SUKU BADUY ASAL USUL SUKU BADUY Nama Baduy
SUKU BADUY
ASAL USUL SUKU BADUY Nama Baduy Dalam berawal dari sebutan yang diberikan oleh para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan masyarakat yang hidup secara nomaden tersebut dengan kelompok masyarakat Arab “Badawi”. Sementara mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai “orang kenekeas” sesuai dengan nama wilayah mereka.
LETAK SUKU BADUY terletak di daerah Banten, tepatnya Kabupaten Lebak Banten.
Suku Baduy terbagi dalam dua golongan yang disebut dengan Baduy Dalam dan Baduy Luar Perbedaan baduy dalam dan baduy luar: Baduy luar: Baduy dalam: Penggunaan barang elektronik dan sabun � Tidak memakai ikat kepala putih (karena dipercaya dapat menyebabkan bencana) � menerima tamu yang berasal dari luar Indonesia, mereka diperbolehkan mengunjungi hingga menginap di salah satu rumah warga Baduy Luar. � Biasanya menggunakan baju warna hitam/ biru tua � � Melarang penggunaan handphone dan elektronik lainnya dan peralatan mandi masih dari alam � Ikat kepala warna putih � Saat mereka melakukan tradisi Kawulu, penduduk luar dilarang berkunjung ke Baduy Dalam Jika ingin berkunjung ke sana, hanya di perbolehkan berkunjung ke perkampungan Baduy Luar tetapi tidak boleh menginap. � Menggunakan baju berwarna putih (karena melambangkan kesucian)
MATA PENCAHARIAN Mata pencaharian mayarakat Suku Baduy umumnya berladang dan bertani. Alamnya yang subur dan berlimpah mempermudah suku ini dalam menghasilkan kebutuhan sehari-hari. Hasil berupa kopi, padi, dan umbi-umbian menjadi komoditas yang paling sering ditanam oleh masyarakat Baduy. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.
Namun dalam praktek berladang dan bertani, Suku Baduy tidak menggunakan kerbau atau sapi dalam mengolah lahan mereka. Hewan berkaki empat selain anjing sangat dilarang masuk ke Desa Kanekes demi menjaga kelestarian alam.
RUMAH SUKU BADUY � Proses kelestarian alam juga sangat berlaku saat membangun rumah adat mereka yang terbuat dari kayu dan bambu. Terlihat dari kontur tanah yang masih miring dan tidak digali demi menjaga alam yang sudah memberi mereka kehidupan. � Rumah-rumah di sini dibangun dengan batu kali sebagai dasar pondasi, karena itulah tiang-tiang penyangga rumah terlihat tidak sama tinggi dengan tiang lainnya.
Terdapat 3 ruangan dalam rumah adat Baduy dengan fungsinya yang masing berbeda. �Bagian depan difungsikan sebagai penerima tamu dan tempat menenun untuk kaum perempuan. �Bagian tengah berfungsi untuk ruang keluarga dan tidur, �ruangan ketiga yang terletak di bagian belakang digunakan untuk memasak dan tempat untuk menyimpan hasil ladang dan padi.
RUMAH SUKU BADUY Semua ruangan dilapisi dengan lantai yang terbuat dari anyaman bambu. Sedangkan pada bagian atap rumah, serat ijuk atau daun pohon kelapa. Rumah suku Baduy dibangun saling berhadap-hadapan dan selalu menghadap utara atau selatan. Faktor sinar matahari yang menyinari dan masuk ke dalam ruangan menjadi pemilihan mengapa rumah di sini dibangun hanya pada dua arah saja.
KEUNIKAN SUKU BADUY 1. PU’UN Ø Pu’un dalam masyarakat Baduy berfungsi sebagai pemimpin di masyarakat tersebut, sosok Pu’un sangat dihormati oleh Suku Dalam. Ø Puún dianggap layaknya seorang president oleh masyarakat Suku Baduy Dalam. Ø Pu’un yang bertugas menentukan masa tanam dan masa panen, dia juga yang menerapkan hukum adat dalam masyarakat Baduy, ia juga yang mengobati penduduk yang sakit.
2. GOTONG ROYONG Gotong royong memang merupakan budaya Indonesia. Hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki budaya gotong royong. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, budaya gotong royong ini sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Berbeda dengan kebanyakan masyarakat di daerah lain di Indonesia yang sudah banyak meninggalkan budaya gotong royong , masyarakat badui masih memegang teguh semangat bergotong royong. Mereka biasanya bergotong royong saat berpindah lahan pertanian ke tempat yang lebih subur.
3. Kekayaan Tidak Dilihat Dari Bentuk Rumah Berbeda dengan masyarakat modern yang hidup di perkotaan yang umumnya kekayaan ditunjukkan dengan rumah yang besar dan mewah. Suku baduy Dalam yang kaya tidak akan memiliki rumah yang besar dan mewah, karena seluruh penduduk di perkampungan Baduy Dalam memiliki besar dan bentuk rumah yang sama. Kekayaan orang Baduy Dalam justru dilihat dari kepemilikan benda lain, seperti tembikar. Yang membedakan masyarakat yang kaya di Suku Baduy Dalam adalah kepemilikan tembikar yang terbuat dari kuningan. Bagi orang Baduy Dalam yang kaya dapat memiliki beberapa tembikar, Semakin banyak jumlah tembikar Suku Baduy Dalam, semakin tinggi derajat orang tersebut.
