WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN NASIONALISME GUNA MEWUJUDKAN
WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN NASIONALISME GUNA MEWUJUDKAN INTEGRASI BANGSA
PENGERTIAN �Kata ”wawasan” berasal dari ”wawas” (bahasa Jawa) yang artinya melihat atau memandang. Penambahan akhiran ”an”, kata ini secara harfiah berarti : cara penglihatan atau cara tinjau atau cara pandang. �Dalam Bahasa Inggris, kata “Kebangsaan” disebut dengan “Nationality”. Kebangsaan pasti akan terkait dengan “Nasionalisme”. Berbicara nasionalisme tentu sangat berkait dengan dua konsep penting, yakni “Negara” (nation) dan “Bangsa” (state).
DASAR Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 ikrar tentang satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air INDONESIA PROKLAMASI 17 Agustus 1945 Nation State
Konsepsi kebangsaan “Bhineka Tunggal Ika” merupakan salah satu senyawa dari ideologi Bangsa Indonesia, PANCASILA cerminan betapa Indonesia menghargai & menghormati perbedaan, keragaman & kemajemukan dalam kerangka persatuan dan kesatuan Indonesia “Founding Father” Bangsa Indonesia sangat menyadari bahwa bangsa ini terbentuk karena persamaan nasib, persamaan sejarah, dan persamaan perjuangan. Artinya, persamaan inilah yang mendorong terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jadi, bukan persamaan etnis, suku, agama, dan golongan.
• Dalam konteks inilah, semangat kebangsaan yang menghargai perbedaan, kemajemukan, pluralisme dan keanekaragaman harus dijunjung tinggi dan ditanamkan secara simultan kepada anak cucu generasi penerus bangsa Indonesia agar supaya mereka menyadari hakekat bangsa Indonesia yang luas dan bervariasi ini. • Hal ini sangat penting mengingat saat ini ada kecenderungan dikalangan generasi penerus bangsa Indonesia mulai menipis semangat kebangsaan dan bahkan tidak tahu makna dan hakekat dari “perbedaan dalam kesatuan” yang dilahirkan oleh bapak pendiri bangsa Indonesia ini. Maraknya konflik politik, kekerasan kolektif dan kerusuhan massal yang terjadi di Indonesia pada penghujung abad 20 ini telah mengindikasikan mulai menguatnya gejala disintegrasi bangsa yang bermuara pada gerakan-gerakan separatisme secara sporadis dibeberapa daerah di Indonesia.
Berdasarkan pengertian tentang wawasan dan kebangsaan, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian wawasan kebangsaan adalah cara pandang suatu bangsa yang telah menegara tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang serba terhubung (melalui interaksi dan interelasi) dan dalam pembangunannnya di lingkungan nasional (termasuk lokal dan propinsional), regional, dan global. PEMBABAKAN SEJARAH KEBANGSAAN INDONESIA • Kebangsaan Gel Pertama : Kebangkitan Nasional 1908 • Kebangsaan Gel Kedua : Sumpah Pemuda 1928 • Kebangsaan Gel Ketiga : Kemerdekaan 1945 • Kebangsaan Gel Keempat : Orde Baru 1966 • Kebangsaan Gel Kelima : Lahirnya Orde Reformasi
NASIONALISME • Menurut Gooch[1], nasionalisme adalah merupakan kesadaran diri suatu bangsa. Nasionalisme adalah ikatan emosional dan refleksi hakiki antar entitas dalam suatu bangsa. Nasionalisme telah berkembang sejak akhir abad ke-18. • Menurut Greenfeld dan Chirot[2], istilah nasionalisme mengacu pada seperangkat gagasan dan sentimen yang membentuk kerangka konseptual tentang identitas nasional yang sering hadir bersama dengan berbagai identitas lain seperti okupasi, agama, suku, linguistik, teritorial, kelas, gender, dan lain-lain. • Menurut Emerson[4], nasionalisme merupakan konsep yang dimuncul sebagai tanggapan terhadap kekuatan yang datang dari Barat. Kolonialisme Barat terhadap negara-negara sedang berkembang pada abad ke-17 sampai dengan abad ke-20 telah menstimulan munculnya semangat dan rasa nasionalisme dikalangan komunitas masyarakat dari negara sedang berkembang dalam rangka melakukan perlawanan perjuangan melawan penjajah. Pendapat Gooch ini dikutip dari L. L. Snyder, The Dynamic of Nasionalism, (Princeton : D. Van Nostrand Co. Inc. ), hlm. 25. L. Greenfeld dan D. Chirot, “Nasionalisme and Agression” , dalam Theory and Society, 23 (1) 1994, hlm. 79 – 130. [3] A. M. Alonso, “The Politics of Space, Time, and Substance : State Formation, Nationalism, and Ethnicity”, dalam Annual Review of Anthroplogy, 23, 1994, hlm. 379 – 405. [4] R. Emerson, From Empire to Nation, (Cambridge : Harvard University Press, 1967), hlm. 188 [5] E. Kedourie, Nationalism, (London : Hutchinson University Library, 1996), hlm. 9 [1] [2]
