Ulumul Quran Pontianak 9 Maret 2015 Dr H

  • Slides: 168
Download presentation
Ulumul Qur’an Pontianak, , 9 Maret 2015 Dr. H. Hasbullah Diman, Lc. MA n

Ulumul Qur’an Pontianak, , 9 Maret 2015 Dr. H. Hasbullah Diman, Lc. MA n Pertama : Pengantar Ulumul Qur’an Pengatar Mata Kuliah Qawa’id Tafsir a. Pengertian Ilumul Qur’an a. Pengertian Tafsir dan Ta’wil ? b. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Al-Qur’an Pertama : Pengantar Ulumul Qur’an b. Definisi Qawa’id, Tafsir, Qawaid Tafsir ? c. Perbedaan Qawaid Tafsir, Qawaid Lughah dan Qawa’id Ushul ? a. Pengertian Ilumul Qur’an d. Metodologi, Mazhab serta Corak b. Sejarah dan Perkembangan Penafsiran dan Macam-macam Kaidah Tafsir. Ilmu Al-Qur’an 1

Pengantar Kaidah Tafsir ( Qawa’id Tafsir ) n Pengantar Studi Kaidah Tafsir a. Apa

Pengantar Kaidah Tafsir ( Qawa’id Tafsir ) n Pengantar Studi Kaidah Tafsir a. Apa yang Anda Pahami dengan Kaidah Tafsir ? b. Apa yang Anda Pahami dengan Kaidah dan Apa itu Tafsir ? c. Dan apa maksud dengan Kaidah Tafsir ? Jakarta, 9 September 2015 Dr. H. Hasbullah Diman, Lc. MA 2

Pengatar Kaidah Tafsir n Mempelajari Al-Qur’an bagi Muslim merupakan salah satu aktivitas terpenting, bahkan

Pengatar Kaidah Tafsir n Mempelajari Al-Qur’an bagi Muslim merupakan salah satu aktivitas terpenting, bahkan Rasulullah SAW, telah menyatakan, bahwa : ﻭﻋﻣﻪ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﺗﻌﻡ ﻣﻦ ﺧﻴﺮﻛﻢ n n “ Sebaik-baik kamu adalah siapa yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya “. ( HR. Bukhari) 3

Al-Qur’an n Al-Qur’an Adalah Kitab yang memancarkan darinya aneka ilmu keislaman. Karena kitab suci

Al-Qur’an n Al-Qur’an Adalah Kitab yang memancarkan darinya aneka ilmu keislaman. Karena kitab suci itu mendorong untuk melakukan pengamatan dan penelitian. Dalam kontek itulah, lahirlah usaha untuk memahaminya, lalu usaha dan hasil usaha itu, membuahkan anaeka disiplin ilmu dan pengetahuan baru yang sebelumnya belum dikenal atau terungkap. 4

Definisi Kaidah n Teks Arabnya 6

Definisi Kaidah n Teks Arabnya 6

Kaidah Tafsir Kata Kaidah menurut Kamus, diartikan “ Rumusanrumusan/asas-asas yang menjadi hukum atau aturan

Kaidah Tafsir Kata Kaidah menurut Kamus, diartikan “ Rumusanrumusan/asas-asas yang menjadi hukum atau aturan tertentu, patokan, dalil. n Dalam Bahasa Arab : Kata ( ﻗﺎﻋﺪﺓ )Qa’idah diartikan “asas/pondasi “. Jika diakitkan dengan bangunan , dan ia bermakna “tiang”, jika dikaitkan dengan kemah atau rumah. n Sedangkan Tafsir, secara Bahasa : mengikuti wazan Taf’il yang memiliki arti, menjelaskan, menyingkap dan menampakkan, atau menerangkan makna yang abstrak. 7 n

Menurut Istilah Ulama ? Menurut Syarif Al-Jurjani (1339 -1413 M) dalam Kitab al-Ta’rifat mendefinisakan,

Menurut Istilah Ulama ? Menurut Syarif Al-Jurjani (1339 -1413 M) dalam Kitab al-Ta’rifat mendefinisakan, Kaidah Tafsir Adalah : ( ﺟﺰﺋﻴﺘﻬﺎ ﺟﻤﻴﻊ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻄﺒﻘﺔ ﻛﻠﻴﺔ ﻗﻀﻴﺔ ) “ Rumusan yang bersifat kully (menyeluruh), mencakup semua bagian-bagiannya “. Ada juga yang mendefisikan, bahwa kaidah tafsir adalah : “ Ketentuan umum yang dengannya diketahui ketentuan-ketentuan menyangkut rincian “. Kedua definisi di atas, menggarisbawahi bahwa kaidah 8 mencakup semua bagian-bagiannya. n

Contoh-contoh n Contoh kaidah Tafsir secara kebahasaan, dalam kaitannya dengan ayat al-Qur’an kita bisa

Contoh-contoh n Contoh kaidah Tafsir secara kebahasaan, dalam kaitannya dengan ayat al-Qur’an kita bisa dapatkan dalam Firman Allah SWT QS. al-A’raf [ 7] : 56 ﺍﻳ n ﺍﻟﻠ ﻳ n Kalau mengikuti kaidah kebahasaan yang populer, maka kata qarib ( ) ﻗﺮﻳ seharusnya qariba[un] ( ) ﻗﺮﻳﺒ , karena ia mensifati kata rahmat ( ) ﺭﺣﻤ , sebab menurut kaidah sifat/adjektif mengikuti keadaan yang disifatinya. Bila yang disifati feminim, maka sifatnya harus menggunakan bentuk feminim juga. Kalau tunggal , bentuk sifatnya juga tunggal. Demikian seterusnya. Namun demikian, dari awal telah ditegaskan, bahwa kaidah bahasa Arab telah dirumuskan jauh setelah turunnya al-Qur’an, sehingga setiap ditemukan ayat yang berbeda dengan kaidah bahasa Arab, maka al-Qur’an tidak dapat dipersalahkan. maka itulah adalah perumus kaidah yang tidak mampu merumuskan 9 merumuskan kaidah yang dapat mencakup segala bagian-bagiannya.

Pengertian Tafsir, Ta’wil n Secara Bahasa : mengikuti wazan Taf’il yang memiliki arti, menjelaskan,

Pengertian Tafsir, Ta’wil n Secara Bahasa : mengikuti wazan Taf’il yang memiliki arti, menjelaskan, menyingkap dan menampakkan, atau menerangkan makna yang abstrak. 10

Definisi Lain Tafsir secara bahasa mengikuti wazan taf'il, keduanya berasal dari akar bahasa, yaitu

Definisi Lain Tafsir secara bahasa mengikuti wazan taf'il, keduanya berasal dari akar bahasa, yaitu : n Pertama : Berasal adari akar kata " al-Fasr ( )ﺍﻟﺳ yang artinya al-bayan ( ﺍﻟﺒﻴﺎﻥ ): penjelasan atau keterangan. Kata kerjanya mengikuti wazan ( dharaba, yadhribu, dharban ) atau mengikuti wazan ( nashara, yansuru, nasran ), yang memiliki arti al-ibanah ( ﺍﻹﺑﺎﻧﺔ ): penjelasan. n 11

 Tafsir n Kedua : Berasal dari akar kata " at-Tafsir " mengikuti wazan

Tafsir n Kedua : Berasal dari akar kata " at-Tafsir " mengikuti wazan fa'ala ditambah tasydid pada 'ain fi'ilnya, yang mengikuti wazan ( fassara, yufassiru, tafsiran ) yang mempunyai arti al-Ibana dan al-Kasyfu, yang artinya ; menerangkan atau mengungkap. Dengan demikian, dari dua kata tafsir tersebut, dapat diartikan juga, bahwa tafsir dari akar al-Fasr berarti memiliki kata kasyful Mughatta', yaitu : mengingkap sesuatu yang abstrak. Sedangkan yang berasal dari akar kata at-Tafsir, berarti memiliki kata ( Kasyful Murad anil lafadz al-Musykil ), yang artinya : menyingkap suatu lafazd yang musykil ( pelik ), sebagaimana yang diungkap Al-Qur'an dalam surat Al. Furqan [25]: 33, ( ﻳﺍ ﺍ ﺍ ﻻ ﻻﻭ ) yang artinya : " Tidaklah mereka dating kepadamu ( membawa ), sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan paling beik penjelasannya dan perinciannya ". Maksudnya : paling baik penjelasan dan perinciannya. Diantara kedua bentuk kata tersebut diatas, kata at-Tafsir-lah yang paling banyak digunakan. 12

Teks Bahasa Arab ( definisi Tafsir) 13

Teks Bahasa Arab ( definisi Tafsir) 13

 Secara Istilah Dan tafsir menurut Istilah para Ulama, seperti Al-Imam Zarkasyi mengungkapkan dalam

Secara Istilah Dan tafsir menurut Istilah para Ulama, seperti Al-Imam Zarkasyi mengungkapkan dalam kitabnya, adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhamad SAW, dan menjelaskan makna yang terkandung di dalamnya serta mengungkap hikmah serta hukum-hukum yang terkandung di dalam kitab tersebut. n Menurut Al-Imam As-Suyutti sebagaimana dikutip Abu Hayyan, tafsir adalah ilmu yang membahas prihal al. Qur'an dilihat dari dalil dan tujuan sesuai kehendak Allah SWT dengan batas kemampuan manusia. n 14

Ta’wil n Sedangkan ta'wil secara bahasa berasal dari dua kata " aul " yang

Ta’wil n Sedangkan ta'wil secara bahasa berasal dari dua kata " aul " yang berarti kembali keasal. Dikatakan : ( Ala, yaulu, aulan ). Artinya : kembali kepadanya, Kata ta'wil mengikuti wazan fa'ala ( tasydid ain fi'il ), yaitu awwala, yuawwilu, ta'wilan ), yang memiliki arti memikirkan, memperkirakan dan mentafsirkan. Atas dasar itulah para ulama salaf mempunyai dua pengertian ta'wil, yaitu : 15

n Pertama : Ta'wil artinya tafsirul kalam wa Al-Bayan Ma'nahu, yaitu penafsiran kalam dan

n Pertama : Ta'wil artinya tafsirul kalam wa Al-Bayan Ma'nahu, yaitu penafsiran kalam dan penjelasan artinya ), baik sesuai dengan zhahirnya atau tidak. Dalam hal ini, tafsir dan ta'wil mengandung penegrtian yang sama. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Jarir At-Thabary dalam kitabnya ( Jami’ul Bayan ), maksud kalimat ta'wil adalah ahli tafsir. 16

n Kedua : Ta'wil menurut Ulama Fiqh, ulama Kalam, serta ulama Hadits, adalah :

n Kedua : Ta'wil menurut Ulama Fiqh, ulama Kalam, serta ulama Hadits, adalah : n Artinya : Mengembalikan suatu kata dari yang rajah ( kuat ) kepada arti yang marjuh (tidak kuat), karena adanya dalil yang menyertainya. 17

Perbedaan Tafsir dan Ta’wil Dalam pengertian tafsir dan ta'wil perbedaanpun terjadi di antara para

Perbedaan Tafsir dan Ta’wil Dalam pengertian tafsir dan ta'wil perbedaanpun terjadi di antara para ulama : n Abu Ubaidah dan sebagian yang lain, mengatakan bahwa tafsir dan ta'wil mempunyai arti yang sama. Dan inilah yang terbanyak digunakan ulama terdahulu dan ahli tafsir. n Ar-Raghib Al-Asfahani mengatakan bahwa tafsir lebih umum dari pada ta'wil. n – Bahwa tafsir banyak digunakan pada kata-kata ( lafadz ) – Ta'wil banyak digunakan pada buku-buku tentang ketuhanan ( Kutub Ilahiyah ), sedangkan tafsir bias didapatkan tersebut, dan juga pada buku-buku yang lain. 18

Ibnu Jarir At-Thabary , mengatakan bahwa ta'wil adalah menafsirkan dan menjelaskan. Pengertian ini yang

Ibnu Jarir At-Thabary , mengatakan bahwa ta'wil adalah menafsirkan dan menjelaskan. Pengertian ini yang dimaksudkan beliau dalam kitab tafsirnya dengan kata : " Pendapat tentang ta'wil firman Allah …. Begini …. . dan begitu …. . ". dan kata-kata : Ahli ta'wil berbeda pendapat dengan ayat ini. Jadi yang dimaksud dengan ta'wil disini adalah " tafsir ". n Dan sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa tafsir itu sesuatu yang berhubungan dengan masalah riwayah, sedangkan ta'wil sesuatu yang berhubungan dengan masalah dirayah. n 19

 Kesimpulan n Berdasarkan pada pembahasan di atas tentang makna tafsir dan ta'wil kita

Kesimpulan n Berdasarkan pada pembahasan di atas tentang makna tafsir dan ta'wil kita dapat menyimpulkan pendapat penting di antara sebagaimana berikut : n Apabila kita berpendapat, ta'wil adalah menafsirkan perkataan dan menjelaskan maknannya. Termasuk pengertian ini, do'a rasulullah untuk ibnu Abbas R. a. " Ya. Allah berikanlah kepadanya kemampuan untuk memahami agama dan ajarkanlah kepadannya ta'wil. n Apabila kita berpendapat, ta'wil adalah esensi yang dimaksud dari sesuatu perkataan, maka ta'wil itu adalah thalab ( tuntutan ). n 20

 Keutamaan Tafsir adalah ilmu syar’iat yang paling agung dan paling tinggi kedudukannya. Ia

Keutamaan Tafsir adalah ilmu syar’iat yang paling agung dan paling tinggi kedudukannya. Ia merupakan ilmu yang paling mulia, karena objek pambahasannya adalah firman Allah yang merupakan sumber dari segala hikmah dan ilmu dari segala keutamaan. Tujuan utamanya adalah supaya manusia dapat berpegang teguh pada tali agama allah yang kokoh dan mencapai kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat. 21

 Ilmu Tafsir n Secara Istilah Ilmu Tafsir : Ilmu Yang membahas tentang tata-cara

Ilmu Tafsir n Secara Istilah Ilmu Tafsir : Ilmu Yang membahas tentang tata-cara pengucapan, lafadz-lafadz Al-Qur’an, tentang petunjuknya, hukum-hukum baik ketika cara berdiri sendidri, maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya. n Definisi lain : Ilmu Tafsir adalah : ilmu yang membahas perihal Al-Qur’an dilihat dari dalil dan tujuan 22

Sumber Kaidah Tafsir 1. Disiplin Ilmu Tertentu, seperti ilmu Bahasa (gramtika, sastra ), ilmu

Sumber Kaidah Tafsir 1. Disiplin Ilmu Tertentu, seperti ilmu Bahasa (gramtika, sastra ), ilmu Ushul, Teologi. 2. Kaidah yang dibutuhkan oleh penafsir sebelum melangkah masuk kedalam penafsiran 3. Kaidah Yang ditarik dari sumber langsung dari pengamatan terhadap al-Qur’an, baik yang berkaitan dengan disiplin ilmu tersebut, maupun yang berjalan dengan kaidah-kaidah disiplin ilmu lain. 24

Urgensi Ilmu Tafsir 1. 2. 3. 4. 5. n Mengetahui maksud Al-Qur’an ( ma’na

Urgensi Ilmu Tafsir 1. 2. 3. 4. 5. n Mengetahui maksud Al-Qur’an ( ma’na ) dan penjelasan ayat -ayatnya, serta menyingkap maksud yang tersembunyi serta hukum yang terkandung di dalamnya, untuk mendapatkan maksud yang dikehendaki Allah SWT. Perbaikan keimanan dan mengajarkan iman yang benar. Mengajarkan akhlak yang mulia( Al-Qolam : 4 ), Sesungguhnya engkau ya Muhamad memiliki kahlak yang agung. Penjelasan hukum-hukum. Memperbaiki umat untuk bersatu dengan ukhuwah islamiyah. Lihat h. 64 -65 ( Qawaid Tafsir ). 25

Syarat-Syarat Mufassir 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Menguasai Ilmu Bahasa dengan segala

Syarat-Syarat Mufassir 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Menguasai Ilmu Bahasa dengan segala cabangnya ( Ilmu Nahwu, Sharf, serta Balaghah ) Menguasai Ilmu Ushuludin Mengetahui Ilmu Ushul Fiqh, Mengetahui Asbab Nuzul Mengetahui Nasikh Dan Mansukh Mengetahui Ilmu Qira’at Mengetahui Ilmu Mauhibah. 26

Syarat-syarat Mufassir 1. Ilmu Bahasa dengan segala cabangnya, karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab

Syarat-syarat Mufassir 1. Ilmu Bahasa dengan segala cabangnya, karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab dan pemahaman tentangnya amat tergantung pada penguraian mufradat ( kosa kata ), lafadz-lafadz dan pengertian-pengertian yang ditunjukan menurut letak kata-kata dalam rangkaian kalimat. Makna suatu kata dalam bahasa arab itu berbeda-beda disebabkan perbedaan I’rabnya. Maka atas dasar ini sangat diperlukan pengetahuan tentang ilmu nahwu ( gramatika ) dan Sharf ( konyugasi ) dan dengan ilmu ini pula akan diketahui bentuk-bentuk kata. Sebuah kata yang masih samar-samar maknanya akan segera jelas dengan mengetahui kata dasar ( masydar ), dan bentuk-bentuk kata turunan ( musytaq ). Demikian juga pengetahuan tentang keistimewaan susunan kalimat dilihat dari segi penunjukan kepada makna, dari segi perbedaan maksud sesuai dengan kejelasan kemudian dari segi keindahan kalimat, yaitu dilihat dari tiga cabang ilmu balaghah ( ma’ani, bayan dan badi’). Semuanya merupakan syarat penting yang harus dimiliki seorang mufassir mengingat ia pun harus memperhatikan atau menyelami kemukjijatan Al-Qur’an. Sedangkan kemukjijatan tersebut hanya dapat 27 diketahui dengan ilmu-ilmu tersebut.

