TEKNIK PEMBAKARAN DAN BAHAN BAKAR BAHAN BAKAR CAIR
TEKNIK PEMBAKARAN DAN BAHAN BAKAR
BAHAN BAKAR CAIR Bahan bakar cair merupakan gabungan senyawa Hidrocarbon yang diperoleh dari alam maupun secara buatan. Beberapa kelebihan bakar cair dibandingkan dengan bahan bakar padat adalah : n n n Kebersihan dari hasil pembakarannya, Menggunakan alat bakar yang lebih kompak, Handling-nya lebih mudah
Proses produksi bahan bakar BBM
Proses produksi bahan bakar BBM n n n Fraksi Minyak Bumi : Gas ringan mulai C 1 sampai dengan C 3, methan atau gas alam ethana propana dsb, gas –gas ini dikemas dalam bentuk LPG dan LNG Bahan bakar yang lain : CH 4 (gas metan); Etanol ; C 2 H 5 OH Gasoline (bensin) dari golongan C 4 - C 7 biasanya untuk produksi premium. Minyak ini masih mempunyai angka oktan rendah sehingga untuk menjadi premium harus dicampur dengan bensin yang lain.
Naptha : C 7 – C 11 Produk ini adalah bahan untuk membuat bensin berangka oktan tinggi dan juga produk ringannnya menjadi bahan untuk bahan bakar avtur. Bahan ini dipakai juga sebagai bahan untuk produksi bahan polimer (BAHAN PETROKIMIA) n Kerosene C 9 – C 15 Fraksi ringannya untuk campuran avtur sedang fraksi beratnya untuk minyak tanah. Gas oil C 15 – C 25 Dibagi dua : 1. Light gas oil (LGO) untuk minyak solar (melalui proses catalytic Cracker) 2. Heavy gas oil (HGO) untuk minyak diesel dan mesin berat lainnya atau minyak bakar industri Long Residue diolah lanjut untuk minyak pelumas , wax, aspalt, dan minyak bakar residue
Reaksi- reaksi pembakaran. : n
Reaksi- reaksi pembakaran n n Bahan bakar padat : Batubara/bricket : C+O 2 CO 2 (gas) CO (gas) + ½O 2 (gas) CO 2 (gas) H 2 (gas) + ½ O 2 gas) H 2 O (gas) S (padat) + O 2 (gas) SO 2 (gas) Bahan Bakar Gas : CH 4 + 2 [O 2 + 3, 76 N 2] CO 2 + 2 H 2 O + 7, 52 N 2 udara
BA: C = 12, 011 O = 16, 000 H = 1, 008 N = 14, 007 P = 30, 974 S = 32, 060 Contoh reaksi kimia dari gas metan (CH 4) adalah : n CH 4 + 2 (O 2+3, 76 N 2) CO 2 +2 H 2 O+7, 52 N 2 Berbagai reaktan Berbagai produk Rasio udara: bahan bakar (AFR) = mol udara : mol bahan bakar AFR = (2 + 7, 52) : 1 atau AFR = 9, 52 mol udara/mol bb Karena M = berat molekul udara = 28, 95 lbm/lbmol dan M CH 4 = 16 lbm/lbmol , maka AFR = 9, 52 x 28, 95/16 = 17, 2 lbm udara/ lbm bahan bakar n n n n Udara mengandung 21% O 2 dan 79% N 2. Dari reaksi diatas jika lebih banyak udara yang dibakar, maka produk akan berbeda dari hasil pembakaran stoikhiometrik. Udara berlebih yang dibakar namanya “excess air”. Jika bahan bakar dibakar dengan kelebihana udara maka produk selain mengandung CO 2, H 2 O, dan N 2, tetapi juga mengandung O 2. 150 % udara teoritis = 50 % excess air
Contoh : Jika metana(CH 4) dibakar dengan 125 % udara teoritis, maka persamaan reaksi pembakaran menjadi : n CH 4 +1, 25 x 2(O 2 + 3, 76 N 2) Berbagai reaktan CO 2+ 2 H 2 O + 0, 5 O 2 + 9, 4 N 2 Berbagai produk
Untuk menyempurnakan suatu reaksi pembakaran /menghabiskan semua bahan bakar yang ada, maka “excess air” biasanya ditambahkan. Dalam hal ini campuran produk tidak akan stoikhiometri. n Boiler-boiler pembangkit tenaga listrik biasanya dijalankan dengan kira-kira 10 – 20 % excess air n Boiler-boiler yg menggunakan gas alam/metan dg excess air 5 %, n Boiler dg serbuk batu bara dengan excess air 20 % n Untuk motor pembakaran biasanya dijalankan dengan excess air <<< n Turbin gas dengan excess air hingga 400% n
Sifat bahan bakar cair Densitas : Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap volum bahan bakar pada suhu acuan 15°C. Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut hydrometer. Satuan densitas adalah kg/m 3. Spesific Grafity: Spesific Grafity Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah volum minyak bakar terhadap berat air untuk volum yang sama pada suhu tertentu. Densitas bahan bakar, relatif terhadap air, disebut specific gravity. Specific gravity air ditentukan sama dengan 1. Karena specific gravity adalah perbandingan, maka tidak memiliki satuan. Pengukuran specific gravity biasanya dilakukan dengan hydrometer. Specific gravity digunakan dalam penghitungan yang melibatkan berat dan volum. Hubungan antara derajat api dan specific gravity adalah sbb: Specific Gravity (SG) = 141, 5 / (derajat API + 131, 5) Atau SG= / H 2 O(std)
