Tutorial Kasus Tetanus Pembimbing dr Fajar Maskuri M
Tutorial Kasus Tetanus Pembimbing : dr. Fajar Maskuri, M. Sc, Sp. S Hana Fauzyyah Hanifin Bunga Citta Nirmala Intan Noor Hanifa Cita Shafira Amalia Koas Saraf periode 22 April – 4 Mei 2019 Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada
DESKRIPSI KASUS
Identitas Pasien • Nomor RM : 12 -35 -xx • Nama : Tn P. A. S • Tanggal Lahir : 25 Mei 1985 • Jenis Kelamin : Laki-laki • Alamat : Dusun Sumberagung 02/01, Bonotapung, Riau • Agama : Islam • Tanggal Masuk : 05 April 2019 • Ruang : ICU
Keluhan Utama Badan kaku dan sulit menelan
Riwayat Penyakit Sekarang • ± 2 minggu SMRS pasien jatuh di sawah saat mengendarai motor karena mengantuk. Bagian telinga kanan pasien terkena pohon jati dan tungkai kanan terkena knalpot motor. Pasien kemudian dibawa ke RS PKU Bantul untuk diberi perawatan luka. • ± 1 minggu SMRS pasien mulai mengeluhkan mulut sulit dibuka, kesulitan menelan dan badan terasa kaku. • ± 2 HSMRS pasien dirawat inap di RS Panembahan Senopati. Kemudian pasien dirujuk ke RSA UGM dengan diagnosa tetanus grade II-III dan membutuh perawatan ICU. • HMRS pasien demam, mulut kaku, sulit menelan semakin memberat, seluruh badan terasa kaku, dan kejang.
Riwayat Penyakit Dahulu • Riwayat keluhan serupa • Riwayat stroke • Riwayat hipertensi • Riwayat penyakit jantung • Riwayat penyakit DM • Riwayat cedera / trauma kepala • Riwayat alergi : : : : disangkal disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga • Riwayat keluhan serupa : disangkal • Riwayat hipertensi : disangkal • Riwayat DM : disangkal • Riwayat jantung : disangkal • Riwayat stroke : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi • Riwayat imunisasi tetanus sebelumnya tidak diketahui • Riwayat Pemberian Anti Tetanus Serum saat perawatan luka di RS PKU Bantul tidak diketahui
Review Anamnesis Sistem • Sistem cerebrospinal : Kejang (+), Pandangan kabur (-/-), mata kunang-kunang (/-), nyeri kepala (-), riwayat vertigo (-) • Sistem kardiovascular : Riwayat hipertensi (-), riwayat penyakit jantung (-), nyeri dada (-) • Sistem respiratorius : Sesak nafas (-), batuk (-) • Sistem gastrointestinal: Mual (-), muntah (-) • Sistem neuromuskuler : Mulut kaku dan sulit dibuka (+), sulit menelan (+), nyeri dan kaku pada otot ekstremitas dan badan (+), kelemahan anggota gerak (-), perot (-), penglihatan ganda (-), telinga berdenging (-) • Sistem urogenital : BAK (+) normal tidak ada keluhan • Sistem integumen : Luka pada tungkai kanan
Resume Anamnesis • Pasien laki-laki usia 33 tahun datang dengan keluhan sulit membuka mulut, sulit menelan dan badan terasa kaku. 2 minggu SMRS pasien jatuh dari motor dan luka pada tungkai kanan, pasien mendapatkan perawatan luka di RS PKU Bantul. 1 minggu SMRS OS mulai mengeluhkan sulit membuka mulut, sulit menelan dan badan terasa nyeri dan kaku. 2 HSMRS pasien dirawat di RS Panembahan Senopati dengan diagnosa tetanus grade II-III. Kemudian pasien dirujuk ke RSA UGM karena membutuhkan perawatan ICU. HMRS keluhan memberat dan kejang. • Riwayat keluhan serupa sebelumnya, hipertensi, DM, dan alergi disangkal. Pada keluarga pasien juga tidak pernah ada yang merasakan hal serupa. Riwayat imunisasi tetanus serta pemberian Anti Tetanus Serum saat perawatan luka pada pasien tidak diketahui.
