Validasi Skala Untuk mengetahui apakah skala mampu menghasilkan

  • Slides: 34
Download presentation
Validasi Skala

Validasi Skala

 • Untuk mengetahui apakah skala mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan

• Untuk mengetahui apakah skala mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu proses pengujian validitas atau validasi. • Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, aitem -aitem yang telah diseleksi berdasarkan koefisien aitem total akan mendukung reliabilitas skala, namun hal itu tidak berarti bahwa skalanya akan dinyatakan valid dengan sendirinya.

 • Substansi yang terpenting dalam validasi skala psikologi adalah membuktikan bahwa struktur seluruh

• Substansi yang terpenting dalam validasi skala psikologi adalah membuktikan bahwa struktur seluruh Aspek Keperilakuan, Indikator Keperilakuan, dan Aitem-aitemnya memang membentuk suatu konstrak yang akurat bagi atribut yang diukur. • Karena identifikasi tujuan ukur sebagai langkah pertama dalam penyusun skala dimaksudkan untuk membangun konstrak teoritik yang tepat, maka skala yang disusun berdasarkan kawasan (domain) ukur yang teridentifikasi dengan baik dan telah dibatasi dengan jelas, secara teoritik pun akan valid.

 • Sejak awal proses penyusunan skala, relevansi aitem dengan indikator keperilakuan dengan tujuan

• Sejak awal proses penyusunan skala, relevansi aitem dengan indikator keperilakuan dengan tujuan ukur sebenarnya sudah dapat dievaluasi lewat nalar da akal sehat (common sense) yang mampu menilai apakah isi skala memang mendukung konstrak teoritik yang diukur, dan karenanya dinyatakan layak untuk digunakan mengungkap atribut sebagaimana yang dikehendaki oleh perancangnya. • Meskipun begitu, pembuktian secara empirik mengenai validitas konstrak skala yang bersangkutan masih harus dilakukan.

 • Sejak awal proses penyusunan skala, relevansi aitem dengan indikator keperilakuan dengan tujuan

• Sejak awal proses penyusunan skala, relevansi aitem dengan indikator keperilakuan dengan tujuan ukur sebenarnya sudah dapat dievaluasi lewat nalar da akal sehat (common sense) yang mampu menilai apakah isi skala memang mendukung konstrak teoritik yang diukur, dan karenanya dinyatakan layak untuk digunakan mengungkap atribut sebagaimana yang dikehendaki oleh perancangnya. • Meskipun begitu, pembuktian secara empirik mengenai validitas konstrak skala yang bersangkutan masih harus dilakukan.

 • Jamie De. Coster (2000) dan Alternatif (2007) mengatakan bahwa validitas konstrak sendiri

• Jamie De. Coster (2000) dan Alternatif (2007) mengatakan bahwa validitas konstrak sendiri dapat diartikan sejauhmana definisi operasional (dalam bentuk indikator keperilakuan) memang mencerminkan konstrak yang hendak diukur. • Validitas konstrak meliputi beberapa tipe dan prosedur, yaitu Content Validity, Face Validity, Predictive Validity, Concurrent Validity, Convergent Validity, dan Dicriminant Validity (Anzman, 2009). Berikut adalah beberapa prosedur validitas skala psikologi untuk menguji beberapa di antara tipe validitas tersebut, yang biasa dilakukan.

Validitas Isi • Seperti disebutkan di atas, relevansi aitem dengan indikator keperilakuan dengan tujuan

Validitas Isi • Seperti disebutkan di atas, relevansi aitem dengan indikator keperilakuan dengan tujuan ukur sebenarnya sudah dapat dievaluasi lewat nalar dan akal sehat (common sense) yang mampu menilai apakah isi skala memang mendukung konstrak teoritik yang diukur. • Proses ini disebut dengan validasi logik (logical) sebagai bagian dari validasi isi.

 • Keputusan akal sehat mengenai keselarasan atau relevansi aitem dengan tujuan ukur skala

• Keputusan akal sehat mengenai keselarasan atau relevansi aitem dengan tujuan ukur skala tidak dapat didasarkan hanya pada penilaian penulis soal sendiri, tapi juga memerlukan kesepakatan penilaian dari beberapa penilai yang kompeten (expert judgement) (Straub, 1989 dalam Straub et al. , 2004).