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Satuan Viskositas adalah Stokes /Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu – viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut Viskometer. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental, maka akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat.
Titik nyala (Flash Point) Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat dipa-naskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala api. Titik nyala untuk minyak tungku/ furnace oil adalah 66 0 C. Titik tuang (Pour Point) Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar akan tertuang atau mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar minyak siap untuk dipompakan. Panas jenis adalah jumlah k. Kal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg minyak sebesar 10 C. Satuan panas jenis adalah kkal/kg 0 C. Besarnya bervariasi mulai dari 0, 22 hingga 0, 28 tergantung pada specific gravity minyak. Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi listrik yang digunakan untuk memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas jenis yang rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas jenis yang lebih tinggi.
Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan. , dan diukur sebagai nilai kalor kotor/ gross calorific value atau nilai kalor netto/ nett calorific value. Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap air yang dihasilkan selama proses pembakaran. Nilai kalor kotor/. gross calorific value (GCV) mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai kalor netto (NCV) mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan tidak seluruhnya terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto. Nilai kalor batubara bervariasi tergantung pada kadar abu, kadar air dan jenis batu baranyasementara nilai kalor bahan bakar minyak lebih konsisten. GCV untuk beberapa jenis bahanbakar cair yang umum digunakan terlihat dibawah ini: No. Bahan bakar minyak Nilai Kalor kotor (GCV) (k. Kal/kg) 1 Minyak Tanah 11. 100 2 Minyak Diesel 10. 800 3 L. D. O 10. 700 4 Minyak Tungku/Furnace 10. 500 5 LSHS 10. 600
Sulfur Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung pada sumber minyak mentah dan pada proses penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk residu bahan bakar minyak (minyak furnace) berada pada 2 - 4%. Kerugian utama dari adanya sulfur adalah resiko korosi oleh asam sulfat yang terbentuk selama dan sesudah pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas awal udara dan economizer. Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan bakar minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki kadar abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll. Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0, 03 – 0, 07 %. Abu yang berlebihan dalam bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada peralatan pembakaran. Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner, menyebabkan kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi dan penyumbatan peralatan.
Residu Karbon Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat karbon pada permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan yang mudah menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen atau lebih. Kadar Air Kadar air minyak tungku/furnace pada saat pemasokan umumnya sangat rendah sebab produk disuling dalam kondisi panas. Batas maksimum 1% ditentukan sebagai standar. Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan kerusakan dibagian dalam permukaan tungku selama pembakaran terutama jika mengandung garam terlarut. Air juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung burner, yang dapat mematikan nyala api, menurunkan suhu nyala api atau memperlama penyalaan.