Diagnosis Sementara • Diagnosis Klinis : nyeri dan kaku otot wajah, badan, dan ekstremitas • Diagnosis Topis : neuromuscular • Diagnosis Etiologi : infeksi bakteri
Pemeriksaan Fisik • Keadaan umum : Tampak sakit • Kesadaran : Compos Mentis/ GCS = E 2 M 5 VTT=7 on sedasi • TD : 140/80 mm. Hg • Nadi : 92 x/menit, reguler, simetris, pulsasi kuat • Pernapasan : 24 x/menit, Reguler • Suhu : 38, 1 o. C
Pemeriksaan Kepala dan Leher • Kepala : Normosefali, risus sardonicus (+) • Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) OS pupil bulat, ø 3 mm, refleks cahaya langsung (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-), edema palpebra (+) OD pupil bulat, ø 3 mm, refleks cahaya langsung (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-) • THT : Rhinorea (-), otorhea (-), perdarahan (-) • Mulut : Trismus 1 jari, faring dan laring sulit dinilai • Leher : Leher kaku, pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar, trachea ditengah
Pemeriksaan Paru • Inspeksi : simetris, dinding dada sejajar perut, ruam (-) • Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus taktil dbn, pengembangan dada simetris • Perkusi : sonor +/+ • Auskultasi: SDV +/+. Rhonki -/-, wheezing -/-, RBB -/-, RBK -/- SDV (+/+) Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-) SDV (+/+) Wheezing (-/-) Ronkhi (-/-) RBB (-/-)
Pemeriksaan Jantung • Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat • Palpasi : ictus cordis teraba LMS ICS 5 • Perkusi : Batas kiri bawah ICS 5 mid axilaris anterior sinistra Batas kiri atas ICS 3 mid clavicularis sinistra Batas kanan bawah ICS 4 parasternal dekstra Batas kanan atas ICS 2 parasternal dekstra • Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-), cardiomegali (-)
Pemeriksaan Abdomen • Inspeksi: dinding perut datar, venektasi (-), spider nevi (-), caput medusa (-) • Auskultasi: bruit aorta (-), bising usus (↓) • Perkusi: timpani 13 titik, organomegali (-) • Palpasi: perut papan, nyeri tekan (tdn), hepar dan lien sulit teraba, ren sulit diraba
Pemeriksaan Ekstremitas EKSTREMITAS ATAS EKSTREMITAS BAWAH • Akral hangat (+/+) • Akral pucat (-/-) • Edema (-/-) • WPK < 2 detik • Pulsasi kuat (+/+) • Rigiditas (+) • Spasm (+) • Luka di tungkai kanan
Status Psikiatrik Status Neurologis Cara berpikir : Wajar, sesuai umur Sikap : Tdn Tingkah laku : Tdn Gerakan abnormal : Spasme otot Ingatan Cara berjalan : Sulit dinilai : Tdn Kecerdasan : Tdn Kognitif : Tdn
Pemeriksaan Saraf Kranialis Kanan Kiri N. I Olfaktorius Daya Penghidu Tidak dilakukan N. II Optikus Daya Penglihatan Lapang Penglihatan Melihat Warna Tdn Tdn Tdn (-) Tdn Tdn Tdn 3 mm Bulat, isokor, sentral (+) N. III Okulomotorius Ptosis Gerakan mata ke medial Gerakan mata ke atas Gerakan mata ke bawah Pupil - Besar - Bentuk Refleks terhadap sinar langsung/tidak langsung
N. IV Trokhlearis Pergerakan mata (ke bawah-lateral) Strabismus divergen Tdn Tdn N. V Trigeminus Sensibilitas muka Refleks kornea Trismus Membuka mulut Menggigit Refleks bersin Tdn Tidak dilakukan (+) Berkurang Tdn Tidak dilakukan N. VI Abducen Gerakan mata ke lateral Strabismus konvergen Tdn Tdn N. VII Fascialis Sulcus nasolabialis Kedipan mata Sudut mulut Mengerutkan dahi Menutup mata Meringis Mengembungkan pipi Daya kecap 2/3 anterior (-) Tdn Dbn Tdn Tdn Tdn
