MINGGU 4 MATA KULIAH PENGANTAR EKONOMI MAKRO PERTEMUAN

  • Slides: 33
Download presentation
MINGGU 4 MATA KULIAH: PENGANTAR EKONOMI MAKRO PERTEMUAN 4 1

MINGGU 4 MATA KULIAH: PENGANTAR EKONOMI MAKRO PERTEMUAN 4 1

KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa memahami dan mampu menghitung produk/ pendapatan nasional, dan pendapatan

KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa memahami dan mampu menghitung produk/ pendapatan nasional, dan pendapatan dalam keseimbangan. 2

Materi Pokok • • • Kebijakan Fiskal Pajak dan Pengeluaran Pemerintah Determinasi Pendapatan keseimbangan

Materi Pokok • • • Kebijakan Fiskal Pajak dan Pengeluaran Pemerintah Determinasi Pendapatan keseimbangan Multiplier Studi Kasus: APBN 3

SUMBER PUSTAKA – Karl E. Case, Ray C Fair, Sharon Oster, Principles of Macroeconomics,

SUMBER PUSTAKA – Karl E. Case, Ray C Fair, Sharon Oster, Principles of Macroeconomics, Student Value Edition, 10 th Edition, Prentice Hall, 2010, ch 9 – Sadono Sukirno, Pengantar Teori Ekonomi Makro, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, bab 5 4

REMINDER : KOMPONEN EKONOMI MAKRO G X-M C I Y=C+I+G+X-M 5

REMINDER : KOMPONEN EKONOMI MAKRO G X-M C I Y=C+I+G+X-M 5

BUSSINESS CYCLE • Dalam perekonomian tertutup sederhana, keseimbangan terjadi apabila S=I. • Dalam dunia

BUSSINESS CYCLE • Dalam perekonomian tertutup sederhana, keseimbangan terjadi apabila S=I. • Dalam dunia nyata, keseimbangan tidak selalu terjadi. • Ada kalanya perekonomian dalam kondisi underemployment (recession), atau malah dalam kondisi overemployment (peak). • Peran/campur tangan pemerintah dalam perekonomian diperlukan sebagai stabilizer. 6

KEBIJAKAN PEMERINTAH § Kebijakan Fiskal : berkaitan dengan pengelolaan APBN. § Kebijakan Moneter :

KEBIJAKAN PEMERINTAH § Kebijakan Fiskal : berkaitan dengan pengelolaan APBN. § Kebijakan Moneter : berkaitan dengan pengelolaan jumlah uang beredar. § Kebijakan Sektor Riil : § Kebijakan Perdagangan : berkaitan dengan transaksi jual beli, baik domestik maupun lintas negara. § Kebijakan Investasi 7

KEBIJAKAN FISKAL § Kebijakan Fiskal berkaitan dengan pengelolaan APBN. § Untuk menyederhanakan, untuk membiayai

KEBIJAKAN FISKAL § Kebijakan Fiskal berkaitan dengan pengelolaan APBN. § Untuk menyederhanakan, untuk membiayai pengeluarannya (Government Expenditure), Pemerintah menarik pajak (Taxes) dari masyarakat. § Selain itu, Pemerintah juga memberikan transfer (mis, hibah, subsidi, bantuan sosial) § Jenis pajak: § Langsung PPh § Tidak langsung PPN Pengenaan pajak penghasilan berdasarkan tarif: § § Regresif § Proporsional § Progresif 8

DEFLATIONARY GAP VS INFLATIONARY GAP • Dalam periode resesi, biasanya terjadi kesenjangan deflasi (deflationary

DEFLATIONARY GAP VS INFLATIONARY GAP • Dalam periode resesi, biasanya terjadi kesenjangan deflasi (deflationary gap) : I < S. Pemerintah sebaiknya meningkatkan pengeluarannya (ekspansi) untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kebijakan Fiskal Ekspansif G • Dalam masa boom/peak, biasanya terjadi kesenjangan inflasi (inflationary gap) : I > S Pemerintah sebaiknya mengurangi pengeluarannya (kontraksi) untuk mengendalikan laju inflasi Kebijakan Fiksal Kontraktif G 9

SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN • Dalam keadaan krisis kebijakan fiskal ekspansif : G > T defisit

SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN • Dalam keadaan krisis kebijakan fiskal ekspansif : G > T defisit anggaran Tujuan: mendorong pertumbuhan ekonomi • Dalam keadaan boom kebijakan fiskal kontraktif: G < T surplus anggaran Tujuan: menahan laju ekonomi yang overheating • Dalam kondisi defisit, banyak negara menutupinya dengan utang, baik utang dalam negeri (bonds/obligasi/surat utang negara) maupun utang luar negeri. 10

PENGELUARAN PEMERINTAH § Pengeluaran pemerintah dilakukan dalam rangka mendorong dan menahan laju pertumbuhan ekonomi.

PENGELUARAN PEMERINTAH § Pengeluaran pemerintah dilakukan dalam rangka mendorong dan menahan laju pertumbuhan ekonomi. § Pengeluaran pemerintah dilakukan untuk belanja rutin dan investasi, dan transfer. § Faktor-faktor yang mempengaruhi: § Target pajak yang dapat dihimpun § Sasaran yang ingin dicapai § Alasan politik, keamanan, dll 11 11

DAMPAK PAJAK TERHADAP PENGHASILAN DAN KONSUMSI/TABUNGAN § Pendapatan nasional harus dikurangi dengan pajak untuk

DAMPAK PAJAK TERHADAP PENGHASILAN DAN KONSUMSI/TABUNGAN § Pendapatan nasional harus dikurangi dengan pajak untuk menghasilkan Disposable Income. § Fungsi konsumsi akan berubah menjadi: atau 12

EFEK PAJAK TETAP • Pajak sebanyak T, akan menurunkan konsumsi sebanyak ∆C = b.

EFEK PAJAK TETAP • Pajak sebanyak T, akan menurunkan konsumsi sebanyak ∆C = b. T • Contoh: Sebelum pajak, C = 100 + 0, 75 Y Apabila terdapat PPh sebesar 40 dan Y =1000, hitunglah konsumsi dan tabungan sebelum dan setelah pajak. Apabila penghasilan naik menjadi Y=2000, hitunglah konsumsi dan tabungan sebelum dan setelah pajak. 13

EFEK PAJAK PROPORSIONAL • Pajak sebanyak t% terhadap Y, akan menurunkan konsumsi sebanyak ∆C

EFEK PAJAK PROPORSIONAL • Pajak sebanyak t% terhadap Y, akan menurunkan konsumsi sebanyak ∆C = -b. t. Y • Contoh: Sebelum pajak, C = 100 + 0, 75 Y Apabila terdapat PPh sebesar 10% terhadap penghasilan dan Y =1000, hitungkan konsumsi dan tabungan sebelum dan setelah pajak. Apabila penghasilan naik menjadi Y =2000, hitunglah konsumsi dan tabungan sebelum dan setelah pajak. 14

POSISI KESEIMBANGAN 15 15

POSISI KESEIMBANGAN 15 15

FORMULA UNTUK MENGHITUNG PENDAPATAN NASIONAL EKUILIBRIUM: Pajak Tetap Y Y Y - b. Y

FORMULA UNTUK MENGHITUNG PENDAPATAN NASIONAL EKUILIBRIUM: Pajak Tetap Y Y Y - b. Y (1 - b) Y = C+I+G dimana C = a + b. Yd + I + G = a + b (Y – T) + I + G = a + b Y – b. T + I + G = a – b. T + I + G Pajak Proporsional Y = C+I+G dimana C = a + b. Yd Y = a + b. Yd + I + G Y = a + b (Y – T) + I + G Y = a + b (Y – t. Y) + I + G Y = a + b. Y – bt. Y + I + G Y–b. Y + bt. Y = a +I+G (1 – b+t) Y = a +I+G 16

