PELAKUPELAKU EKONOMI PEREKONOMIAN INDONESIA DRS SIDIK PRAMONO MM

  • Slides: 15
Download presentation
PELAKU-PELAKU EKONOMI PEREKONOMIAN INDONESIA DRS. SIDIK PRAMONO, MM

PELAKU-PELAKU EKONOMI PEREKONOMIAN INDONESIA DRS. SIDIK PRAMONO, MM

Latar Belakang • Di dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang

Latar Belakang • Di dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi, atau dapat dikatakan bahwa di dalam perekonomian nasional ada dua kelompok pelaku ekonomi, yakni swasta dan pemerintah. • Peran dari pelaku-pelaku ekonomi tersebut di dalam perekonomian Indonesia selama ini dapat dilihat dari jumlah indikator, terutama dalam sumbangannya terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB (pangsa PDB), kesempatan kerja lewat ekspor (pangsa ekspor) dan sumbangannya terhadap keuangan pemerintah lewat pembayaran pajak dan lainnya.

Perusahaan-Perusahaan Non-Koperasi • Menurut database dari Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM (Menegkop &

Perusahaan-Perusahaan Non-Koperasi • Menurut database dari Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM (Menegkop & UKM) dan Biro Pusat Statistik (BPS), pada tahun 1997 ada sekitar 39, 7 juta usaha mikro dan kecil (UMK), dengan nilai penjualan rata-rata per tahun kurang dari Rp 1 miliar per unit atau sekitar 99, 8 % dari total unit usaha pada tahun itu.

Jumlah Unit Usaha Menurut Skala Usaha di Semua Sektor Ekonomi di Indonesia, 2000 -2012

Jumlah Unit Usaha Menurut Skala Usaha di Semua Sektor Ekonomi di Indonesia, 2000 -2012 (ribu-unit) Kategori Skala Usaha 2000 2003 2005 2007 2009 2010 2011 2012 UMK 39. 705 43. 372, 9 47. 006, 9 47, 720, 3 52. 723, 5 53. 781, 1 55. 162, 2 56. 485, 6 UM 78, 8 87, 4 95, 9 120, 3 41, 1 42, 6 44, 2 48. 997 UB 5, 7 6, 5 6, 8 4, 5 4, 7 4, 8 4, 95 4, 97 Jumlah 39. 789, 7 43. 466, 8 47. 109, 6 49. 845, 0 52, 769, 3 53. 828, 5 55. 211, 4 56. 539, 6 Sumber: Menegkop & UKM (www. depkop. go. id) and BPS (www. bps. go. id)

Perkembangan Jumlah BUMN di Indonesia Column 3 Column 3 - 2011 20042001 179 2002

Perkembangan Jumlah BUMN di Indonesia Column 3 Column 3 - 2011 20042001 179 2002 178 2003 178 2001 169 2005 165 2006 165 Column 3 2008 141 2009 2010141 2011 140 2007 139 Sejak krisis ekonomi 1997 – 1998, BUMN menjadi salah satu topik perdebatan publik dan akademisi karena disatu sisi, citra BUMN yang selama ini buruk, antara lain karena dianggap sebagai sarang KKN, sumber pemerasan dari birokrat, tidak membawa manfaat bagi masyarakat banyak maupun sekitarnya. Sedangkan disisi lain, upaya pemerintah melakukan privatisasi BUMN yang oleh banyak kalangan masyarakat dianggap tidak sejalan dengan UUD 45 Pasal 33.

 • Dalam aspek sumbangan pajak dari BUMN ( yang terikat dengan kinerjanya) terhadap

• Dalam aspek sumbangan pajak dari BUMN ( yang terikat dengan kinerjanya) terhadap anggaran pemerintah, menurut data yang ada dari departemen keuangan dan kementrian BUMN, pencapaian pajak BUMN meningkat dari sedikit di bawah Rp. 40 triliun tahun 2004, menjadi sedikit diatas nilai tersebut tahun 2006. • Dalam proporsinya terhadap total pajak yang diterima pemerintah, rasionya meningkat terus setiap tahunnya dari 23, 5% tahun 2002 menjadi 45, 3% tahun 2006 ( hanya tahun 2003 rasionya berkurang menjadi 25, 1% ), sedangkan pencapaian deviden BUMN untuk periode yang sama mengalami suatu peningkatan yang cukup besar dari sedikit dibawah Rp 10 triliun ( 2004 ) menjadi diatas Rp. 20 triliun(2006).

Privatisasi BUMN • Privatisasi BUMN sudah mulai secara bertahap sejak era orde baru. Waktu

Privatisasi BUMN • Privatisasi BUMN sudah mulai secara bertahap sejak era orde baru. Waktu itu, privatisasi sebagai bagian dari kebijakan liberalisasi ekonomi. Akibat krisis ekonomi 1997 -1998, dan keharusan pemerintah menanggung utang dari bank-bank swasta yang selanjutnya menyebabkan defisit APBN, maka pemerintah diminta oleh IMF melalui letter of intent memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 mengenai Privatisasi BUMN sebagai perusahaan Publik (Persero). • Privatisasi BUMN telah menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat Indonesia. Pihak yang setuju dengan privatisasi BUMN berargumentasi bahwa privatisasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja BUMN serta menutup devisit APBN. Dengan adanya privatisasi, diharapkan BUMN akan mampu beroperasi secara lebih profesional lagi. Logikanya, dengan privatisasi diatas 50 persen, maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser dari pemerintah ke investor baru.