N. VIII Vestibulokoklearis Detik arloji Suara Berisik Weber Rinne Swabach Tidak Tdn Tidak N. IX Glossofaringeus Daya kecap 1/3 belakang Refleks muntah Arcus pharynx Tersedak Sengau Tdn Tidak dilakukan Tdn Tdn N. X Vagus Arcus pharynx Menelan Berbicara Tdn Tdn dilakukan Tidak Tdn Tidak dilakukan Tdn Tidak dilakukan Tdn Tdn
N. XI Accecorius Mengangkat bahu Memalingkan kepala Trofi otot bahu Sikap bahu Tdn Tdn Eutrofi Simetris N. XII Hypoglossus Sikap lidah Artikulasi Menjulurkan lidah Tremor lidah Fasikulasi Trofi otot lidah Tdn Tdn Tdn
Fungsi Motorik & Sensoris Gerak K tdn BT BT tdn RF T +2 +2 RP hipertonus Vegetatif BAK on DC Sensibilitas tdn - - C -/-
Rangsang Meningeal Kaku kuduk : Tdn Kernig sign : Tdn Brudzinski III : Tdn Brudzinski IV : Tdn
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN Hematologi Hemoglobin 8, 3 g/dl 11. 7 – 15. 5 g/dl Leukosit 12, 3 ribu 3. 6 – 11. 0 ribu Hematokrit 25, 2 % 35 – 47% Trombosit 95 ribu 150 – 400 ribu Kimia Klinik Glukosa Sewaktu 156 mg/dl 74 – 106 mg/d. L Ureum 72, 8 mg/dl 10 – 50 mg/dl Kreatinin 0, 99 mg/dl 0. 45 – 0. 75 mg/dl Elektrolit Na 139 mmol/L K 4, 3 mmol/L Cl 102 mmol/L Mg 3, 28 mg/d. L 1, 7 – 2, 5 Albumin 2, 3 gr/d. L 3, 5 – 4, 8 Laboratorium
Diagnosis Akhir • Diagnosis Klinis : Tetanus grade IV • Diagnosis Topis : Neuromuscular • Diagnosis Etiologi : Infeksi bakteri
Tatalaksana Terapi : ü O 2 NK 3 lpm ü IVFD Tutofusin 20 tpm ü Inj. PCT 500 mg/8 j k/p ü Drip diazepam 30 mg habis dalam 8 jam inj. Diazepam 10 mg bila kejang (bolus lambat) ü Inj. Metronidazole 500 mg/6 j ü Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 j
Antikejang Benzodiazepine Diazepam Midazolam Muscle Relaxant Noverone Dopamine agonist Bromocriptine Magnesium sulfate Phenytoin Antiemetik Tatalaksana Sedatif Morfin As. Tranexamat Propofol Metoclopromide PPI Pantoprazole Steroid Dexamethasone Antifibrinolitik Antibiotik Metronidazole Steroid Dexamethasone Supportif Ceftriaxone RL Levofloxacin Clinimix + clinolex
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Gangguan sistem saraf yang ditandai dengan keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka atau kecelakaan sebelumnya. Disebabkan oleh Clostridium tetani
Epidemiologi Negara maju Negara berkembang 0, 1 kasus/1 juta penduduk 1 juta kasus/tahun Laju fatalitas 13, 2% Laju fatalitas 43%
Etiologi Clostridium tetani Tetanospasmin
Patogenesis Kontamnasi luka dengan spora • germinasi dan produksi toksin pada luka • Imunitas adekuat, luka penetrasi dalam, koinfeksi bakteri lain, atau iskemia lokal Produksi toksin • Tetanolysin • Tetanospasmin - • Menghambat neurotransmitter inhibitorik • GABA, glysin
Manifestasi Klinis Tetanus lokal Masa inkubasi: 3 -21 hari (rata-rata 8 hari) Tetanus generalisata Tetanus sefali Tetanus neonatoru
Tetanus Generalisata Trismus / lockjaw Risus sardonicus Disfagia Ophistotonus Rigiditas otot perut Rigiditas otot proksimal ekstremitas Gangguan hipersimpatis otonom demam tinggi tanpa gangguan kesadaran hipotensi takikardi aritmia hiperhidrosis peningkatan sekresi trakeal peningkatan kadar adrenalin
Beberapa pasien timbul spasme generalisata yang paroksismal, kasar, dan sangat nyeri yang bisa menyebabkan sianosis hingga gangguan napas (apnea, larnygospasme). Bisa terjadi berulang, spontan atau dipicu stimulasi ringan seperti cahaya, suara, atau sentuhan. Saat spasme generalisata, biasanya pasien akan mencengkram, timbul ophistotonus, lengan fleksi dan abduksi, dan kaki ekstensi. Komplikasi: sudden cardiac arrest, pnemunia aspirasi, fraktur, ruptur otot, DVT, emboli paru, ulkus dekubitus, dan rhambomyolisis.