 • Tentu tidak diperlukan kesepakatan penuh (100%) dari semua penilai untuk menyatakan bahwa

• Tentu tidak diperlukan kesepakatan penuh (100%) dari semua penilai untuk menyatakan bahwa suatu aitem adalah relevan dengan tujuan ukur skala. • Apabila sebagian besar penilai sepakat bahwa suatu aitem adalah relevan, maka aitem tersebut dinyatakan sebagai aitem yang layak mendukung validitas isi skala.

 • Pilihan a adalah favorabel, yaitu mengandung isi yang mendukung indikator keperilakuan, sehingga

• Pilihan a adalah favorabel, yaitu mengandung isi yang mendukung indikator keperilakuan, sehingga subjek yang memilih a akan mendapat skor 1 sedangkan subjek yang memilih b tidak mendapat skor karena pilihan b tidak mendukung indikator keperilakuan. • Lebih lanjut, pilihan a akan mendukung aspek keperilakuannya yaitu ‘Merasa dominan’ yang dalam konstraknya merupakan bagian penting dari sifat agresif yang diukur.

 • Dengan melihat keselarasan dan relevansi antara pilihan favorabel yang disediakan dengan indikator

• Dengan melihat keselarasan dan relevansi antara pilihan favorabel yang disediakan dengan indikator keperilakuannya dapat dievaluasi bahwa aitem yang bersangkutan adalah relevan dengan indikatornya. • Bila para penilai umumnya berpendapat sama, maka proses validasi aitem tersebut selesai.

 • Aiken (1985) telah merumuskan formula Aiken’s V untuk menghitung content-validity coefficient yang

• Aiken (1985) telah merumuskan formula Aiken’s V untuk menghitung content-validity coefficient yang didasarkan pada hasil penilaian panel ahli sebanyak n orang terhadap suatu aitem mengenai sejauh mana aitem tersebut mewakili konstrak yang diukur. • Penilaian dilakukan dengan cara memberikan angka antara 1 (yaitu sangat tidak mewakili atau sangat tidak relevan) sampai dengan 5 (yaitu sangat mewakili atau sangat relevan).

Rasio Validitas Isi Lawshe’s CVR • Lawshe (1975) merumuskan Content Validity Ratio (CVR) yang

Rasio Validitas Isi Lawshe’s CVR • Lawshe (1975) merumuskan Content Validity Ratio (CVR) yang dapat digunakan untuk mengukur validitas isi aitem-aitem berdasarkan data empirik. • Dalam pendekatannya ini sebuah panel yang terdiri dari para ahli yang disebut Subjek Matter Experts (SME) diminta untuk menyatakan apakah aitem dalam skala sifatnya esensial bagi operasionalisasi konstrak teoritik skala yang bersangkutan. • Aitem dinilai esensial bilamana aitem tersebut dapat mempresentasikan dengan baik tujuan pengukuran.

Validitas Faktorial • Pengujian validitas konstrak melalui prosedur statistika multivariat yang disebut Analisis Fakor

Validitas Faktorial • Pengujian validitas konstrak melalui prosedur statistika multivariat yang disebut Analisis Fakor memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai Statistika. • Analisis Faktor merupakan kumpulan prosedur matematik yang kompleks guna menganalisis saling hubungan di antara variabel-variabel dan menjelaskan saling hubungan tersebut dalam bentuk kelompok variabel yang terbatas yang disebut faktor. • Oleh karena itu validitas yang ditegakkan melalui prosedur analisis faktor disebut sebagai validitas faktorial (factorial validity).

 • Pada dasarnya, adanya koefisien korelasi yang tinggi di antara distribusi skor dua

• Pada dasarnya, adanya koefisien korelasi yang tinggi di antara distribusi skor dua skala menunjukkan bahwa kedua skala tersebut mengukur satu faktor yang sama. • Pada Tabel 8. 1 nampak Skala A dan Skala B mengukur satu faktor yang sama, begitu juga Skala C dan Skala D. • Antara faktor yang diukur oleh sakal A dan Skala B dengan faktor yang diukur oleh Skala C dan Skala D tidaklah sama dikarenakan tidak adanya korelasi antara keduanya yang diperhatikan oleh koefisien korelasi sebesar 0, 00 dalam matriks korelasi termaksud.

 • Dari segi praktis, apabila kita bermaksud mengukur faktor yang diungkap oleh Skala

• Dari segi praktis, apabila kita bermaksud mengukur faktor yang diungkap oleh Skala A dan Skala B misalnya, kita tidak perlu menggunakan kedua skala tersebut tetapi cukup memakai salah satunya saja karena keduanya mengukur hal yang sama. • Logika semacam itu akan mudah diterapkan bila hanya ada beberapa skala yang dianalisis korelasinya dan koefisien korelasi di antara skala termaksud tampak jelas tinggi-rendahnya sebagaimana dicotohkan dalam Tabel 8. 1, namun bila terdapat banyak skalayang terlibat dalam analisis sedangkan matriks koefisien korelasinyapun tidak sederhana untuk diinterprestasikan, maka perlulah menggunakan prosedur analisis faktor.

