P E NO L O G I FAKULTAS

  • Slides: 30
Download presentation
P E NO L O G I FAKULTAS HUKUM UNIKOM

P E NO L O G I FAKULTAS HUKUM UNIKOM

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

Pengertian Penologi ? Penologi diambil dari asal kata “Penal”yang artinya Hukuman/pidana dan “Logos” yang

Pengertian Penologi ? Penologi diambil dari asal kata “Penal”yang artinya Hukuman/pidana dan “Logos” yang artinya Ilmu pengetahuan, jadi Penologi berarti Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perkembangan pidana/pemidanaan atau penghukuman. Sutharland memperluas pengertian penology ini mencakup juga tentang kebijakan penalisasi serta usaha pengendalian kejahatan baik represif maupun prefentif.

OBYEK STUDI PENOLOGI. Obyek studi Penologi meliputi: Jenis pidana; (peraturan/kebijakan) Tujuan pemidanaan; (pelaku) Efektifitas

OBYEK STUDI PENOLOGI. Obyek studi Penologi meliputi: Jenis pidana; (peraturan/kebijakan) Tujuan pemidanaan; (pelaku) Efektifitas pemidanaan; (masyarakat) Dampak pemidanaan; (pelaku)

Hukum Pidana Apa ? Siapa ? Bagaimana ? Perbuatan Apa yang dikatakan Tindak pidana

Hukum Pidana Apa ? Siapa ? Bagaimana ? Perbuatan Apa yang dikatakan Tindak pidana Siapa Yang dapat dikatakan sebagai Pelaku Bagaimana Cara Memproses pelaku jika terjadi tindak pidana Hukum Pidana Materiil Hukum Pidana Formil

Posisi Penologi dalam Hukum Pidana Penologi Rumpun Hukum Pidana Victimologi Kriminologi

Posisi Penologi dalam Hukum Pidana Penologi Rumpun Hukum Pidana Victimologi Kriminologi

Kriminologi Mengapa ? Bagaimana ? Kriminologi Mengapa manusia Melakukan Kejahatan/Tindak pidana Bagaimana Cara Menanggulanginya

Kriminologi Mengapa ? Bagaimana ? Kriminologi Mengapa manusia Melakukan Kejahatan/Tindak pidana Bagaimana Cara Menanggulanginya Melalui Kebijakan Kriminal (Criminal Policy) IP yang mempelajari tentang seluk beluk kejahatan dan upaya penanggulangannya

Viktimologi Siapa korban? Mengapa Korban Perlu di Lindungi Bagaimana Caranya Melindungi Korban Victimologi= IP

Viktimologi Siapa korban? Mengapa Korban Perlu di Lindungi Bagaimana Caranya Melindungi Korban Victimologi= IP yangmempelajari tentang korban

Penologi Apa Tindakan yang tepat Untuk memperlakukan pelaku Bagaimana Tindakan perlakuan terhadap pelaku itu

Penologi Apa Tindakan yang tepat Untuk memperlakukan pelaku Bagaimana Tindakan perlakuan terhadap pelaku itu dapat berlaku Efektif Ilmu Pengetahuan Tentang Perkembangan Pemidanaan dan kebijakan pemidanaan

TEORI PEMIDANAAN

TEORI PEMIDANAAN

Teori Tujuan pemidanaan dalam literatur disebutkan berbeda-beda namun secara subtansi sama. Teori-teori tujuan pemidanaan

Teori Tujuan pemidanaan dalam literatur disebutkan berbeda-beda namun secara subtansi sama. Teori-teori tujuan pemidanaan tersebut pada umumnya ada 3 (tiga) teori yang sering di gunakan dalam mengkaji tentang tujuan permidanaan yaitu: Teori Retributif (absolute) Teori Relatif (Teori Tujuan) Teori integrative (gabungan )

dalam bukunya “Lembaga Pidana bersyarat” terbitan Alumni Bandung Prof. MULADI memberikan nama yang berbeda

dalam bukunya “Lembaga Pidana bersyarat” terbitan Alumni Bandung Prof. MULADI memberikan nama yang berbeda yaitu: Teori Retributif, Teori Teleologis, dan Retributif-teleologis. Pada subtansinya sama dengan teori diatas.

TEORI RETRIBUTIF (ABSOLUT) Teori ini dianggap teori tertua dalam teori tujuan pemidanaan. Teori Retributif

TEORI RETRIBUTIF (ABSOLUT) Teori ini dianggap teori tertua dalam teori tujuan pemidanaan. Teori Retributif memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan. Jadi teori ini berorientasi pada perbuatan dan terjadinya perbuatan itu sendiri Teori retributive mencari dasar pemidanaan dengan memandang masa lampau ( melihat apa yang telah dilakukan oleh pelaku) Menurut teori ini pemidanaan diberikan karena dianggap sipelaku pantas menerimanya demi kesalahanya sehingga pemidanaan menjadi retribusi yang adil dari kerugian yang telah diakibatkan. Oleh karena itu teori ini dibenarkan secara moral.