Tetanus Lokalisata • Sangat jarang terjadi • Timbul sebagai kontraksi tonik dan spastik otot biasanya sesuai letak port de entrée (hanya sebatas daerah terdapat luka). Diagnosis lebih sulit dari tetanus generalisata • Bisa berkembang menjadi tetanus generalisata Tetanus Sefalik • Salah satu bentuk tetanus lokalisata dan manifestasi tetanus paling jarang • Timbul apabila port de entree ada pada daerah kepala infeksi SSP lebih dini terjadi dan umumnya hanya melibatkan nervus cranialis • Masa inkubasi hanya sekitar 1 -2 hari • Gejala muncul sebagai spasme yang melibatkan lidah dan tenggorokan sehingga terjadi disartria, disfonia, dan disfagia • Dapat berkembang menjadi tetanus generalisata, tetanus ophthalmologic, supranuclear oculomotor palsy serta Sindrom Horner
Tetanus Neonatorum • Biasanya muncul akibat perawatan tali pusar yang buruk pada nenoatus dengan ibu yang belum imun. • Progresi gejala lebih cepat karena panjang saraf yang relatif lebih pendek dari orang dewasa • Gejala yang tampak serupa dengan tetanus generalisata • Anak yang awalnya mampu menyusu dan menangis dengan normal pada 2 hari pertama kehidupannya, namun kehilangan kemampuan ini pada hari ke 3 -28 serta menjadi kaku dan spasme
Diagnosis ANAMNESIS: • Pertanyaan seputar waktu terkena luka hingga onset muncul gejala untuk menentukan derajat keparahan • Lokasi dan kebersihan luka untuk menentukan faktor resiko • Riwayat imunisasi untuk menentukan status imunitas • Berdasarkan WHO, adanya trismus atau risus sardonicus atau spasme otot yang nyeri serta didahului oleh riwayat trauma sudah mampu menegakkan diagnosis
PEMERIKSAAN FISIK: • Trismus (lockjaw): perasaan kaku pada rahang dan leher, menyebabkan penderita kesulitan membuka mulut, kesulitan mengunyah dan menelan akibat kontraksi dari M. masseter. Penderita dapat diminta untuk memasukkan 3 jari secara vertikal ke rongga mulut, normalnya rongga mulut dapat terbuka maksimal, maka apabila ada restriksi dapat dikatakan sebagai trismus • Risus sardonicus: kontraksi pada otot wajah (otot bibir mengalami retraksi, mata tertutup parsial karena kontraksi M. orbicularis oculi, dan alis terelevasi karena spasme otot frontalis), membuat wajah memiliki tampakan menyeringai
PEMERIKSAAN FISIK: • Opisthotonus: hiperekstensi akibat spasme pada otot leher, punggung hingga kaki sehingga menyebabkan perubahan bentuk badan menjadi melengkung. Sehingga pada saat kejang, maka posisi badan penderita akan melengkung dan bila ditelentangkan hanya bagian kepala dan bagian tarsa kaki saja yang menyentuh dasar tempat berbaring • Masseter spasm reflux: Pada pasien tetanus, apabila faring posterior disentuh dengan spatula lidah, dapat timbul spasme refleks dari M. masseter daripada refleks muntah. Manuver ini memiliki sensitivitas 94% dan spesifitas 100%, namun sulit dilakukan pada pasien dengan trismus berat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG: • Gold standard: kultur dari jaringan luka. Namun bakteri Clostridium tetani bisa dikultur dari luka apapun tanpa bermanifestasi menjadi tetanus dan sering tidak ditemukan pada luka pasien dengan manifestasi tetanus. • Darah rutin (leukositosis) • EMG (discharge kontinu dari motor unit dan pemendekan/hilangnya periode tenang setiap potensial aksi) • Serum antitoksin (kadar ≥ 0, 1 IU/m. L dikatakan protektif dan kemungkinan tetanus lebih rendah).
