HUKUM PERKAWINAN MENURUT UU PERKAWINAN SYARATSYARAT PERKAWINAN 1

  • Slides: 9
Download presentation
HUKUM PERKAWINAN MENURUT UU PERKAWINAN

HUKUM PERKAWINAN MENURUT UU PERKAWINAN

SYARAT-SYARAT PERKAWINAN 1. 2. 3. 4. Perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua calon suami

SYARAT-SYARAT PERKAWINAN 1. 2. 3. 4. Perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua calon suami isteri Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai usia 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dlam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin tersebut cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

SYARAT-SYARAT PERKAWINAN 5. 6. Dalam hal ada perbedaan pendapat, atau salah seorang atau lebih

SYARAT-SYARAT PERKAWINAN 5. 6. Dalam hal ada perbedaan pendapat, atau salah seorang atau lebih di anatar mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang tersebut Ketentuan ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain

USIA UNTUK MENIKAH Perkawinan hanya diiznkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun

USIA UNTUK MENIKAH Perkawinan hanya diiznkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun Dalam hal terjadi penyimpangan, maka dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita

LARANGAN PERKAWINAN Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas; Berhubungan

LARANGAN PERKAWINAN Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas; Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya; Berhubungan semenda, yakni mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri; Berhubungan susuan, yakni orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan; Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang; Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin

LARANGAN PERKAWINAN Seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin

LARANGAN PERKAWINAN Seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali hal yang telah diatur pada UU Perkawinan Pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 Apabila suami dan isteri yang telah bercerai kemudian kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka di anatar mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain

PASAL 3 AYAT (2) UU PERKAWINAN Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk

PASAL 3 AYAT (2) UU PERKAWINAN Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan

PASAL 4 UU PERKAWINAN Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, maka

PASAL 4 UU PERKAWINAN Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya Pengadilan dimaksud, hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila: § a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; § b. Istri mendapat cacat badan/atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; § Istri tidak dapat melahirkan keturunan