BIOFUELS BIODIESEL sebagai pensubstitusi/pengganti SOLAR BIOPREMIUM sebagai pensubstitusi /pengganti PREMIUM/BENSIN BIOKEROSENE sebagai pengganti MINYAK TANAH 1. BIODIESEL PROSES PRODUKSI BIODIESEL Proses pembuatan biodiesel dari bahan nabati dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu: pertama metode katalis, menggunakan katalis asam maupun basa serta proses pencuciannya menggunakan air (pencucian basah) atau absorban (pencucian kering); kedua, metode nonkatalis dimana transesterfikasi berlangsung pada reaktor temperatur tinggi tekanan tinggi atau temperatur tinggi tekanan rendah.
Keunggulan biodiesel dibandingkan solar: n n n n lebih ramah lingkungan, memiliki angka cetane lebih tinggi, dapat diperbarui (renewable), memiliki titik nyala (flash point) tinggi, tidak mengandung sulfur dan benzene, mempunyai sifat pelumas yang lebih baik, dan dapat terurai (de-gradable) atau mudah dicampur dengan solar dan tidak perlu memodifikasi mesin.
Syarat terjadinya reaksi adalah: harus ada reaktan (zat yang akan bereaksi satu sama lain), harus ada temperatur maupun tekanan. Reaksi akan berlangsung selama waktu tertentu. Semakin murni reaktan maka reaksi akan berjalan semakin sempurna. Demikian juga jika semakin tinggi temperatur atau tekanan maka reaksi juga akan berjalan semakin sempurna karena rantai ikatan karbon akan lebih mudah lepas. Pada kondisi gas akan lebih mudah terurai dari pada kondisi cair, demikian juga pada kondisi cair akan lebih mudah terurai dari pada kondisi padat. Bahan baku pembuatan biodiesel pada umumnya dari biji-bijian yang mengandung asam lemak tak jenuh tinggi terdiri atas: asam oleat, linolenat, dan linoleat.
Tabel 2. Tanaman Indonesia yang banyak mengandung minyak lemak untuk diproses menjadi biodiesel Nama No. Tanaman Latin Sumber Kadar minyak lemak (%-b. kr) Pangan /Non. Pangan 1. 2. Bidaro Bintaro Ximenia Americana Inti biji Cerbera manghasi Biji odollam 49 – 61 43 – 64 NP NP 3. 4. 5. 6. 7. Cerakin / kroton Jarak pagar Jagung Karet Kayu manis Croton tiglium Jatropha curcas Zea mays Hevea brasiliensis Cinnamomum burmanni Inti biji Biji 50 – 60 40 – 60 33 40 – 50 30 NP NP NP P P 8. Kenaf Hibiscus cannabinus Biji 18 – 20 NP
9. Kopi arab (Okra) Hibiscus esculentus Biji 16 – 22 NP 10. Labu merah Biji 35 – 38 P 11. 12. Mayang batu Nagasari (gede) Cucurbita moschata Madhuca cuneata Mesua ferra Inti biji Biji 45 – 55 35 – 50 P NP 13. 14. 15. 16. 17. 18. Padi Pepaya Pulasan Rambutan Rosela Sirsak Oryza sativa Carica papaya Nephelium mutabile Nephelium lappaceum Hibiscus sabdariffa Annona muricata Dedak Biji Inti biji 20 20 – 25 62 – 72 37 – 43 17 20 – 30 P P NP NP 19. 20. 21. 22. 23. Srikaya Tangkalak Randu alas Seminai Siur (-siur) Annona squamosa Litsea sebifera Bombax malabaricum Madhuca utilis Xanthophyllum lanceatum Biji Inti biji Biji 15 – 20 35 18 – 26 50 – 57 35 – 40 NP P P 24. Isoptera borneensis Inti biji 45 – 70 P 25. 26. 27. 28. Tengkawang Terindak Bulangan Kampis Kemiri cina Sawit Gmelina asiatica Hernandia peltata Aleurites trisperma Elais guineensis ? ? ? 45 -70 + 46 -54 NP NP NP P 29. 30. Kapok/randu Kelapa Ceiba pentandra Cocos nucifera Biji Inti biji Sabut + dg buah Biji Daging buah 24 – 40 60 – 70 NP P
31. Kecipir 32. Kelor 33. Kusambi Psophocarpus tetrag Moringa oleifira Sleichera trijuga 34. Nimba Azadirahta indica 35. Saga utan Adenanthera pavonina Hodgsonia macrocarpa Samadera indica Sterculia foetida Madhuca mottleyana Callophyllum inophyllum 36. Akar kepayang 37. Gatep pait 38. Kepoh 39. Ketiau 40. Nyamplung P = pangan (dapat dimakan); NP = non-pangan (tidak dapat dimakan). Sumber: Soerawidjaja, 2005 Biji Daging biji Inti biji 15 – 20 30 – 49 55 – 70 P P NP 40 – 50 NP 14 – 28 P Biji ≈ 65 P Biji Inti biji ≈ 35 45 – 55 50 – 57 40 – 73 NP NP