Tabel : Efek dari Sejumlah Strategi Privatisasi BUMN Kriteria Privatisasi Yang Ideal Pasar Modal

Tabel : Efek dari Sejumlah Strategi Privatisasi BUMN Kriteria Privatisasi Yang Ideal Pasar Modal Privat Investor D. N. Privat Investor L. N < 50% >50% <50% >50% Mampu meningkatkan kinerja BUMN X X V Mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan BUMN X X V Mampu meningkatkan akses pasar internasional X X V V V X X V X V V V Terjadinya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi Terjadinya perubahan budaya kerja Mampu memberikan kontribusi menutup devisit APBN Catatan : DN = dalam negeri

 • Tabel sebelumnya menunjukan bahwa diantara ke-5 alternatif model privatisasi BUMN tersebut, yang

• Tabel sebelumnya menunjukan bahwa diantara ke-5 alternatif model privatisasi BUMN tersebut, yang paling mendekati ideal adalah model privatisasi dengan penempatan swasta oleh investor asing dengan pernyertaan di atas 50 persen. Menurut Purwoko (2002), beberapa manfaat akan diperoleh dengan privatisasi dengan model ini, antara lain peningkatan kemampuan untuk mengakses peluang di pasar internasional, adanya transfer teknologi, terjadinya perubahan budaya kerja yang positif, serta penerapan prinsip-prinsip good corporate gorvenance dalam pengelolan BUMN. • Untuk memperkecil resiko penolakan terhadap proses privatisasi BUMN, disarankan agar pemerintah membuat sistem dan prosedur privatisasi BUMN yang jelas, melakukan sosialisasi yang memadai kepada pihak-pihak yang terkait, serta melaksanakan proses privatisasi secara tranparan.

Koperasi • • Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, selama sejarahnya, koperasi sebenarnya bukanlah organisasi

Koperasi • • Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, selama sejarahnya, koperasi sebenarnya bukanlah organisasi usaha yang khas berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu, misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi masalah ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri Sejarah kelahiran dan berkembang nya koperasi di Negara maju dan Negara berkembang memang sangat diametral. Di NM, koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu, koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi, termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi, tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Sedangkan di NB, koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra Negara dalam menggerakan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. (Soetrisno, 2001)

Perkembangan di Indonesia • Seperti yang diungkapkan oleh Widiyanto (1998) dari ketiga pilar ,

Perkembangan di Indonesia • Seperti yang diungkapkan oleh Widiyanto (1998) dari ketiga pilar , koperasi sering disebut sebagai soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang “jalannya paling terseok” dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS. Padahal, koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah (bahkan berlebihan) sesuai kedudukan istimewa dari koperasi di dalam system perekonomian Indonesia. • Sebagai soko guru perekonomian Indonesia, ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat I yang menyebutkan bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. • Dalam penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan ini adalah koperasi. Tafsiran itu sering disebut sebagai perumusan pasal tersebut.

 • Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala kecil, ini sangat berbeda dengan

• Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala kecil, ini sangat berbeda dengan koperasi-koperasi di Negara maju yang pada umumnya skala besar dengan nilai aset dan omset sangat besar. • Di Indonesia, tidak semua koperasi yang adalah koperasi aktif, misalnya hingga tahun 2004 tercatat 130. 730, tetapi yang aktif hanya mencapai 71, 50 persen, sedangkan yang menjalani rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35, 42 persen koperasi saja.

 • Memasuki tahun 2000, koperasi Indonesia didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara

• Memasuki tahun 2000, koperasi Indonesia didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55 hingga 60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu, dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah, hanya sekitar 25 persen dari populasi koperasi atau sekitar 35 persen dari populasi koperasi aktif. Hingga akhir 2002, posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah Bank Rakyat Indonesia (BRI) unit desa sebesar 46 persen dari KSP/USP dengan pangsa pasar sekitar 31 persen. • Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya, masih besar elemen untuk tumbuh nya kemandirian koperasi (Soetrisno, 2003).

 • Perbedaan yang paling besar antara koperasi di negara-negara lain, khususnya NM dengan

• Perbedaan yang paling besar antara koperasi di negara-negara lain, khususnya NM dengan di Indonesia adalah keberadaan dan peran dari koperasi di Indonesia tidak lepas dari ideologi pancasila dan UUD 45, yakni merupakan lembaga kehidupan rakyat indonesia untuk menjamin hak hidupnya memperoleh pekerjaaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat indonesia, sebagaimana dimaksud oleh pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara (Hariyono, 2003). • Kosekuensinya, koperasi di Indonesia memiliki tanggung jawab sosial jauh lebih besar daripada tanggung jawab “bisnis” yang menekankan pada efisiensi, produktivitas, keuntungan daya saing, dan sangat dipengaruhi oleh politik negara atau intervensi pemerintah dibandingkan koperasi di NM.