Oleh Dosen Fisika ITTelkom SAINS ITTelkom Jl Telekomunikasi

  • Slides: 32
Download presentation
Oleh : Dosen Fisika ITTelkom SAINS ITTelkom Jl. Telekomunikasi Dayeuh Kolot Bandung

Oleh : Dosen Fisika ITTelkom SAINS ITTelkom Jl. Telekomunikasi Dayeuh Kolot Bandung

SUB POKOK BAHASAN 1. Gambaran Interferensi 2. Interferensi Dua Sumber 3. Interferensi N Sumber

SUB POKOK BAHASAN 1. Gambaran Interferensi 2. Interferensi Dua Sumber 3. Interferensi N Sumber 4. Interferensi Lapisan Tipis

Sasaran Pembelajaran 1. Mahasiswa mampu menentukan perbedaan fasa antara dua buah gelombang. 2. Mahasiswa

Sasaran Pembelajaran 1. Mahasiswa mampu menentukan perbedaan fasa antara dua buah gelombang. 2. Mahasiswa mampu menentukan pola gelap-terang hasil interferensi. Syarat kelulusan : 75 %

Interferensi o Merupakan superposisi gelombang harmonik. o Superposisi gelombang harmonik bergantung beda fasa antara

Interferensi o Merupakan superposisi gelombang harmonik. o Superposisi gelombang harmonik bergantung beda fasa antara gelombang-gelombang. o Beda fasa diakibatkan dua hal yaitu : a. beda jarak tempuh b. pemantulan saat gelombang datang dari medium renggang ke rapat. o Agar dapat diamati hasil superposisi berupa gelombang berdiri. o Analisa matematis interferensi menggunakan diagram fasor.

Interferensi Laser Hijau Interferometer Michelson Wavepanels

Interferensi Laser Hijau Interferometer Michelson Wavepanels

Interferensi 2 celah

Interferensi 2 celah

Superposisi Gelombang

Superposisi Gelombang

Superposisi Gelombang

Superposisi Gelombang

Gelombang Berdiri Gelombang berdiri Y = A sin(kx – ωt)+A sin(– kx – ωt)

Gelombang Berdiri Gelombang berdiri Y = A sin(kx – ωt)+A sin(– kx – ωt) Y = [2 Asinkx] cos ωt A(x)= 2 Asinkx Gelombang berjalan Y = A sin(kx – ωt)

Interferensi Di Air

Interferensi Di Air

Interferensi Di Air

Interferensi Di Air

Interferensi 2 Gelombang P Saat di celah kedua gelombang sbb: Y 1 = A

Interferensi 2 Gelombang P Saat di celah kedua gelombang sbb: Y 1 = A sin (kr – ωt +θ 1) r 1 Y 2 = A sin (kr – ωt +θ 2) r 2 d L celah θ 1 dan θ 2 adalah fasa awal Saat di P Y 1 P= A sin (kr 1 – ωt +θ 1) Y 2 P= A sin (kr 2 – ωt +θ 2) Fasa kedua gelombang adalah layar 1 = kr 1 – ωt +θ 1 2 = kr 2 – ωt +θ 2 Beda fasa gelombang = = 2 - 1 = k(r 2 – r 1) + (θ 2 –θ 1)

Interferensi 2 Gelombang: metoda fasor Diagram Fasor adalah sebuah metoda di mana skalar sinusiodal

Interferensi 2 Gelombang: metoda fasor Diagram Fasor adalah sebuah metoda di mana skalar sinusiodal diperlakukan sebagai vektor. Persamaan-persamaan diwakili oleh amplitudo dan besaran fasa yang berbeda, bentuk persamaan sama (sinus atau cosinus saja). Jika bentuknya berbeda harus disamakan. Contoh : y 1 = 3 sin (ωt) dan y 2 = 4 cos (ωt), cari y 1 + y 2! Bentuk persamaan tidak sama jadi salah satu harus diubah, dalam hal ini yang diubah adalah y 1 menjadi y 1 = 3 cos (ωt – 90 o). Perhatikan bahwa kedua persamaan memiliki bentuk ωt yang sama, fasa keduanya dibedakan oleh – 90 o dan 0 o. Jadi kedua persamaan diwakili oleh : y 1 = 3 cos (ωt – 90 o) y 1 = 3 – 90 o y 2 = 4 cos (ωt) y 2 = 4 0 o y 1 + y 2 = 5 cos(ωt – 37 o) 4 3

Interferensi 2 Gelombang Sekarang kembali ke persoalan interferensi 2 gelombang di atas! Berdasarkan metoda

Interferensi 2 Gelombang Sekarang kembali ke persoalan interferensi 2 gelombang di atas! Berdasarkan metoda fasor : Y 1 = A kr 1+θ 1 Y 2 = A kr 2+θ 2 = k(r 2 – r 1) + (θ 2 –θ 1) AR kr 2+θ 2 kr 1+θ 1 R Perhatikan bahwa semakin kecil maka AR semakin besar! AR = (A 2 + 2 A cos )1/2= (2 A 2 + 2 A cos )1/2