 • Dalam prosedur analisis faktor, suatu skala yang skornya dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu

• Dalam prosedur analisis faktor, suatu skala yang skornya dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu disebut sebagai skala yang memiliki muatan faktor (factor loading) yang tinggi. • Muatan faktor merupakan indeks yang arti dan besarnya mirip dengan koefisien korelasi. Bila faktor-faktor tidak berkorelasi satu sama lain maka muatan faktor bukanlah koefisien korelasi akan tetapi seringkali diinterpretasikan seakan-akan koefisien korelasi.

 • Tabel 8. 2 memperlihatkan satu contoh matriks korelasi di antara enam buah

• Tabel 8. 2 memperlihatkan satu contoh matriks korelasi di antara enam buah skala yang mengukur atribut Kepemimpinan (leadership). • Tiga di antaranya berupa skala yang mengungkap Kreativitas (CREATIVE) sedangkan tiga yang lain berupa skala yang mengungkap Asertivitas (ASSERT). • Ketiga skala yang mengukur Kreativitas diberi nama CREATIVE-1, CREATIVE-2, dan CREATIVE-3. Tiga skala lain yang mengungkap Asertivitas diberi nama ASSERT-1, ASSERT-2, dan ASSERT-3.

 • Dalam matriks Tabel 8. 2, koefisien korelasi setiap skala dengan dirinya sendiri

• Dalam matriks Tabel 8. 2, koefisien korelasi setiap skala dengan dirinya sendiri dicantumkan sebesar 1, 00 sedangkan angka lainya merupakan koefisien korelasi di antara skala yang berbeda. • Tampaklah bahwa matriks yang terjadi tidak lagi sederhana dan karenanya menghendaki analisi faktor memberikan hasil komputasi muatan faktor dari keenam Skala Kepemimpinan tersebut yang disajikan dalam Tabel 8. 3.

 • Dari Tabel 8. 3 bahwa keenam skala tersebut pada dasarnya mengukur dua

• Dari Tabel 8. 3 bahwa keenam skala tersebut pada dasarnya mengukur dua faktor yang tidak berkorelasi satu sama lain. • Skala CREATIVE kesemuanya memiliki muatan yang relatif tinggi pada faktor 1 dan muatan yang rendah pada faktor 2. Oleh karena itu, faktor 1 dapat dinamakn sebagai Faktor Kreativitas. • Skala ASSERT-2 dan skala ASSERT-3 memiliki muatan yang relatif tinggi pada faktor 2 dan muatan yang rendah pada faktor 1, sedangkan skala ASSERT-1 tampaknya hanya berisi muatan yang rendah pada kedua faktor tersebut.

 • Oleh karenanya, faktor 2 dapat disebut sebagai Faktor Asertivitas. • Dengan demikian

• Oleh karenanya, faktor 2 dapat disebut sebagai Faktor Asertivitas. • Dengan demikian prosedur analisis faktor telah menganalisis interkorelasi di antara keenam Skala Kepemimpinan dan mereduksinya menjadi hanya dua faktor.

 • Prosedur yang lebih lengkap untuk melakukan validasi faktorial menghendaki disertakannya satu set

• Prosedur yang lebih lengkap untuk melakukan validasi faktorial menghendaki disertakannya satu set skala lain yang telah terbukti berfungsi dalam mengukur faktor yang bersangkutan. • Skala termaksud disebut sebagai maker test yang seakan-akan menjadi kriteria bagi ada tidaknya validitas skala yang sedang diuji. • Skala yang divalidasi akan dikatakan sebagai memiliki validitas faktorial yang baik apabila menunjukkan muatan faktor yang relatif tinggi sebagaimana muatan pada marker test.

 • Adanya validitas faktorial yang baik juga diperlihatkan oleh rendahnya muatan faktor bagi

• Adanya validitas faktorial yang baik juga diperlihatkan oleh rendahnya muatan faktor bagi skala yang divalidasi pada faktor yang tidak diungkap oleh marker test. • Pengertian ini dapat dianalogikan dengan pengertian validitas konvergen dan validitas diskriminan yang akan dibicarakan berikut.

Terima kasih

Terima kasih