Susunan Organisasi Negara HORIZONTAL VERTIKAL membicarakan Susunan Organisasi
Susunan Organisasi Negara ”HORIZONTAL” & “VERTIKAL”
membicarakan Susunan Organisasi Negara (Horizontal & Vertikal) berarti membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat.
HUBUNGAN KEKUASAAN Hubungan yang bersifat horizontal: Hubungan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Contoh : Indonesia : MPR (anggota DPR+ anggota DPD), DPR, DPD, Pres, MA, MK, BPK, Hubungan horizontal antara pemegang kekuasaan negara dapat melahirkan berbagai sistem pemerintahan (Parlementer atau Presidensial) Hubungan yang bersifat vertikal: Hubungan yang bersifat atasan dan bawahan, dalam arti antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Di dalamnya terdapat semacam pembagian kerja antara pusat dan daerah. Contoh: Indonesia: Presiden Menteri Gubernur Bupati
HORIZONTAL : Pembagian Kekuasaan berdasarkan Fungsi Kekuasaan yang berbeda-beda yang menimbulkan berbagai macam Lembaga Negara Tujuannya: Mencegah Kesewenang-wenangan
John Locke (1632 -1704), Filsuf Inggris dalam bukunya 2 Treaties on Civil Government (1690) - Mengkritik kekuasaan absolut raja-raja Stuart - Mendukung Revolusi Gemilang (Glorius Revolution) pada 1688 yang telah dimenangkan oleh Parlemen Inggris Kekuasaan membuat peraturan tidak boleh dipegang oleh yang menerapkannya Lembaga 2 Negara menurut FUNGSInya versi John Locke: * Legislatif (membuat UU, termasuk fungsi mengadili/judicial); * Eksekutif (melaksanakan UU); dan * Federatif (Kekuasaan yg meliputi segala tindakan utk menjaga keamanan negara dlm hub dgn negara lain, seperti membuat aliansi, dsb skrg disebut HUBLU). Pembagian oleh John Locke ini bertolak pada hub ke luar & ke dalam dari suatu negara
Baron Secundar de Montesquieu : (1689 -1755) (Mantan Hakim Perancis yang lari ke Inggris) Mengembangkan TEORI TRIAS POLITICA • • • Separation of Powers (Pemisahan Kekuasaan): Kekuasaan Legislatif : Membuat UU Kekuasaan Eksekutif : Melaksanakan UU: termasuk Fungsi pertahanan & diplomasi (hublu) Kekuasaan Yudikatif/Yudisial: Mengawasi Pelaksanaan UU (Menjalankan peradilan/menghakimi) Pembagian oleh Montesquieu ini bertolak pada HAM Pendapat ini dikemukakan dalam bukunya : L ‘Esprit de Lois (Jiwa dari Hukum): 1748 Mengikuti pemikiran John Locke Maksudnya : Mengkritik & Menggulingkan Louis XIV yang pernah menyatakan “L ‘Etat C’est Moi”
Van Vollenhoven : • • Regeling (Perundang-undangan) Bestuur (Pemerintahan) Politie (Kepolisian) Rechtspraak (Peradilan)
Dalam membahas hubungan eksekutif dan legislatif, maka terdapat beberapa Sistem pemerintahan yaitu: 1. Sistem pemerintahan presidensiil 2. Sistem pemerintahan parlementer 3. Sistem pemerintahan quasi/semi
Douglas V. Verney (Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensil, Arendt Lipjhart ed. ) Sistem pemerintahan parlementer 1. Majelis menjadi Parlemen. 2. Eksekutif dibagi ke dalam dua bagian. Sistem pemerintahan presidensial 1. Majelis tetap sebagai majelis saja. 2. Eksekutif tidak dibagi tetapi hanya ada seorang Presiden yang dipilih oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu pada saat majelis dipilih.
Douglas V. Verney 3. Kepala Negara mengangkat Kepala Pemerintahan. 4. Kepala Pemerintahan mengangkat menteri. 5. Kementrian (pemerintah) adalah badan kolektif. 3. Kepala Pemerintahan adalah Kepala Negara. 4. Presiden mengangkat Kepala Departemen yang merupakan bawahannya. 5. Presiden adalah eksekutif tunggal.