2. Ilmu Ushuludin, yaitu ilmu kalam denganya mampu seorang mufassir mengambil kesimpulan apa-apa yang

2. Ilmu Ushuludin, yaitu ilmu kalam denganya mampu seorang mufassir mengambil kesimpulan apa-apa yang wajib dan yang mustahil bagi Allah SWT, apa-apa yang boleh ( jaiz ) serta yang tidak boleh untuk memahami ayat-ayat yang berhubungan dengan kenabian, hari kebangkitan dan sebagainya dengan pemahaman yang benar. 28

n 3. Ilmu Ushul Fiqh, yaitu dengan ilmu ini mengetahui cara mengambil istinbath hukum

n 3. Ilmu Ushul Fiqh, yaitu dengan ilmu ini mengetahui cara mengambil istinbath hukum dari ayat-ayat serta dalam mengambil keputusan. Dan diketahui dengan ilmu ini, yaitu mengenai ayat-ayat yang masih mujmal ( global ), muthlaq ( netral ), muqayyad ( terikat ), serta mubin ( telah jelas ), atau amm ( umum ) dan khas ( khusus ), atau untuk mengetahui bentuk perintah ( amr ) yang bertujuan baik perintah wajib, mandub atau ibahah atau sebaliknya untuk mengetahui bentuk larangan ( nahyun ) yang bertujuan sebuah larangan atau celaan ( karahah ). 29

n 4. Pengetahuan tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan ulumul-Qur’an, seperti ilmu Qira’at ,

n 4. Pengetahuan tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan ulumul-Qur’an, seperti ilmu Qira’at , karena dengan ini diketahui bagaimana cara pengucapan ( lafadz-lafadz ) Qur’an itu dapat memilih ma’na yang lebih kuat dalam berbagai macam bacaan yang diperkenankan, ilmu tauhid dengan ini juga diharapkan mufassir tidak menta’wilkan ayat berkenaan hak Allah dan sifat-Nya secara melampaui batas hak. Nya, dan ilmu Ushul, terutama ilmu ushul tafsir dengan mendalami masalah-masalah ( kaidah ) yang dapat menjelaskan suatu makna dan meluruskan maksud-maksud al-Qur’an yang dengan asbabnuzul, nasikh-mansukh dan lain sebagainya. 30

n 5. Ilmu Mauhibah, yaitu suatu ilmu yang diberi oleh Allah sebagai tanda ketaqwaan

n 5. Ilmu Mauhibah, yaitu suatu ilmu yang diberi oleh Allah sebagai tanda ketaqwaan dan keikhlasan seseorang 31

Perbedaan-Perbedaan n Kaidah Tafsir : adalah dasar-dasar secara umum yang mengantarkan kepada makna yang

Perbedaan-Perbedaan n Kaidah Tafsir : adalah dasar-dasar secara umum yang mengantarkan kepada makna yang dimaksud. n Sedangkan Tafsir : adalah penjelasan makna yang didasarkan pada kaidah-kaidah tafsir tersebut. 32

Perbedaan Kaidah Tafsir dengan Ulumul Qur’an n Kaidah Tafsir bagian dari ilmu al-Qur’an, karena

Perbedaan Kaidah Tafsir dengan Ulumul Qur’an n Kaidah Tafsir bagian dari ilmu al-Qur’an, karena ilmu al-Qur’an bagian dari ilmu-ilmuyang berkaitan dengan al-Qur’an dari berbagai dasar, baik kaidah tafsir maupun, kaidah lainnya. 33

Perbedaan antara Kaidah Tafsir, Kaidah Ushul dan Kaidah Lughah Kaidah Tafsir adalah membahas tentang

Perbedaan antara Kaidah Tafsir, Kaidah Ushul dan Kaidah Lughah Kaidah Tafsir adalah membahas tentang firman Allah berdasarkan kaidah-kaidah yang membantu kepada pemahaman maksud-Nya. n Kaidah Ushul adalah kaidah yang mempelajari terkait fiqh yang berdasarkan dalil-dali kaidah ushul, ijtihad, yang terkait dengan pemahamannya. n Kaidah Lughah adalah yang mempelajari tentang bahasa Arab dari segi mufrad, jamak, hakikah dan majaz serta yang membantu kearah pemahaman tersebut. 34 n 34

Hakikat Kaidah Tafsir Setelah jelas, pengertian Kaidah dan Tafsir, hakikah kaidah tafsir adalah “

Hakikat Kaidah Tafsir Setelah jelas, pengertian Kaidah dan Tafsir, hakikah kaidah tafsir adalah “ ketetapan-ketetapan yang membantu seseorang penafsir untuk menarik makna (pesan-pesan) al. Qur’an dan menjelaskan apa yang musykil dari kandungan ayat-ayatnya “. Contoh, kaidah yang menyatakan tanwin dapat mengandung makna banyak atau agung dan dapat sebaliknya berarti sedikit, sebagaimana Firman Allah : ﻋﻈﻴ ﻭﺃﺠ ﻣﻐﻔﺮ ﻟﻬﻢ Tetapi tanwin dapat dipahami sebagai pengampunan dan ganjaran yang banyak dan amat agung, sedang tanwin pada kata ( )ﻣﻐﻔﺮ dan ( ﺃﺠ ) dalam ayat ini, QS. Al-Taubah [9]: 72 berarti sedikit. ( ﺍﻟﻠ ) ﺍ. Yaitu ridha Allah lebih besar, dipahami sedikit, yakni walaupun sedikit dari ridha Allah, ia pada hakikatnya lebih besar dibanding dengan surga bersama istana-istananya. 35

Manfaat Kaidah Tafsir Kaidah ini membantu seseorang menarik makna-makna yang dikandung oleh kosa kata

Manfaat Kaidah Tafsir Kaidah ini membantu seseorang menarik makna-makna yang dikandung oleh kosa kata dan rangkaian lafadz/kalimat al-Qur’an. 2. Bahkan ilmu ini membantu untuk menemukan makna yang tidak secara lahiriyah dikandung oleh kosa kata/kalimat al-Qur’an, sehingga dapat mengantarnya, mengungkap rahasia dan menjelaskan kemusykilan yang boleh jadi timbul dari ungkapan-ungkapan al. Qur’an. 3. Kaidah tafsir ibarat alat berat yang membantu seseorang menghadapi al-Qur’an dan menafsirkannya sehingga penggunanya tidak hanya dapat terhindar dari kesalahan, tetapi juga dapat membedakan antara 36 penafsiran yang dapat ditreima dengan penafsiran yang 1.

Sekelumit Sejarah Kaidah Tafsir n Para pakar al-Qur’an telah memberi perhatian yang menyangkut apa

Sekelumit Sejarah Kaidah Tafsir n Para pakar al-Qur’an telah memberi perhatian yang menyangkut apa yang kemudian dinamai kaidah tafsir. n Mereka telah menghidangkan karya-karya mereka dalam kitab mereka, kitab tafsir dan ilmu al-Qur’an maupun disiplin ilmu lain. n Penulis Kaidah tafsir secara berdiri sendiri, baru dikenal jauh setelah generasi pertama ulat islam. Ahmad bin Abdul Halim yang lebih dikenal dengan nama Ibn 37

Ibn Taymiyah n Beliaulah sebagaai salah seorang perintis Kaidah Tafsir secara berdiri sendiri. Tokoh

Ibn Taymiyah n Beliaulah sebagaai salah seorang perintis Kaidah Tafsir secara berdiri sendiri. Tokoh ini menulis buku yang bernama : Mukaddimah Ushul Tafsir. Ibn Taymiyah mengemukakan persoalan yang dapat dinilai sebagai kaidah tafsir, sifat, perbedaan pendapat, cara penafsiran, persoalan sebab nuzul, israiliyat, dan sebagainya. Setelah Ibn Taymiyah menulis buku, menyusul Muhammad bin 38

Perintis Kaidah Tafsir n Kaidah-kaidah tafsir yang dirintis oleh Ibn Taymiyah, di antara mereka

Perintis Kaidah Tafsir n Kaidah-kaidah tafsir yang dirintis oleh Ibn Taymiyah, di antara mereka ada yang membahas secara umum terkait kaidah tafsir, yang lebih fokus kepada pembahasan Ulumul Qur’an. Seperti, Badruddin Muhammad bin Abdillah al-Zarkasyi (745 -794 H), dengan kitab al-Burhan Fi Ulumil Qur’an, juga Jalaluddin al-Suyutti ( w. 911 H ), dengan kitabnya, al-Itqan Fi Ulumil Qur’an. Kemudian tentang kitab kaidah-kaidah tafsir muncul, misalnya Ushul al-Tafsir Wa Qawa’iduhu yang dikarang oleh Syeikh Al-Khalid Abdurahman al-Ak, juga kitab Qawa’id al-Tarjih Inda al-Mufassirin yang dikarang oleh Husain bin Ali bin Husain al-Harbi, dan sebagainya *** 39

Pertemuan Ke-4 40

Pertemuan Ke-4 40

Metode Tafsir n Para Ulama telah menulis dan mempersembahkan karya-karyanya di bidang tafsir dan

Metode Tafsir n Para Ulama telah menulis dan mempersembahkan karya-karyanya di bidang tafsir dan menjelaskan dengan cara yang digunakan oleh masing-masing Mufassir yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Namun perbedaan yang dimaksud adalah dari sisi metode ( cara ) menjelaskan, yaitu dengan metode, seperti ; 1. Metode Tahlil, 2. Metode Maudhu’i, 3. Ijmali, dan 4. Metode Muqaranah. 41

 Petama : Metode Tahlili n Metode ini sering dikenal dengan sebutan Tafsir Tahlili,

Petama : Metode Tahlili n Metode ini sering dikenal dengan sebutan Tafsir Tahlili, yaitu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat Al-Qur’an dari seluruh asfeknya. Mufassir melalui urainnya mengemukakan arti kosa kata ( mufradat ), diikuti dengan menjelaskan arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah ayat ( koerlasi ayat ) serta menjelaskan hubungan maksud ayat tersebut satu dengan lainnya. Para mufassir tahlili ada yang terlalu bertele-tele dengan uraian panjang dan lebar, ada pula yang terlalu ringkas. Selanjutnya mereka mempunyai kecenderungan dan arah penafsiran yang beraneka ragam. Bila ditinjau dari kecenderungan dari para Mufassir, metode tafsir tahlili ini dapat dibedakan kepada Corak : – At-Tafsir bi Al-Ma’tsur – At-Tafsir bi Al-Ra’yi – At-Tafsir as-Sufi 42

Corak Tafsir Bil Ma’thur 1. • Tafsir bil Ma’tsur ( riwayah ) : adalah

Corak Tafsir Bil Ma’thur 1. • Tafsir bil Ma’tsur ( riwayah ) : adalah penafsiran ayat dengan ayat, penafsiran ayat dengan hadits, yang menjelaskan makna sebagian ayat yang dirasa sulit dipahami oleh shahabat, atau tabi’in. Contoh kitab-kitab tafsir ini diantaranya : – Jaami’ul Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an al-Karim, Ibn Jarir At-Thabary ( w. 310 H ) – Ma’alim Tanzil : Al-Baghawi ( w. 516 H ) – Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim : Ibn Katsir ( w. 774 H ) – Ad-Dur Mantsur Fi Tafsir Bi Al-Ma’tsur : As 43 Suyutty ( w. 911 H )

Tafsir Bil Ra’yi n Tafsir bil Ra’yi ( Ijtihad ) : adalah penafsiran Al-Qur’an

Tafsir Bil Ra’yi n Tafsir bil Ra’yi ( Ijtihad ) : adalah penafsiran Al-Qur’an dengan Ijtihad, terutama setelah seorang mufassir itu betul mengetahui prihal bahasa Arab, asbab nuzul, nasikh dan mansukh, dan hal-hal lain yang diperlukan lazimnya seorang Mufassir. Corak tafsir ini, ada yang diterima dan ada pula yang ditolak. Tafsir ini dapat diterima sepanjang penafirsnnya memenuhi syarat-syarat Mufassir dan juga penafsir menjahui lima hal berikut ini : – Menjahui sikap terlalu berani menduga-duga kehendak Allah SWT di dalam menafsirkannya, tanpa memiliki persyaratan sebagai Mufassir. – Memaksakan diri untuk memahami sesuatu yang hanya wewenang Allah SWT untuk mengetahuinya. – Menghindari dorongan keentingan hawa nasu. – Menghindari penafsiran yang hanya untuk kepentingan 44 mazhab semata, dan ajaran mazhab menjadi landasan

n Tafsir As-Sufi ( Suluk ). Tafsir ini terbagi kepada dua bagian : –

n Tafsir As-Sufi ( Suluk ). Tafsir ini terbagi kepada dua bagian : – Tasauf Teoriti ( Tasawuf Nadhary ) : mengkaji Al-Qur’an berdasarkan ajaran atau teori-teori yang mereka miliki sesuai ajaran mereka. Sehingga mereka berusaha dalam memahami ayat-ayat dan menafsirkannya tampak berlebihan bahkan keluar dari yang dimaksudkan oleh syara’ dan didukung oleh kajian bahasa. Penafsiran yang demikian ditolak. – Tasauf Praktis ( Tasawuf Amaliy ), yaitu : tasauf yang mempraktekan gaya hidup sengsara, zuhud, dan melebur diri di dalam letaatan kepada Allah SWT. Dan Tafsir ini dikenal dengan istilah tafsir Isyary : mentafsirkan ( menta’wilkan )ayat-ayat Al-Qur’anb yang berbeda dengan arti zhahirnya, berdasarkan dengan isyarat-isyarat tersembunyi yang hanya tampak oleh para pemilik suluk, namun tetap dapat dikompromikan dengan arti zhahir yang dimaksudkan. Dan tafsir semacam ini telah ada sejak zaman Rasulullah SAW dan dapat diterima oleh para ulama, dengan syarat-syarat sebagai berikut : – Tidak menafikan arti zhahir ayatnya. – Didukung dengan dalil syara’ tertentu. – Tidak bertentangan dengan syara’ dan akal yang sehat. – Penafsir tidak boleh mengklaim bahwa itu satu-satunya tafsir yang dimaksud dan menafikan arti zhahirnya. 45 Diantara contoh kitab-kitab tafsir ini, yaitu :

Tafsir Fiqhi Tafsir Al-Fiqh : yaitu tafsir yang diambil dari kesimpulan hukum syari’ah berdasarkan

Tafsir Fiqhi Tafsir Al-Fiqh : yaitu tafsir yang diambil dari kesimpulan hukum syari’ah berdasarkan ijtihad dan hasil ijtihad tersebut dinamakan tafsir Fiqh. n Contoh kitab tafsir ini di antaranya : – Ahkam Al-Qur’an oleh al-Jasshas ( w. 370 H ), corak fiqh Mazhab Hanafi – Ahkam Al-Qur’an oleh Ibnu Arabi ( w. 543 H ), corak Fiqh Mazhab Maliki – Jami’ul Ahkam Al-Qur’an, oleh al-Qurthuby ( w. 671 H ), – Rawa’iy al-Bayan, oleh Muhamad Ali As-Shabuny 46 n

Tafsir Falsafi n Tafsir Al-Falsafi : at-Tafsir al-falsafi ini adalah tentang ayat-ayat al-Qur’an semata-mata

Tafsir Falsafi n Tafsir Al-Falsafi : at-Tafsir al-falsafi ini adalah tentang ayat-ayat al-Qur’an semata-mata nerangkat dari sudut pandang teori falsafat yang di dalammya banyak hal yang tidak mungkin diterapkan dipaksakan terhadap nash-nash Al-Qur’an. n Contoh kitabnya Mafatihul Ghaib, karya : Farkh Ar-razi ( w. 606 H). 47

Tafsir Ilmi Tafsir al-Ilmi, adalah tafsir ajakan ilmiyah. Yang berdiri atas dasar pembebasan akal

Tafsir Ilmi Tafsir al-Ilmi, adalah tafsir ajakan ilmiyah. Yang berdiri atas dasar pembebasan akal dari tahayul dan kemerdekaan berfikir. n Contoh corak tafsir ini diantaranya : – Mafatihul Ghaib, karya Imam Fakhrudin Ar-Razi ( w. 606 H ) – Ihya Ulumuddin dan Jawahir al-Qur’an, karya ilam Al. Ghazali ( w. 505 ) – Al-Asas fi Tafsir, karya Sa’id Hawa ( w. 1411 H ). – Al-Jawahir Fi Tafsir Al-Qur’an, Tanthawi Al-Jauhari ( w. 1385 H ) – Tafsir Al-Maraghy , oleh Musthafa al-Maraghy ( w. 1371 H ) – Tafsir Al-Sya’rowi, karya Mutawalli Sya’rowi. 48 n

Tafsir Adabi Ijtima’i Tafsir Al-Adab Al-Ijtima’i : Yaitu tafsir yang memahami nash Al-Qur’an dengan