Interferensi 2 Gelombang : pola intensitas Intensitas berbanding lurus dengan kuadrat amplitudo resultan (AR

Interferensi 2 Gelombang : pola intensitas Intensitas berbanding lurus dengan kuadrat amplitudo resultan (AR 2), I ~ A 2 + 2 A 2 cos I 4 A 2 -4 -3 -2 - 0 2 3 4

Interferensi 2 Gelombang : ada 2 kasus umum yaitu d~L dan d << L

Interferensi 2 Gelombang : ada 2 kasus umum yaitu d~L dan d << L P Untuk d~L berlaku persamaan berikut ini r 1 r 2 d x L Untuk d << L ada sedikit pendekatan, karena r 1 dan r 2 relatif sejajar sehingga r 2 – r 1 ≈d sinθ. celah layar r 1 Untuk θ~0, sinθ≈tg θ = x/L θ r 2 d r 2 – r 1 = d sinθ P

Interferensi Young: Percobaan

Interferensi Young: Percobaan

Interferensi 2 Gelombang Perhatikan dua sumber gelombang koheren (frekuensi dan amplitudo sama, beda fasa

Interferensi 2 Gelombang Perhatikan dua sumber gelombang koheren (frekuensi dan amplitudo sama, beda fasa tetap), kedua gelombang bersuperposisi di titik P pada layar. Lihat jarak yang ditempuh kedua gelombang berbeda! P r 1 r 2 d L celah layar

Interferensi N Celah: N = 3 Tinjau kasus N = 3 untuk d<<L r

Interferensi N Celah: N = 3 Tinjau kasus N = 3 untuk d<<L r 1 r 3 -r 1 =r 2 -r 1≈ dsinθ r 2 Syarat maksimum sama seperti 2 celah, syarat minimum berbeda. Perhatikan penjumlahan fasor berikut ini. y 1 = A kr 1 y 1 = A 0 y 2 = A kr 1+kdsinθ y 2 = A kdsinθ y 3 = A kr 1+2 kdsinθ y 3 = A 2 kdsinθ AR 2 = [A+Acos 2 ]2+ [Asin +Asin 2 ]2 r 3 AR 2 kdsinθ Kdsinθ =

Interferensi N Celah: N = 3 Perhatikan persamaan AR 2 = [A+Acos 2 ]2+

Interferensi N Celah: N = 3 Perhatikan persamaan AR 2 = [A+Acos 2 ]2+ [Asin +Asin 2 ]2 AR berharga maksimum 3 A jika = 0, 2 , 4 , … = m 2 di mana m=0, 1, 2, … AR berharga minimum 0 jika = 2 /3, 4 /3, (2 /3)+2 , (4 /3)+2 , … I Maks. sekunder 9 A 2 Maks. sekunder -2 /3 -2 -4 /3 - -2 /3 0 2 /3 4 /3 2 2 /3+ 2

Interferensi N Celah: N = 4 r 1 Tinjau kasus N = 4 untuk

Interferensi N Celah: N = 4 r 1 Tinjau kasus N = 4 untuk d<<L r 2 r 4 -r 3= r 3 -r 2 =r 2 -r 1≈ dsinθ r 3 Syarat maksimum sama seperti 2 celah, syarat minimum berbeda. Perhatikan penjumlahan fasor berikut ini. y 1 = A kr 1 y 1 = A 0 y 2 = A kr 1+kdsinθ y 2 = A kdsinθ y 3 = A kr 1+2 kdsinθ y 3 = A 2 kdsinθ y 4 = A kr 1+3 kdsinθ y 4 = A 3 kdsinθ r 4 AR 3 kdsinθ 2 kdsinθ Kdsinθ = AR 2 = [A+Acos 2 + Acos 3 ]2+ [Asin +Asin 2 +Asin 3 ]2

Interferensi N Celah: N = 4 Perhatikan persamaan AR 2 = [A+Acos 2 +

Interferensi N Celah: N = 4 Perhatikan persamaan AR 2 = [A+Acos 2 + Acos 3 ]2+ [Asin +Asin 2 +Asin 3 ]2 AR berharga maksimum 4 A jika = 0, 2 , 4 , … = m 2 di mana m=0, 1, 2, … AR berharga maksimum 0 jika = 2 /4, 4 /4, 6 /4, (2 /4)+2 , (4 /4)+2 , (6 /4+2 )… I Maks. sekunder 16 A 2 Maks. sekunder -2 -6 /4 - -2 /4 0 2 /4 6 /4 2

Perhatikan jarak antara maksimum dan minimum pertama, serta jumlah minimum antara 2 maksimum 4

Perhatikan jarak antara maksimum dan minimum pertama, serta jumlah minimum antara 2 maksimum 4 A 2 -2 - 0 2 I Maks. sekunder -2 -4 /3 - -2 /3 9 A 2 Maks. sekunder 0 2 /3 4 /3 2 I Maks. sekunder -2 -6 /4 - -2 /4 16 A 2 0 Maks. sekunder 2 /4 6 /4 2

Interferensi N Celah: Kesimpulan • Jumlah celah tidak mempengaruhi posisi maksimum. • Makin banyak

