebagi seorang atasan karena wewenangnya yang diberikan penuh oleh system.
Spesialisasi berdasarkan fungsi Struktur organisasi yan birokratis diciptakan dengan membagi tugas – tugas ke dalam spesialisasi atau fungsi yang jelas. Hal ini memungkinkan setiap karyawan untuk berkonsentrasi hanya kepada aspek – aspek yang kecil dari keseluruhan aktivitas organisasi. Dengan spesialisasi pekerjaan dilihat dari sisi positifnya memberikan kemampuan kepada karyawan agar tefokus pada bidang tertentu ini berarti adanya skill khusus dalam mengerjakan sesuatu namun dari negatifnya dengan adanya spesialisasi karyawan menjadi kurang mampu menguasai bidang – bidang yang lainnya. Pembagian kerja ini juga mengakibatkan tidak adanya budaya saling membantu terhadap bidang yang lain dikarenakan masing – masing bidang hanya akan mengurusi wilayah kerjanya sendiri. Peraturan tertulis dan kebijkan yang seragam Pemimpin bertanggungjawab terhadap keseluruhan tindakan – tindakan bawahannya serta memilki hak untuk memberikan perintah yang wajib dipatuhi oleh bawahan. Kebijakan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan untunk mebuat decision yang akan berimbas kepada publik namun bisa dipastikan dalam birokrasi kebijakan yang dibuat oleh atasan hampir seragam. Kebijakan ini membuat para pengguna kebijakan menjadi tidak memilki peluang untuk menyampaikan aspirasinya. Model keseragaman ini setidaknya meminimalisir bawahan untuk terlalu ikut campur atau melakukan pengawasan terhadap atasan sehingga ada keleluasaan dari atasan untuk berbuat segala sesuatunya karena kurangnya pengawasan. Dampak dari pemngambilan keputusan yang salah akan langsung berimbas ke publik karena model keseragam yang diterapkan di setiap instansi pemerintah adalah sama.
Prosedur yang terstandarisasi dalam pekerjaan Hal ini kadang – kadang terjadi bahkan sampai kepada tingkat yang paling detail. Prosedur yang standar ini bermanfaat untuk mengatasi resistensi yang tidak rasional sehingga pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih efektif. Dalam menjalannkan tugasnya seorang karyawan harus bekerja dengan instruksi pimpinan dan juga berdasarkan tugas, pokok dan fungsi. Adanya standarisasi seharusnya menjadikan birokrasi bekerja dengan optimal dalam memberikan pelayanan kepada publik.
BENTUK PANTOLOGI • Sondang P Siagian (1988) membagi patologi birokrasi menjadi 11 Penyakit antara lain: 1. Penyalahgunaan Wewenang dan tanggung jawab 2. Pengaburan Masalah 3. Indikasi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme 4. Indikasi Mempertahankan status Quo 5. Membina Kerajaan (empire Bulding) 6. Ketakutan pada perubahan, Inovasi dan resiko 7. Ketidakpeduliaan terhadap kritik dan saran 8. Takut Membuat Keputusan 9. Kurangnya Kreativitas dan eksperimentasi 10. Kredibilitas Rendah kurangnya visi yang imajinatif 11. Serta Minimnya pengetahuan dan keterampilan.
• Aparatur Negara itu sendiri adalah keseluruhan lembaga dan pejabat Negara serta pemerintahan Negara yang meliputi aparatur kenegaraan dan pemerintahan sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat, bertugas dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan Negara dan pembangunan serta senantiasa mengabdi dan setia kepada kepentingan, nilai- nilai dan cita- cita perjuangan bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (TAP MPR nomor II tahun 1998). Aparatur Negara sebagai penyelenggara pemerintahan diberikan tanggung jawab untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan upaya-upaya kreatif guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil, demokratis dan bermartabat.
• Adanya Undang-Undang RI nomor 5 tahun 2014, tentang Aparatur Sipil Negara, diharapkan mampu memperbaiki manajemen pemerintahan yang beorientasi pada pelayanan publik karena PNS tidak lagi berorientasi melayani atasannya, melainkan masyarakat. Aturan ini menempatkan PNS sebagai sebuah profesi yang bebas dari intervensi politik dan akan menerapkan sistem karier terbuka yang mengutamakan prinsip profesionalisme yang memiliki kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, objektivitas, serta bebas dari KKN yang berbasis pada manajemen sumber daya manusia. • Aparatur pemerintah yang professional, menurut Setiabudi dalam Jurnal Perencanaan Pembangunan 9 hal 7 -9, sedikitnya terdapat lima ciri sebagai prinsip utama yang harus dipenuhi untuk bisa mewujudkan pmerintahan yang bersih dan berwibawa. Sedikitnya ada 5 kriteria good public governace, sebagai prinsip yang saling terikat, yaitu:
1. 2. 3. 4. 5. Akuntabilitas ialah kewajiban untuk bertanggungjawab, (accountability) Keterbukaan dan transparan (openness and transparency) Ketaatan pada aturan hukum Komitmen yang kuat untuk bekerja bagi kepentingan bangsa dan Negara dan bukan kelompok atau individu Komitmen untuk mengikutsertakan dan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan
Sebagai kita Ketahui a) Harusnya Identifikasi kebutuhan PNS berdasarkan keahlian dan keterampilan dan kualifikasi perekrutan yang harus sesuai dengan formasi dan kualitas. b) Jadikanlah Penerimaan CPNS yang akan datang sebagai bagian dari reformasi birokrasi atau revolusi budaya kerja birokrasi. c) Mau tidak Mau seleksi penerimaan CPNS baru, Perlu memperhatikan aspek kompetensi nyata, baik untuk kepentingan bangsa indonesia hari ini, maupun kebutuhan bangsa indonesia yang akan datang.
- Slides: 17