Sejarah Fotografi Sejarah Fotografi 1 Sejarah Kamera 2

  • Slides: 43
Download presentation
Sejarah Fotografi

Sejarah Fotografi

Sejarah Fotografi 1. Sejarah Kamera 2. Sejarah Film (sebagai alat rekam gambar) 3. Sejarah

Sejarah Fotografi 1. Sejarah Kamera 2. Sejarah Film (sebagai alat rekam gambar) 3. Sejarah Fotografi di Indonesia

Sejarah fotografi tak bisa dipisahkan dari ditemukannya kamera, film serta alat pendukung lainnya. Kamera

Sejarah fotografi tak bisa dipisahkan dari ditemukannya kamera, film serta alat pendukung lainnya. Kamera merupakan alat untuk melukis (menulis) dengan cahaya. Cikal bakal kamera modern ialah Kamera Obscura.

Kamera ini terdiri dari sebuah kotak dengan sebuah lubang jarum dan selembar layar. Film

Kamera ini terdiri dari sebuah kotak dengan sebuah lubang jarum dan selembar layar. Film merupakan media rekam dalam fotografi sejarahnya tak lepas dari proses penemuan bahan peka cahaya itu sendiri.

Tak ada yang dapat memastikan kapan kamera obscura ini ada. Aristoteles (384 -322 SM),

Tak ada yang dapat memastikan kapan kamera obscura ini ada. Aristoteles (384 -322 SM), seorang filusuf Yunani, pernahmengungkapkan tentang prinsip dasar kamera obscura yaitu berkas cahaya yang melewati sebuah lubang kecil (pin hole) akan membentuk suatu gambar (image).

Abad ke-10, ilmuwan bangsa Arab, Al Hazen menjelaskan cara melihat gerhana matahari dengan menggunakan

Abad ke-10, ilmuwan bangsa Arab, Al Hazen menjelaskan cara melihat gerhana matahari dengan menggunakan sebuah ruang gelap yang dilengkapi sebuah lubang kecil yang menghadap ke arah matahari. Cara ini menggunakan prinsip kerja kamera obscura.

Tahun 1544, Reinerus Gemma-Frisius, ahli fisika dan matematika asal Belanda, menjadi orang yang pertama

Tahun 1544, Reinerus Gemma-Frisius, ahli fisika dan matematika asal Belanda, menjadi orang yang pertama kali menjelaskan secara detail dan disertai gambar tentang cara melihat gerhana matahari.

Giovani Battista Dela Porta, menambah lensa pada kamera obscura untuk memperbaiki kualitas bayangan. Lensa

Giovani Battista Dela Porta, menambah lensa pada kamera obscura untuk memperbaiki kualitas bayangan. Lensa ini sangat membantu karena gambar yang dihasilkan jauh lebih jelas dibanding dengan yang tanpa lensa.

Akhir Abad ke-16, Giovani mengundang temannya ke dalam kamera obscura yang telah dilengkapi dengan

Akhir Abad ke-16, Giovani mengundang temannya ke dalam kamera obscura yang telah dilengkapi dengan lensa. Dari dalam kamera bisa disaksikan bayangan sekelompok aktor yang sedang bermain drama di luar kamera namun bayangannya terbalik.

Johan Zahn dari Jerman, membuat kamera obscura yang tingginya 9 Inchi dan panjangnya 2

Johan Zahn dari Jerman, membuat kamera obscura yang tingginya 9 Inchi dan panjangnya 2 feet, kamera kayu ini menggunakan lensa , ground glass dilengkapi dengan pengatur jarak (focussing), diafragma untuk cahaya yang masuk, cermin untuk mempermudah pengamatan. Kamera ini merupakan benih kamera SLR (Single Lens Reflex) yang kita kenal sekarang.