Derajat Keparahan dan Durasi Penyakit • Derajat keparahan bergantung dari banyaknya toksin yang mencapai SSP, masa inkubasi, periode dari onset penyakit hingga munculnya spasme, dan derajat imunitas. • Durasi penyakit tergantung derajat kerusakan saraf karena pemulihan bergantung dari kecepatan pertumbuhan axon neuron yang baru. Durasi umumnya adalah 4 -6 minggu. • Tanda dan gejala bisa berkembang hingga 2 minggu setelah onset.
Ablett Grading
Tetanus Severity Score • Prediksi mortalitas. Nilai ≥ 8: high-risk mortality • Sensitivitas 65% Spesifitas 91%
Dakar Score • Prediksi mortalitas. Interpretasi: • 0 -1 : ringan, mortalitas 10% • 2 -3 : sedang, mortalitas 10 -20% • 4 : berat, mortalitas 40% • Sensitivitas 25% Spesifitas 96%
Phillip Score • Interpretasi: • <9 : ringan, dapat rawat jalan • 10 -16 : sedang, rawat ruangan biasa • ≥ 17 : berat, rawat ruang intensif • ≥ 14 : high mortalitiy rate Sensitivitas 80% Spesifitas 51%
Diagnosis Banding • Drug-induced dystonia: lebih nampak pada deviasi bola mata, gerakan berulang pada kepala-leher, dan tidak ada kontraksi tonik otot di antara periode spasme. • Trismus akibat infeksi rongga mulut: tampak lesi pada gigi atau abses peritonsilar, tidak ada progresi gejala • Keracunan strychnine: curiga pada pasien dengan riwayat self-harm • Malignant Neuroleptic Syndrome: pada pasien dengan pengobatan antipsikotik
Tatalaksana • Tujuan terapi tetanus adalah: • • • Menghentikan produksi toksin Netralisasi toksin bebas Manajemen jalan napas Kontrol spasme otot Manajemen gangguan otonom Manajemen suportif umum
A. Menghentikan Produksi Toksin • 1. Manajemen luka • Luka dibersihkan dari jaringan mati dan kotoran • 2. Antibiotik • IV Metronidazole 500 mg (setiap 6 -8 jam) ATAU IV Penicilin G aqueous 2 -4 juta unit (setiap 4 -6 jam) ATAU IM Penicilin G Prokain/Benzathin 1, 2 juta/hari ATAU IV Doxycycline 100 mg/12 jam ATAU IV Tetracyclin 2 g/24 jam selama 7 -10 hari. • Apabila ada infeksi tambahan ganti IV Cefazolin 1 -2 gram/8 jam ATAU IV Cefuroxime 2 g/6 jam ATAU IV Ceftriaxone 1 -2 gram/24 jam
B. Netralisasi Toksin • Menggunakan IM HTIG (human tetanus immunoglobulin) 30006000 U dalam dosis terbagi dengan beberapa dosis diinjeksikan dekat luka. • Injeksi secara intrathecal baru dipertimbangkan sebagai terapi eksperimental.
Imunisasi Aktif Tetanus • Tetanus tidak memberikan proteksi imunitas jangka panjang, sehingga tetap diperlukan imunisasi aktif Tetanus Toxoid (Tdap atau Td) dengan seri lengkap (3 dosis untuk anak >7 thaun dan dewasa) • Dosis I: segera setelah diagnosis • Dosis II: jarak 4 -8 minggu dari dosis I • Dosis III: jarak 6 -12 bulan dari dosis II • Diinjeksikan pada tempat yang berbeda dari injeksi HTIG.
C. Kontrol Spasme Otot • 1. Ruang Isolasi kedap cahaya dan sauara • 2. Terapi Farmakologi • A. Golongan benzodiazepin: efektif mengendalikan rigiditas, spasme, dan memberi efek sedasi. Pasien tetanus lebih toleransi terhadap efek sedasi dan depresi benzodiazepin sehingga perlu mendapatkan dosis lebih tinggi. • First line: IV Diazepam 10 -30 mg/1 -4 jam (maks 500 mg/hari) ATAU IV Midazolam bila perlu diazepam dosis tinggi. • Second line: IV Inf Propofol ATAU IV Barbiturat ATAU IV Chlorpromazine ATAU IV Phenothiazine. Tapi lebih direkomendasikan mengganti ke agen neuromuscular blocking. • B. Agen Neuromuscular Blocking: bila sedasi saja tidak cukup. Gunakan IV Inf Vecuronium (short-acting) ATAU IV Pancuronium (long-acting, tapi menghambat reuptake catecholamine memperburuk instabilitas otonom). Hanya gunakan bila support ventilasi bisa diberikan. • C. Baclofen: GABA-B receptor agonist. Intrathecal bolus 1000 mcg ATAU IV Inf 20 mcg/jam.