n n PRODUKSI BIODIESEL METODE KATALIS Proses pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel metode katalis menggunakan katalis asam maupun basa. Sedangkan sistem pencuciannya ada yang menggunakan sistem basah atau wet wash system yang menggunakan air sebagai pemurniannya dan ada pula yang tidak menggunakan air (dry wash system) tetapi menggunakan bahan pelarut dalam proses pemurniannya (contoh menggunakan magnesol). Minyak nabati yang mempunyai asam lemak bebas (free fatty acid atau FFA) ≤ 2, 5% langsung dapat diproses tranesterifikasi, sedangkan jika kadar FFA > 2, 5% harus mengalami proses esterifikasi terlebih dahulu kemudian baru proses tranesterifikasi. Jika langsung ditranesterifikasi maka yang akan terbentuk adalah sabun. Metode katalis yang menggunakan air (wet wash system) ditunjukkan pada Gambar 2. 2 (bahan baku biji karet) dan Gambar 2. 3.
Tahap Proses tanpa reaksi kimia) Tahap Proses dengan reaksi kimia) Tahap Persiapan
Metode Katalis (Wet Wash System) Biji Karet Pengujian Biodiesel Pada Mesin Diesel Pengepresan Biodiesel Wet Wash System Minyak Biji Karet (Rubber Seed Oil Trans. Esterifikasi De. Gumming Esterifikasi Gbr 2. 3 Skema Proses Pengolahan Biji Karet Menjadi Biodiesel Metode Katalis “Wet Wash System” 29
• Fungsi katalis adalah mempercepat terjadinya reaksi. , tetapi tidak cukup untuk merubah komposisi kimia. Katalis yang digunakan pada proses esterifikasi adalah H 2 SO 4 (asam sulfat), sedangkan pada proses transesterifikasi adalah Na. OH atau KOH → waktu reaksi yang diperlukan 1, 4 x lebih cepat dari Na. OH, dan lebih mudah digunakan. Na. OH → lebih mudah didapat dipasaran, dan harga lebih murah (lebih ekonomis) jika dibandingkan dengan KOH. • Metanol lebih banyak digunakan daripada Ethanol dalam proses esterifikasi atau tranesterifikasi karena: (1). Metanol memiliki rantai karbon yang paling pendek sehingga mudah bereaksi dan melepas ikatannya untuk membentuk ESTER. (2). Harganya lebih murah dari etanol, (3). Mudah di dapat dipasar. (4). Jumlah yang diperlukan lebih sedikit daripada etanol. Kira-2 metanol 20% sedangkan etanol 30%. (5). Titik didihnya rendah 64, 5 o. C.
Keuntungan Pemurnian Biodiesel Wet Wash System: 1. Air sebagai bahan pencuci atau pemurni harganya murah, mudah didapat. 2. Warna biodiesel yang dihasilkan lebih jernih. 3. Biaya produksi lebih murah Kerugiannya: 1. Menimbulkan pencemaran lingkungan karena adanya air sisa. 2. Jika pemurnian kurang sempurna maka kadar air dalam biodiesel menjadi tinggi sehingga dapat merusak komponen mesin seperti misalnya: pompa dan saringan bahan bakar menjadi buntu karena korosi, seal cepat rusak sehingga oli mudah bocor, mudah timbul jamur atau bakteri, dll)
• Deguming → tujuannya menghilangkan gum (getah) yang dikandung minyak biji karet, sehingga keluar berupa lendir. • Esterifikasi → tujuannya untuk menurunkan FFA minyak nabati yang tinggi sampai menjadi < 2, 5% sehingga tidak terbentuk penyabunan. • Transesterifikasi → tujuannya memperoleh biodisel (Methyl Ester). Transesterifikasi juga kadang-kadang disebut: Alkoholisis, yaitu reaksi kesetimbangan antara alkohol (metanol atau ethanol) dengan trigliserida untuk membebaskan 3 rantai ester dari gliserin mejadi Methyl Ester atau Ethyl Ester.