Kamera obscura yang dapat merekam gambar permanen (bukan melukis) terjadi tahun 1826 oleh Joseph-Nicephore

Kamera obscura yang dapat merekam gambar permanen (bukan melukis) terjadi tahun 1826 oleh Joseph-Nicephore Niepce asal Perancis. Ia seorang Litographer. Litografi adalah seni atau proses mencetak pada lempengan pelat logam atau batu. Niepce membuat imaji di dalam kamera obscura oleh aksidari lampu dengan exposure 6 - 10 jam. Ia menerapkan penemuan baru tentang senyawa yang sensitif terhadap penyinaran / pencahayaan(perak nitrat).

Seiring dengan semakin cepatnya waktu yang diperlukan untuk mencahayai bahan yang peka cahaya (film),

Seiring dengan semakin cepatnya waktu yang diperlukan untuk mencahayai bahan yang peka cahaya (film), kamera memerlukan elemen baru berupa pembuka rana (shutter) mekanik yang mampu meneruskan cahaya dalam waktu sepersekian detik. Shutter ini dipasang di depan lensa ketika diperlukan saja. Desain shutter ini hanyalah sebuah lembaran logam dengan sebuah lubang untuk meneruskan cahaya dan dilengkapi dengan pegas yang akan menggerakkannya. Tahun 1861, William England, fotografer Inggris memperkenalkan Focal-Plane Shutter. Tahun 1887, Edward Bausch memperkenalkan Leaf Shutter.

Tahun 1861, William England, fotografer Inggris memperkenalkan Focal-Plane Shutter. Tahun 1887, Edward Bausch memperkenalkan

Tahun 1861, William England, fotografer Inggris memperkenalkan Focal-Plane Shutter. Tahun 1887, Edward Bausch memperkenalkan Leaf Shutter.

Tahun 1880, Goerge Eastman mendirikan “Eastman’s American Film”. Tahun 1888, Eastman mulai memproduksi kamera

Tahun 1880, Goerge Eastman mendirikan “Eastman’s American Film”. Tahun 1888, Eastman mulai memproduksi kamera kotak (box camera) dengan merek Kodak. Kamera ini berseri Kodak No. 1 dengan kecepatan tunggal 1/25 detik dan lensa fokus tetap (fixedfocus lens). Kodak No. 1 merupakan kamera pertama yang dirancang untuk penggunaan rol film. Dengan menggunakan rol film, maka pemakai dapat melakukan 100 bidikan tanpa harus mengganti film.

Tahun 1914 seorang Jerman bernama Oskar Barnack menciptakan kamera yang lebih kecil untuk film

Tahun 1914 seorang Jerman bernama Oskar Barnack menciptakan kamera yang lebih kecil untuk film yang lebarnya 35 mm (24 X 36 mm). Sejak saat itu kamera dengan film 35 mm lah yang banyak dipakai untuk memotret dan terkenal dengan nama Leica. Kamera Leica, pertama kali dipasarkan tahun 1924, merupakan pelopor kamera 35 mm yang umum dipakai sekarang.

Kelemahan kamera Leica ialah adanya Paralaks, artinya apa yang tampak oleh si pemotret dari

Kelemahan kamera Leica ialah adanya Paralaks, artinya apa yang tampak oleh si pemotret dari jendela pengamat berbeda dengan yang ‘kelihatan’ oleh film. Dengan kata lain terjadi gejala terpotongnya sebagian gambar pada pemotretan.

Gejala paralaks ini kemudian dapat diatasi kamera Refleks Lensa Tunggal (Single Lens Reflex Camera).

Gejala paralaks ini kemudian dapat diatasi kamera Refleks Lensa Tunggal (Single Lens Reflex Camera). Yang pertama dibuat oleh pabrik Zeis Ikon di Dresden, Jerman. Pabrik ini (tahun 1950) menciptakan kamera yang dibadannya terdapat sebuat cermin pemantul dan sebuah Penta-Prisma. Kamera ini diberi nama Contax-S. Maka lahirlah kamera Refleks Lensa Tunggal (RLT) 35 mm.