Douglas V. Verney 8. Kepala Pemerintahan dapat memberikan pendapat kepada Kepala Negara untuk membubarkan Parlemen. 8. Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa Majelis
Douglas V. Verney 9. Parlemen sebagai suatu kesatuan memiliki supremasi atas kedudukan yang lebih tinggi dari bagian-bagiannya pemerintah dan pemerintah, tetapi mereka tidak saling menguasai. 9. Majelis berkedudukan lebih tinggi dari bagian-bagian pemerintah lain dan tidak ada peleburan bagian eksekutif dan legislative seperti dalam sebuah parlemen.
Douglas V. Verney 6. Menteri biasanya merupakan anggota parlemen. 7. Pemerintah bertanggung jawab secara politik kepada majelis. 6. Anggota Majelis tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan dan sebaliknya. 7. Eksekutif bertanggung jawab kepada konstitusi.
Douglas V. Verney 10. Pemerintah sebagai suatu kesatuan hanya bertanggung jawab tak langsung kepada para pemilih 11. Parlemen adalah fokus kekuasaan dalam sistem politik. 10. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada para pemilih, 11. Tidak ada fokus kekuasaan dalam sistem politik.
LEMBAGA NEGARA INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UUD 1945 MPR BPK DPR PRESIDEN DPA MA
LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN 5 menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PUSAT UUD 1945 BPK Presiden bank sentral kpu kementerian negara dewan pertimbangan TNI/POLRI Perwakilan BPK Provinsi Pemerintahan Daerah Provinsi Gubernur DPRD Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Bupati/ Walikota DPRD DPR MPR DPD MA MK KY badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman Lingkungan Peradilan Umum Lingkungan Peradilan Agama Lingkungan Peradilan Militer Lingkungan Peradilan TUN DAERAH
Keterangan : • MPR • DPD • BI : Bab II (Psl 2 UUD) : Bab VIIA (Psl 22 C & 22 D UUD) : Bab VIII (Psl 23 D UUD & • MK : Bab IX • Komisi Yudisial : Bab IX (Psl 24(2), 24 C & Ps 2 UU MK No. 24/2003) (Psl 24 B UUD &
PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Pembagian Kekuasaan secara Vertikal • • : Pembagian Kekuasaan menurut tingkatnya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah Pembagian Kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan. Carl J. Friedrich memakai istilah Pembagian Kekuasaan secara Teritorial (Territorial Division of Power). Pembagian Kekuasaan ini dengan jelas dapat kita saksikan kalau kita melakukan perbandingan antara negara KESATUAN, negara FEDERAL serta KONFEDERASI. • (Dalam negara Kesatuan jelas sekali terlihat bhw) Pembagian kekuasaan secara vertikal melahirkan garis hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem : 1. Desentralisasi 2. Dekonsentrasi 3. Medebewind
1. Desentralisasi : Pasal 1 Butir 7 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah: “Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”
2. Dekonsentrasi : Pasal 1 Butir 8 UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah: “Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. ”
3. Medebewind (Tugas Pembantuan): Pasal 1 Butir 9 UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah: “Penugasan dari Pemerintah kepada daerah* dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu” (* daerah = Provinsi, Kabupaten, Kota)
Pemerintahan Daerah di Indonesia Dasar Konstitusional (UUD 1945): Bab VI Pasal 18, 18 A, 18 B UU No. 32/2004 : - Urusan Pemerintah Daerah Bab III (Psl 10 s. d 18) adalah *selain Urusan Pemerintah (Pusat) : Psl 10 (1) *Secara Umum : Urusan Wajib & Urusan Pilihan : Psl 13(Prov) & Psl 14(Kab/Kota) - Urusan Pemerintah (Pusat) : Psl 10 (3) UU 32/2004 Politik LN, Han, Kam, Yustisi, Moneter & Fiskal Nasional, dan Agama.
SEJARAH UU ttg PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA (Setelah Kemerdekaan) • UU 22/1948 : Pokok-pokok Pemerintahan Daerah bagi Jawa, Madura, Sumatera dan Kalimantan. • UU 44/1950 : Pokok-pokok Pemerintahan Daerah bagi Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara. • UU 1/1957 : Pokok-pokok Pemerintahan Daerah • UU 18/1965 : Pokok-pokok Pemerintahan Daerah • UU 19/1965 : tentang Desa Praja
• UU 5/1974 : Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah • UU 5/1979 : Pemerintahan Desa • UU 22/1999 : Pemerintahan Daerah • UU 32/2004: Pemerintahan Daerah
- Slides: 24