SEJARAH HUKUM ADAT DAN LINGKARAN HUKUM ADAT Sejarah































- Slides: 31

SEJARAH HUKUM ADAT DAN LINGKARAN HUKUM ADAT -Sejarah Hukum Adat -Istilah Hukum Adat -Teori Reception In Complexu -Perbandingan Hukum adat dengan Adat -Lingkaran Hukum Adat

Sejarah Singkat Hukum Adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje seorang Ahli Sastra Timur dari Belanda (1894). Sebelum istilah Hukum Adat berkembang, dulu dikenal istilah Adat Recht. Prof. Snouck Hurgrounje dalam bukunya de atjehers (Aceh) pada tahun 1893 -1894 menyatakan hukum rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah de atjehers. Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, seorang Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar pada Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah Adat Recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901 -1933.

Perundang-undangan di Hindia Belanda secara resmi mempergunakan istilah ini pada tahun 1929 dalam Indische Staatsregeling (Peraturan Hukum Negeri Belanda), semacam Undang Dasar Hindia Belanda, pada pasal 134 ayat (2) yang berlaku pada tahun 1929. Dalam masyarakat Indonesia, istilah hukum adat tidak dikenal adanya. Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut hanyalah istilah teknis saja. Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh para ahli hukum dalam rangka mengkaji hukum yang berlaku dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan. Dalam bahasa Inggris dikenal juga istilah Adat Law, namun perkembangan yang ada di Indonesia sendiri hanya dikenal istilah Adat saja, untuk menyebutkan sebuah sistem hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan Hukum Adat.

Pendapat ini diperkuat dengan pendapat dari Muhammad Rasyid Maggis Dato Radjoe Penghoeloe sebagaimana dikutif oleh Prof. Amura: sebagai lanjutan kesempuranaan hidup selama kemakmuran berlebih-lebihan karena penduduk sedikit bimbang dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah, sampailah manusia kepada adat. Sedangkan pendapat Prof. Nasroe menyatakan bahwa adat Minangkabau telah dimiliki oleh mereka sebelum bangsa Hindu datang ke Indonesia dalam abad ke satu tahun masehi. Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S. H. di dalam bukunya mengatakan bahwa istilah Hukum Adat telah dipergunakan seorang Ulama Aceh yang bernama Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani (Aceh Besar) pada tahun 1630. Prof. A. Hasymi menyatakan bahwa buku tersebut (karangan Syekh Jalaluddin) merupakan buku yang mempunyai suatu nilai tinggi dalam bidang hukum yang baik.

Istilah Hukum Adat Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam Bahasa Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah mengenal dan menggunakan istilah tersebut. Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai berikut : “Tingkah laku seseoarang yang terus-menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama”. � Dengan demikian unsur-unsur terciptanya adat adalah : � 1. Adanya tingkah laku seseorang � 2. Dilakukan terus-menerus � 3. Adanya dimensi waktu. � 4. Diikuti oleh masyarakat

Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya pengertian adat-istiadat tersebut. Tiaptiap masyarakat atau Bangsa dan Negara memiliki adat-istiadat sendiri-sendiri, yang satu dengan yang lainnya pasti tidak sama. Adat-istiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa. Tingkat peradaban, cara hidup yang modern sesorang tidak dapat menghilangkan tingkah laku atau adatistiadat yang hidup dan berakar dalam masyarakat.

Adat selalu menyesuaikan diri dengan keadaan dan kemajuan zaman, sehingga adat itu tetap kekal, karena adat selalu menyesuaikan diri dengan kemajuan masyarakat dan kehendak zaman. Adatistiadat yang hidup didalam masyarakat erat sekali kaitannya dengan tradisi-tradisi rakyat dan ini merupakan sumber pokok dari pada hukum adat. Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo, mengatakan bahwa adat adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada yang tebal dan ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah laku didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan aturan hukum.