Tafsir Adabi Ijtima’i Tafsir Al-Adab Al-Ijtima’i : Yaitu tafsir yang memahami nash Al-Qur’an dengan cara mengemukakan ungkapan Al-Qur’an secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh Al-Qur’an tersebut dengan gaya bahasa yang indah dan menarik. Kemudian Mufassir berusaha menghubungkan nash-nash al-Qur’an yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada. n Contoh kitab-kitab tafsir ini, di antaranya : – Tafsir Al-Mannar, karya Mohamad Abduh ( w. 1233 H ), dan Rasyid Ridha’ ( w. 1354 H ) – Tafsir al-Qur’an al-Karim, Syaik Muhamad Saltut. – Fi Zilal Al-Qur’an, Sayyid Qutb ( w. 1387 H / 1966 M ) – Tafsir Al-Maraghy, karya al-Maraghy ( w. 1371 H / 1952 49 M ). n

Metode Maudhu’i n n n Kedua : Metode Maudhu’i Metode tafsir maudhu’i ini ada

Metode Maudhu’i n n n Kedua : Metode Maudhu’i Metode tafsir maudhu’i ini ada dua pengertian : Tafsir yang membahas satu surat Al-Qur’an secara menyeluruh, memperkenalkan dan menjelaskan maksud umum dan khusus secara garis besar, dengan cara menghubungkan ayat satu dengan ayat yang lain atau satu pokok masalah dengan pokok masalah yang lain. Dengan bentuk ini surat akan nampak terlihat dalam bentuk yang utuh, tsratur, cermat dan sempurna. Tafsir ini telah dirintis oleh Fakhruddin AR-Razi( w. 606 H). Tafsir yang menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki kesamaan tema, kemudian memberikan penjelasan dan mengambil kesimpulan, dibawah satu bahasan tema tertentu. Bentuk kedua inilah yang lebih dikembangkan sebagai tafsir maudhu’i masa modern. Contoh-contoh karya tafsir Maudhu’i dianataranya : 50

Tafsir Ijmali Ketiga : Metode Ijmali n Tafsir ini adalah metode yang menafsirkan ayat-ayat

Tafsir Ijmali Ketiga : Metode Ijmali n Tafsir ini adalah metode yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakann makna global ayat. Di Dalam sistematikannya penafsir membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan ayat yang ada dalam mushhaf, kemudian mengemu kakan makna secara global yang dimaksudkan dalam ayat. n Contoh-contoh kitabnya : Tafsir Al-Qur’ an Al-Karim, oleh Muhamad Farid Wajdi Tafsir Al-Wasith, terbitan Majma’ al-Bu’uth al. Islamiyah. 51 n

n Keempat n : Metode Muqaran ( perbandingan ) yaitu : Membandingkan ayat-ayat yang

n Keempat n : Metode Muqaran ( perbandingan ) yaitu : Membandingkan ayat-ayat yang memiliki kesamaan redaksi atau berbicara tentang masalah yang berbeda dan memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama atau diduga sama. Atau mengemukakan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis oleh sejumlah para mufassir. Disini seorang mufasir menghimpun sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an kemudian penafsir mengkaji dan meneliti sejumlah penafsir lain melalui kitab mereka, apakah tafsir mereka itu bercorak kepada tafsir dengan bil Ma’tsur atau tafsir bi Al-Ra’yi atau tafsirnya itu berkenaan kebahasaan ( I’rab atau Balaghah dan sebagainya ). Contoh-contoh metode tafsir ini diantaranya : Mafatihul Gha’ib karya : Fakhruddin Ar-Radzi 52

Syarat-Syarat Seorang Mufassir ? q Syarat-syarat seorang Mufassir. n Seorang mufassir Al-Qur’an memerlukan beberapa

Syarat-Syarat Seorang Mufassir ? q Syarat-syarat seorang Mufassir. n Seorang mufassir Al-Qur’an memerlukan beberapa syarat ilmu pengetahuan yang harus dimilki. Para ulama bersepakat diantara ilmu-ilmu tersebut diantaranya; 1. Mengetahui bahasa Arab dan ketentuannya (ilmu Nahwu, dan Sharf ) 2. Memngetahui ilmu Balaghah ( Bayan, Badi’ dan Ma’ani ) 3. Mengetahui ilmu Ushul Fiqh ( tentang Am dan Khas, mujmal dan Mufasshal, serta lainnya ). 4. Mengetahui Ilmu Asbab Nuzul 5. Mengetahui Ilmu Nasikh dan Mansukh 6. Mengetahui Ilmu Qira’at 53 7. Mengetahui ilmu Mauhibah : yaitu ilmu yang hanya

Referensi n Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al. Mufassiru>n ( Kairo : Maktabah Wahbah,

Referensi n Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al. Mufassiru>n ( Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H / 1976 M , cet. I, 206, Ma’ani Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir : Kajian Komprehenshif Metode para Ahli Tafsir ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006 ), 320, Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur'an & Tafsir ( Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009 ), 198, Al-Imam Muhammad al-Ra>zi Fakhruddi>n Ibn al-Ala>mah D}iya>uddin Umar al-Muashtahi>r bi al-Khati>b al-Rayy ( 544 -604 H ), Tafsi>r al-Fakhri al-Ra>zi (Beirut : Dar al-Fikr, 1401 H / 1981 M ), cet. I, Jilid ke-6, 58 -65 54

Pertemuan Ke-6 n Tafsir Bil Ma’thur 55

Pertemuan Ke-6 n Tafsir Bil Ma’thur 55

 Memahami Pesan-pesan Al-Qur’an Selama ini para Ahli tafsir membagi pemahaman/penafsiran al-Qur’an dengan tiga

Memahami Pesan-pesan Al-Qur’an Selama ini para Ahli tafsir membagi pemahaman/penafsiran al-Qur’an dengan tiga cara yang sangat populer, yaitu : 1. Merujuk kepada riwayat (tafsir bil Ma’tsur ). 2. Menggunakan Nalar (tafsir bi al-Ra’yi). 3. Mengandalkan kesan yang diperoleh dari teks (tafsir Isyary). n 56

Tentang Tafsir Bil Ma’thur ? Al-Tafsir wa al-Mufassirun ? ……. h. 112 57

Tentang Tafsir Bil Ma’thur ? Al-Tafsir wa al-Mufassirun ? ……. h. 112 57

Teks Tafsir bil Ma’tsur Tafsir Bil Ma’thur adalah tafsir yang berlandaskan kepada periwayatan (penukilan)

Teks Tafsir bil Ma’tsur Tafsir Bil Ma’thur adalah tafsir yang berlandaskan kepada periwayatan (penukilan) yang benar dan teratur atas dasar syarat-syarat yang disebutkan bagi seorang Mufassir, yaitu dengan cara menjelaskan al-Qur’an dengan al-Qur’an, atau penjelasan al-Qur’an dengan al-Sunnah karena hal ini, penjelasan yang datang dari Nabi SAW, atau melalui periwayatan para Shahabat karena mereka yang paling mengetahui tentang Kitab Allah (al-qur’an), karena mereka yang menyaksikan turunnya wahyu, atau para Tabi’in, karena mereka langsung mendengarnya dari 58

Definisi Tafir bil Ma’tsur adalah keterangan terhadap ayat al. Qur’an itu sendiri terkait penjelasan

Definisi Tafir bil Ma’tsur adalah keterangan terhadap ayat al. Qur’an itu sendiri terkait penjelasan (tafsir)nya, dengan ayat yang lain, yang disampaikan Nabi SAW, Sahabat, atau tabi’in, berkenaan apa yang dimaksudkan Allah SWT dalam kitab-Nya. n Atau : tafsir bil Ma’tsur, adalah keterangan, perincian, sebagian ayat al-Qur’an, riwayat yang dinukil dari sahabat, dan dari tabi’in, dari semua keterangan dan penjelasan apa yang dimaksud Allah SWT dari nash kitab. Nya yang mulia. n 59

Definisi n Tafsir bil Ma’tsur (riwayah) : adalah penafsiran ayat dengan ayat, penafsiran ayat

Definisi n Tafsir bil Ma’tsur (riwayah) : adalah penafsiran ayat dengan ayat, penafsiran ayat dengan hadits, yang menjelaskan makna sebagian ayat yang dirasa sulit dipahami oleh shahabat, atau tabi’in. (Abdul Hay Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, ( Jakarta ; PT Raja Grafindo, 1994 ), cet. Ke-1, hal. 12) 60

Contoh, tafsir bil Ma’tsur n Sunnah rasulullah mengandung tafsir al-Qur’an, dan memiliki bab tersendiri.

Contoh, tafsir bil Ma’tsur n Sunnah rasulullah mengandung tafsir al-Qur’an, dan memiliki bab tersendiri. Salah satu riwayat, yang bersumber dari Imam Ahmad, al-Tirmizi dan lainnya, dari Adiy bin Hayyan, nabi Bersabda : “ Sesungguhnya orang-orang yang dimurkai Allah adalah orang yahudi, dan sesungguhnya orang yang tersesat adalah orang Nasrani. (Al-Suyuti, Jala>luddi>n ( 849 -911 H ), . ( Al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an, ( Kairo : Markaz Hijr Li Bu’uts Wa Al-Dirasat Al-Arabiyah Wa Al-Islamiyah, 1424 H / 2003 M. Al-Suyuti ( 849 -911 H ), al-Itqan Fi ulum al-Qur’an, Isa al -babi al-Halabi, Mesir, h. 152 ) n ). 61

Contoh lain Dan hadits yang diriwayatkan al-Tirmizi dan Ibn Hibban yang menilainya sebagai hadits

Contoh lain Dan hadits yang diriwayatkan al-Tirmizi dan Ibn Hibban yang menilainya sebagai hadits shahih dari Ibn Mas’ud berkata, Rasulullah bersabda : Salat Wustha adalah shalat ashar. Dan hadits yang diriwayatkan Ahmad, Syaikhan ( al-Bukhari dan Muslim ) dan lainnya dari Ibn Mas’ud berkata : ketika ayat Allah ini turun, ﻭ ﻡ ﻷ ﻳﺍ ﻭﺍ ﺍﻳ n n Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An’am [6]: 82) n 62

Contoh : Tafsir bil Ma’tsur Orang-orang yang merasa keberatan lalu mereka mengatakan, “ Wahai

Contoh : Tafsir bil Ma’tsur Orang-orang yang merasa keberatan lalu mereka mengatakan, “ Wahai rasulullah SAW bagaimana seseorang tidak pernah berlaku zalim kepada dirinya ? Nabi menjawab, “ sesungguhnya ayat itu bukanlah seperti yang kalian duga, apakah kalian tidak pernah mendengar perkataan orang yang shaleh ? Sesungguhnya syirik adalah perbuatan zalim yang kejih, dan yang dimaksud dengan perbuatan zalim pada ayat ini adalah syirik “. Sejalan dengan Firman Allah QS. Lukman [31]: 13 ( ﻳ ﺍﻟ ). Contoh lain, Penafsiran Nabi tentang arti Quwah ( ﻗﻮ ) pada ayat QS. An-Anfal [8]: 60 ( ﻥ ﺍﺍﻡ ﻡ ﻭﺍ ), baeliau menafsirkan dengan arti, memanah. (HR. Muslim) n (Manna Khalil Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, Kairo 63 : Maktabah Wahbah, 2000), h. 337 ) n

Kitab-kitab Tafsir bil Ma’tsur n Contoh kitab-kitab tafsir ini diantaranya : – Jaami’ul bayan

Kitab-kitab Tafsir bil Ma’tsur n Contoh kitab-kitab tafsir ini diantaranya : – Jaami’ul bayan Fi Tafsir Al-Qur’an al-Karim, Ibn Jarir At-Thabary ( w. 310 H ) – Ma’alim Tanzil : Al-Baghawi ( w. 516 H ) – Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim : Ibn Katsir ( w. 774 H ) – Ad-Dur Mantsur Fi Tafsir Bi Al-Ma’tsur : As. Suyutty ( w. 911 H ) – Lihat. Tafsir wa al-Mufassirun, 147 64

Nama-Nama Kitab Tafsir bil Ma’tsur dan Pengarangnya n Sumber : Tafsir Wa al-Mufassirun h.

Nama-Nama Kitab Tafsir bil Ma’tsur dan Pengarangnya n Sumber : Tafsir Wa al-Mufassirun h. 147 65

Perkembangan Tafsir bil Ma’tsur n Periodisasi Tafsir bil ma’tsur terdapat dua periode , yaitu

Perkembangan Tafsir bil Ma’tsur n Periodisasi Tafsir bil ma’tsur terdapat dua periode , yaitu : n 1. Periode Periwayatan Periode ini, mencakup masa kenabian, dan masa tabi’in. pada masa ini Rasulullah Saw menjelaskan kepada sahabat tentang makna al-Qur’an yang dirasa sulit dipahami dan para sahabat menguasai apa yang diajarkan rasulullah SAW, kemudian mereka menukilnya kepada yang lain, kemudian disampaikannya kepada tabi’in dan seterusnya. n 2. Periode Kodifikasi 66

2. Periode Kodifikasi Pada masa periode ini, tafsir bil ma’tsur, adalah periode berkala, membawa

2. Periode Kodifikasi Pada masa periode ini, tafsir bil ma’tsur, adalah periode berkala, membawa perubahan, yaitu para perawi hadits yang dipelopori oleh Imam Maliki bin Anas al. Ashbahani, di darul Hijrah ( Madinah ), beliaulah yang pertama kali membukukan tafsir bil ma’tsur. Beliau menulis dalam bab hadits, dari beberapa bab hadits yang berbeda-beda dan mengumpulkannya dalam semua bab yang diriwayatkan dari Nabi SAW , sahabat, dan tabi’in. 67

Kelemahan Tafsir bil Ma’tsur n Terlalu banyak sekte-sekte penafsiran yang menyebabkan cenderung kepada kesukuan

Kelemahan Tafsir bil Ma’tsur n Terlalu banyak sekte-sekte penafsiran yang menyebabkan cenderung kepada kesukuan atau mazhab. n Masuknya sirailiyat n Terputusnya sanad, karena dibuang, 68

Sebab kelemahan tafsir bil ma’tsur n Ta’asub Mazhab n Becampurnya riwayat yang shahih dan

Sebab kelemahan tafsir bil ma’tsur n Ta’asub Mazhab n Becampurnya riwayat yang shahih dan yang tidak shahih 69

Pertemuan Ke-7 n Tafsir Bil Ra’yi 70

Pertemuan Ke-7 n Tafsir Bil Ra’yi 70

Tafsir bil Ra’yi ( Ijtihad ), h. 183 Jilid I ( Tafsir al-Mufassirun )

Tafsir bil Ra’yi ( Ijtihad ), h. 183 Jilid I ( Tafsir al-Mufassirun ) 71

Definisi Tafsir Bil Ra’yi n Maksud tafsir bil ra’yi : dimaksudkan ra’yi adalah i’tiqad

Definisi Tafsir Bil Ra’yi n Maksud tafsir bil ra’yi : dimaksudkan ra’yi adalah i’tiqad (keyakinan), juga bermakna ijtihad ( berfikir), dan Qiyas (analogi). Mereka yang menggunakan ra’yi, dinamakan ashabul ra’yi atau ashabul Qiyas. 72

Sumber : Manna Khalil Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, Kairo Sumber : : Maktabah

Sumber : Manna Khalil Qattan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an, Kairo Sumber : : Maktabah Wahbah, 2000), h. 337 73

n Tafsir bil Ra’yi adalah elaborasi tafsir al-Qur’an berdasarkan ijtihad, setelah mufassir mengetahui mengenai

n Tafsir bil Ra’yi adalah elaborasi tafsir al-Qur’an berdasarkan ijtihad, setelah mufassir mengetahui mengenai bahasa arab, mengoreksi perkataan, mengetahui lafadz bahasa Arab, dan dilalahnya, serta menggunakan bantuan syair Jahili, asbab nuzul, mengetahui nasikh dan mansukh dari ayat-ayat al. Qur’an, dan mengetahui beberapa ilmu yang dibutuhkan, mulai dari ilmu nahwu, sharaf, ilmu lughah, ilmu Qira’at, dan ilmu ushuluddin (ilmu kalam ). 74