Interferensi N Celah: Kesimpulan • Jumlah celah tidak mempengaruhi posisi maksimum. • Makin banyak celah makin banyak jumlah minimum antara 2 maksimum yaitu N-1 • Makin banyak celah makin sempit jarak antara maksimum dan minimum pertama yaitu 2 /N -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8

Interferensi Lapisan Tipis Cahaya pantul batas n 1 n 2 θ 1’ θ 2

Interferensi Lapisan Tipis Cahaya pantul batas n 1 n 2 θ 1’ θ 2 Cahaya transmisi Perhatikan saat cahaya menjalar dari satu medium ke medium lainnya. Pada batas cahaya terpecah menjadi 2 yaitu cahaya pantul dan cahaya transmisi, dalam hal ini berlaku hukum Snellius. Hukum Snellius Garis normal θ 1= θ 1’ n 1 sinθ 1=n 2 sinθ 2

Interferensi Lapisan Tipis Gelombang-gelombang pantul n 1 t Perhatikan lapisan setebal t dengan indeks

Interferensi Lapisan Tipis Gelombang-gelombang pantul n 1 t Perhatikan lapisan setebal t dengan indeks bias n 2 berada di udara (indeks bias n 1). n 2 Cahaya datang dari udara ke lapisan n 1 Di batas cahaya terpecah menjadi 2. Gelombang-gelombang transmisi Cahaya transmisi dalam lapisan akan mengalami pemantulan dan transmisi di batas bawah dan atas. Selanjutnya kita akan menganalisa interferensi gelombang pantul dan gelombang-gelombang transmisi

Interferensi Lapisan Tipis: Gelombang-gelombang Pantul (1) layar C’ (2) n 1 A t C

Interferensi Lapisan Tipis: Gelombang-gelombang Pantul (1) layar C’ (2) n 1 A t C n 2 n 1 B Perhatikan gelombang 1 dan 2! Ambil n 2>n 1. Kedua gelombang berinterferensi di layar. Sekarang perhatikan jarak dan medium yang dilalui kedua gelombang sebelum mencapai layar. Kedua gelombang masih sama saat di titik A. Untuk mencapai layar gelombang (1) menempuh AC’ di n 1. Sedangkan gelombang (2) menempuh AB dan BC dalam n 2. Jarak C’ dan C ke layar diasumsikan sama, sehingga beda fasa akibat beda jalan hanya ditentukan AC’, AB, dan BC. Ingat di titik A terjadi pembalikan fasa ( ) akibat pemantulan.

Interferensi Lapisan Tipis: Gelombang-gelombang Pantul (1) layar C’ (2) n 1 A t C

Interferensi Lapisan Tipis: Gelombang-gelombang Pantul (1) layar C’ (2) n 1 A t C Saat kedua gelombang sampai di layar. Fasa masing gelombang adalah 1= k 1 AC’ + 2= k 2 AB + k 2 BC, AB = BC n 2 = 2 - 1 n 1 B = 2 k 2 AB – (k 1 AC’ + )

Interferensi Lapisan Tipis: Gelombang-gelombang Transmisi n 1 A t Perhatikan gelombang 3 dan 4!

Interferensi Lapisan Tipis: Gelombang-gelombang Transmisi n 1 A t Perhatikan gelombang 3 dan 4! Ambil n 2>n 1. Kedua gelombang berinterferensi di layar. C n 2 n 1 D B (4) D’ (3) layar Sekarang perhatikan jarak dan medium yang dilalui kedua gelombang sebelum mencapai layar. Kedua gelombang masih sama saat di titik B. Untuk mencapai layar gelombang (3) menempuh BD’ di n 1. Sedangkan gelombang (4) menempuh BC dan CD dalam n 2. Jarak D’ dan D ke layar diasumsikan sama, sehingga beda fasa akibat beda jalan hanya ditentukan BD’, BC, dan CD. Ingat di titik B dan D terjadi pemantulan, akan tetapi tidak terjadi pembalikan fasa.

Interferensi Lapisan Tipis: Gelombang-gelombang Transmisi Saat kedua gelombang sampai di layar. Fasa masing gelombang

Interferensi Lapisan Tipis: Gelombang-gelombang Transmisi Saat kedua gelombang sampai di layar. Fasa masing gelombang adalah 3= k 1 BD’ 4= k 2 BC + k 2 CD, BC=CD = 4 - 3 = 2 k 2 BC – k 1 BD’ n 1 C A t n 2 n 1 D B (4) D’ (3) layar

Interferensi Lapisan Tipis: Umumnya t<<, AB=BC≈t dan AC’=BD’ ≈0 Gelombang-gelombang pantul, = 2 k

Interferensi Lapisan Tipis: Umumnya t<<, AB=BC≈t dan AC’=BD’ ≈0 Gelombang-gelombang pantul, = 2 k 2 AB – (k 1 AC’ + )≈ 2 k 2 t – Gelombang-gelombang transmisi, = 2 k 2 BC – k 1 BD’ ≈ 2 k 2 t

Tidak ada kata tidak bisa Bagi orang yang mau berusaha

Tidak ada kata tidak bisa Bagi orang yang mau berusaha