Cermin pemantul berada posisi 45 derajat dan memantulkan atau merefleksikan cahaya dari objek yang

Cermin pemantul berada posisi 45 derajat dan memantulkan atau merefleksikan cahaya dari objek yang dipotret. Cahaya masuk melalui lensa ke penta prisma diatasnya yang pada gilirannya merefleksikan ke mata pemotret yang berada di belakang jendela pengamat. Inilah yang menyebabkan namanya kamera refleks.

2. Sejarah Film Benih film negatif tercatat muncul tahun 1604, saat Anglo Sala seorang

2. Sejarah Film Benih film negatif tercatat muncul tahun 1604, saat Anglo Sala seorang ilmuwan Italia, melakukan percobaan terhadap campuran perak yang dicahayai dengan sinar matahari. Dia menemukan adanya perubahan warna seiring bereaksinya campuran perak dengan matahari. Seabad kemudian, Henrich Schulze, Professor Ilmu Kedokteran dari Universitaty of Adolf, Jerman berhasil membuat gambar negatif. Gambar ini tak bertahan lama karena belum adanya metode untuk menghentikan proses perubahan warna karena pengaruh cahaya.

Tahun 1725, Schulze menuangkan perak nitrat dalam botol dan membiarkannya di bawah terik matahari,

Tahun 1725, Schulze menuangkan perak nitrat dalam botol dan membiarkannya di bawah terik matahari, beberapa menit kemudian, perak nitrat yang terkena sinar berubah menjadi ungu tua sedang bagian yang tidak terkena sinar tetap pada warna semula yaitu keputih-putihan. Selanjutnya, Schulze melakukan percobaan lagi dengan membalut botol yang berisi larutan perak nitrat dengan kertas stensil dengan meletakkan di bawah sinar matahari, ketika kertas stensil di buka, larutan perak nitrat yang ada dalam botol itu menampakkan gambar negatif dari kertas stensil tersebut. Inilah awal film negatif, walau akhirnya hilang karena Schulze tidak berhasil menghentikan proses antara larutan perak dan matahari.

Schulze merasa ragu atas perubahan warna pada perak nitrat. Akibat sinar matahari atau panas?

Schulze merasa ragu atas perubahan warna pada perak nitrat. Akibat sinar matahari atau panas? Ia kemudian melakukan percobaan dengan memasukkan sebotol larutan perak nitrat dalam oven dan memanaskannya selama beberapa menit, namuntak terjadi reaksi apapun. Hingga ia menyimpulkan bahwa larutan perak nitrat merupakan senyawa yang peka terhadap cahaya. Abad ke-18, Thomas Wedgwood, Inggris, meletakkan daun dan sayap serangga pada selembar kertas putih yang telah dilapisi dengan larutan perak peka cahaya. Setelah dibiarkan kena sinar matahari, ia mendapatkan gambar negatif namun berangsur-angsur menggelap dan tak nampak lagi. Seperti Schulze, Wedgwood juga tidak mampu menghentikan reaksi antara cahaya dengan larutan perak.

Tahun 1826 Joseph-Nicephore Niepce membuat imaji dengan kamera obscura dengan memanfaatkan bahan peka cahaya.

Tahun 1826 Joseph-Nicephore Niepce membuat imaji dengan kamera obscura dengan memanfaatkan bahan peka cahaya. Tahun 1827, Niepce menerima surat dari Louis Jacques-Mande Daguerre yang isinya ketertarikan Daguerre pada bidang pencetakan gambar. Tahun itu juga mereka mengadakan pertemuan. Tahun 1829 mereka menjadi mitra kerja. Tahun 1833, Niepce meninggal dunia namun Daguerre tetap melanjutkan pencariannya menuju fotografi modern.