Definisi Tafsir bil Ra’yi n Tafsir bil Ra’yi ( Ijtihad ) : adalah penafsiran

Definisi Tafsir bil Ra’yi n Tafsir bil Ra’yi ( Ijtihad ) : adalah penafsiran Al-Qur’an dengan Ijtihad, terutama setelah seorang mufassir itu betul mengetahui prihal bahasa Arab, asbab nuzul, nasikh dan mansukh, dan hal-hal lain yang diperlukan lazimnya seorang Mufassir. Corak tafsir ini, ada yang diterima dan ada pula yang ditolak. ( Lihat. Al-Dhahabi, Muhammad H}usain , al-Tafsi>r Wa al-Mufassiru>n, Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H / 1976 M ), jilid I, h. 182 ) 75

n Definisi Tafsir bil Ra’yi ( Ijtiha>d ), adalah penafsiran Al-Qur’an dengan Ijtihad, terutama

n Definisi Tafsir bil Ra’yi ( Ijtiha>d ), adalah penafsiran Al-Qur’an dengan Ijtihad, terutama setelah seorang mufassir itu betul-betul mengetahui prihal bahasa Arab, asbab nuzul, nasikh dan mansukh, dan hal-hal lain yang diperlukan lazimnya seorang Mufassir. Corak tafsir ini, ada yang diterima dan ada pula yang ditolak. 76

n Tafsir bil ra’yi dapat diterima sepanjang penafirsnnya memenuhi syarat Mufassir dan juga penafsir

n Tafsir bil ra’yi dapat diterima sepanjang penafirsnnya memenuhi syarat Mufassir dan juga penafsir menjahui lima hal berikut ini : n (1). Menjahui sikap terlalu berani menduga-duga kehendak Allah SWT di dalam menafsirkannya, tanpa memiliki persyaratan sebagai mufassir. (2). Memaksakan diri untuk memahami sesuatu yang hanya wewenang Allah SWT untuk mengetahuinya. (3), Menghindari dorongan keentingan hawa nasu. (4). Menghindari penafsiran yang hanya untuk kepentingan mazhab semata, dan ajaran mazhab menjadi landasan utama dan tafsir di nomor duakan yang dapat menimbulkan banyak kekeliruan. (5). Menghindari penafsiran pasti (qat’i) dimana seorang mufassir tampa alasan, mengklaim itulah satu-satunya maksud yang dikehendaki Allah SWT. Selama penafsiran dengan metode bi al-Ra’yi dapat menghindari lima hat tersebut, maka penafsiran dapat diterima. n n 77

n 1. 2. 3. 4. Dan karya-karya tafsir dengan metode tafsir bil Ra’yi, diantaranya

n 1. 2. 3. 4. Dan karya-karya tafsir dengan metode tafsir bil Ra’yi, diantaranya : Mafa>tih al-Ghaiyb karya Fakhruddin al-Ra>zi(w. 606 H), Anwa>r al-Tanzi>l Wa Asra>r al-Ta’wi>l karya al. Baid}a>wi(w. 691 H), Mada>rik al-Tanzi>l Wa H}aqa>’iq al-Ta’wi>l, karya al. Nasafi (w. 701 H), Luba>b al-Ta’wi>l Fi Ma’a>ni al-Tanzi>l, karya Kha>zin (w. 741 H). Sumber : Lihat. Abdul Hay Al-Farma>wi, al-Bida>yah Fi> al. Tafsi>r al-Mawd}u>’iy: Dira>sah Manhajiyah Mawdu'iyah, (Mesir : Matba'ah al-Had}ariyah al-Arabiyah, 1977), cet. ke-2, 28 -29. Lihat. Kha>lid Abdurahman al-'A>k, Us}u>l al-Tafsi>r Wa Qawa>’iduhu (Beiru>t : Da>r al. Nafa>is, 2003), cet. 4, 168 -171. 78

Posisi Ulama terhadap tafsir bil Ra’yi n Tafsir bil Ra’yi adalah tempat perbedaan dari

Posisi Ulama terhadap tafsir bil Ra’yi n Tafsir bil Ra’yi adalah tempat perbedaan dari semenjak zaman pembukuan ada yang menolak dan ada yang membolehkan. 79

n Kelompok Yang Menolak Menurut Al-Zahabi, baik kelompok yang menolak atau yang menerima. Dan

n Kelompok Yang Menolak Menurut Al-Zahabi, baik kelompok yang menolak atau yang menerima. Dan menurut yang menolak, karena beberapa alasan, yaitu : 1. Menafsirkan dengan pendapat, berarti menyampaikan maksud Allah tanpa ilmu, menyampaikan tanpa ilmu, tidak dapat dibenarkan, maka bagian penafsiran yang terlarang, QS. Al-A'raf/7: 33 ﺍﻻﻭ ﺍﻟﻠ ﻯ ﻭﻭﺍ Mengatakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui"". (QS. 7: 33) 2. Bersumber dari hadith, riwayat al-Turmuzi dan Abu Daud dari Jundub menyatakan, Rasulullah S. A. W bersabda, [Man Qa>la Fi> al-Qur’a>n Bi Ra’yihi Fa’a>sa>ba Faqad Akht}a’a][Siapa yang berkata tentang Al-Qur'an dengan pendapatnya, meskipun itu benar, 80 Ia tetap salah]( HR. Abu Daud dan Jundub).

n 3. Berlandaskan larangan penafsiran dengan Ijtihad, dalam riwayat al-Turmuzi dari Ibn Abbas, Nabi

n 3. Berlandaskan larangan penafsiran dengan Ijtihad, dalam riwayat al-Turmuzi dari Ibn Abbas, Nabi bersabda; “Berhati-hatilah berbicara atas namaku, kecuali yang kalian ketahui, siapa yang sengaja berdusta, atas nama-Ku, maka pantaslah menempati tempat duduknya di Neraka (Berkata Abu Isa, hadith ini hasan statusnya), riwayat lain, “ Orang yang menafsirkan al-Qur’an, dengan pendapatnya, maka tempat duduknya di Neraka. Riwayat Abu Daud dari Jundub, Nabi SAW bersabda : Barangsiapa yang berkata tentang al-Qur’an dengan pendapatnya, meskipun benar, namun tetap salah “. Maksudnya penafsiran yang tidak memiliki landasan (dalil), tetapi jika terpenuhi, 81

n 4). Para sahabat tidak berkata tentang Al-Qur’an dengan pendapatnya, melainkan sesuatu yang diketahuinya.

n 4). Para sahabat tidak berkata tentang Al-Qur’an dengan pendapatnya, melainkan sesuatu yang diketahuinya. 82

n Dalil-dalil Kelompok Yang Membolehkan, yaitu : 83

n Dalil-dalil Kelompok Yang Membolehkan, yaitu : 83

Kelompok Yang Menerima Menurut kelompok yang menerima, dengan alasan : n Pertama : Berdalil,

Kelompok Yang Menerima Menurut kelompok yang menerima, dengan alasan : n Pertama : Berdalil, bahwa Allah S. W. T telah memerintahkan umat-Nya untuk merenungkan al-Qur’an, Q. S. al. Nisa’/4: 82, 83, QS. Muhammad/47: 24, QS. Sad/38: 29. Maksud itu, perintah merenungkan, berfikir dan mengambil kesimpulan (Istimba>t{), merupakan proses Ijtihad. n 84

Alasan n Kedua : Seandainya, tafsir bi al-ra’yi tidak diterima, maka ijtihad tidak diperbolehkan,

Alasan n Kedua : Seandainya, tafsir bi al-ra’yi tidak diterima, maka ijtihad tidak diperbolehkan, dan tentu banyak hukum yang tidak tegak di muka bumi (terhenti). Maka hal itu, tidak benar, karena Nabi S. A. W tidak menafsirkan seluruh ayat al-Qur’an dan seorang mujtahid dalam hukum sya’riat, akan diberi pahala, baik benar maupun salah, proses ijtihad, segala kesanggupan, mengerahkan kemampuan jalan mencapai kebenaran. 85

Alasan n Ketiga : Kita dapat melihat para sahabat yang telah membaca al-Qur’an, berbeda-beda

Alasan n Ketiga : Kita dapat melihat para sahabat yang telah membaca al-Qur’an, berbeda-beda menafsirkan, menjadi maklum, karena yang ditafsirkan Nabi SAW, adalah sebagian yang daru>ri (pokok). Beliau meninggalkan hal yang dapat dicapai atas dasar pengetahuan, akal dan ijtihad. Oleh karenanya tidak mustahil, jika perbedaan penafsiran itu terjadi. Jika ditolak cara ini, tentu para sahabat tidak melakukannya, karena itu kesalahan dosa, dan itu tidak mungkin, mereka berbuat suatu hal yang melanggar perintah Allah SWT. 86

Alasan n Keempat : Bahwasanya Nabi SAW mendo’akan Ibn Abbas [Allahumma Faqihhu Fi> al-Di>n,

Alasan n Keempat : Bahwasanya Nabi SAW mendo’akan Ibn Abbas [Allahumma Faqihhu Fi> al-Di>n, Wa ‘Alimhu al-Ta’wi>l ], dipahami, bukan hanya terbatas pada periwayatan (naql), jika, benar, maka tak ada faedahnya, karena itu, suatu hal yang mustahil, bahwa ta’wil dibalik do’a Nabi SAW, adalah perintah mendengarkan dan meriwayatkan, demikian itulah tafsir bi al-Ra’yi dan Ijtihad. Sumber bacaan : Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r Wa al. Mufassiru>n (Kairo : Maktabah Wahbah, 1396 H/1976 M), 183 -18. Lihat. Kha>lid Abdurahman al-'A>k, Us}u>l al-Tafsi>r Wa Qawa>’iduhu ( Beiru>t : Da>r al-Nafa>is, 2003 ), cet. 4, 111 -113. **** n 87

Peretemuan ke-8 n Macam-macam Kaidah Tafsir 88

Peretemuan ke-8 n Macam-macam Kaidah Tafsir 88

n Menurut Syarif Al-Jurjani (1339 -1413 M) dalam Kitab al-Ta’rifat mendefinisakan, Kaidah Tafsir Adalah

n Menurut Syarif Al-Jurjani (1339 -1413 M) dalam Kitab al-Ta’rifat mendefinisakan, Kaidah Tafsir Adalah : ( ﺟﺰﺋﻴﺘﻬﺎ ﺟﻤﻴﻊ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻄﺒﻘﺔ ﻛﻠﻴﺔ ﻗﻀﻴﺔ ) “Rumusan yang bersifat kully (menyeluruh), mencakup semua bagiannya “. Atau didefisikan, bahwa kaidah tafsir adalah : Ketentuan umum yang dengannya diketahui ketentuan-ketentuan 89

Macam-macam Kaidah Tafsir 1. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.

Macam-macam Kaidah Tafsir 1. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r. s. t. Macam-Macam Qawaid Tafsir ( Secara Umum ) Al-Izhar dan Idmar Al-Ziyadah dan Hazf Taqdim dan Ta’khir Hal-hal yang diperlukan Mufassir Dhama’ir Al-Asma’ Fi al-Qur’an Athaf Washaf Taraduf Al-Qasam Fi Al-Qur’an Al-Amar dan Nahyu Istifham Am dan Khas Mutlak dan Muqayyad Manthuq dan Mafhum Muhkam dan Mutashabih Tikrar Al-Mubhamat Fi al-Qur’an Naskh dalam al-Qur’an Ilmu Munasabat. ***** 90

Kaidah Tafsir ( Yang Berhubungan Dengan Bahasa ) n Macam-Macam Qawa’id Tafsir 1. Taqdim

Kaidah Tafsir ( Yang Berhubungan Dengan Bahasa ) n Macam-Macam Qawa’id Tafsir 1. Taqdim dan Ta’khir 2. Wasf 3. Athaf 4. I>jaz dan Itnab 5. Dhama’ir 6. Al-Ziyadah dan Hazf 7. Hakikat dan Majaz ( Tasybih, I’ti’arah, dan Kinayah). 8. al-Wujuh Wa Naza’ir 91

Kaidah Tafsir ( Yang Berhubungan Ilmu Al-Qur’an ) 1. Qira’at 2. Asbab Nuzul 3.

Kaidah Tafsir ( Yang Berhubungan Ilmu Al-Qur’an ) 1. Qira’at 2. Asbab Nuzul 3. Makiyah dan Madaniyah 4. Muhkam Mutasyabih 92

Kaidah Tafsir ( Yang Berhubungan Dengan Ushul Fiqh ) 1. 2. 3. 4. 5.

Kaidah Tafsir ( Yang Berhubungan Dengan Ushul Fiqh ) 1. 2. 3. 4. 5. Qath’i dan Zanny Manthuq dan Mafhum Am dan Khash Mutlaq dan Muqayyad Nash, Zhahir, Mujmal dan Mua’wwal 93

Kaidah Tafsir yang berhubungan dengan bahasa : Taqdim dan Ta’khir [1] Definisi Taqdîm dan

Kaidah Tafsir yang berhubungan dengan bahasa : Taqdim dan Ta’khir [1] Definisi Taqdîm dan Ta’khîr n Taqdîm dan Ta’khîr dua bentuk kata mashdar yang saling berkaitan dan saling melengkapi. Taqdîm dan Ta’khîr ( ﻭﺍﻟﺘﺄﺨﻴﺮ ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﻢ ) berasal dari wazan fa’ala ( ﻓﻝ ) ditambah tasyid pada ‘ain fi’ilnya, yaitu: ( , ﻗﻡ ﺗﻘﺪﻳﻤﺎ ﻳﻘﻡ ). Dengan demikian taqdîm ( ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﻢ ) menurut bahasa artinya; mendahulukan ( priority ) atau memprioritaskan, mengutamakan atau boleh juga ( presentation ) yang artinya: penyajian n Sedangkan ta’khîr ( ﺍﻟﺘـﺄﺨﻴﺮ ) berasal dari kata ‘Akhara ( ﺃﺭ ) juga dengan penambahan tasydid pada kha’, menjadi ( ﺗـﺄﺨﻴﺮﺍ , ﻳﺆﺭ , ﺃﺭ ) yang berarti : penundaan ( delay ), pengunduran atau penangguhan, ( deferment ). n Dengan demikian taqdîm secara etimologis adalah lawan dari ta’khîr, sehingga taqdîm berarti : mendahulukan, dan ta’khîr berarti : penangguhan atau mengakhirkan. n 94

definisi n ﺃﻦ ﺍﻟﺨﺒﺮ ﻓﻰ ﻭﺍﻷﺼﻞ , ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺤﻜﻮﻡ ﻷﻨﻪ ﻳﺘﻘﺪﻡ ﺃﻦ ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﺃ ﻓﻰ

definisi n ﺃﻦ ﺍﻟﺨﺒﺮ ﻓﻰ ﻭﺍﻷﺼﻞ , ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺤﻜﻮﻡ ﻷﻨﻪ ﻳﺘﻘﺪﻡ ﺃﻦ ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﺃ ﻓﻰ ﺍﻷﺼﻞ . ﻭﺟﻮﺑﺎ ﺍﻷﺨﺮ ﻓﻴﺘﺄﺭ ﻭﺟﻮﺑﺎ ﺃﺤﺪﻫﻤﺎ ﻳﺘﻘﻡ ﻭﻗﺪ , ﺑﻪ ﻣﺤﻜﻮﻡ ﻷﻨﻪ ﻳﺘﺄﺨﺮ Artinya : n “ Kedudukan asal mubtada’ ( subjek ) ialah : di awal kalimat karena ia sebagai mahkum ‘alaih ( subjek ), dan tempat kedudukan khabar ( predikat ) di akhir setelah mubtada’, karena ia sebagai mahklum bih ( predikat ), dan terkandang harus ( wajib) didahulukan salah satunya, atau di akhirkan yang lain”. , ﻛﺎﻟﻔﺎﻋﻞ , ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﻢ ﺭﺗﺒﺘﻪ ﻣﺎ ﻭﺗﺄﺨﻴﺮ , ﻛﺎﻟﻤﻔﻌﻮﻝ , ﺍﻟﺘﺄﺨﻴﺮ ﺭﺗﺒﺘﻪ ﻣﺎ ﺗﻘﺪﻳﻢ n . ﻭﺣﻘﻪ ﺭﺗﺒﺘﻪ ﻋﻦ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻭﺍﺣﺪ ﻛﻞ ﻧﻘﻞ Artinya n “ Taqdîm ialah mendahulukan yang posisinya di akhir kalimat, seperti : maf’ûl ( obyek ), dan ta’khîr ialah mengakhirkan yang posisinya di awal kalimat, seperti : fâil ( subyek ), dan dipindahkan salah satu dari keduanya, 95 sesuai dengan posisi dan kedudukannya ”.