D. Manajemen Instabilitas Otonom • 1. Magnesium Sulfat: presynaptic neuromuscular blocker, menghambat pelepasan catecholamine dari saraf simpatis, dan menurunkan sensitivitas reseptor catecholamine. Dosis loading 4080 mg/kg selama 30 menit lalu infus kontinu 2 gram/jam (berat >45 kg atau usia <60 tahun) atau 1, 5 gram/jam (berat ≤ 45 kg atau usia ≥ 60 tahun). • 2. Beta Blocker: IV Labetalol 0, 25 – 1, 0 mg/min • 3. Morfin: infus kontinu 0, 5 – 1. 0 mg/kg/jam. Selain mengkontrol gejala otonom dapat menginduksi sedasi • 4. Obat lain: IV Atropine ATAU IV Clonidine ATAU Epidural Bupicavaine
E. Manajemen Jalan Napas • Karena kebutuhan imobilitas jangka panjang di ICU selama beberapa minggu kebutuhan ventilasi mekanik • Intubasi hanya diperbolehkan selama beberapa minggu awal meningkatkan risiko infeksi nosokomial, trauma laring dan trakea, stenosis trakea • Diperlukan early tracheostomy lebih mudah untuk pembersihan trakea dan pulmonary toilet
F. Manajemen Suportif • A. Nutrisi • Kebutuhan energi tetanus amat tinggi karena spasme otot dan hipersimpatis early nutritional support • Enteral feeding dipertimbangkan pertama apabila kebutuhan kalori masih bisa dicukupi dengan cara ini • Dapat dilakukan pemasangan pipa PEG (percutaneus endoscopic gastrotomy) untuk mengurangi kejadian refluks gastroesofageal
• B. Stress Ulcer dan pendarahan • Profilaksis dengan sucralfat atau agen antisekretori (H 2 RA atau PPI) • C. Thromboembolisme • Imobilisasi lama predisposisi untuk DVT IV heparin/UFH ATAU IV LMWH ATAU antikoagulan lainnya • D. Ulcus Decubitus • Beri bantalan pada titik-titik tulang keras seperti dibawah tumit, tulang ekor, bahu, dan siku. Hindari memposisikan kepala lebih dari 30 derajat.
Profilaksis Tetanus • Semua luka, kecuali luka minor yang bersih, rentan terhadap infeksi Clostridium tetani. • Standar imunisasi tetanus saat ini adalah 3 seri utama (usia 2 -4 -6 bulan) + 2 booster 10 tahunan • Dosis TIG: IM HTIG 250 IU bila < 24 jam dan 500 IU bila ≥ 24 jam. Berikan lambat dengan jarun 23 G.
LUKA BERSIH LUKA KOTOR DATA VAKSINASI Tetanus Toksoid Tetanus Antitoksin Tidak pernah mendapat vaksinasi atau tidak diketahui Ya Tidak Ya Ya Satu kali mendapat vaksinasi tetanus Ya Tidak Ya Ya Dua kali mendapat vaksinasi tetanus Ya Tidak Ya Ya Tiga kali mendapat vaksinasi tetanus Tidak/Ya Tetanus Toksoid Tetanus Antitoksin
Prognosis • Semakin cepat progresi gejala dan semakin singkat masa inkubasi tetanus, semakin buruk prognosis. • Secara umum, mortalitas mencapai 8 -50% pada negara berkembang
Faktor Prognosis Buruk
TERIMA KASIH
Daftar Pustaka Sexton, D. J. 2018. Tetanus. Diakses dari http: //uptodate. com [Diperbaharui Januari 2019] Kasper, D. L, dan Fauci, A. S. 2010. Harrison’s Infectious Disease. 1 st ed. New York: Mc-Graw Hill. Murray, P. R. , Rosenthal, K. S. , dan Pfaller, M. A. 2016. Medical Microbiology. 8 th ed. Philadelphia: Elsevier. Rodrigo, C. , Fernando, D. , dan Rajapakse, S. 2014. Pharmacological manajement of tetanus: an evidence-based review. Critical Care 18: 217.
- Slides: 63