Tradisi Pembacaan Buku Ratib AlHaddad oleh Warga Ciracas
Tradisi Pembacaan Buku Ratib Al-Haddad oleh Warga Ciracas, Jakarta Timur, dengan Naskah Ratibu ‘l-Haddad salinan Encik Yahya: Perbandingan Tekstual dan Kajian Nilai Keagamaan dalam Naskah Oleh Mustika Ayu Rakhadiyanti
Pengantar • Di antara banyak tradisi di Indonesia, masih ada tradisi di ibu kota meskipun Kota Jakarta terkenal dengan sebutan “Kota Metropolitan” dengan sejuta modernitasnya. • Tradisi-tradisi tersebut, yakni mutih, dipiare, palang pintu, nujuh bulanan, sunatan, khatam Quran, ruwahan, nisfu sya’ban, nyekar, tahlilan, haul, ratiban, dan yang lainnya. • Tradisi-tradisi ini dilakukan oleh orang Betawi—sebagai penduduk asli ibu kota—ketika akan menikah, sedang hamil, hendak pergi haji, meninggal dunia, berziarah kubur, bulan-bulan tertentu dalam Islam, dan apabila ada hajat (keinginan). • Semua tradisi tersebut pada umumnya berkelindan dengan ajaran Islam karena mayoritas orang Betawi beragama Islam sejak lahir.
� Salah satu tradisi yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah ratiban, karena 1) tradisi ini sudah lama diajarkan, 2) hingga kini masih dilakukan, dan 3) bersumber dari naskah kuno yang dapat dikaji lebih dalam lagi.
Pengertian Ratib KBBI: ‘puji-pujian kepada Tuhan yang diucapkan berulang-ulang; zikir’ � Kamus Arab: rattaba -> ‘mengaturkan, menyusun, menguatkan’ � Istilah tasawuf: ‘suatu bentuk zikir yang disusun seorang guru tarekat atau seorang ulama untuk dibaca pada waktu-waktu tertentu oleh seseorang atau beberapa orang dalam suatu jemaah sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh penyusunnya’ � � Jadi, ratib merupakan bacaan yang dilakukan secara berulang-ulang, rutin, konsisten, dan bersumber dari ajaran agama Islam. Isi ratib beberapa diambil dari ayat Al-Qur’an, zikir harian, dan doa-doa yang telah disusun sedemikian rupa. Ratib dapat juga diartikan sebagai bacaan doa atau pujian kepada Allah Swt. agar mendapat perlindungan dari segala marabahaya.
Objek dan Fokus Penelitian Beberapa ulama yang dikenal dengan ratibnya, antara lain Habib al-Atthas, as-Samman, al-Alaydrus, al-Mudhor, dan al-Haddad. Pada penelitian ini, yang dijadikan objek penelitian adalah Ratib Al-Haddad. Hal ini karena pembacaan ratib ini cukup terkenal di Indonesia, khususnya Palembang dan Jakarta. Namun, fokus penelitian ini hanya pada daerah Jakarta Timur, yakni Ciracas. � Di kecamatan Ciracas, tepatnya di jalan Centex, terdapat majelis ratib yang membacakan Ratib Al-Haddad setelah salat magrib berjamaah, dan berkeliling dari satu musala ke musala/masjid lain. Majelis ini bernama Majlis Rotib Ar. Ridho. �
Naskah Ratib Al-Haddad di luar negeri Lamu, Kenya. Ratib Al-Haddad and Other Devotional Texts. Naskah ini beraksara Arab dan berbahasa Arab, terdiri atas 314 halaman dengan ukuran naskah 23, 7 cm x 18, 6 cm. Naskah ini ditulis pada tahun 1347 Hijriah atau 1928 Masehi. Keadaan naskah sudah memburuk karena tinta korosi sehingga tembus ke halaman di belakang/depannya � Colombo, Sri Lanka Tarjamat Ratib Al-Haddad. Koleksi Jayarine Sukanti Iyne yang merupakan cucu M. M. Saldin bin Baba Ounus Saldin merupakan orang yang aktif menyalin naskah Arab dan memberikan catatan dalam bahasa Melayu, Tamil, atau Inggris (seperti M. Bakir jika di Betawi) � � Sumber: eap. bl. uk (koleksi digital British Library, London)
Naskah Ratib Al-Haddad di Indonesia � Ratibu ‘l-Haddad. Naskah ini merupakan koleksi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Jakarta Timur. Naskah ini disalin oleh Encik Yahya, yang mendapatkan ijazah dari tuan Sayyid ‘Alawi al -Haddad, cicit dari Sayyidina Abdullah Haddad. Berdasarkan kolofon, naskah ini disalin pada tahun 1224 Hijriah atau tahun 1809 Masehi. � Naskah inilah yang akan dijadikan pembanding dengan buku Ratib Al-Haddad yang digunakan jemaah Rotib Ar-Ridho, Ciracas, Jakarta Timur.