KONDISI KEBANGSAAN INDONESIA Kondisi Ideologi Mulai lunturnya semangat dan keyakinan akan jiwa Pancasila di sebagian besar rakyat Indonesia. Pemahaman terhadap ideologi Pancasila hanya sebatas pada penghafalan, namun belum pada tataran implementasi dan pengamalan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Bahkan ada upaya-upaya dari beberapa pihak untuk menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi lain. Kondisi Politik Munculnya berbagai gejala beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI atau gejala disintegrasi dan separatisme, seperti di Aceh, Papua, dan Riau merupakan gambaran Nasionalisme bangsa yang semakin menipis. Selain itu, tidak terciptanya konsensus nasional antar elit yang kemudian berakibat pada terfragmentasinya kekuatan politik dan sebagian demonstrasi mahasiswa yang sudah tidak murni lagi memperjuangkan rakyat merupakan gambaran umum kondisi carut marutnya perpolitikan bangsa.
Kondisi Ekonomi Krisis ekonomi regional yang kemudian merembet ke Indonesia telah menghancurkan sendi-sendi dasar perekonomian Indonesia sehingga menciptakan berbagai permasalahan seputar kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan pendapatan. Masuknya IMF, bercokolnya perusahaan asing, privatisasi terhadap BUMN, penjualan asset strategis bangsa, disusul dengan Capital flight dan hancurnya sistem perbankan merupakan sedikit gambaran kondisi ekonomi bangsa Indonesia yang sedang dalam krisis. Kondisi Sosial-Budaya Semangat gotong royong dan tenggang rasa yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia telah mengalami penggerogotan oleh nilai individualisme Barat sehingga sangat mempengaruhi gaya hidup dan pola hidup bangsa Indonesia, terutama kaum mudanya. Budaya pop (Pop culture) telah berhasil menggantikan budaya timur (Rest culture). Budaya lokal-nasional telah tergusur oleh proyek ”uniformisasi budaya” global Barat.
Kondisi Pertahanan-Keamanan Adanya embargo persenjataan oleh AS telah melemahkan sistem pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia sehingga membuat TNI agak kesulitan dalam melengkapi dirinya dengan peralatan yang dibuthkan, dihadapkan kepada luasnya wilayah yang harus dijaga yakni keseluruhan integritas wilayah Indonesia. Hal ini dapat dicontohkan dengan masuknya enam pesawat udara militer AS di Pulau Bawean tahun lalu yang tidak bisa dicegah oleh TNI. Selain itu, pencurian atas kekayaan laut oleh negara asing juga sulit diantisipasi oleh TNI. Keterbatasan anggaran pertahanan juga menjadi salah satu hal yang ikut melemahkan kehandalan kinerja TNI.
INTEGRASI Integrasi adalah proses mempersatukan masyarakat, yang cenderung membuatnya menjadi suatu BANGSA yang harmonis, yang didasarkan pada tantangan yang oleh anggota – anggotanya dianggap sama.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI KEBANGSAAN INDONESIA Eksternal • Yang dimaksud faktor eksternal adalah faktor penyebab yang berasal dari luar, yakni adanya penetrasi asing berupa globalisasi. • Menurut Anthony Giddens (1999)[1], globalisasi telah melahirkan ruang sosio -kultural yang spektakuler dalam hubungan antar bangsa dan interkoneksi yang melampaui batas-batas geografis dan kedaulatan negara. Dalam kaitan ini, penetrasi globalisasi membawa tiga dampak siginfikan. • Pertama, mulai meluntur dan mengendurnya ikatan-ikatan negara bangsa sebagai hasil dari pergulatan antara kedaulatan negara versus kapitalisme global. • Kedua, pola “tekanan ke bawah”. Artinya, globalisasi telah membuka katub peluang bagi bangkitnya identitas budaya lokal (local culture) yang selama ini sedang terbuai oleh kemasan ikatan nasionalisme budaya yang didasarkan pada negara bangsa. • Ketiga, pola “desakan ke samping”. Artinya, kecenderungan penetrasi globalisasi telah menciptakan domain ekonomi dan kultural baru yang melintasi batas-batas negara bangsa yang selama ini ada.