Istilah “Hukum Adat” dikemukakan pertama kalinya oleh Prof. Dr. Cristian Snouck Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De Acheers” (orang-orang Aceh), yang kemudian diikuti oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven dalam bukunya yang berjudul “Het Adat Recht van Nederland Indie”. Dengan adanya istilah ini, maka Pemerintah Kolonial Belanda pada akhir tahun 1929 mulai menggunakan secara resmi dalam peraturan perundang-undangan Belanda. Istilah hukum adat sebenarnya tidak dikenal didalam masyarakat, dan masyarakat hanya mengenal kata “adat” atau kebiasaan. Adat Recht yang diterjemahkan menjadi Hukum Adat dapatkah dialihkan menjadi Hukum Kebiasaan. Van Dijk tidak menyetujui istilah hukum kebiasaan sebagai terjemahan dari adat recht untuk menggantikan hukum adat dengan alasan :

“ Tidaklah tepat menerjemahkan adat recht menjadi hukum kebiasaan untuk menggantikan hukum adat, karena yang dimaksud dengan hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan, artinya karena telah demikian lamanya orang biasa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga timbulah suatu peraturan kelakuan yang diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat, sedangkan apabila orang mencari sumber yang nyata dari mana peraturan itu berasal, maka hampir senantiasa akan dikemukakan suatu alat perlengkapan masyarakat tertentu dalam lingkungan besar atau kecil sebagai pangkalnya. Hukum adat pada dasarnya merupakan sebagian dari adat istiadat masyarakat. Adat-istiadat mencakup konsep yang luas. Sehubungan dengan itu dalam penelaahan hukum adat harus dibedakan antara adat-istiadat (non-hukum) dengan hukum adat, walaupun keduanya sulit sekali untuk dibedakan karena keduanya erat sekali kaitannya. ”

Teori Reception In Complexu Teori ini dikemukakan oleh Mr. LCW Van Der Berg. Menurut teori Reception in Coplexu : Kalau suatu masyarakat itu memeluk agama tertentu maka hukum adat masyarakat yang bersangkutan adalah hukum agama yang dipeluknya. Kalau ada hal-hal yang menyimpang dari pada hukum agama yang bersangkutan, maka hal-hal itu dianggap sebagai pengecualian. Terhadap teori ini hampir semua sarjana memberikan tanggapan dan kritikan antara lain : Snouck Hurgronye : Ia menentang dengan keras terhadap teori ini, dengan mengatakan bahwa tidak semua Hukum Agama diterima dalam hukum adat. Hukum agama hanya memberikan pengaruh pada kehidupan manusia yang sifatnya sangat pribadi yang erat kaitannya dengan kepercayaan dan hidup batin, bagian-bagian itu adalah hukum keluarga, hukum perkawinan, dan hukum waris.

Terhaar berpendapat : Membantah pendapat Snouck Hurgrunye, menurut Terhaar hukum waris bukan berasal dari hukum agama, tapi merupakan hukum adat yang asli tidak dipengaruhi oleh hukum Islam, sedangkan hukum waris disesuaikan dengan struktur dan susunan masyarakat. Teori Reception in Complexu ini sebenarnya bertentangan dengan kenyataan dalam masyarakat, karena hukum adat terdiri atas hukum asli (Melayu Polenesia) dengan ditambah dari ketentuan-ketentuan dari hukum Agama demikian dikatakan oleh Van Vollen Hoven.

Perbedaan Hukum adat dengan Adat Perbedaan antara adat dengan hukum adat yaitu : a) Dari Terhaar ; Suatu adat akan menjadi hukum adat, apabila ada keputusan dari kepala adat dan apabila tidak ada keputusan maka itu tetap merupakan tingkah laku/ adat. b) Van Vollen Hoven : Suatu kebiasaan/ adat akan menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu diberi sanksi. c)Van Dijk : Perbedaan antara hukum adat dengan adat terletak pada sumber dan bentuknya. Hukum Adat bersumber dari alat perlengkapan masyarakat dan tidak tertulis dan ada juga yang tertulis, sedangkan adat bersumber dari masyarakat sendiri dan tidak tertulis.

RIDDLER TIMES. BAGAIMANA SEJARAH HUKUM ADAT INDONESIA PADA MASA HINDIA BELANDA SAMPAI KE MASA REFORMASI?

Apa landasan yang telah digunakan untuk menetapkan hukum adat dapat digunakan oleh masyarakat? Apa dasar yuridis berlakunya hukum adat di Indonesia?