Contoh-contoh n Tujuannya, Mengkhususkan , contohnya : Bukan saya yang mengatakan. Atau hanya engakau

Contoh-contoh n Tujuannya, Mengkhususkan , contohnya : Bukan saya yang mengatakan. Atau hanya engakau yang kami sembah dan hanya engkau yang kami mohon pertolongan ( ﻧﺴﺘﻌﻴﻦ ﻭﺇﻳﺎﻙ ﻧﻌﺒﺪ ﺇﻳﺎﻙ ) ( Qs. / 1 : 5 ). 96

Contoh Taqdim dan Ta’khir ( 28 : 40/ ﻏﺎﻓﺮ ) ﺍﻟﻠ ﻭ ﻥ ﻻ

Contoh Taqdim dan Ta’khir ( 28 : 40/ ﻏﺎﻓﺮ ) ﺍﻟﻠ ﻭ ﻥ ﻻ ﻭ ﻳﺍ ﺍ ﺍ n Artinya : n “Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir`aûn yang menyembunyikan imannya berkata : " Apakah kamu akan membunuh seorang laki karena dia menyatakan : " Tuhanku ialah Allah “ ( Ghâfir / 40 : 28 ) n Dilihat dari ayat di atas, bahwa kalimat ( ﺇﻳﻤﺎﻧﻪ ﻳﻜﺘﻢ ﻓﺮﻋﻮﻥ ﺀﺍﻝ ﻣﻦ ﻣﺆﻤﻦ ﺭﺟﻞ ﻭﻗﺎﻝ ). Dan bila diakhirkan lafazh ( ﻓﺮﻋﻮﻥ ﺀﺍﻝ ﻣﻦ ) dalam ayat di atas, setelah kalimat ( ﺇﻳﻤﺎﻧﻪ ﻳﻜﺘﻢ ), maka tidak difahami kalau sebenarnya orang yang menyembunyikan imannya itu adalah di antara pengikut Fir’aûn. Maka didahulukan lafazh ( ﻓﺮﻋﻮﻥ ﺀﺍﻝ )ﻣﻦ. Dan menurut As-Sakkaki ( w. 627 H ), salah seorang ulama Balâghah, bahwa sebab diakhirkan adalah karena larangan, yaitu rancu ( khalâl ) maknanya. Seperti terdapat dalam surat Al-Mu’minûn / 23 : 33, yang berbunyi : ) ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﻓﻲ ﻭﺃﺘﺮﻓﻨﺎﻫﻢ ﺍﻵﺨﺮﺓ ﺑﻠﻘﺎﺀ ﻭﻛﺬﺑﻮﺍ ﻛﻔﺮﻭﺍ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻗﻮﻣﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻸ ﻭﻗﺎﻝ n. ( 23 : 33 / ﺍﻟﻤﺆﻤﻨﻮﻥ n n Artinya: “ Dan berkata pemuka-pemuka orang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan menemui hari akhirat ( kelak ) dan yang telah kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia ”. (Al-Mu’minûn / 23 : 33). 97

Taqdim dan Ta’khir n Juga tentang surat Yûsuf / 12 : 24. ﻭﺍﻟﻔﺤﺸﺎﺀ ﺍﻟﺴﻮﺀ

Taqdim dan Ta’khir n Juga tentang surat Yûsuf / 12 : 24. ﻭﺍﻟﻔﺤﺸﺎﺀ ﺍﻟﺴﻮﺀ ﻋﻨﻪ ﻟﻨﺼﺮﻑ ﻛﺬﻟﻚ ﺭﺑﻪ ﺑﺮﻫﺎﻥ ﺭﺃﻰ ﺃﻦ ﻟﻮﻻ ﺑﻬﺎ ﻭﻫﻢ ﺑﻪ ﻫﻤﺖ ﻭﻟﻘﺪ ( 24: 12 / ﻳﻮﺳﻒ ) ﺍﻟﻤﺨﻠﺼﻴﻦ ﻋﺒﺎﺩﻧﺎ ﻣﻦ ﺇﻧﻪ n Artinya: “ Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud ( melakukan perbuatan itu dengan Yusuf dan Yusuf pun bermaksud ( melakukan pula ) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda ( dari ) Tuhannya. Demikianlah agar kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang terpilih”. ( QS. Yûsuf / 12 : 24 ). n Dalam ayat tersebut terdapat kata yang dihilangkan, yaitu ( ﻟﻬـﻢ ) yang taqdîrnya : ( ﺑـﻬﺎ ﻟﻬﻢ ) ﻭﻡ. Dimajukan lafazh ( ﺑﻪ ﻫﻣﺖ ) dengan menyalahi kebiasaan yaitu, bahwa kebanyakan seorang pria-lah yang ingin melakukan perbuatan itu dengan cara merayu atau menggoda. Tetapi dalam ayat ini berbeda, karena wanita yang menggoda pria, maka didahulukan lafazh ( ﺑﻪ ﻫﺕ ) sebelum lafazh ( ﺑـﻬﺎ ﻫ ). Sebagaimana dalam ayat : ( ﻫـﺎﻥ ﺑﺮ ﺭﺃﻰ ﺃﻦ ﻟﻮﻻ ﺑـﻬﺎ ﻭﻫ ﺑﻪ ﻫﺕ ﻭﻟﻘﺪ 98 ﺭﺑـﻪ ). n

Taqdim dan Ta’khir dalam Ilmu Qira’at Pertama : Tentang Qirâ’ah ( ﻗﻟﻮﺍ ﻭﻗﺎﺗﻠﻮﺍ ),

Taqdim dan Ta’khir dalam Ilmu Qira’at Pertama : Tentang Qirâ’ah ( ﻗﻟﻮﺍ ﻭﻗﺎﺗﻠﻮﺍ ), yaitu mendahulukan ( ﻗﺎﺗﻠﻮﺍ ) terhadap ( ﻭﻗﺘﻠﻮﺍ ) dalam ayat ( ﻭﻗﺘﻠﻮﺍ ﻗﺎﺗﻠﻮﺍ )( yang berperang dan yang terbunuh ), surat Ali-Imran / 3 : 195, yaitu : ﺍﻟﻠ ﻧ ﺍﺍ ﻷﺍ ﺍ ﻥ ﻱ ﺍ ﻷ ﺍ ﻷ ﻭﺍ ﺍﻭﺍ ﻳﻱ ﻱ ﻭﻭﺍ ﺍ ﻥ ﻭﺍ ﺍﻳ ﻥ ﻡ ﻧﻯ ﻥ ﻧﻡ ﺍ ﻵﻳ ﻯ ﺍﺍ n ( 195 : 3 / ﻋﻤﺮﺍﻥ ﺍﻝ ) ﺍ ﺍﻟ ﻧ ﺍﻟﻠ Artinya : n Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya ( dengan berfirman ), " Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, ( karena ) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik. " ( Ali-Imran / 3 : 195 ) n 99

Taqdim dan Ta’khir n Dan Imam Hamzah ( w. 156 H ) dan Imam

Taqdim dan Ta’khir n Dan Imam Hamzah ( w. 156 H ) dan Imam Kisa’i ( w. 189 H ) membacanya dengan mendahulukan bentuk maf’ul yaitu Waqutilu ( ﻭﻗﺘﻠﻮﺍ ) terhadap bentuk fa’il Qatalu ( )ﻗﺎﺗﻠﻮﺍ. Maksud ayat di atas adalah jawaban atas pertanyaan, tentang apakah akan dihapus dosa-dosa orang-orang yang berperang di jalan Allah atau yang terbunuh ? , Rasulullah SAW menjawabnya, Ya, karena itu Allah berfirman : ( ﺍﻷﻨﻬﺎﺭ ﺗﺤﺘﻬﺎ ﻣﻦ ﺗﺠﺮﻱ ﺟﻨﺎﺕ ﻭﻷﺪﺧﻠﻨﻬﻢ ﺳﻴﺌﺎﺗﻬﻢ ﻋﻨﻬﻢ ﻷﻜﻔﺮﻥ ), bahwa Allah SWT akan menghapuskan kesalahan orang-orang yang berperang di jalan. Nya, atau terbunuh, dan memasukkan. Nya kedalam Surga, yang terdapat didalamnya bermacam-macam minuman (masyrab), susu, madu dan yang lainnya, yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah tersirat dalam sanubari. Demikian itu, sungguh karena besarnya kekuasaan Allah serta balasan-Nya yang tiada terbilang. Demikianlah maksud ayat ( ﻭﻗﺘﻠﻮﺍ ﻭﻗﺎﺗﻠﻮﺍ ), Allah mengangkat setinggi-tingginya derajat orang-orang yang berperang di jalan Allah SWT apapun resikonya membunuh atau terbunuh. Demikian 100 menurut Ibn Katsir dalam kitabnya ***

Taqdim dan Ta’khir dalam Kalimat n Kedua : Mendahulukan ( ﺍﻟﻤﺨﺎﻃﺒﻴﻦ ) terhadap (

Taqdim dan Ta’khir dalam Kalimat n Kedua : Mendahulukan ( ﺍﻟﻤﺨﺎﻃﺒﻴﻦ ) terhadap ( ﺍﻷﻮﻻﺩ ) dalam dua surat Al-An’âm dan Al-Isra’ dengan redaksi yang berbeda. Dalam surat Al-An’âm [6]: 151 berbunyi : ( 151 : 6 / ﺍﻷﻨﻌﺎﻡ ) * ﻭﺇﻳﺎﻫﻢ ﻧﺮﺯﻗﻜﻢ ﻧﺤﻦ ﺇﻣﻼﻕ ﻣﻦ ﺃﻮﻻﺩﻛﻢ ﺗﻘﺘﻠﻮﺍ ﻭﻻ n Artinya : “ Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka". ( Al-An’âm [6]: 151 ) n Surat Al-Isra’ [17] : 31 berbunyi : * ﻛﺒﻴﺮﺍ ﺧﻄﺌﺎ ﻛﺎﻥ ﻗﺘﻠﻬﻢ ﺇﻥ ﻭﺇﻳﺎﻛﻢ ﻧﺮﺯﻗﻬﻢ ﻧﺤﻦ ﺇﻣﻼﻕ ﺧﺸﻴﺔ ﺃﻮﻻﺩﻛﻢ ﺗﻘﺘﻠﻮﺍ ﻭﻻ n ( 31 : 17 / )ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ Artinya : n “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan 101 juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu

Di dahulukan mukhâtab dengan dhamîr ( ﻛﻢ ) ﻧﺮﺯﻗﻜﻢ ( ) dalam surat Al-An’âm

Di dahulukan mukhâtab dengan dhamîr ( ﻛﻢ ) ﻧﺮﺯﻗﻜﻢ ( ) dalam surat Al-An’âm [6] : 151 dan tidak didahulukan dalam surat Al-Isra’ [17]: 31, dengan khîtab pada ayat Al. An’âm ditujukan kepada orang-orang miskin ( )ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ. Ini dibuktikan dengan dalil ( ﺇﻣﻼﻕ ﻣﻦ ), yaitu karena kemiskinan. Dan kemiskinan itu bagi orang-orang miskin, tentu telah terjadi pada mereka. Maka janji Allah untuk memberikan rejeki bagi orang-tua mereka lebih penting dari pada anak-anak mereka, karena itu didahulukan dlamîr kum ( ﻧﺮﺯﻗﻜﻢ ) terhadap dlamîr hum ( ﻭﺇﻳﺎﻫﻢ ). n Sedangkan khitâb Allah dalam surat Al. Isra’[17]: 31 dengan mendahulukan dlamîr hum ( ﻫﻢ )( ﻧﺮﺯﻗﻬﻢ ) yang ditujukan kepada orang-orang kaya ( )ﺃﻐﻨﻴﺎﺀ , dengan dalil ( ﺍﻹﻣﻼﻕ ﺧﺸﻴﺔ )(takut kemiskinan). Dan kata “ khasyiah “ adalah sebagai bukti adanya kekhawatiran mereka akan kemiskinan, yakni mereka takut bila terjadi terhadap anak-anak mereka. Dengan demikian rejeki 102 n

n Terusan Melihat dua redaksi ayat yang berbeda di atas, Ibn Katsir menjelaskan dalam

n Terusan Melihat dua redaksi ayat yang berbeda di atas, Ibn Katsir menjelaskan dalam kitabnya tentang surat Al-An’âm [6]: 151, bahwa Allah SWT melarang pembunuhan yang dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya disebabkan kemiskinan yang tidak dapat memberikan nafkah ( rejeki ) dengan baik terhadap anak-anak mereka. Maka dalam ayat tersebut didahulukan dlamîr-kum, sebagai ta’kîd ( penekanan ), bahwa janji Allah untuk mengutamakan rejeki bagi mereka ( orang-tua ) karena rejeki bagi mereka lebih penting. Sedangkan maksud larangan Allah atas pembunuhan yang terdapat dalam surat Al-Isra’[17]: 31, ditujukan kepada selain orang miskin ( baca : orang kaya ), akan tetapi orang kaya takut jatuh miskin di suatu hari dan hal itu bisa mengakibatkan kelaparan bagi anak-anak mereka. Maka rejeki bagi anak-anak mereka adalah lebih penting dari pada rejeki orang tua mereka. Karena itu Allah berjanji untuk mendahulukan rejeki anak-anak mereka. Dan redaksi ayat mendahulukan dhamir-hum ( )ﻧﺮﺯﻗﻬﻢ terhadap dlamîr-kum ( )ﻭﺇﻳﺎﻛﻢ , karena rejeki bagi anak-anak mereka lebih penting. Demikian maksud Allah dalam dua ayat di atas, karena Allah SWT Maha 103 Penyayang terhadap hamba. Nya. **

Taqdim dan Ta’khir dalam Ilmu Qira’at Ketiga : Mendahulukan bentuk maf’ul ( ﻗﻭﻥ )

Taqdim dan Ta’khir dalam Ilmu Qira’at Ketiga : Mendahulukan bentuk maf’ul ( ﻗﻭﻥ ) terhadap fa’il ( ﻗﻭﻥ ) dalam bacaan ( ﻭ ﻭ )( mereka membunuh dan terbunuh ), Dan Hamzah (80 H – 156 H) dan Kisa’i (119 H-189 H) membacanya dengan mendahulukan bentuk maf’ul terhadap bentuk fa’il. Sebagaimana dalam surat At-Taubah [9] : 111, yaitu : ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺒﻴﻞ ﻓﻲ ﻳﻘﺎﺗﻠﻮﻥ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻟﻬﻢ ﺑﺄﻦ ﻭﺃﻤﻮﺍﻟﻬﻢ ﺃﻨﻔﺴﻬﻢ ﺍﻟﻤﺆﻤﻨﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﺷﺘﺮﻯ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻥ ﻣﻦ ﺑﻌﻬﺪﻩ ﺃﻮﻓﻰ ﻭﻣﻦ ﻭﺍﻟﻘﺮﺀﺍﻥ ﻭﺍﻹﻧﺠﻴﻞ ﺍﻟﺘﻮﺭﺍﺓ ﻓﻲ ﺣﻘﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻋﺪﺍ ﻭﻳﻘﺘﻠﻮﻥ ﻓﻴﻘﺘﻠﻮﻥ ( 111 : 9 : / )ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﺍﻟﻔﻮﺯ ﻫﻮ ﻭﺫﻟﻚ ﺑﻪ ﺑﺎﻳﻌﺘﻢ ﺍﻟﺬﻱ ﺑﺒﻴﻌﻜﻢ ﻓﺎﺳﺘﺒﺸﺮﻭﺍ ﺍﻟﻠﻪ Artinya : n Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji (Allah), yang melawat, yang ruku`, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma`ruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara 104 n

Rahasia Balagha dalam Penafsiran n Didahulukan atau diakhirkan pada ayat ( ﻓﻴﻘﺘﻠﻮﻥ ﻭﻳﻘﺘﻠﻮﻥ )

Rahasia Balagha dalam Penafsiran n Didahulukan atau diakhirkan pada ayat ( ﻓﻴﻘﺘﻠﻮﻥ ﻭﻳﻘﺘﻠﻮﻥ ) tidak berpengaruh kepada maksud ayatnya, karena menurut Ibn Katsir bahwa huruf wawu ( ﻭﺍﻭ ) tidak bertujuan untuk tartib (urutan), akan tetapi untuk persamaan (taswiyah), karena itu baik didahulukan atau sebaliknya, maka balasan dari perbuatan tersebut (membunuh atau terbunuh) dalam peperangan (fi Sabilillah) adalah mendapat pahala surga. Sebagaimana yang dimaksudkan dalam Kitab Taurat, Zabur, Injil dan Al-Qur’an. Demikianlah janji Allah bagi 105 orang-orang yang beriman atas suatu

Al-Ziyadah dan Hazf [2] Al-Ziyadah artinya penambahan. n Pakar tafsir mencari rahasia di balik

Al-Ziyadah dan Hazf [2] Al-Ziyadah artinya penambahan. n Pakar tafsir mencari rahasia di balik ziyadah itu. Contoh : QS. Al. Syura’ [42]: 11 n n Artinya : Tidak ada yang serupa (seperti) dengan Tuhan. Kata kaf ( )ﻙ dan mistl ( ﻣﺜﻞ ), keduanya memiliki arti serupa atau seperti. Penjelasan seperti ini adalah dianggap pada ayat kelebihan yang dikenal tanpa makna. ** 106

Hazf ( dibuang) n Hazf artinya dihilangkan/ dibuang. QS. Yunus [10]: 67 ﻭ ﻷﺍ

Hazf ( dibuang) n Hazf artinya dihilangkan/ dibuang. QS. Yunus [10]: 67 ﻭ ﻷﺍ ﻱ ﺍ ﺍ ﺍﻟ ﻳ ﻭﺍ ﺍ ﺍﻱ n Artinya: Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan siang terang benderang. n Dalam ayat ini, ulama berbicara dua sisi yaitu tentang siang dan malam. Ketika berbicara tentang malam tidak disebutkan kata gelap ( )ﻣﻈﻠﻤﺔ . Sementara kata penggalan yang berbiara tentang siang disebutkan kata terang benderang ( )ﻣﺒﺼﺮﺓ. Ini berarti ada suatu tujuan yang diharapkan dengan hazf dalam ayat ini, yaitu karena dihilangkan kata ( )ﻣﻈﻠﻤﺔ adalah bahwa malam bertujuan untuk istirahat, sementara ketika disebutkan kata siang, tetapi tidak disebutkan lawan katanya ( muzlimah) adalah bertujuan untuk mencari karunia Allah, yaitu diwaktu siang. *** n 107

Huruf Jar (Preposition) Huruf Jar adalah huruf yang memberi makna tertentu bagi kata yang

Huruf Jar (Preposition) Huruf Jar adalah huruf yang memberi makna tertentu bagi kata yang berkaitan dengannya. Misalnya kata raghiba ( )ﺭﻏﺐ maknanya ditentukan oleh huruf yang menyertainya, jika fi, yaitu raghiba fi ( ﻓﻰ ﺭﻏﺐ ), maka bermakna suka atau senang, sedang bila yang menyertainya huruf an ( )ﻋﻦ , maka raghiba an ( ﻋﻦ ﺭﻏﺐ ), maka maknaya tidak suka atau tidak senang. n Demikian juga kata Hada ( )ﻫﺪﻯ bila diikuti dengan ila ( )ﺇﻟﻰ , maka ia berati memberi informasi/petunjuk, tetapi bila tanpa ila, maka bearti mengandung makna mengantarkan ke tempat yang dituju lihat QS. Al. Syura[42]: 52, dan QS. Al-Qashas [28]: 56. . (52 : آ ﻭﺍ ﺍ ﺍﻨ ﻱ ﺍ ﺍﺍ ﻻ ﻹﻴﺍ ﻥ ﺍ ﻭﺍ ﻱ ﻥ آ ﺍﺍ ﻱ ﻯ ﺍ ﻴ ) ﺍﻟﺸﻮﺭﻯ n ( 56: ﺍﻟﻠ ﻱ ﻥ آ ﺍﻴ )ﺍﻟﻘﺼﺺ ﻻﻱ 108 n