Tanggal 19 Agustus 1839 (sering disebut sebagai tanggal resmi ditemukannya fotografi), Louis Jacques-Mande Daguerre

Tanggal 19 Agustus 1839 (sering disebut sebagai tanggal resmi ditemukannya fotografi), Louis Jacques-Mande Daguerre mengumumkan bahwa dirinya menemukan cara mengabadikan imaji (suatu gambar) dengan bantuan lensa dan alat perekam berupa pelat tembaga yang dipoles licin dan dilumuri dengan selapis perak yang kemudian diuapi dengan uap iodine, setelah kering menjadi peka akan cahaya. Proses pelapisan ini dilakukan dalam kotak kedap cahaya. Untuk menampilkan gambar, pelat harus dimasukkan ke dalam kotak yang berisi sepiring air raksa (mercuri) yang dipanasi dari bawah, asap dari air raksa panas ini akan bereaksi dengan butiran perak iodida dari pelat yang sudah dicahayai. Di bagian yang tercahayai, air raksa membentuk campuran dengan perak. Campuran ini akan kemilau dan akan menjadi bagian terang dari gambar. Dibagian yang tak tercahayai, tidak ada reaksi antaraair raksa dan perak. Agar tidak bereaksi lagi dengan cahaya maka perak iodida harus dihilangkan/dilarutkan dengan menggunakan sodium trisulfat. Maka bagian ini hanya dasar pelat yang kelihatan hitam.

Kemajuan Daguerre dibandingkan Schulze dan Wedgwood adalah keberhasilannya menggunakan bahan kimia yang dikenal sebagai

Kemajuan Daguerre dibandingkan Schulze dan Wedgwood adalah keberhasilannya menggunakan bahan kimia yang dikenal sebagai sodium trisulfat untuk “fixing”. Proses fotografi ala Daguerre di sebut Daguerreotype. Daguerre memakai kamera buatan Alphonse Giroux. Andreas Von Ettingshausen menyadari lensa yang digunakan Daguerre tidak optimal dalam mengumpulkan cahaya hingga waktu pencahayaan menjadi cukuplama, ia menceritakan pada Josef Max Petzval, seorang profesor matematika dari University of Vienna. Selain itu ia diperkenalkan Petzval pada pemimpin perusahaan optik, Peter Von Voigtlander di Austria.

Petzval kemudian merancang sebuah lensa baru yang kemudian dipasangkan pada kamera rancangan Voigtlander. Kamera

Petzval kemudian merancang sebuah lensa baru yang kemudian dipasangkan pada kamera rancangan Voigtlander. Kamera dan lensa baru ini mengumpulkan cahaya 16 kali lebih optimal dari pada yang digunakan Daguerre serta mampu mempercepat waktu pencahayaan. Tanggal 25 Januari 1839, William Henry Fox Talbot di Royal Institute of Great Britain menerangkan proses pencetakan gambar yang dikenal sebagai sistem negatif-positif. Eksperimen Talbot yang pertama adalah menghasilkan gambar negatif dengan meletakkan objek pada kertas peka cahaya dan menjemur di sinar matahari. Kertas peka cahaya yang digunakan Talbot berasal dari kertas tulis yang dicelupkan dalam campuran garam dan air (encer), setelah ditunggu sampai kering dilapisi dengan lapisan perak nitrat.

Hampir sama dengan Wedgwood, namun Talbot mempelajari cara memperlambat pemudaran gambar. Dalam percobaannya, ia

Hampir sama dengan Wedgwood, namun Talbot mempelajari cara memperlambat pemudaran gambar. Dalam percobaannya, ia menemukan bahwa sensitivitas kertas mendekati tidak ada ketika konsentrasi garam berlebihan. Dengan dasar itu, ia mencelupkan kertas sensitif yang telah dicahayai ke dalam larutan garam pekat. Dari proses ini didapat gambar negatif yang permanen. Dari negatif permanen, ia meletakkan di atas kertas peka cahaya dan menjepit keduanya dengan lembaran kaca, lalu meletakkannya di bawah terik matahari. Bagian putih dari gambar negatif akan meneruskan sinar matahari, sehingga kertas cahaya pada daerah ini akan tercahayai. Daerah ini menjadi gelap. Sedang bagian hitam gambar negatif akan menghalangi pencahayaan oleh sinar matahari sehingga daerah ini tetap terang. Setelah dikenai proses pencucian seperti halnya proses gambar negatif, maka diperoleh gambar positif.