• Jika dilihat lebih mendalam, pola-pola penetrasi globalisasi ini menimbulkan suatu paradoks. Disatu sisi, globalisasi melakukan gerak meluas ke wilayah global melalui teknologi komunikasi dan informasi. Namun di sisi lain, globalisasi telah menstimulan tumbuhnya identitas-identitas lokal yang primordial. Meskipun begitu, yang perlu diwaspadai adalah proses uniformitas nilai yang mengarah pada hegemoni budaya. • Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola pentrasi asing yang dibungkus dalam kemasan globalisasi telah menimbulkan distorsi ekonomi yang ditandai dengan kemiskinan, kesenjangan, dan ketimpangan, distorsi politik yang ditandai dengan konflik, kekerasan dan kerusuhan berbau SARA, yang kemudian mengarah pada gejala disintegrasi bangsa atau gerakan separatisme. Tiadanya filter yang kuat dari bangsa Indonesia telah mendorong globalisasi direspon secara parsial oleh kelompok-kelompok etnis tertentu untuk memisahkan diri dari Bangsa Indonesia. Internal • Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam, yakni gerakan etnisitas yang muncul karena dampak dari penetrasi asing dan globalisasi
UPAYA MENINGKATKAN WAWASAN KEBANGSAAN “Revitalisasi Wawasan Kebangsaan” • Revitalisasi wawasan kebangsaan bisa dimaknai menghidupkan kembali “ruh” wawasan kebangsaan dalam kondisi masyarakat dewasa ini yang diwarnai oleh arus globalisasi dan modernisasi. Apabila pada masa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, hal itu dituangkan secara eksplisit dalam bentuk Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, maka pada masa kemerdekaan ini seharusnya wawasan kebangsaan dituangkan dalam struktur dan kultur kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Artinya, konsepsi wawasan kebangsaan bukan hanya sekedar rumusan ideologi yang berfungsi sebagai slogan atau jargon belaka, akan tetapi harus dituangkan, dimaknai dan diimplementasikan dalam interaksi sosial di masyarakat.
• Oleh karena itu, berbagai kegiatan pendidikan, pelatihan, pengkajian, penelitian, dan lokakarya untuk mendeseminasikan serangkaian nilai-nilai yang terkandung dalam konsepsi Sumpah Pemuda mutlak harus dilakukan agar supaya timbul kesadaran masyarakat akan pentingnya wawasan kebangsaan dalam kerangka menghadapi “Perang Modern”. • Berbagai program aksi atau action programm perlu dilakukan secara sinergis oleh berbagai stake holders bangsa Indonesia untuk menginternalisasi konsepsi Sumpah Pemuda kepada generasi penerus bangsa, baik di lembaga pendidikan seperti pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, maupun di lembaga pendidikan non formal yang ada di dalam masyarakat.
• Rekonsiliasi nasional, yang sangat penting dibutuhkan demi pemulihan krisis multidimensi, hanya bisa terwujud apabila dikerangkai oleh semangat revitalisasi wawasan kebangsaan yang di dalamnya mengandung nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme. Pembangunan karakter bangsa harus difokuskan pada pembentukan jiwa-jiwa nasionalisme dan patriotisme bangsa yang berbasis spiritual. Spiritual adalah ruh dan jati diri yang akan selalu memberikan senyawa kepemimpinan, ketauladanan dan kepatuhan dalam menata ulang masyarakat Indonesia ditengah jebakan “Perang Modern”. • Pemberdayaan dan sinergi antar komponen masyarakat merupakan modal yang sangat ampuh dan perlu dilembagakan dalam rangka membangun semangat wawasan kebangsaan dan menghadapi musuh bersama bangsa Indonesia yang termanifestasikan dalam “Perang Modern”. fokus diarahkan pada tiga pilar pembangunan, yakni ”State Building, Nation Building, dan Character Building”.
- Slides: 17