Huruf Nafyi ( ﺍﻟﻨﻔﻲ ﺣﺮﻭﻑ ) n Huruf nafyi adalah huruf yang digunakan untuk

Huruf Nafyi ( ﺍﻟﻨﻔﻲ ﺣﺮﻭﻑ ) n Huruf nafyi adalah huruf yang digunakan untuk menafyikan sesuatu. Seperti : ( )ﻣﺎ , ( ﻻ ), ( ﻟﻢ ), ( )ﻟﻤﺎ , ( ﻟﻦ ), dan seterusnya. Masing-masing mempunyai makna-makna tertentu. Lam ( ﻟﻢ )dan lan ( ﻟﻦ ) tidak digunakan, kecuali sebelum fi’il Mudhare. Dan lan mengandung makna tidak akan sama sekali sampai kapanpun. Contoh QS. Al-Taubah [9]: 83. ( ﺍﺍ ﻟ ﺍ ﺍﺍ ﺍ ﺍ ). Contoh lain, La ( )ﻻ digunakan untuk menafikan kata kerja masa kini dan masa lampau sedang lama ( )ﻟﻤﺎ digunakan untuk menafikan sesuatu. Contohnya dalam QS al-Hujurat [ 49] : 14 109

Huruf al-Istisna’ ( ﺍﻹﺳﺘﺜﻨﺎﺀ ﺣﺮﻭﻑ ) Huruf Istisna’ sebagai pengecualian, sebagai pengecualian terhadap cakupan

Huruf al-Istisna’ ( ﺍﻹﺳﺘﺜﻨﺎﺀ ﺣﺮﻭﻑ ) Huruf Istisna’ sebagai pengecualian, sebagai pengecualian terhadap cakupan kata yang disebutkan setelah adat istisna’. Contoh, Semua Mahasiswa hadir kecuali Ali. Huruf Istisna’ diantaranya, adalah : ( ﺇﻻ ), ( )ﻏﻴﺮ , ( ﺳﻮﻯ ), ( )ﻣﺎﻋﺪﺍ. Contoh QS. Thaha [20]: 116 ( ﻯ ﻳ ﻵ ﻭﺍ Contoh QS. Thaha [20]: 116 ( ): “ Semua Malaikat bersujud, tetapi Iblis enggan “. n Adat al-Syarath ( ) n 110

Adat al-Syarath ( ﺍﻟﺸﺮﻁ ﺃﺪﺍﺓ ) Adat al-Syarth adalah “huruf-huruf yang digunakan untuk mensyarathkan

Adat al-Syarath ( ﺍﻟﺸﺮﻁ ﺃﺪﺍﺓ ) Adat al-Syarth adalah “huruf-huruf yang digunakan untuk mensyarathkan sesuatu “. Ada yang tidak mempengaruhi kata sesudahnya dalam segi I’rab sehingga tidak menjazmnya. Dan huruf-huruf yang tidak menjazam itu adalah seperti : iza ( )ﺇﺫﺍ , Lau ( )ﻟﻮ , Laula ( )ﻟﻮﻻ dan Lauma ( )ﻟﻮﻣﺎ. Sedangkan yang dapat menazm kata sesudahnya misalnya, seperti, In ( )ﺇﻥ , man ( )ﻣﻦ , ma ( ﻣﺎ ), Mahma ( )ﻣﻬﻤﺎ , dan Ayyu ( )ﺃﻲ. Iza ( )ﺇﺫ digunakan untuk sesuatu yang diyakini atau diduga keras atau tering terjadi, sedangkan in ( )ﺇﻥ digunakan untuk yang diragukan atau jarang terjadi. n Contoh QS. Al-Baqarah[2]: 180, ﻳ ﺍ ﻯ ﺍ ﺍﻭ ﻷﻳ ﺍ ﺍ ﺍ ﻥ ﺍ ﺍ n n QS. Al-Maidah [5]: 6 ﻯ ﻧﻡ ﻥ ﻭﺍ ﺍ ﺍ ﻧ ﻥ ﺍ ﻯ ﻭ ﺍﻭﺍ ﺍﺍ ﻯ ﻭ ﺍﻭﺍ ﻻ ﺍﻟ ﻯ ﺍ ﺍﻭﺍ ﺍﻳ ﺍ ﺍ 111 n n

Fungsinya In ( ﺇﻥ ) sering digunakan dalam konteks kalamullah kepada orang-orang beriman, QS.

Fungsinya In ( ﺇﻥ ) sering digunakan dalam konteks kalamullah kepada orang-orang beriman, QS. Muhammad [47]: 7 atau ayat yang sering ditutup dengan ( ﻣﺆﻤﻨﻴﻦ ﻛﻨﺘﻢ ﺇﻥ ) : jika kamu beriman. n Lau ( ﻟﻮ ) diistilahkan huruf imtina li imtina’ (huruf yang menggunakan syarth), namun syarat itu tidak mungkin akan terjadi sehingga akibatnya dari syarat tersebut, juga tidak mungkin akan terjadi. Contoh QS. Al-Anbiya [21]: 22 ( ﺍ ﺍﻟﻠ ﻻ ﺍ ﻳآ )ﺍ. n Lau La ( )ﻟﻮﻻ asalnya lau ( )ﻟﻮ ditambah la ( ﻻ ). Gabingan dua huruf digunakan semakna dengan lau. Bisa digunakan untuk mendorong suatu kativitas. Seperti QS. Al-Taubah [9 ] : 121. demikian juga fungsi lau ma ( ﻣﺎ ﻟﻮ ). 112 QS. Al-Taubah : 121 n

Makna Ism dan Fi’il n Makna Ism dan Fi’il cukup banyak, kata-kata yang dalam

Makna Ism dan Fi’il n Makna Ism dan Fi’il cukup banyak, kata-kata yang dalam bentuk ism dan fi’il. Tidak jarang satu kata telah memiliki makna tertentu, tetapi setelah dirangkan dengan kata lain, maka maknanya berubah. Contoh kata raib ( )ﺭﻳﺐ yang secara umum berati ragu/syakh, namun bisa berubah setelah dirangkai dengan kata manun ( )ﺍﻟﻤﻨﻮﻥ. QS. Al-Thur[52]: 30 ( ﺍﻭ ﺍ ﻭﻭ ) yang artinya peristiwa yang mencelakakn. Kata shala( )t juga pada awalnya, diartikan doa, tetapi oleh al-Qur’an hampir pada semua ayat yang menggunakan kata itu, maknaya bukan sekedar doa, tetapi luas dari pada itu. Juga kata sayyarah ( ﺍﻟﺴﻴﺎﺭﺓ ) QS. Yusuf [12]: 10 yang artinya mobil, waktu itulah maknanya dewasa ini, karena masyarakat Arab 113 ketika diturunkannya al-Qur’an, menggunakannya dalam

 Tasyrif ( )ﺗﺼﺮﻳﻒ n Tashrif ( ﺗﺼﺮﻳﻒ ) membahas bentuk-bentuk lafaz serta asal

Tasyrif ( )ﺗﺼﺮﻳﻒ n Tashrif ( ﺗﺼﺮﻳﻒ ) membahas bentuk-bentuk lafaz serta asal usul kata. Bahwa ini sangat berpengaruh dalam penentuan makna. Ada tasyghir dan ada juga takbir ( ﺗﻜﺒﻴﺮ ) ada juga masydar ( )ﻣﺼﺪﺭ , ada juga ism waktu, tempat, dan subjek dan objek. Contoh wajada ( )ﻭﺟﺪ misalnya, dapat berbeda-beda maknanya, akibat perbedaan bentuknya. jika dikatakan wujud ( ﻭﺟ ) maka berati harta, jika wijdan ( )ﻭﺟﺪﺍﻥ berati sesuatu yang hilang dan akan ditemukan. Jika berkata maujidantan ( )ﻣﻮﺟﺪ berati amarah dan jika wajidun ( )ﻭﺟ berati kesedihan. 114

I’rab ( ﺇﻋﺮﺍﺏ ) n Persoalan lain yang berkaitan erat dengan makna adalah I’rab.

I’rab ( ﺇﻋﺮﺍﺏ ) n Persoalan lain yang berkaitan erat dengan makna adalah I’rab. Yang dimaksud dengan I’rab adalah analisi kalimat/ucapan dengan tinjauan aneka ilmu kebahasaan dalam rangka memperjelas maknanya. Contoh QS. Al-Fatihah [1]: 4 ( ﻳ ﺍﻟ ﺍ ), bahwa kata Maliki/ Pemilik dibaca malak dalam bentuk kata kerja masa lampau yang berarti yang memiliki, sehingga demikian ayat ke-4 surat al-Fatihah ini, dipahami dalam arti Tuhan memiliki Hari Kemudian. *** 115

Hakikat dan Majaz [3] Hakikat dan Majaz ( Tasybih, I’ti’arah, dan Kinayah). n Apa

Hakikat dan Majaz [3] Hakikat dan Majaz ( Tasybih, I’ti’arah, dan Kinayah). n Apa itu Haqiqah ? Apa itu Majaz ? n Hakikah adalah kalimat yang pada mulanya digunakan dalam arti yang ditetapkan oleh pengguna bahasa dan yang terlintas pertama kali dalam benak, jika kata tersebut terucapkan. Sedangkan majaz adalah makna yang berbeda dengan makna hakikah (sebenarnya), karena adanya indikator yang mengalihkannya dari makna tersebut. n 116

Contoh Majaz Contoh : “ Saya mendengar Singa berpidato “ n Maka kata singa

Contoh Majaz Contoh : “ Saya mendengar Singa berpidato “ n Maka kata singa itu tidak dimaksudkan dalam arti yang sebenarnya, yaitu binatang (singa), yang dikenal raja hutan, melainkan adalah orator yang berapi-api dalam berpidato. Contoh lain, QS. Shad [38]: 75, “ menciptakan manusia dengan kedua tangannya “ teks berbunyi : n ﺍ ﻥ ﺍ n n Tetapi makna tangan “makna kedua tangannya bukan seperti tangannya makhluk. 117

Majaz n Majaz merupakan salah satu pembahasan Ilmu Balaghah ( Ilmu Bayan), yang merupakan

Majaz n Majaz merupakan salah satu pembahasan Ilmu Balaghah ( Ilmu Bayan), yang merupakan salah satu dari tiga macam dalam sastra Bahasa Arab. Dalam kata majaz adalah asal kata ( ) yang berarti melampaui batas. Majaz berarti tempat untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, seperti jembatan. Secara istilah (etimologi) Ia adalah Pengalihan makna dasar dari satu lafadz /susunan ke makna lain, berdasarkan indikator yang mendukung pengalihan makna itu. Majaz terbagi dua, pertama, berkaitan dengan kata secara berdisri sendiri, seperti kata (asad), artinya singa, yang kedua, pernibahan satu aktivitas atau yang serupa dengannya, kepada sesuatu pelaku, karena adanya keterkaitan dengannya. Dinamakn juga majaz isnady, majaz Aqly 118.

n Hakikah terbagi kepada : Hakiqah Lughawiyah, contohnya Kursi, yaitu tempat duduk 2. Hakikah

n Hakikah terbagi kepada : Hakiqah Lughawiyah, contohnya Kursi, yaitu tempat duduk 2. Hakikah Urfiyah : contohnya, kata fiqh, yaitu pengetahuan tentang hukum Islam. 3. Hakikat Syar’iyah : makna yang digunakan oleh bahasa, Allah, shalat, zakat dan …. . *** 1. 119

Majaz ( Tasybih, Isti’arah da Kinayah) Majaz ( secara bahas, melampai batas): secara istilah

Majaz ( Tasybih, Isti’arah da Kinayah) Majaz ( secara bahas, melampai batas): secara istilah Pengalihan makna dari satu lafadz ke makna lain, berdasarkan indikator yang mendukung pengalihan makna itu. n A. waktu dan peristiwa, QS. Al-Muzammil[73] : 17 ( )ﺍ ﺍﺍ ﻳﺍ. n n B. menggunakan kata seluruhnya sedangkan yang dimaksud sebagian. QS. Al-Hajj[22]: 27 ( ﻥ ﻱ ﺍﻟ ﺍ ﺍ ﻭ ﺍﻻ ﻯ ﺍ ﻳ ﻥ ) ﻳ 120

Isti’arah ( ﺍﻹﺳﺘﻌﺎﺭﺓ n ) Istiarah bagian dari tasybih, penyerupaan yang tidak menyebut al-musyabbah,

Isti’arah ( ﺍﻹﺳﺘﻌﺎﺭﺓ n ) Istiarah bagian dari tasybih, penyerupaan yang tidak menyebut al-musyabbah, tetapi langsung menyebutkan musyabah bihi. Contoh : Aku melia si A bagaikan singa padang pasir di medan perang. (menyerupai singa) 122

Kinayah ( )ﻛﻨﺎﻳﺔ n Kinayah : menetapkan satu makna tanpa menyebutkan kata/kalimat yang digunakan

Kinayah ( )ﻛﻨﺎﻳﺔ n Kinayah : menetapkan satu makna tanpa menyebutkan kata/kalimat yang digunakan untuk makna itu, tetapi menyebut kata lain sambil memberi indikator tentang maksudnya. Contoh QS. Al-Nisa[4] : 23 ﺍ ﺍ ﺍﻻ ﺍ ﻷ ﺍ ﺍﻻ ﻱ ﺍﻡ ﺍﻟ ﺍ ﺍ آ آ ﺍﻻ ﻱ ﻱ ﻭﻡ ﻥ آ ﺍﻻ ﻱ ﻡ ﻥ ﻭﻭﺍ n ﻡ ﻻﺍ ﻵ آ ﺍﻳ ﻻ ﻥ ﻭﺍ ﻷ ﻻ ﺍ ﺍﻟﻠ ﺍ ﻭﺍ ﻳﺍ 123

n Contoh Kinayah : QS. Al-Nisa[4]: 43 آ ﺍﻟ ﻻ ﺍآ ﻧﻡ آ n

n Contoh Kinayah : QS. Al-Nisa[4]: 43 آ ﺍﻟ ﻻ ﺍآ ﻧﻡ آ n 124

Al-Fasl ( )ﺍﻟﻔﺼﻞ , Wash ( )ﺍﻟﻮﺻﻞ , Ijaz ( ﺍﻹﻳﺠﺎﺯ ) dan Itnab

Al-Fasl ( )ﺍﻟﻔﺼﻞ , Wash ( )ﺍﻟﻮﺻﻞ , Ijaz ( ﺍﻹﻳﺠﺎﺯ ) dan Itnab ( ﺍﻹﻃﻨﺎﺏ ) n Contoh fasl ( berpisah, tidak ada hubungan), yaitu dikarenakan tidak adanya athaf. yaitu QS. Al-Baqarah [2]: 14 ( ) ﺍ ﻟ ﺍﻳ ﺍﻭﺍ ﺍ ﺍ ﻭ , dengana ayat selanjunya al-Baqarah[2]: 15 ( ﻭ selanjunya al-Baqarah[2]: 15 ( ) ﺍﻟ ﻱ ﺍ. n Sedangkan wasl( berhubungan, nyambung dan tidak terpisah), disebabkan dengan adanya athaf. Contoh QS. Al-Infithar [ ] 13 -14 ( {13} ﻷﺍ ﻱ ﻳ {14} ) ﺍ ﺍ ﻱ ﻳ. 125

n Ijaz ( ﺍﻹﻳﺠﺎﺯ ) dan Itnab ( ﺍﻹﻃﻨﺎﺏ ) Ijaz ( memiliki makna

n Ijaz ( ﺍﻹﻳﺠﺎﺯ ) dan Itnab ( ﺍﻹﻃﻨﺎﺏ ) Ijaz ( memiliki makna yang lebih dari yang dipahami/mantuq), QS. Al-Baqarah : 275 ( ﺍﻧﻯ : 275 ( ﻥآ ﻥ ) ﺍ kesalahannya telah dima’afkan, bahkan dimasa lalu. n Teks : QS. Al-Baqarah[2]: 275 ﺍﻭﺍ ﺍ ﺍ ﺍﻟﻠ ﺍ ﺍﻟ ﺍ ﻥ آ ﻥ ﺍﻳ ﻟ ﺍﻟ ﺍ ﻻ ﻭﻭ ﻻ ﺍ ﻭ ﺍﻱ ﺍﻟ ﺍ ﺍ n ﺍﻧﻯ ﺍ ﻯ ﺍﻟﻠ ﺍ ﺍ ﺍﻟ ﺍ ﻳﺍ ﺍﻭ 126

Ijaz ( singkat, ringkas, simple) n n Ijaz Hazef : contoh QS. Al-Zariyat :

Ijaz ( singkat, ringkas, simple) n n Ijaz Hazef : contoh QS. Al-Zariyat : 25 ﻧﻭ ﻻ ﺍ ﻻﺍ ﺍﻭﺍ n Dihilangkan , maka asalnya ( )ﺳﻼﻡ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺃﻨﺘﻢ ﻗﻮﻡ ﻣﻨﻜﺮﻭﻥ : maknanya ( ﺳﻼﻣﺎ )ﺳﻠﻤﻨﺎ Itnab : terbagi dua n 1. Itnab Basith dan n 2. Itnab Ziyadah h. 273 n 127

contoh n Itnab Ziyadah (tuhjuan ta’khid) : QS al-Baqarah : 238 ﺍﻳ ﻟﻠ ﻭﻭﺍ

contoh n Itnab Ziyadah (tuhjuan ta’khid) : QS al-Baqarah : 238 ﺍﻳ ﻟﻠ ﻭﻭﺍ ﺍﻯ ﻻ ﺍﻟ ﺍ ﺍﻟ ﻯ ﺍﻭﺍ n n 129

n Itnab : terbagi dua n 1. Itnab Basith dan n 2. Itnab Ziyadah

n Itnab : terbagi dua n 1. Itnab Basith dan n 2. Itnab Ziyadah h. 273 n Pertama : Itnab Bast : yaitu penambahan jumlah ( ﺍﻟﺠﻤﻞ ﺗﻜﺜﻴﺮ ) n Kedua : Itnab Ziyadah: dengan penambahan huruf 0 huruf ta’kid. 130