Pengembangan dari proses negatif-positif Talbot inilah yang melahirkan pencetakan gambar seperti yang kita kenalsekarang.

Pengembangan dari proses negatif-positif Talbot inilah yang melahirkan pencetakan gambar seperti yang kita kenalsekarang. Kelemahan digunakannya kertas sebagai film, sedikit banyak ada serat-serat kertas yang turut terekam pada gambar positif, sehingga gambar yang dihasilkan tidak bisa tajam, agak kabur. Talbot menamakan penemuannya dengan istilah Talbotype atau Calotype berasal dari bahasa Yunani Kalos yang berarti cantik dan Typos yang berarti Kesan. Talbotype adalah foto yang dicetak di atas kertas yang telah dilapisi perak klorida (gabungan perak nitrat dan garam).

Kelemahan dari proses yang diperkenalkan Talbot menjadi lebih ringan ketika tahun 1847, Abel Niepce

Kelemahan dari proses yang diperkenalkan Talbot menjadi lebih ringan ketika tahun 1847, Abel Niepce de St. Victor memperkenalkan proses barunya. Proses ini menggunakan pelat gelas yang dilapisi dengan larutan perak. Keduanya direkatkan dengan putih telur. Tapi proses putih telur Niepce de St. Victor ini kurang menarik perhatian fotografer. Memang gambar yang dihasilkan lebih tajam dari Calotype, tapi proses ini lebih lamban dibanding Calotype, selain itu kaca yang digunakan selain berat, kurang fleksibel (dibanding kertas) juga mudah pecah. Tahun 1864, Louis Menard, bangsa Perancis menemukan bahan cair yang mampu merekat sangat kuat ketika mengering. Ia menamakan substansi baru itu “Collodion”.

Robert Bringham, ahli kimia bangsa Inggris, ia melontarkan ide untuk memanfaatkan collodion untuk pengembangan

Robert Bringham, ahli kimia bangsa Inggris, ia melontarkan ide untuk memanfaatkan collodion untuk pengembangan fotografi. Pelat gelas dilapisi collodion kemudian disensitifkan dengan perak nitrat, segera digunakan untuk memotret dalam keadaan lembab. Emulsi collodion menjadi kurang sensitif setelah kering, maka proses ini dinamakan Wet-Plate Photography. Tahun 1851, collodion kering dikembangkan dengan asam pyrogalic (pyrogallol). Pada saat ini waktu pencahayaan pelat dapat menjadi kurang dari lima detik.

Seiring dengan semakin cepatnya waktu yang diperlukan untuk mencahayai film, kamera memerlukan elemen baru

Seiring dengan semakin cepatnya waktu yang diperlukan untuk mencahayai film, kamera memerlukan elemen baru berupa pembuka rana (shutter) mekanik yang mampu meneruskan cahaya dalam waktu sepersekian detik. Tahun 1880, penggunaan emulsi gelatin sebagai bahan film lebih menguntungkan karena sifatnya yang lentur sehingga dapat digunakan dengan lebih fleksibel. Goerge Eastman menggunakan gelatin untuk memproduksi rol film, hingga fotografi menjadi tidak berat, tidak mahal dan fleksibel untuk dibawa kemana-mana. Secara komersial berdirilah “Eastman’s American Film” yang memproduksi rol kertas tipis yang dilapisi emulsi gelatin. Setelah film tersebut dikembangkan, emulsi dipisahkan dari kertas yang tak tembus cahaya, hingga dihasilkan film negatif yang siap untuk dicahayai.