4. Peralatan Mandi dari Alam Masyarakat baduy lebih memilih menggunakan bahan yang tersedia di alam untuk membersihkan diri mereka. Orang Baduy Dalam menggunakan batu yang kemudian di gosok-gosokan ke tubuh mereka sebagai pengganti sabun mandi yang berbahan kimia. Sementara, untuk membersihkan gigi, mereka menggunakan serabut kelapa. Suku Baduy Dalam memang sangat menghargai alam mereka, mereka tidak ingin menggunakan peralatan yang mengandung bahan kimia dan sampah plastik.
5. Masih Berlakunya Perjodohan memang sudah tidak lazim bagi masyarakat modern. Dalam kehidupan masyarakat modern, urusan jodoh memang diserahkan sepenuhnya kepada sang anak, orang tua hanya memberi restu. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Suku Baduy Dalam. Seorang gadis yang berusia 14 tahun akan dijodohkan dengan laki-laki yang berasal dari suku Baduy Dalam Selama proses perjodohan orang tua laki-laki bebas memilih wanita yang ingin dijodohkan dengan anaknya. Namun, jika belum ada yang cocok, laki-laki maupun perempuan harus rela menerima pilihan orang tuanya atau pilihan Pu’un.
6. Larangan Berkunjung Selama 3 Bulan Suku Baduy Dalam memang bukan penganut agama islam, namun mereka miliki tradisi berpuasa yang dilakukan selama 3 bulan berturut-turut. Kegiatan berpuasa ini oleh Suku Baduy disebut “Kawulu”. Saat mereka melakukan tradisi Kawulu, penduduk luar dilarang berkunjung ke Baduy Dalam. Jika ingin berkunjung ke sana, hanya di perbolehkan berkunjung ke perkampungan Baduy Luar tetapi tidak boleh menginap. Orang Baduy menganggap bahwa Kawulu adalah kegiatan sakral dan tidak boleh diganggu oleh masyarakat luar. Selama masa Kawulu mereka memanjatkan doa kepada nenek moyang agar selalu diberi keselamatan diberi panen yang berlimpah.
7. Budaya Berjalan Kaki Tidak seperti orang jepang, orang Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang malas berjalan kaki. Hal inilah yang kemudian menyebabkan penumpukan kendaraan di perkotaan. Hal tersebut tidak berlaku bagi suku Baduy. Orang Baduy gemar berjalan kaki saat bepergian kemana saja. Mereka tetap berjalan kaki saat mengunjungi keluarga mereka di kota atau sekedar ke kota untuk menjual hasil panen. Tidak heran jika kondisi alam disana masih sangat terjaga dan orang-orang Baduy juga sehat-sehat.
8. Perabotan Sederhana Tidak hanya menolak peralatan elektronik, masyarakat suku Baduy juga menolak menggunakan perabotan rumah tangga seperti piring atau cangkir yang terbuat dari logam atau kaca. Mereka lebih memilih memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia di alam, misalnya gelas mereka yang dibuat dari potongan pohon bambu. Suku Baduy memiliki cara mereka sendiri untuk menikmati hidup. Mereka hidup bersahaja dengan alam, tidak perlu peralatan yang canggih dan mewah atau baju-baju beremerek. Budaya orang Baduy menggambarkan bahwa bahagia itu sederhana. ihirrr…
KEPERCAYAAN SUKU BADUY �Suku Baduy percaya, mereka keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. �Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. �Menurut kepercayaan mereka, warga Kanekes mempunyai tugas untuk menjaga harmoni dunia. Kepercayaan ini disebut juga dengan Sunda Wiwitan. Kepercayaan yang memuja nenek moyang sebagai bentuk penghormatan.
TRADISI KESENIAN SUKU BADUY Suku Baduy juga mengenal budaya menenun yang telah diturunkan sejak nenek moyang mereka. Menenun hanya dilakukan oleh kaum perempuan yang sudah diajarkan sejak usia dini. Ada mitos yang berlaku bila pihak laki-laki tersentuh alat menenun yang terbuat dari kayu ini maka laki-laki tersebut akan berubah perilakunya menyerupai tingkah laku perempuan. � Tradisi menenun ini menghasilkan kain tenun yang digunakan dalam pakaian adat Suku Baduy. Kain ini bertekstur lembut untuk pakaian namun ada juga yang bertekstur kasar. Kain yang agak kasar biasanya digunakan masyarakat Baduy untuk ikat kepala dan ikat pinggang. � Selain digunakan dalam keseharian, kain ini juga diperjual belikan untuk wisatawan yang datang berkunjung ke Desa Kanekes. Tidak hanya kain, ada juga kain dari kulit kayu pohon terep yang menjadi ciri khas dari Suku Baduy dalam urusan benda seni. Tas yang bernama koja atau jarog ini digunakan Suku Baduy untuk menyimpan segala macam kebutuhan yang �
Tugas : 1. Sebutkan asal mula nama Badui dan sebut asli mereka ! 2. Sebutkan letak dan wilayah keadaan alam nya 3. Sebutkan perbedaan Badui dalam dan badui luar ! 4. Sebutkan kearifan lokal suku Badui dalam membagi sungai, pertanian, dan perjodohan 5. Gambar dan sebutkan konstruksi rumah Badui ! 6. Apa yang kamu ketahui dari kepercayaan suku Badui
TERIMAKASIH
- Slides: 21