33
34
A Biji Karet Ditimbang beratnya Dipecah (pemisahan kulit dan kernel) Menghitung randemen cangkang Kulit (cangkang): bahan bakar Pengukusan kernel selama 1 jam Pengeringan di dalam oven: T = 100 o. C; t = 1 jam Sehingga kadar air maksimum 4% diatas 4% Pengecekan kadar air maks 4% Pengepresan kernel pada mesin pres (hidrolis) shg diperoleh: Minyak Mentah Biji Karet (Rubber Seed Crude Oils). Menghitung randemen minyak [ minyak] Ampas: Bhn bkr; Makanan ternak Uji komposisi kimia minyak mentah biji karet: • Komposisi asam lemak jenuh (palmitat, stearat, arakhidat) • Komposisi asam lemak tak jenuh (oleat, linolenat) • Bilangan penyabunan • Bilangan asam • Bilangan iodium • Berat jenis pada 15 o. C • Heating value • Prosentase FFA (asam lemak bebas) 35
Mengolah minyak mentah biji karet (rubber seed crude oil) menjadi biodiesel B Minyak mentah biji karet (Rubber seed crude oil) Asam posfat (H 3 PO 4) 0, 2% berat minyak De-gumming [T = 100 o. C; t = 30 menit dan n = 800 rpm] Lendir Pemanasan pd T = 60 o. C, t = 10 menit, diaduk Methanol (99%), 10% vol minyak Katalis asam sulfat(H 2 SO 4) 0, 5% berat minyak Methanol (99%), 20% vol minyak Katalis basa : sodium hidroksida (Na. OH >96%) 0, 6% berat minyak ESTERIFIKASI [T = 60 o. C; t = 1 jam]; 500 rpm Menurunkan FFA sampai < 2% Air Cek kadar FFA 2% TRANS-ESTERIFIKASI [ T = 60 o. C, t = 30 menit]; 400 rpm Pemisahan Gliserin dan ME. (Gliserin di bagian bawah, ME di bagian atasnya) ME terkontaminasi Gliserin: Bb: sabun, cat, obat, kosmetik Pencucian: drywash system T =55 s/d 70 o. C; t = 25 men ; 200 rpm Penyaringan Kotoran (dirty) BIODIESEL Pengujian ASTM D-6751 MAGNE-SOL; 0, 5 – 1, 0 % berat minyak
Metode Katalis (Dry Wash System) Biji Karet Pengujian Biodiesel Pada Mesin Diesel Pengepresan Biodiesel Dry Wash System Minyak Biji Karet (Rubber Seed Oil Trans. Esterifikasi De. Gumming Esterifikasi Gbr 2. 3 Skema Proses Pengolahan Biji Karet Menjadi Biodiesel Metode Katalis “Dry Wash System” 37
Contoh: • Apabila kita memproduksi 1000 liter biodiesel, dan asumsi bahwa Spesific Gravity biodiesel biji karet 0, 9 maka total beratnya adalah 900 kg. • Jika menggunakan magnesol dengan rasio 1% maka diperlukan 9 kg magnesol. Pada rasio 0, 5% maka akan diperlukan magnesol 4, 5 kg. • Ketika kita mula-mula tidak tahu kwalitas biodiesel, disarankan agar terlebih dahulu menggunakan 38 rasio 1% kemudian meredusirnya sampai rasio 0, 5%.