Masa Hindia Belanda Berawal dari zaman penjajahan, hukum adat sangat kental di dalam diri tiap pribumi. Karena belum terbiasa dengan hukum barat yang telah ditetapkan oleh Belanda, maka dibuatlah sistem hukum pluralisme atau Indische Staatsregeling (IS) agar penduduk golongan eropa, timur asing, dan pribumi dapat menyesuaikan dengan hukum masing-masing. �

Dalam Indische Staatsregeling, salah satu dasar hukum yang menjelaskan berlakunya hukum adat terdapat pada Pasal 131 ayat (2) huruf a menjelaskan hukum yang berlaku bagi golongan eropa, bahwa untuk hukum perdata materiil bagi golongan eropa berlaku asas konkordansi, artinya bagi orang eropa pada asasnya hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda akan dipakai sebagai pedoman dengan kemungkinan penyimpangan berhubung keadaan yang istimewa, dan juga pada Pasal 131 ayat (2) huruf b yang menjelaskan hukum yang berlaku bagi golongan Indonesia asli atau pribumi dan golongan timur asing, yang pada intinya menjelaskan bagi golongan pribumi dan timur asing berlaku hukum adat masing-masing dengan kemungkinan penyimpangan dalam hal:

Kebutuhan masyarakat menghendakinya, maka akan ditundukan pada perundang-undangan yang berlaku bagi golongan eropa. � Kebutuhan masyarakat menghendaki atau berdasarkan kepentingan umum, maka pembentuk ordonansi dapat mengadakan hukum yang berlaku bagi orang Indonesia dan timur asing atau bagian-bagian tersendiri dari golongan itu, yang bukan hukum adat bukan pula hukum eropa melainkan hukum yang diciptakan oleh Pembentuk UU sendiri. Jadi pada intinya, di masa Hindia Belanda terdapat delegasi kewenangan atau perintah untuk mengkodifikasikan hukum bagi pribumi dan timur asing. �

Masa Penjajahan Jepang Pada masa penjajahan Jepang juga terdapat regulasi yang mengatur tentang hukum adat di Indonesia, yaitu pada Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1942 yang menjelaskan bahwa semua badan pemerintah dan kekuasaanya, hukum dan UU dari pemerintah yang dahulu tetap diakui sah buat sementara waktu saja, asal tidak bertentangan dengan peraturan militer. �

Arti dari Pasal tersebut adalah hukum adat yang diatur pada saat masa penjajahan Jepang sama ketika pada masa Hindia Belanda, tetapi harus sesuai dengan peraturan militer Jepang dan tidak boleh bertentangan. Pada hakikatnya, dasar yuridis berlakunya hukum adat pada masa penjajahan Jepang hanya merupakan ketentuan peralihan karena masanya yang pendek.

Masa Pasca Kemerdekaan Dasar hukum berlakunya dan diakuinya hukum adat di Indonesia juga diatur setelah Indonesia merdeka. Contohnya pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi “Segala badan negara dan peraturan yang masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini” menjelaskan bahwa dalam pembentukan regulasi peraturan mengenai hukum adat yang lebih jelas, maka dasar hukum sebelumnya yang tetap digunakan untuk perihal berlakunya hukum adat. �

Pada Pasal 104 ayat (1) UUDS 1950 pun juga terdapat penjelasan mengenai dasar berlakunya hukum adat. Pasal tersebut menjelaskan bahwa segala keputusan pengadilan harus berisi alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan Undang-Undang dan aturan-aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Terdapat juga pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 pasca dekrit presiden 5 Juli 1959 Ranah Undang-Undang dan Pasal 3 UU No. 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi

“Hukum yang dipakai oleh kekuasaan kehakiman adalah hukum yang berdasarkan Pancasila, yakni yang sidatnya berakar pada kepribadian bangsa” dan Pasal 17 ayat (2) yang menjelaskan bahwa berlakunya hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.

Era Reformasi Di zaman modern, Setelah amandemen kedua UUD 1945, tepatnya pada Pasal 18 B ayat (2), hukum adat dihargai dan diakui oleh negara, Pasal tersebut berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. ”. Pasal tersebut telah membuktikan bahwa dasar yuridis berlakunya hukum adat di Indonesia ada, dan diakui oleh pemerintah. �

Tak hanya itu, dalam beberapa Undang-Undang juga mengatur keberlakuan hukum adat. Contoh dalam Undang-Undang Pokok Agraria, lebih tepatnya pada Pasal 5 yang berbunyi “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. ”.