Pembagian Itnab ( ﺍﻹﻃﻨﺎﺏ ) n Pertama : Itnab Bast : yaitu penambahan jumlah

Pembagian Itnab ( ﺍﻹﻃﻨﺎﺏ ) n Pertama : Itnab Bast : yaitu penambahan jumlah ( ﺍﻟﺠﻤﻞ ﺗﻜﺜﻴﺮ )contoh : QS. Al-Baqarah[2]: 164, seperti ; ada langit ada bumi dsb. 131

n Kedua : Itnab Ziyadah: dengan penambahan huruf ta’kid. n Huruf ta’kid yaitu :

n Kedua : Itnab Ziyadah: dengan penambahan huruf ta’kid. n Huruf ta’kid yaitu : Inna ( )ﺇ , Anna ( )ﺃ , lam ibtida’ ( ﺍﻝ ), Qasm ( ﻗﺴﻢ ), al-Istifhamiayh, ( ), Amma ( ), Ha tanbih ( ), Ka’ana ( )ﻛﺄ , Lakinn ( )ﻟﻜ Laita ( ﻟﻴﺖ ) La’ala ( )ﻟﻌ 132

Kaidah Tafsir ( Yang Berhubungan Ilmu Al-Qur’an ) [2] Qira’at : Perbedaan huruf, dalam

Kaidah Tafsir ( Yang Berhubungan Ilmu Al-Qur’an ) [2] Qira’at : Perbedaan huruf, dalam bacaan ( ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻳﻮﻡ ﻣﺎﻟﻚ ) ada yang baca maliki tanpa mad. Perbedaan dalam lafadz, contohnya, QS. Al-Baqarah[2]: 222 ( ﺍ ﻯ ﻻﻭ ). Bacaan ( ﻯ ), mengandung dua arti yaitu, suci dan haid. Jika dibaca sukum tha’ dan dhammah ha’, seperti dalam ayat, bermakna suci, sementara dalam bacaan ( ﻳﻄﻬﺮﻥ ) dengan fatha th’a yang ditasydid dan had musyaddadah, maka berati haid, dan suci dengan mandi. Juga dalam bacaan QS. Al-Nisa’ [4] : 43 : ( آ ﺍﻟ ﻻ ), lanjut …. 1. 133

Contoh n ( ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻣﺴﺘﻢ ﻻ ): kata ( ﺍﻟﻠﻤﺲ ) adalah asalnya adalah

Contoh n ( ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻣﺴﺘﻢ ﻻ ): kata ( ﺍﻟﻠﻤﺲ ) adalah asalnya adalah ( ﺑﺎﻟﻴﺪ )ﺍﻟﻤﺲ : menyentuh dengan tangan. Kemudian di-idhafah-kan kepada kata al-nisa’ ( ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ) , maka maksudnya adalah jima’ ( berhubungan /sebadan) , karena sering digunakan dalam bahasa arab. Kemudian Al-Qur’an mengkinayahkan dengan istilah jima’. n n Juga contoh lain QS. Al-Maidah [5]: 6 ﺍﻳ ﺍ ﻭﺍ ﺍ ﻯ ﺍﻟ ﻻ ﺍ ﻭﺍ ﻭ ﻯ ﺍﺍ ﺍ ﻭﺍ ﻭ ﻯ ﺍ ﻥ ﻧ ﺍ ﺍ ﻭﺍ ﺍ ﺍ ﺍ ﻭﺍ ﻭ ﻡ ﺍآ ﻻ ﺍﻟ آ ﻭﺍ ﻳ ﻡ ﻯ ﻯ آ ﻧ { 6} ﻭ ﻥﻳ ﺍﻳ ﺍﻟﻠ ﻡ ﺍ ﺍ ﻥﻧ ﻡ ﻳ 134

Asbab Nuzul 2. Asbab Nuzul adalah satu cakupan yang cukup populer adalah peristiwa-peristiwa yang

Asbab Nuzul 2. Asbab Nuzul adalah satu cakupan yang cukup populer adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa turunnya ayat, baik sebelum maupun sesudah turunnya, di mana kandungan ayat tersebut berkaitan/dapat dikaitkan dengan peristiwa itu. ( Lihat pada penjelasan Ilmu Al-Qur’an ). Kemudian Munasabah, dari segi bahasa maknanya kedekatan. Nasab adalah kedekatan hubungan antara seseorang dengan yang lain disebabkan oleh hubungan darah atau keluarga. Maka bisa dibagi kepada, pertama : hubungan kedekatan ayat dengan hukum ayat yang lain, contoh QS. Al-Maidah [4]: 3 dengan al-An’am [6] : 145, haram darah yang mengalir. Kedua, hubungan surat dengan surat, hubungan kata demi kata, ayat dengan ayat dsb. Siyaq adalah ada yang mengatakan sama dengan munasabah, tetapi ada juga yang mengatakan berbeda atau ada yang menolak, karena itu Siyaq adalah indikator yang digunakan untuk menetapkan makna yang dimaksud oleh pembicara/susunan kata. Adanya dua dalam hal ini, yaitu Siyaq Lughawy dan Siyaq Ghairu Lughawy. Lihat. h. 253 -259 136

Makiyah dan Madaniyah 3. Makiyah dan Madaniyah ( Lihat. pembahasan dalam Ilmu al-Qur’an )

Makiyah dan Madaniyah 3. Makiyah dan Madaniyah ( Lihat. pembahasan dalam Ilmu al-Qur’an ) 137

Muhkam dan Mutasyabih 4. Muhkam kata muhkam berasal dari hakama ( )ﺣﻜﻢ maknanya menghalangi,

Muhkam dan Mutasyabih 4. Muhkam kata muhkam berasal dari hakama ( )ﺣﻜﻢ maknanya menghalangi, seperti hukum, yang fungsinya menghalangi terjadinya penganiayaan, demikian juga hakim. Muhkam adalah suatu yang terhalngi/bebas dari keburukan. Lihat dalam pembahasan Ilmu al-Qur’an. Mutasyabih adalah terambil dari kata al-Syabhu, atau sabbahah ( ����� ), yang maknanya serupa (tapi tak sama), QS. Al-Imran[3]: 7 arti sabbahah juga bisa diartikan samar. Contoh dalam QS. Al-Shaffat [37]: 93, ( ﺍﻳ ﺍ ) ﺍ kata yamin ( ) ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ , tidak jelas maksudnya, apakah arti tangan kanan, atau kuat, atau sumpah. Ayat tersebut dapat dipahami dalam arti Nabi Ibrahim, QS. Al-Anbiya’[21]: 57. juga dalam QS. Al- Fath [48]: 10, kata tangan Tuhan atau tangan 138 mereka. Dan sebagainya …***

Kaidah Tafsir yang berhubungan dengan Ushul Fiqh [3] 1. Qath’I dan Zanny Qath’I (pasti)

Kaidah Tafsir yang berhubungan dengan Ushul Fiqh [3] 1. Qath’I dan Zanny Qath’I (pasti) dan Zanny (dugaan). Dua hal ini persoalan yang pokok yang dibahas dalam ilmu Ushul Fiqh. Karena persoalan ini berkaitan erat dengan hukum-hukum syari’at dan dalil-dalilnya secara umum. Karena ushul fqih berkaitan erat dengan persoalan hukum. 1. 2. 3. 4. Mantuq dan Mafhum, lanjut…. Am dan Khash, lanjut…. . Mutlaq dan Muqayyad, lanjut…. . Nash, Zhahir, Mujmal, dan Mu’awwal 139

Qath’I adalah sesuatu yang pasti dan meyakinkan sehingga tidak ada lagi yang memungkinkan lain

Qath’I adalah sesuatu yang pasti dan meyakinkan sehingga tidak ada lagi yang memungkinkan lain untuknya kecuali yang telah dipilih dan ditetapkan. Sedangkan Zanny adalah yang masih mengandung dua hal atau lebih kemungkinan. Ulama Ushul menetapkan ada yang dinamai Qath’I al-Tsubu<t dan Qath’I Dila<lah. Demikian juga yang Zanny, dibagi kepada Zanny al. Tsubut dan Zanny Dila<lah. n Atas dasar kedua istilah di atas, para ulama menyatakan, bahwa al-Qur’an disebut kitab suci yang dinyatakan Qath’I al-Tsubut. Terkait hadits-hadits yang dinyatakan mutawattir yakni, disampaikan oleh banyak orang yang jumlahnya mengantar kepada keyakinan 140 bahwa mereka menurut kebiasaan mustahil sepakat n

n Contoh yang Qath’i, diantaranya : . . . ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺃﻘﻴﻤﻮﺍ n n Laksanakanlah

n Contoh yang Qath’i, diantaranya : . . . ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺃﻘﻴﻤﻮﺍ n n Laksanakanlah Shalat, seperti ini adalah Qath’i. juga ayat QS. Al-Nisa’ : 12 ﻥ ﻥ ﺍ ﺍ n Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, ( QS. Al-Nis’a : 12), n Tetapi dalam hal ini ayat-ayat yang Zanny, terkandung dalam QS. Al-Baqarah : 228 , contoh dala kata ‘ Quru’ 141 yang artinya suci atau haid. Misalnya dalan bunyi ( ﻭ ﻻ ﺍﺍ n

Manthuq dan Mafhum n Manthuq dan Mafhum Manthuq ( ﻣﻨﻄﻮﻕ ) adalah terambi dari

Manthuq dan Mafhum n Manthuq dan Mafhum Manthuq ( ﻣﻨﻄﻮﻕ ) adalah terambi dari kata ( )ﻧﻄﻖ yang artinya terucap. Maka manthuq adalah makna yang dikandung oleh kata yang terucap. Sedangkan mafhum ( )ﻣﻔﻬﻮﻡ adalah yang terambil dari kata ( )ﻓﻬﻢ yang artinya faham (memahami). Mafhum berarti makna yang tidak terucapkan yang terdapat pada lafadz dan difahami dari mantuq itu sendiri. Secara garis besar mantuq terbagi dua : yaitu n [1]. Yang tidak mengandung kemungkinan takwil/pengalihan makna dan ini dinamai nash. Dan nash terbagi dua juga a. sharikh /jelas. b. ghairu sharikh ( tidak jelas). Contoh mantuq adalah terkait jual beli dan riba dalam ayat ( ﺍﻟﺮﺑﺎ ﻭﺣﻡ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﺤ ). Teks tersebut 142 mengandung dua makna yaitu jual-beli dan riba. Ini n

n [2]. Yang kedua ini, Manthuq yang ghairu Sharikh ( ) tidak jelas. Artinya

n [2]. Yang kedua ini, Manthuq yang ghairu Sharikh ( ) tidak jelas. Artinya makna yang bukan muncul dari makna yang diletakan untuknya, namun demikian makna itu, adalah sesuatu yang tidak terpisahkan darinya. Jika anda berkata “ empat” artinya bahwa angka itu di atas tiga dan dibawah lima, itu maknanya. Atau juga bisa berarti empat adalah angka genap. Genap inilah yang merupakan makna mantuq yang ghairu sharikh yang sebenarnya bukan itu yang dimaksudkan, dengan kata empat, tetapi selama empat itu ya empat, ia pasti bilangan genap, inilah contoh manthuq ghairu sharikh. 143

n Mafhum secara garis besar terbagi kepada dua : Mafhum Muwafaqah ( ﺍﻟﻤﻮﺍﻓﻘﺔ ﻣﻔﻬﻮﻡ

n Mafhum secara garis besar terbagi kepada dua : Mafhum Muwafaqah ( ﺍﻟﻤﻮﺍﻓﻘﺔ ﻣﻔﻬﻮﻡ ) dinamakan juga dilalah nash. 2. Mafhum Mukhalafah ( ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻔﺔ ﻣﻔﻬﻮﻡ ). 1. 144

Mafhum Muwafaqah adalah makna yang sejalan dengan makna mantuq. Dengan kata lain, yaitu yang

Mafhum Muwafaqah adalah makna yang sejalan dengan makna mantuq. Dengan kata lain, yaitu yang tidak terucapkan sejalan dengan makna terucapkan. Kesejalanan yang bisa jadi karena yang tidak terucapkan sama atau justru lebih utama dari pada yang terucapkan. Contoh kata dalam QS. Al-Isra’ : 23, ( ﺃ ﻟﻬﻤﺎ ﺗﻘﻞ ﻓﻼ ) adalah laranga mengatakan kata “ cis atau ah “, hal yang membuat sakit adalah sama dengan kata di atas, apalagi yang lebih dari itu, memukul atau dan sebagainya. Ini maksud Mafhum Muwafaqah. 2. Mafhum Mukhalafah adalah makna yang tidak terucap dan yang tidak ditarik dari mantuq, namun berbeda dengan makna yang dikandung oleh mantuq. 145 Macamnya banyak, [1]. Mafhum syarat, [2]. Mafhum 1.

‘Am dan Khash n n Lafadz Am ( ﻋﺎﻡ ) adalah lafadz yang mengandung

‘Am dan Khash n n Lafadz Am ( ﻋﺎﻡ ) adalah lafadz yang mengandung arti menyeluruh. Menurut ulama Ushul adalah kata yang mengandung seluruh bagian dari kandungan lafadz sesuai dengan pengertian kebahasaan tanpa pengecualian oleh kata lain. Atau Am adalah lafadz yang mencakup segala sesuatu yang dikandung wadahnya tanpa kecuali. Bagian-bagiannya ada 3 macam di antaranay : 1. al-Am al-Istigraqy : mencakup tanpa terkecuali, seperti, Quru’ 2. al-Am al-Majmu’y : tidak mencakup keseluruhan, Percaya kepada para Nabi dll. 3. al Am al-Badaly : yang diwakili oleh seseorang dari 146

n Lafadz Khash ( )ﺧﺎﺹ , adalah lawan dari Am ( ﻋﺎﻡ ), atau

n Lafadz Khash ( )ﺧﺎﺹ , adalah lawan dari Am ( ﻋﺎﻡ ), atau dengan pengertian bahwa Khash adalah lafadz yang tidak dapat digunakan mengikutsertakan banyak satuannya. Contoh, masa iddah wanita hamil hingga Ia melahirkan, dan tidak mencakup selainnya. Sepakat ulama menyatakan bahwa am, dapat dipersempit cakupannya, sehingga hanya mencakup sebagian yang asalnya saja. Jika ada mukhashish, contohnya , siapa yang kafir hanya bersifat umu dalam ayat ini, QS. Al. Nahl[16 ] : 106 ﻳ ﺍ ﺍﻟﻠ ﺍ ﺍ ﻥ ﻥ ﻹﻳﺍ ﻻ ﻳﺍ ﻥ ﺍﻟﻠ ﻥ n n Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orangyang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. 16: 106) 147

Mutlaq n Mutlak ( ﺍﻟﻤﻄﻠﻖ ) secara bahasa adalah : ( ﺿﺪ ﺍﻟﻤﻘﻴﺪ (lawan

Mutlaq n Mutlak ( ﺍﻟﻤﻄﻠﻖ ) secara bahasa adalah : ( ﺿﺪ ﺍﻟﻤﻘﻴﺪ (lawan dari Muqoyyad. Atau kata Mutlaq ( ﻣﻄﻠﻖ ) adalah sesuatu yang dilepas/tidak terikat. Atau suatu lafaz tertentu yang menunjukkan pada benda yang belum terikat batasannya. 148

Contoh : Mutlaq ( terlepas) n Dan secara istilah : ﻣﺎ ﺩﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ

Contoh : Mutlaq ( terlepas) n Dan secara istilah : ﻣﺎ ﺩﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺑﻼ ﻗﻴﺪ n n "Apa-apa yang menunjukkan atas hakikat tanpa ikatan" 149

n "Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur" [QS.

n "Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur" [QS. al-Mujadilah : 3] 150

Mutlaq dan Muqayyad Kata Mutlaq ( ﻣﻄﻠﻖ ) adalah sesuatu yang dilepas/tidak terikat. Dari

Mutlaq dan Muqayyad Kata Mutlaq ( ﻣﻄﻠﻖ ) adalah sesuatu yang dilepas/tidak terikat. Dari akar kata yang sama lahir kata thalaq (talak), artinya lepasnya hubungan suami istri sehingga baik suami maupun istri sudah tidak lagi saling terikat. n Bermacam-macam definisi menurut ulama, Mutlaq adalah lafadz yang menunjuk subtansi sesuatu sebagaimana adanya subtansi itu. Ada juga yang memahami bahwa, mutlaq adalah lafadz tunggal yang berbentuk nakirah yang ditampilkan bukan dalam bentuk negasi. Secara 151 umum mutlaq adalah lafadz yang menunjuk n

n Muqayyad : terikat n n n DEFINISI MUQOYYAD ( : ( )ﺍﻟﻤﻘﻴﺪ Muqoyyad

n Muqayyad : terikat n n n DEFINISI MUQOYYAD ( : ( )ﺍﻟﻤﻘﻴﺪ Muqoyyad ( ( ﺍﻟﻤﻘﻴﺪ secara bahasa adalah : ( ( ﻣﺎ ﺟﻌﻞ ﻓﻴﻪ ﻗﻴﺪ ﻣﻦ ﺑﻌﻴﺮ ﻭﻧﺤﻮﻩ Apa yang dijadikan padanya suatu ikatan dari unta dan yang semisalnya. Dan secara istilah : ﻣﺎ ﺩﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺑﻘﻴﺪ n "Apa-apa yang menunjukkan hakikat dengan ikatan" Sebagaimana firman Alloh ta'ala : (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya. 152