KARL O CRISTIANSEN MENGIDENTIFIKASI LIMA CIRI POKOK DARI TEORI RETRIBUTIF, YAITU : Tujuan pemidanaan

KARL O CRISTIANSEN MENGIDENTIFIKASI LIMA CIRI POKOK DARI TEORI RETRIBUTIF, YAITU : Tujuan pemidanaan hanyalah sebagai pembalasan Pembalasan adalah tujuan utama dan didalamnya tidak mengandung sarana-sarana untuk tujuan lain seperti kesejahteraan masyarakat Kesalahan moral pemidanaan sebagai satu-satunya syarat untuk Pidana harus sesuai dengan kesalahan dengan pelaku Pidana melihat kebelakang, ia sebagai pencelaan yang murni dan bertujuan tidak untuk memperbaiki, mendidik dan meresosialisasi pelaku

Nigel Walker. Menjelaskan bahwa ada dua golongan penganut teori retributive yaitu: Teori retributif Murni:

Nigel Walker. Menjelaskan bahwa ada dua golongan penganut teori retributive yaitu: Teori retributif Murni: yang memandang bahwa pidana harus sepadan dengan kesalahan. Teori retributif Tidak Murni

TEORI RETRIBUTIF TIDAK MURNI: YANG MANA TEORI INI MASIH DIPECAH MENJADI DUA LAGI YAITU:

TEORI RETRIBUTIF TIDAK MURNI: YANG MANA TEORI INI MASIH DIPECAH MENJADI DUA LAGI YAITU: Penganut Teori Retributif terbatas (The Limiting Retribution). Yang berpandangan bahwa pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan. Yang lebih penting adalah keadaan yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh sanksi dalam hukum pidana itu harus tidak melebihi batas-batas yang tepat untuk penetapan kesalahan pelanggaran. Penganut teori retributive distribusi (retribution in distribution). Penganut teori ini tidak hanya melepaskan gagasan bahwa sanksi dalam hukum pidana harus dirancang dengan pandangan pada pembalasan, namun juga gagasan bahwa harus ada batas yang tepat dalam retribusi pada beratnya sanksi

Teori Relatif (Tujuan) Teori ini berporos pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu: Preventif, Deterrence,

Teori Relatif (Tujuan) Teori ini berporos pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu: Preventif, Deterrence, Reformatif.

TUJUAN PREVENTIF: PEMIDANAAN ADALAH UNTUK MELINDUNGI MASYARAKAT DENGAN MENEMPATKAN PELAKU KEJAHATAN TERPISAH DARI SUATU

TUJUAN PREVENTIF: PEMIDANAAN ADALAH UNTUK MELINDUNGI MASYARAKAT DENGAN MENEMPATKAN PELAKU KEJAHATAN TERPISAH DARI SUATU MASYARAKAT.

TUJUAN DETERRENCE (MENAKUTI): ADALAH UNTUK MENIMBULKAN RASA TAKUT MELAKUKAN KEJAHATAN. TUJUAN INI DIBAGI DALAM

TUJUAN DETERRENCE (MENAKUTI): ADALAH UNTUK MENIMBULKAN RASA TAKUT MELAKUKAN KEJAHATAN. TUJUAN INI DIBAGI DALAM TIGA YAITU: v Tujuan yang bersifat individual yaitu dimaksudkan agar pelaku menjadi jera untuk melakukan kejahatan kembali. v Tujuan Yang bersifat Publik yaitu agar masyarakat lain takut melakukan kejahatan. v Tujuan jangka panjang yaitu agar dapat memelihara keajegan sikap masyarakat terhadap pidana.

TUJUAN REFORMATIF (PERUBAHAN): ADALAH UNTUK MERUBAH POLA PIKIR MASYARAKAT YANG AWALNYA TIDAK TAKUT MENJADI

TUJUAN REFORMATIF (PERUBAHAN): ADALAH UNTUK MERUBAH POLA PIKIR MASYARAKAT YANG AWALNYA TIDAK TAKUT MENJADI TAKUT UNTUK MELAKUKAN KEJAHATAN.

TEORI RELATIF konsepnya adalah: q q Teori Relatif memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan

TEORI RELATIF konsepnya adalah: q q Teori Relatif memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Dalam teori ini munculah tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus yang ditujukan pada pelaku maupun pencegahan umum yang ditujukan pada masyarakat. Menurut teori ini bahwa pidana bukan sekedar untuk melakukan pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan, tetapi lebih dari itu memiliki tujuan yang lebih bermanfaat Pidana ditetapkan bukan karena ada orang yang melakukan kejahatan tetapi agar orang jangan melakukan kejahatan.