Processor Freedom Fueler Deluxe w/ Drywash Regular price: $4, 995. 00
40
C = 9; H = 17; O = 9 41
Grup Easter O H R 1 C O O R 2 C O O R 3 C O H + H O C H 3 C H + H O C H 3 H 1 Oil or Fat 1 Tri glycerid Catalyst 1 Tri -Ester Contoh R : CPO (C 17 H 33) Gambar 2. 5 Reaksi tranesterifikasi H H C H R 1 C O C H 3 R 2 C O O R 3 C O C H 3 O Na + + 3 Methanol + 3 Alcohol H + C H 3 3 Methyl ester H H C C H H H C C C H H O C H H + 1 Glycerin H C H H H C C H H H C H
Palmitic: R = - (CH 2)14 – CH 3 16 carbons, (including the one that R is attached to. ) (16: 0) Stearic: R = - (CH 2)16 – CH 3 18 carbons, 0 double bonds (18: 0) Oleic: R = - (CH 2)7 CH=CH(CH 2)7 CH 3 18 carbons, 1 double bond (18: 1) Linoleic: R = - (CH 2)7 CH=CH-CH 2 -CH=CH(CH 2)4 CH 3 18 carbons, 2 double bonds (18: 2) Linolenic: R = - (CH 2)7 CH=CH-CH 2 -CH=CH-CH 2 -CH 3 18 carbons, 3 double bonds (18: 3) Oleat Metil Ester: CH 3(CH 2)7 CH=CH(CH 2)7 COOCH 3 H H H H H O // H–C–C–C–C–C H H H H OH Metil Ester Oleat (biodiesel) sbb: O || CH 3 - O - C - (CH 2)7 CH=CH(CH 2)7 CH 3 Sumber: Oleic Acid CH 3(CH 2)7 CH=CH(CH 2)7 COOH (C 18 H 34 O 2) J. Van Gerpen, B. Shanks, and R. Pruszko Iowa State University H H H H H O // H – C – C – C C – C – C – O – CH 3 H H H H OLEAT METIL ESTER CH 3(CH 2)7 CH=CH(CH 2)7 COOCH 3 (C 19 H 36 O 2) 44
Pada RT 26, 14 menghasilkan Miristat Methyl Ester Pada RT 28, 59 menghasilkan Palmitat Methyl Ester Pada RT 29, 68 menghasilkan Palmitat Methyl Ester Pada RT 31, 70 menghasilkan Linoleat Methyl Ester Pada RT 32, 07 menghasilkan Linoleat Methyl Ester Pada RT 32, 41 menghasilkan Linoleat Methyl Ester Pada RT 34, 21 menghasilkan Miristat Methyl Ester 0, 55 % 15, 20 % 0, 04 % 56, 75 % 3, 20 % 2, 97 % 0, 58 % H H H H O // H – C – C – C – C – O – CH 3 H H H H Miristat Metil Ester [1, 13%] CH 3(CH 2)12 COOCH 3 (C 15 H 30 O 2) H H H H O // H – C – C – C – C – O – CH 3 H H H H Palmitat Metil Ester [15, 24%] CH 3(CH 2)14 COOCH 3 45 (C 17 H 34 O 2)
H H H H O // H – C – C – C = C – C – C – O – CH 3 H H H H Linoleic Metil Ester [62, 92%] CH 3(CH 2)4 CH=CHCH 2 CH=CH(CH 2)7 COOCH 3 (C 19 H 34 O 2) 46
47
METODE NON-KATALIS Metode terbaru dikembangkan di Jepang adalah: TANPA KATALIS, Tanpa air ataupun magnesol. KEUNTUNGAN Metode NON-KATALIS dibandingkan dgn yg memakai Katalis: (1). waktu produksi lebih singkat, (2). biaya investasi maupun operasional lebih murah, (3). ruangan yang diperlukan lebih kecil, (4). kwalitas biodiesel lebih baik (tidak mengandung air) (5). “yield” biodiesel yang dihasilkan juga lebih banyak. 48
Pengolahan Minyak Biji Karet Menjadi Biodiesel Metode Non-Katalis V R S H Gbr. 2. 4 Skema flow diagram dari sistem BCR Aliran Kontinu [Ref. 13, Joelianingsih, 2008] Keterangan: VR = vaporizer SH = super heater H = heater V = valve R = reactor Cd = condenser O = outlet B = level controller 49
Keterangan: VR = vaporizer SH = super heater H = heater V = valve R = reactor Cd = condenser O = outlet B = level controller Gbr. 2. 5 Foto Peralatan pemroses minyak biji karet menjadi biodiesel metode non-katalis skala laboratorium [IPB Bogor] 50