Sedangkan Muqayyad ( )ﻣﻘﺩ adalah dari segi bahasa berarti ikatan yang menghalangi sesuatu memiliki

Sedangkan Muqayyad ( )ﻣﻘﺩ adalah dari segi bahasa berarti ikatan yang menghalangi sesuatu memiliki kebebasan gerak. Sedang dari segi istilah didapati bahwa, muqayyad adalah lafadz yang menunjuk kepada satu atau beberapa satuan yang diberi ikatan beberapa lafadz yang terpisah darinya. Sehingga maknanya tidak lagi seluas/sebebas maknanya sebelum ikatan itu. n Ada juga yang mengartikan, Muqayyad sebagai lafadz yang mengandung penghalang sehingga maknanya tidak luas sebelumnya sebagai akibat adanya penghalang. Betapapun demikian, bahwa muqayyad adalah lawan dari mutlaq. Sebagai contoh, kata muslim …. Ini adalah lafadz mutlaq, lalu jika dikatakan, Muslim Indonesia, maka ia adalah lafadz muqayyad. Karena tidak lagi mencakup lafadz setiap muslim di seluruh dunia, melainkan hanya terbatas pada muslim di Indonesia. Contoh lain, ( ﻳ ﺍ ﺍ ﻥ ), (barangsiapa membunuh seorang mumin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman), harus Mukmin. Kata 153 Mukmin adalah Muqayyad. *** n

Zhair, Mujmal dan Mu’awwal n Kata Nash adalah kejelasan, atau ketinggian. Podium, mimbar, atau

Zhair, Mujmal dan Mu’awwal n Kata Nash adalah kejelasan, atau ketinggian. Podium, mimbar, atau pelaminan, adalah minashah ( )ﻣﻨﺼﺔ karena posisinya lebih tinggi dari hadapan hadirin, sehingga pembicara nampak kelihatan jelas. Menurut Ulama Nash adalah lafadz yang tidak menerima kemungkinan penakwilan/pengalihan makna. Contoh, QS. Al. An’am [6]: 151, ( ﺍﻟﻠ ﺍﻱ ﺍﻟ ﻻﻭﺍ ) (dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya). Tidak mengandung makna selain itu. 154

Zhahir, Muawwal dan Mujmal Zhahir ( )ﻇﺎﻫﺮ adalah lafadz yang mengandung kemungkinan dua makna

Zhahir, Muawwal dan Mujmal Zhahir ( )ﻇﺎﻫﺮ adalah lafadz yang mengandung kemungkinan dua makna atau lebih, tetapi salah satunya, lebih menonjol atau lebih kuat untuk dipilih. Contoh, ketika Nabi bersabda : ketika ditanya tentang berwudhu’ dari cairan yang ditampun oleh badan onta, bahwa Nabi bersabda : ( ﻣﻨﻬﺎ ﺗﻮﺿﺆﺎ ) berwudhu’lah dengannya. Yang dimaksud adalah berwudhu’ disini adalah bersuci dengan membasuh, keempat anggota tubuh, wajah, tangan, kepala, dan kaki. Makana ini zhahir, maka kemungkinan kecil diartikan dengan membersihkan dirimu dengannya. n Muawwal : adalah kata yang dipilih sebagai makna yang tidak begitu kuat, maka lafadz tersebut dinamakan mu’awwal. Berasal dari kata takwil. Tidak boleh ditempuh kecuali adanya indikator atau dalil lain yang sedemikian kuat sehingga kelemahan yang tadinya melekat pada makna kedua mampu dikalahkan oleh indikator yang berhubungan langsung dengan lafadz itu atau adanya argumentasi lain yang bersifat zahir. Contoh Firman Allah, QS. Al-Maidah [5]: 3, ( ﺍ ), diharamkan atas kamu bangkai, mengandung makna yang 155 bersifat zahir, yaitu bangkai, maka setiap yang bernama bangkai n

n Mujmal, adalah lafadz yang berkisar maknanya pada dua kemungkinan atau lebih dalam tingkat

n Mujmal, adalah lafadz yang berkisar maknanya pada dua kemungkinan atau lebih dalam tingkat yang sama. Tidak satu kemungkinan makna pun yang memiliki kelebihan. Dengan demikian mujmal berbeda dengan zahir, karena zahir yang lebih jelas, tetapi ada kemungkinan ada makna lain, sedangkan mujmal adalah tingkat kemungkinnan makna dari dua atau lebih makna itu seimbang. Yaitu bisa jadi tingkat pembenarannya atau penolakannya sama-sama 50%. Mujmal lawan dari mufassar (jelas). Contoh, Shalat, puasa, zakat, dan haji adalah perintah ibadah dan mua’malah yang datang kepada kita dalam al-Qur’an untuk dilaksanakan, namun datanglah hadits atau al-Sunnah yang menjelaskannya, 156 bagaimana tata-cara melaksanakannya.

DEFINISI MUJMAL ( )ﺍﻟﻤﺠﻤﻞ n Mujmal secara bahasa : mubham (yang tidak diketahui) dan

DEFINISI MUJMAL ( )ﺍﻟﻤﺠﻤﻞ n Mujmal secara bahasa : mubham (yang tidak diketahui) dan yang terkumpul. n Secara istilah : ﺇﻣﺎ ﻓﻲ ﺗﻌﻴﻴﻨﻪ ﺃﻮ ﺑﻴﺎﻥ ﺻﻔﺘﻪ ﺃﻮ ﻣﻘﺪﺍﺭﻩ ، ﻣﺎ ﻳﺘﻮﻗﻒ ﻓﻬﻢ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﻣﻨﻪ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻩ n n "Apa yang dimaksud darinya ditawaqqufkan terhadap yang selainnya, baik dalam ta'yinnya (penentuannya) atau penjelasan sifatnya atau ukurannya. " n Contoh yang membutuhkan dalil lain dalam ta'yin/penentuannya: Firman Allah QS. Al-Baqarah : 228 ﻭ ﻻ ﺍﺍ n n "Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri 157 (menunggu) tiga kali quru'" [QS. Al-Baqoroh : 228] n

Quru' ﺍﻟﻘﺮﺀ adalah lafadz yang musytarok (memiliki beberapa makna, antara haidh dan suci, maka

Quru' ﺍﻟﻘﺮﺀ adalah lafadz yang musytarok (memiliki beberapa makna, antara haidh dan suci, maka menta'yin salah satunya membutuhkan dalil. n Contoh yang membutuhkan dalil lain dalam penjelasan sifatnya : Firman Allah ﺍﻳ ﺍﻟ ﺍﻭﺍ ﺍ ﺍﻟ ﺍﻭﺍ ﻻ ﺍﻟ ﻳﻭﺍ n – "Dan dirikanlah sholat" [QS. Al-Baqoroh : 43] n 158

DEFINISI MUBAYYAN n Mubayyan secara bahasa : yang ditampakkan dan yang dijelaskan. n Secara

DEFINISI MUBAYYAN n Mubayyan secara bahasa : yang ditampakkan dan yang dijelaskan. n Secara istilah : n ﺇﻣﺎ ﺑﺄﺼﻞ ﺍﻟﻮﺿﻊ ﺃﻮ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺘﺒﻴﻴﻦ ، ﻣﺎ ﻳﻔﻬﻢ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﻣﻨﻪ n n " Apa yang dapat difahami maksudnya, baik dengan asal peletakannya atau setelah adanya penjelasan. " 159

n Contoh yang dapat difahami maksudnya dengan asal peletakannya : lafadz : langit (

n Contoh yang dapat difahami maksudnya dengan asal peletakannya : lafadz : langit ( )ﺳﻤﺎﺀ , bumi( )ﺃﺮﺽ gunung ( )ﺟﺒﻞ , adil ( ), ( ﻋﺪﻝ dholim( )ﻇﻠﻢ , jujur ( ) ﺻﺪﻕ . Maka kata -kata ini dan yang semisalnya dapat difahami dengan asal peletakannya, dan tidak membutuhkan dalil yang lain dalam menjelaskan maknanya. n "Dan dirikanlah sholat dan tunaikan zakat" [QS. Al. Baqoroh : 43] n Maka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, keduanya adalah mujmal, tetapi pembuat syari'at (Alloh 160 ta'ala) telah menjelaskannya, maka lafadz keduanya

Fa’ala dan Kasaba n Kata Fa’ala ( )ﻓﻌﻞ diartikan melakukan. Ditemukan 7 kali dalam

Fa’ala dan Kasaba n Kata Fa’ala ( )ﻓﻌﻞ diartikan melakukan. Ditemukan 7 kali dalam al. Qur’an dalam arti melakukan sesuatu yang buruk. Lihat QS. Al-A’raf [7]: 55, al-Nahl [16]: 33 -35, al-Anbiya’[21]: 59, al-Fajr[89]: 6, al-Fil[105]: 1. Dalam berbagai bentuknya, fi’il Madhi, mudhare, berbagai bentuknya yang pelakuknya adalah Allah, dikemukakan dalam konteks ancaman atau jatuhan sisksa yang tentu saja buruk bagi yang ditimpa, sekaligus menggambarkan betapa besarnya kekuasaan Allah, kecuali dalam bentuk fi’il mudhare yang, bila pelakunya adalah Allah mengisyratakan sesuatu yang berada dalam kekuasan-Nya yang mutlak dan yang berada di luar kemampuan manusia. Kata yaf’alun bila pelakunya adalah manusia, maka yang dimaksud adalah anaeka keburukan. Lihat QS. Al-Tahrim[66]: 6 ﺍﻭ ﻭ آ ﺍﻟﻠ ﻭ ﻻ ﺍ ﻻ ﻵ ﺍ n n Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ( QS. Al 162 Tahrim[66]: 6)

Kata “ Kasaba “ ( )ﻛﺴﺐ adalah berbeda dengan fa’ala ( )ﻓﻌﻞ. Kata ini

Kata “ Kasaba “ ( )ﻛﺴﺐ adalah berbeda dengan fa’ala ( )ﻓﻌﻞ. Kata ini dalam berbagai bentuknya ditemukan dalam al-Qur’an sebanyak 7 kali, semua pelakunya asdalah manusia dan apa yang dilakukan berpotensi untuk dituntut oleh Allah pertanggungjawabannya. n Antara kata Qalb ( ﻗﻠ ) dan kata Fuad ( )ﻓﺆﺎ. Ada persamaan antara kedua kata tersebut, namun berbeda dalam penggunaannya dalam al-Qur’an. Dalam al-Qur’an ayat-ayat yang berbicara tentang Qalb, ditemukan bahwa Qalb, disamping berfungsi sebagai wadah ( tempat ) tetapi juga sebagai alat/ pelaku, lihat QS. Al-Hajj[22]: 46 آ ﻭ ﻭ ﻭ ﻷ ﻱ ﻳﻭﺍ n n n “ Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami” (QS. Al-Hijr: 46) Ini berbeda dengan kata fuad/af’idah yang ditemukan dalam al. Qur’an sebanyak 6 kali. Fuad adalah hati yang harus mempertanggungjawabkan sikapnya. Karena itu Allah berfirman QS. Al-Isra’ [17]: 36. ﻭﻻ ﺍ ﻻ ﺍﺍ ﺍ ﺍﻟ n n “ Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. ” 163

Kata Ibad dan Abid n Kata Ibad ( ﻋﺒﺎﺩ ) dan kata Abid (

Kata Ibad dan Abid n Kata Ibad ( ﻋﺒﺎﺩ ) dan kata Abid ( )ﻋﺒﻴﺪ , yaitu adalah dua bentuk jamak dari abdun ( )ﻋﺒ , yang secara harfiyah bisa diartikan hamba Allah atau budak yang dimiliki seseorang. Ditemukan kata abid dalam al-Qur’an sebanyak 5 kali digunakan untuk menunjuk hamba Allah yang berdosa dan enggan bertaubat. Lihat QS. Ali-Imran [4]: 182, Al-Anfal[8]: 51 yang maksudnya dengannya adalah hamba-hamba Allah yang taat, seperti Firman-Nya QS. Al-Fajr[89]: 29 -30 {30} ﻱ ﺍﻱ {29} ﺍﻱ ﻓ ﺍﻱ n n Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku. n Sedangkan kata ibad, terulang sebanyak 106 kali, maka 164 ditemukan bahwa kata itu dinisbahkan kepada Allah

 Kata Dhiya’ ( ﺿﻴﺎ ) dan kata Nur ( ﻧﻮ ) Kata Dhiya’

Kata Dhiya’ ( ﺿﻴﺎ ) dan kata Nur ( ﻧﻮ ) Kata Dhiya’ ( ﺿﻴﺎ ) dalam al-Qur’an digunakan 6 kali, kesemuanya untuk cahayanya yang bersumber dari dirinya sendiri. Misalnya api, QS. Al-Baqarah[2]: 17, kilat, al-Baqarah: 20, minyak zaitun al-Nur[24]: 35, sekali matahari dalam QS. Yunus [10]: 5 Dialah yang menjadikan matahari dhiya’ dan bulan nur. n Setelah memperhatikan hal-hal berikut dilukiskan bahwa cahaya menggunakan kata dhiya’ adalah cahaya yang memiliki cahaya yang sumbernya dari dirinya sendiri. Tetapi berbedadengan kata ‘ Nur “, merupakan pantulan cahaya Ilahi anugrah Allah, bahya dalam surat Yunus menginformasikan, cahaya matahari bersumber dari-Nya sendiri. Lihat QS. Al-Nur [24]: 35 n 165

Khalaq ( )ﺧﻠﻖ dan Ja’ala ( ﺟﻌﻞ ) n Kata khalaqa, adalah menciptakan baik

Khalaq ( )ﺧﻠﻖ dan Ja’ala ( ﺟﻌﻞ ) n Kata khalaqa, adalah menciptakan baik ciptaan itu telah ada yang serupa sebelumnya maupun yang ini diciptakan dalam bentuk baru. Kata ja’ala berarti menjadikan dari sesuatu, sesuatu yang lain, karena itu membutuhkan dua objek. Misalnya Anda berkata : Saya jadikan terigu ini kue yang enak. QS. Al-An’am [6]: 1 atau QS. Al-Rum : 21 ﻭ ﺍﻟ ﺍ ﺍﻟ ﻷ ﺍﺍ ﺍﻟ ﺍﻱ ﻟﻠ ﺍ n. ﺍ ﻭﺍ ﺍﺍ ﻧ ﻡ ﺍﺍ n n Dari beberapa ayat, ditemukan perbedaan, bahwa kata khalaqa ditujukkan dalam konteks penekanan terhadap keagungan Allah dan kehebatan ciptaan-Nya, 166 sedangkan kata ja’ala adalah penekanan pada rahmat-

Ma Adraka ( ﺃﺪﺭﺍﻙ ﻣﺎ ) dan Ma Yudrika ( ﻳﺪﺭﻳﻚ )ﻣﺎ Ma Adraka

Ma Adraka ( ﺃﺪﺭﺍﻙ ﻣﺎ ) dan Ma Yudrika ( ﻳﺪﺭﻳﻚ )ﻣﺎ Ma Adraka ( ) ﻣﺎ ﺃﺪﺭﺍﻙ adalah kata yang digunakan dalam hal yang tidak dijangkau atau nyaris tidak terjangkau oleh nalar manusia. Dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak 13 kali. 10 kali berbicara tentang hari kemudian, ada surga dan neraka, sedangkan 3 kali yang lainnya, berbicara tentang al-Thariq sebagai bintang, lailatul Qadr, yang tidak bisa dijangkau kapan tanggal berapa secara pasti, al-Aqabah yaitu jalan tinggi yang mendaki, sedangkan Ma Yudrika ( ﻳﺪﺭﻳﻚ ﻣﺎ ) adalah ditemukan 3 kali, dalam al-Qur’an, yaitu dua dalam konteks uraian tentang kedatangan Kiamat ( QS. Al-Ahzab[33]: 63 atau al-Syu’ara [42]; 17. itu tidak satu makhlukpun yang mengetahuinya, walau sekalipun Malaikat. Dan yang satu lainnya menyangkut isi dan kesucian hati manusia ( QS. Abasa [80]; 3, dan itu hanya Allah yang mengetahuinya. n 1. QS. Al-Ahzab ; 63 ( ﺍ ﺍﻟ ) tentang Kiamat 1. QS. Al-Ahzab ; 63 ( n 2. Al-Syu’ra : 17 ( ﺍﺍ ﻳ ﺍﻟﻠ ﺍ ﻻ ﺍ ﻱ ﺍ ), yang terjadi hari esok. 2. Al-Syu’ra : 17 ( n 3. Abasa : 3 ( ﻯ ﺍﻳ ). Tentang ****** 3. Abasa : 3 ( Wallahu A’lam Bi Shawab. 167 n § Pontianak, 17

§ Sekian…. . Al-Hamdulillah Pontianak, 28 Mei 2015 168

§ Sekian…. . Al-Hamdulillah Pontianak, 28 Mei 2015 168