Dasar yuridis tersebutlah yang dapat menjelaskan berlakunya hukum adat secara sah di Indonesia. Hukum adat adalah hukum yang harus diperjuangkan karena ia merupakan hukum tertua yang telah dimiliki Indonesia dan juga karena Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya dengan keanekaragaman budaya, suku, dan ras, dan dengan hukum adat, maka segala kepentingan masyarakat adat dapat diayomi olehnya, untuk Indonesia yang lebih baik.

Lingkaran Hukum Adat Van Vollen Hoven membagi lingkungan hukum adat menjadi 19 lingkungan hukum adat (Rechtskringen). Satu daerah dimana garis-garis besar, corak dan sifatnya hukum adat adalah seragam oleh Van Vollen Hoven disebut “rechtskring”. Tiap-tiap lingkaran hukum tersebut dibagi lagi kepada beberapa bagian yang disebut dengan “Kuburan Hukum” atau “Rechtsgouw”. Kesembilan belas lingkaran hukum adat itu ialah : -Berdasarkan tata susunan rakyat, yaitu:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. -Aceh -Tanah Gayo, Alas, Batak, Nias -Minangkabau, Mentawai -Sumatra Selatan -Daerah Melayu Bangka dan Belitung -Kalimantan (Tanah Dayak) -Minahasa

9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. -Gorontalo -Daerah Toraja -Sulawesi Selatan -Kepulauan Ternate Maluku, Ambon -Irian -Kepulauan Timor -Bali, Lombok, Sumbawa Barat -Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura -Daerah Swapraja Solo dan Yogya -Jawa Barat

Selain pada tata susunan rakyat, lingkaran adat juga mengacu pada pembagian Hukum Barat; 1. Hukum Adat Mengenai Tata Negara 2. Hukum Adat Mengenai Warga 3. Hukum Adat Mengenai Delik ad. 1. Hukum Adat mengenai Tata Negara meliputi: -Susunan dari dan ketertiban dalam Persekutuanpersekutuan rakyat.

-Persekutuan hukum beserta susunan dan lingkungan pekerjaan alat-alat perlengkapannya. -Jabatan dari para pejabatnya, misalnya susunan desa, kepala-kepala des. ad. 2. Hukum adat mengenai warga, yang meliputi; -Hukum Pertalian sanak, Perkawinan, Waris -Hukum Tanah (Hak-hak tanah, transaksi tanah)

-Hukum Perutangan (hak-hak atas tanah, transaksi -transaksi tentang benda-benda selain dari tanah dan jasa-jasa) ad. 3. Hukum Adat Mengenai Delik. Berisi delik adat dan reaksi terhadapnya.
Lingkaran hukum adat di indonesia
Pengertian adat dan hukum adat
Pengertian adat dan hukum adat
Sejarah politik hukum adat
Lapisan ilmu hukum adalah
Garis oq dan os pada gambar dinamakan
Ciri dan sifat hukum adat
Corak dan bentuk persekutuan desa
Hukum adat ketatanegaraan
Ketunggalan silsilah adalah
Keberlakuan hukum adalah
Hukum adat sebagai aspek kebudayaan
Godsdienstige wetten
Delik hukum adat
Corak hukum adat
Latihan sejarah tingkatan 2 bab 7
Percobaan hukum pascal dengan suntikan
Peta konsep hukum newton tentang gravitasi dan hukum kepler
Tuliskanbunyigaya coulomb danhukum kirchoof!
Hukum taklifi dan hukum wad'i
Hukum liebig
Tentukan irisan materi kedua kd
Pantang larang masyarakat india
Bentuk rumah adat inuasan joglo
Dalil hukum taklifi
Hukum-hukum perkembangan peserta didik
Contoh soal hukum identitas himpunan
Hukum pada rangkaian listrik
Peta konsep hukum dasar kimia kelas 10
Pembidangan filsafat
Hukum-hukum himpunan matematika diskrit
Hukum himpunan matematika diskrit