BCR = Bubble Column Reactor Gambar 2. 7 Daerah Aliran Homogen dan Heterogen di dalam Bubble Column Reactor (BCR) Gambar 2. 8 Profil Kecepatan Cairan dan “gas Hold-up” pada Daerah Aliran Turbulen 51
Kecepatan gas superfisial pada umumnya dinayatakan dalam bentuk: g = “gas Hold-up”; Ug = kecepatan gas superfisial Nilai n tergantung pada daerah aliran. Homogen, nilai n = 0, 7 s/d 1, 2 Turbulen (heterogen) g lebih lemah fungsi Ug. dan n = 0, 4 s/d 0, 7. Behnoosh Moshtari t nilai n dan sbb: Gambar 2. 9 Pengaruh Kecepatan Gas Superfisial terhadap “Gas Hold-up”
REAKSI KIMIA PADA REAKTOR BCR Metode NON-KATALIS TG + Me. OH DG + ME DG + Me. OH MG + ME MG + Me. OH GL + ME TG + 3 Me. OH GL + 3 ME TG = trigliserida; DG = digliserida; MG = monogliserida; GL = gliserol; ME = methyl ester. 53 (1) (2) (3)
Reaksi (1): TG + Me. OH DG + ME O H ║ | R 1 -C-O-C-H H │ H-O-C-H O ║ R 2 -C-O-C-H O ║ R 3 -C-O-C-H │ H Trigliserida (TG) 1 mol TG + H-O-CH 3 O ║ R 3 -C-O-C-H H Metanol Digliserida (Me. OH) (DG) 1 mol Me. OH C=6 O=6 H=5 C=1 O=1 H=4 + O ║ R-C-O-CH 3 Methyl Ester (ME) 1 mol DG C=5 O=5 H=6 C=7 O=7 H=9 C=2 O=2 H=3 C=7 O=7 H=9 54 1 mol ME
Reaksi (2): DG + Me. OH MG + ME H │ H-O-C-H H | H-O-C-H O ║ R 2 -C-O-C-H O ║ R 3 -C-O-C-H │ H Digliserida (DG) 1 mol DG ME C=5 O=5 H=6 + H-O-CH 3 O ║ R 3 -C-O-C-H │ H + O ║ R-C-O-CH 3 Metanol Monogliserida Methyl Ester (Me. OH) (MG) (ME) 1 mol Me. OH 1 mol DG C=1 O=1 H=4 C=6 O=6 H = 10 C=4 O=4 H=7 55 1 mol C=2 O=2 H=3 C=6 O=6 H = 10
Reaksi (3): MG + Me. OH GL + ME H │ H-O-C-H O ║ R 3 -C-O-C-H │ H Monogliserida (MG) 1 mol MG C=4 O=4 H=7 + H-O-CH 3 H │ H-O-C-H │ H Metanol Gliserol (Me. OH) (GL) 1 mol Me. OH C=1 O=1 H=4 C=5 O=5 H = 11 56 + O ║ R-C-O-CH 3 Methyl Ester (ME) 1 mol GL 1 mol ME C=3 C=2 O=3 O=2 H=8 H=3 C=5 O=5 H = 11
Kwalitas Biodiesel Menurut Standar FBI 2005 Batasan No. Sifat Kimia Satuan Min Maks Metode Pengujian ASTM Hasil Uji Biodiesel Biji Karet Metode Non-Katalis 1. Densitas pada 15 o. C kg/m 3 850 890 D-1298 882 886 2. Viskositas Kinematik (40 o. C) c. St 2, 3 6, 0 D-445 5, 19 4, 57 3. 4. 5. Angka Cetana Titik Tuang (Pour Point) Titik Nyala (Flash Point) Korosi Lempeng Tembaga (3 jam pada 50 o. C) o. C 51 100 18 - D-613 D-97 D-93 47, 5 *) - 6 200 44, 7 2 125 - No. 3 D-130 No. 1. b No. 1 a - 0, 05 0, 3 D-4530 0, 126 2, 87 - 6. o. C No. ASTM % massa 7. Residu Karbon Mikro dalam contoh asli dalam 10% ampas distilasi 8. Air dan Sedimen % volume - 0, 05 D-2709 9. 10. Temperatur Distilasi 90% Abu Tersulfatkan o. C - 360 0, 02 D-1160 D-874 0; 0, 01 347 0, 01 11. Belerang - 100 D-5453 0, 72 0, 05 12. Angka Asam mg-KOH/g - 0, 8 D-664 0, 01 0, 783 13. 14. Glyserol Bebas Glyserol Total % massa - 0, 02 0, 24 D-6584 % massa ppm-m (mg/kg) 0, 01 338 - 0, 216 *) Nilai CCI Berdasarkan ASTM D 976 -91 Rumus CCI = 454, 74 - 1641, 416 D + 774, 74 D 2 – 0, 554 B + 97, 803 (log B)2. D = densitas pada 15 o. C, g/ml metode test D 1298 atau D 4052, B = mid boiling temperatur o. C. Catatan: Hasil uji tambahan a. l: Hasil uji warna biodiesel standard ASTM D 1500– 98 yaitu 2. 5, sedangkan persyaratannya maksimum 3, 0 (memenuhi). Nilai kalor dihitung berdasarkan densitasnya. Nilai kalor = (12400 – 2100 SG 2) x 1, 8 BTU/lbm, dimana SG = Spesific Gravity.