3. Sejarah Fotografi di Indonesia Tahun 1841, Dr. Jurriaan Munnich datang ke Indonesia (Hindia

3. Sejarah Fotografi di Indonesia Tahun 1841, Dr. Jurriaan Munnich datang ke Indonesia (Hindia Belanda) untuk membuat rekaman-rekaman gambar di sini. Karya Munnich sangat mengecewakan dan tak ada yang tersisa. 18 Mei 1857, Walter Bentley Woodbury dan James Page (Inggris) meletakkan tonggak dalam pendokumentasian segenap keadaan di Indonesia. Tahun 1960 -an, fotografi menjadi ilmu yang sangat eksklusif hanya orang-orang tertentu yang bisa menikmatinya dan tak semua orang bisa melaksanakannya. Seabad lalu, hanya orang kaya yang memiliki karya foto, karena mahal dan tidak mudah dilakukan, peralatannya sangat besar dan berat. Tahun 1857 harganya 20 Gulden (sekitar Rp. 600. 000 dalam kurs sekarang).

Buku yang memuat foto tentang Indonesia di abad lalu antara lain , Toekang Potret,

Buku yang memuat foto tentang Indonesia di abad lalu antara lain , Toekang Potret, 100 Jaar fotografie in Nederlands Indie 1839 -1939 (Tukang Potret, 100 tahun fotografi di Hindia Belanda 1839 -1939). Diterbitkan oleh Fragment Vitgeverij di Amsterdam dan juga museum Voor Volkenkunde di Rotterdam, dari Belanda. Photographers Java, Karya Woodbury and Page diterbitkan oleh Koninklijk Institut Voor Taal Land En Volkekunde (KITLV) Press (Royal Institute of Linguistics and Anthropology) Leiden, Belanda (1994), Radja Van Lombok, karya Woodbury and Page, Eerste Minister Van Buleleng, karya Woodbury and Page, Pintoe Ketjil Batavia, karya Woodbury and Page, Indonesia: Images from the Past, karya Jean Demmeni.

Orang jawa sebagai perintis fotografi Indonesia adalah Kassian Cephas, lahir tanggal 15 Februari 1844

Orang jawa sebagai perintis fotografi Indonesia adalah Kassian Cephas, lahir tanggal 15 Februari 1844 dan diangkat anak oleh pasangan Adrianus Schalk dan Eta Philipina Kreeft, bermukim di Yogyakarta. Karya Kassian yang tertua tahun 1875 (saat itu Kassian bekerja sebagai juru potret keraton dan kesultanan). Ia juga bertugas sebagai Ordonnans atau penghubung keraton dan kantor Residen. Tahun 1905 diangkat jadi Hoofd Ordonnans dan Wedana. Kassian Cephas berhasil mengabadikan 160 panil relief Karmawibangga candi Borobudur. Berkat Kassian, pakar sejarah kuno dan arkeologi dunia dapat mengkaji ulang ‘keistimewaan’ relief Karmawibangga (perihal alur dan perbuatan kehidupan manusia semasa hidup dan setelah mati).

Kassian meninggal tanggal 2 desember 1912 di Yogyakarta, namun karya fotonya sangat abadi sebagai

Kassian meninggal tanggal 2 desember 1912 di Yogyakarta, namun karya fotonya sangat abadi sebagai gambar untuk album buku ilmu pengetahuan, bukan sekadar album foto kuno. Awal Fotojurnalisme moderen Indonesia, lahir dari para fotografer IPPHOS ( Indonesia Press Photo Service ) yang secara resmi berdiri 2 oktober 1946. Para pendiri antara lain Alex Mendur, Frans Mendur, J. K Umbas, F. F. Umbas dan Alex Mamusung. IPPHOS sangat berjasa dalam pendokumentasian awal-awal berdirinya Republik Indonesia.