CONTOH SOAL I • Fungsi konsumsi = 90 + 0, 6 Y. • Fungsi

CONTOH SOAL I • Fungsi konsumsi = 90 + 0, 6 Y. • Fungsi pajak T = 40 • Investasi (I) = 150 • Pengeluaran Pemerintah (G) = 240 • Tentukan keseimbangan pendapatan nasional. SOAL II • Fungsi konsumsi = 90 + 0, 6 Y. • Fungsi pajak T = 0, 2 Y • Investasi (I) = 150 • Pengeluaran Pemerintah (G) = 240 • Tentukan keseimbangan pendapatan nasional. 17 17

MULTIPLIER (ANGKA PENGGANDA) Angka pengganda (multiplier) merupakan suatu angka yang menunjukkan besarnya tambahan pendapatan

MULTIPLIER (ANGKA PENGGANDA) Angka pengganda (multiplier) merupakan suatu angka yang menunjukkan besarnya tambahan pendapatan karena perubahan komponen-komponen pendapatan (konsumsi, investasi, pajak, atau pengeluaran pemerintah). 18 18

The Balanced-Budget Multiplier • Jika dampak dari the government spending multiplier tax multiplier digabung,

The Balanced-Budget Multiplier • Jika dampak dari the government spending multiplier tax multiplier digabung, kita akan mendapatkan: Multiplier of government spending dan the dan Tax multiplier maka 19

APBN DARI MASA KE MASA

APBN DARI MASA KE MASA

PERKEMBANGAN APBN MASA ORDE BARU • Pada masa Orde Baru, APBN disusun dengan prinsip

PERKEMBANGAN APBN MASA ORDE BARU • Pada masa Orde Baru, APBN disusun dengan prinsip anggaran berimbang dinamis. • Dalam prakteknya, APBN tersebut mengalami defisit, yang ditutup dengan pinjaman program dan pinjaman proyek. • Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto Pelita I sd Pelita VI (1969/70 — 1997/98): Ø APBN Indonesia sebagian besar mengalami Defisit, dengan Defisit terbesar pada tahun 75/76 (3, 2 % PDB) saat krisis Pertamina, dan tahun 86/87 (3, 6% PDB) saat terjadi oil price shock; Ø APBN mengalami 6 kali surplus, yaitu tahun 1977/78 (0, 2%), 1990/91 (1, 2%), empat tahun sebelum krisis 1994/95 (1, 0%), 1995/96 (1, 3%), 1996/97 (0, 8%), dan 1997/98 (0, 6%). 21

22

22

Pola perkembangan defisit APBN sama dengan pola perkembangan PERKEMBANGAN pertumbuhan OVERALL ekonomi BALANCE APBN

Pola perkembangan defisit APBN sama dengan pola perkembangan PERKEMBANGAN pertumbuhan OVERALL ekonomi BALANCE APBN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA, 1969/1970 - 2011 23

APBN Masa Pemerintahan Presiden BJ Habibie (1998 – 1999) • Pemerintah memfokuskan kebijakan Fiskal

APBN Masa Pemerintahan Presiden BJ Habibie (1998 – 1999) • Pemerintah memfokuskan kebijakan Fiskal dan APBN untuk mendukung upaya keluar dari krisis dan memulihkan stabilisasi ekonomi: – Mendukung upaya retruskturisasi dan penyehatan perbankan; – Mengatasi krisis dengan penyediaan anggaran jaring pengaman sosial; – Mulai menerapkan beberapa jenis subsidi sebagai bagian dari jaring pengaman sosial; • Implikasinya: § Beban belanja meningkat tajam, akibat: – Pembayaran bunga utang karena depresiasi nilai tukar rupiah; – Beban subsidi yang meningkat; – Alokasi belanja ke daerah yang mulai meningkat § Defisit meningkat tajam, dari surplus 0, 6% dari PDB (1997/98) menjadi Defisit 1, 7% PDB (1998/99) dan 4, 0% PDB (1999/2000) • Tahun fiskal diubah menjadi 1 Januari sd 31 Desember, sejak tahun 2000 24