Teori & Metode penelitian � Penelitian ini berbasis pada studi filologi modern atau filologi plus, yakni selain mentransliterasi, juga menambahkan kajian terhadap naskah tersebut. � Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan dan pengumpulan data lapangan menggunakan media sosial (akses informasi secara daring).
Hasil Penelitian (1. Perbandingan Buku & Naskah Ratib Al-Haddad) Terdapat beberapa perbedaan antara buku saku yang digunakan oleh warga Ciracas dengan naskah salinan Encik Yahya. Perbedaan tersebut terlihat pada bagian awal, tengah, dan akhir, meskipun tidak signifikan. � Pada bagian awal, buku Ratib Al-Haddad langsung menjelaskan keutamaan membaca Al-Fatihah, ayat kursi, dua ayat terakhir surat Al-Baqarah, dan surat “ 3 Qul”. Sementara itu, naskah Ratibu ’L -Haddad menjelaskan keutamaan surat-surat ini pada bagian akhir. �
� Pada bagian tengah dalam naskah, zikir Lailahaillallah, Lailahaillallah dituliskan sebanyak 25 kali. Dengan demikian, jumlah total zikir Lailahaillallah tersebut sebanyak 50 kali. Namun, dalam buku, zikir Lailahaillallah, Lailahaillallah dituliskan sebanyak 50 kali. Dengan demikian, jumlah total zikir Lailahaillallah tersebut sebanyak 100 kali.
Pada bagian mendekati akhir, perbedaan terlihat dalam pembacaan doa-doa hadarah. Jumlah Al-Fatihah yang dibacakan sama, namun tujuan yang disebutkan sedikit berbeda. Dalam naskah Ratibu ‘L-Haddad, Alfatihah ditujukan untuk 1) Muhammad ibn Ali Ba’Alawi, 2) para sufi, 3) Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad (penyusun ratib), dan 4) para wali Allah. � Sementara itu, dalam buku saku Ratib Al-Haddad, Alfatihah ditujukan untuk 1) Nabi Muhammad saw. , 2) Muhammad ibn Ali Ba’Alawi, 3) Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad (penyusun ratib), dan 4) para wali Allah. Pada bagian akhir dalam buku Ratib Al-Haddad dicantumkan zikir-zikir masing sebanyak tiga kali. Selain itu, dalam naskah Ratibu ‘L-Haddad juga ditambah dua bagian lagi yang tidak ada dalam buku. Kedua bagian tersebut ialah doa hadarah lagi untuk penyusun ratib dan latar belakang disusunnya Ratibu ‘l. Haddad, anjuran mengenai waktu membaca, dan manfaat membaca Ratibu ‘l. Haddad.
Hasil Penelitian (2. Kajian Nilai Keagamaan dalam Naskah RH) � � � � � Nilai keagamaan adalah seperangkat standar dalam berperilaku agar setiap perbuatannya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan agar tercipta tatanan kehidupan bermasyarakat yang baik, aman, dan selamat. Nilai-nilai keagamaan yang dibahas dalam tulisan ini adalah nilai-nilai dalam agama Islam karena naskah dan buku pembacaan ratib adalah ajaran umat muslim (agama Islam). Hasilnya, terdapat lima nilai-nilai keagamaan yang terkandung dalam naskah Ratibu ‘l-Haddad salinan Encik Yahya, antara lain zuhud, tawakal, syukur, qana’ah, dan sabar. Kelima nilai atau sifat ini diharapkan dimiliki oleh umat muslim agar menjadi insan kamil yang dicintai dan dirahmati Allah Swt.
Simpulan dan Saran � Perbandingan dari segi isi/struktur terhadap buku dan naskah Ratibul Haddad terlihat pada bagian awal, tengah, dan akhir walaupun tidak signifikan. Selain itu, dari segi kajian nilai keagamaan berdasarkan naskah, tersebut lima sifat yang seyogianya dimiliki oleh umat muslim, antara lain zuhud, tawakkal, qanaa’ah, syukur, dan sabar. � Penelitian tentang Ratib Al-Haddad di Indonesia perlu diperbanyak karena sebenarnya banyak aspek dalam ratib yang dapat dikaji dari berbagai sisi, misalnya doa-doa hadarah yang ditafsirkan dari segi linguistik, atau sosiologis pembaca ratib (jamaah) setelah merutinkan membaca ratib. Penelitian filologis terhadap naskah Ratib yang disimpan di luar negeri atau penelitian tentang macam-macam ratib di Indonesia dan perbedaannya pun masih terbuka untuk ditelaah lebih lanjut.
- Slides: 15