BIO-ETANOL BIOETANOL = Bio-ETANOL • Bioetanol adalah: Etanol (ethyl alcohol dengan rumus kimia C 2 H 5 OH) yang diproduksi dari bahan baku nabati. • Cairan bersih tidak berwarna, • Apabila dibakar tidak menimbulkan polusi, menghasilkan CO 2 dan H 2 O • Dapat larut sempurna dengan premium sehingga sangat cocok dicampur dengan premimum pada tingkat berbagai perbandingan (E-5, E-10, E-15, E-20, dst. • Mempunyai angka oktan tinggi (Riset octane number RON= 108, 6 dan Motor octane number MON = 97, 8). Catatan: Premium, RON = 88, MON = 80, 7 • Karena RON tinggi maka dapat menggantikan fungsi bahan aditif seperti TEL (tetra ethyl lead) atau MTBE (methyl tersier butyl ether) Penggunaannya: 1. Sebagai bahan minuman beralkohol 2. Sebagai bahan bakar (energi) 3. Penggunaan oleh industri (zat pelarut, atau pembuatan zat kimia lainnya).
BIO-ETANOL Bahan baku pembuatan bioetanol: (1). Dari limbah hasil pertanian • Ubi kayu • Ubi jalar • Sagu • Tebu (pucuk, bungkil) • Jagung (batang, janggel) • Tales, • Buah-buahan tidak layak konsumsi, • dll (2). Limbah industri • Industi wafer (limbah padat) • Industri tepung beras (limbah cair) • Pabrik gula (tetes) • dll
ALUR PEMBUATAN BIOETHANOL Mencari batang dan janggel jagung, kemudian dipotong kecil-kecil Distilasi I Distilasi bertingkat Ditambahkan air sesuai dengan variasi yang digunakan, kemudian di blender Hasil fermentasi di saring dan di peras. Pengujian karakteristik Dimasak sampai mendidih, lalu didinginkan Di fermentasi selama 3 hari dengan penambahan ragi sesuai variasi yang di gunakan.
Contoh: HASIL PENELITIAN 1. Mencari Parameter Jumlah Air dan Banyaknya Ragi pada Bioethanol Berbahan Baku Batang Jagung
Mencari Perbandingan Jumlah Air pada Bioethanol Berbahan Baku Janggel Jagung
Mencari Perbandingan Berat pada Bioethanol Berbahan Baku Janggel Jagung
2. Hasil Pembuatan Bioethanol Berbahan Baku Batang Jagung Skala Besar
Hasil Pembuatan Bioethanol Berbahan Baku Janggel Jagung Skala Besar
BIO-ETANOL KESIMPULAN Ø Agar dihasilkan bioethanol dengan kadar ethanol yang optimal, maka untuk setiap 100 gr batang jagung diperlukan: jumlah air 1, 2 liter, berat ragi 10 g, dan lama fermentasi 3 hari. Setiap 250 gram janggel jagung diperlukan: jumlah air 0, 5 liter, berat ragi 12 g, dan lama fermentasi 3 hari.
BIO-ETANOL
- Slides: 67