Defisit APBN melonjak dari 1, 7% thd PDB menjadi 4, 0% thd PDB 25

Defisit APBN melonjak dari 1, 7% thd PDB menjadi 4, 0% thd PDB 25

APBN Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (1999 – 2001) • Merupakan fase konsolidasi fiskal

APBN Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (1999 – 2001) • Merupakan fase konsolidasi fiskal untuk mendukung fiscal sustainability: – Pengendalian pengeluaran rutin; – Pengendalian subsidi; – Ekspansi fiskal dilakukan secara terbatas; • Awal penerapan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah • Defisit fiskal turun dari 4% PDB (1999/2000) menjadi 2, 5% (2001); 26

Profil APBN Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (1999 – 2001) 27

Profil APBN Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (1999 – 2001) 27

APBN Masa Pemerintahan Presiden Megawati (2001 – 2004) • Melanjutkan konsolidasi fiskal – Pengendalian

APBN Masa Pemerintahan Presiden Megawati (2001 – 2004) • Melanjutkan konsolidasi fiskal – Pengendalian beban pembayaran utang (termasuk upaya reprofiling); – Pengendalian beban subsidi melalui penyesuaian harga energi; • Stimulasi terhadap perekonomian dilakukan secara terbatas dan selektif pada sektor-sektor produktif; • Dilakukan reformasi sistem penganggaran, melalui UU no 17/2003 dan UU no 1/2004; • Defisit dapat dikendalikan dari 2, 5% PDB (2001) menjadi 1, 7% PDB (2003) dan 1, 0% (2004). 28

29

29

APBN Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004 – 2014) - 1 • KIB

APBN Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004 – 2014) - 1 • KIB I (2004 – 2009) ₋ Transisi dari konsolidasi fiskal ke ekspansi fiskal, dengan peningkatan belanja; ₋ Peningkatan belanja untuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan ₋ Tetap memperhatikan prinsip kehatian (prudent fiscal policy) melalui pengendalian anggaran untuk belanja operasional dan subsidi; ₋ Menerapkan stimulus fiskal untuk mengatasi dampak krisis ekonomi global 2009; ₋ Defisit turun dari 1, 0% PDB (2004) menjadi 0, 5% PDB (2005); kemudian dijaga pada kisaran 1, 6% PDB hingga 0, 1% untuk memberikan stimulasi fiskal dan menuju balance budget over cyles. ₋ Rasio Utang terhadap PDB turun dari 57% PDB (2004) menjadi 28, 3% PDB (2009). 30

APBN Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004 – 2014) - 2 KIB II

APBN Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004 – 2014) - 2 KIB II (2009 – 2014) – Melanjutkan ekspansi fiskal, terutama untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, program-program kesejahteraan rakyat, energi, dan ketahanan pangan; – Mempertahankan program-program perlindungan sosial: PKH, PNPM, KUR, BOS, Beasiswa untuk siswa dan mahasiswa miskin; – Memberikan perhatian yang cukup terhadap pengelolaan lingkungan hidup dan pengembangan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim; – Penerapan reformasi sistem penganggaran secara menyeluruh; – Meletakkan pondasi pengembangan ekonomi Indonesia melalui MP 3 EI; – Menjaga sustainabilitas fiskal, dengan mengendalikan Defisit pada kisaran 0, 7% PDB (2010) hingga 1, 5% (RAPBN 2012). – Rasio Utang terhadap PDB turun ke level 26% PDB (2010) dan diperkirakan 24% PDB (akhir 2012). 31

32

32

Rasio Utang Pemerintah terhadap PDB (%) Masa Soeharto Masa BJ Habibie Masa Megawati Masa

Rasio Utang Pemerintah terhadap PDB (%) Masa Soeharto Masa BJ Habibie Masa Megawati Masa Abd. Wahid 33 Masa SBY