MENURUT KARL O CRISTIANSEN ADA BEBERAPA CIRI POKOK DARI TEORI RELATIF YAITU: Tujuan pemidanaan

MENURUT KARL O CRISTIANSEN ADA BEBERAPA CIRI POKOK DARI TEORI RELATIF YAITU: Tujuan pemidanaan adalah pencegahan Pencegahan bukan sebagai tujuan akhir tapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada pelaku saja, misalnya kesengajaan atau kelalaian yang memenuhi sayarat untuk adanya pidana Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuan sebagai alat pencegahan kejahatan Pidana melihat kedepan, atau bersifat prospektif.

Teori Integratif (Gabungan) Pemidanaan mengandung karakter retributivis sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral

Teori Integratif (Gabungan) Pemidanaan mengandung karakter retributivis sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral terhadap tindakan yang salah, Teori ini bercorak ganda: karakter relatif terletak pada tujuan kritik moral tersebut adalah suatu reformasi atau perubahan perilaku si terpidana di kemudian hari.

SEHINGGA DENGAN KONSEP GABUNGAN INI MAKA TEORI INTEGRATIF MENGANGGAP PEMIDANAAN SEBAGAI UNSUR PENJERAAN DIBENARKAN

SEHINGGA DENGAN KONSEP GABUNGAN INI MAKA TEORI INTEGRATIF MENGANGGAP PEMIDANAAN SEBAGAI UNSUR PENJERAAN DIBENARKAN TETAPI TIDAK MUTLAK DAN HARUS MEMILIKI TUJUAN UNTUK MEMBUAT SI PELAKU DAPAT BERBUAT BAIK DIKEMUDIAN HARI.

JENIS SANKSI DALAM HUKUM PIDANA

JENIS SANKSI DALAM HUKUM PIDANA

Sanksi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: Sanksi Pidana Sanksi Tindakan masing-masing memiliki

Sanksi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: Sanksi Pidana Sanksi Tindakan masing-masing memiliki prinsip dan tujuan masing-masing sesuai dengan teori serta filosofis yang dipahaminya. sehingga ditingkat ide dasar keduanya memiliki perbedaan yang fundamental. Keduanya bersumber pada ide dasar yang berbeda. Sanksi pidana bersumber pada ide dasar “ mengapa diadakan pemidanaan? ” sedangkan sanksi tindakan bertolak pada ide dasar: “ Untuk apa diadakan pemidanaan”

BENTUK-BENTUK SANKSI PIDANA YANG BANYAK DITERAPKAN ADALAH PIDANA PENJARA, KURUNGAN DENDA, SEDANGKAN PIDANA MATI

BENTUK-BENTUK SANKSI PIDANA YANG BANYAK DITERAPKAN ADALAH PIDANA PENJARA, KURUNGAN DENDA, SEDANGKAN PIDANA MATI HANYA TERDAPAT PADA BEBERAPA PERUNDANG-UNDANGAN SAJA SEPERTI UNDANG-UNDANG NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DLL.

PENCANTUMAN JENIS PIDANA DAPAT DIIDENTIFIKASIKAN DALAM SETIAP PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA, BAIK YANG BERKUALIFIKASI TINDAK PIDANA

PENCANTUMAN JENIS PIDANA DAPAT DIIDENTIFIKASIKAN DALAM SETIAP PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA, BAIK YANG BERKUALIFIKASI TINDAK PIDANA UMUM MAUPUN TINDAK PIDANA KHUSUS. DEMIKIAN JUGA BENTUK PERUNDANG-UNDANGAN YANG SUBSATNSINYA ADALAH PERUNDANGAN ADMINISTRASI CONTOHNYA PERLINDUNGAN KONSUMEN, PABEAN, DSB.

DARI KENYATAAN TERSEBUT DIATAS TERNYATA BAHWA SANKSI PIDANA SELAMA INI DALAM PRODUK KEBIJAKAN LEGISLASI

DARI KENYATAAN TERSEBUT DIATAS TERNYATA BAHWA SANKSI PIDANA SELAMA INI DALAM PRODUK KEBIJAKAN LEGISLASI MASIH DIJADIKAN “SANKSI UTAMA”. KARENA BANYAKNYA PRODUK PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA YANG MEMUAT SANKSI PIDANA MENUNJUKKAN BAHWA TINGKAT PEMAHAMAN PARA LEGISLATOR TERHADAP MASALAH-MASALAH PIDANA DAN PEMIDANAAN MASIH TERBATAS.

PEMAHMAN LEGISLATOR MENGENAI JENIS SANKSI PIDANA MASIH BANYAK DIPENGARUHI OLEH PANDANGAN LAMA YANG MENEGASKAN

PEMAHMAN LEGISLATOR MENGENAI JENIS SANKSI PIDANA MASIH BANYAK DIPENGARUHI OLEH PANDANGAN LAMA YANG MENEGASKAN BAHWA SETIAP ORANG YANG TELAH MELAKUKAN KEJAHATAN HARUS DIBALAS DENGAN PIDANA YANG SETIMPAL.