Salah satu tokoh IPPHOS Alexius Impurung Mendur (Alex Mendur) dilahirkan di Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi

Salah satu tokoh IPPHOS Alexius Impurung Mendur (Alex Mendur) dilahirkan di Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara, tanggal 7 November 1907. Mengenyam pendidikan di Volkschool Gouvernement sampai kelas 5 SD. Alex Mendur kemudian diajak Anton Najoan untuk belajar dan bekerja sebagai karyawan pada perusahaan Belanda penjual peralatan dan bahan fotografi. Kemudian pindah ke perusahaan fotografi Inggris di Bandung lalu pindah ke KODAK Batavia. Sekitar tahun 1933 -1934 Alex Mendur menjadi fotografer pada majalah berita “Actueel Wereld Nieuws En Sport In Bleed” terbitan “De Java Bode”. Tahun 1932 sampai 1935 merangkap menjadi fotografer pada harian utama Belanda yang terbit di Belanda sejak abad ke 19, “De Java Bode”.

Tahun 1938 Alex Mendur pindah ke perusahaan pelayaran Belanda KPM, ditempatkan di bagian publikasi

Tahun 1938 Alex Mendur pindah ke perusahaan pelayaran Belanda KPM, ditempatkan di bagian publikasi dan reklame. Tahun 1937 Biro Pers Nasional berdiri dengan nama Bulettin Antara di Batavia untuk menyaingi kantor berita Belanda Algemen General Nieuws En Telegraaf Agentschap (ANETA). Tahun 1942 pasukan Jepang mendarat di Batavia, kemudian Alex Mendur ditunjuk penguasa Jepang sebagai Kepala Bagian Fotografi Kantor Berita “Domei”. Kantor Berita ini merupakan cikal bakal Kantor Berita ANTARA. Tanggal 17 Agustus 1945 saat Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia di Pegangsaan Timur 56, Alex Mendur dan Frans Mendur merupakan fotografer yang meliput peristiwa tersebut. Alex bekerja untuk Domei dan Frans bekerja pada Harian Asia Raya.

Film Alex Mendur tentang proklamasi dirampas Jepang setelah diproses di Kantor Berita Domei. Film

Film Alex Mendur tentang proklamasi dirampas Jepang setelah diproses di Kantor Berita Domei. Film Frans Mendur sempat disembunyikan di dalam tanah rumahnya sebelum diproses. Karya foto proklamasi yang kita kenal sekarang adalah karya Frans Mendur. Peristiwa proklamasi menguatkan kedua fotografer tersebut untuk terus mengabdi pada Republik Indonesia. Bersama Umbas bersaudara ditambah Alex Mamusung kemudian mendirikan IPPHOS. Dalam perkembangannya IPPHOS memperkerjakan 35 karyawan dan 7 orang fotografer serta koresponden lepas. Sekitar 50 surat kabar dan majalah di seluruh Indonesia menjadi langganan IPPHOS.

Karya-karya IPPHOS tak lepas dari periode perjuangan kemerdekaan Indonesia mulai proklamasi, pertempuran 10 Nopember

Karya-karya IPPHOS tak lepas dari periode perjuangan kemerdekaan Indonesia mulai proklamasi, pertempuran 10 Nopember di Surabaya, peristiwa Bandung lautan api, peristiwa Front Bekasi, pertempuran melawan NICA, perundingan Linggarjati, perundingan Renville, gerilya yang dilakukan Jendral Soedirman dan masih bayak lagi karya IPPHOS yang diperkirakan mencapai 200. 000 lebih negatif film. APPI (Association of Professional Photographers Indonesia) merupakan wadah fotografer profesional yang berdiri tanggal 8 Agustus 1989. PFI (Pewarta Foto Indonesia) berdiri tanggal 18 Desember 1998 merupakan asosiasi para fotografer profesional yang sehari-hari berprofesi sebagai jurnalis foto di berbagai media massa se. Indonesia.

Perkembangan fotografi Indonesia juga tak lepas dari klub fotografi yang membentuk Federasi Perkumpulan Senifoto

Perkembangan fotografi Indonesia juga tak lepas dari klub fotografi yang membentuk Federasi Perkumpulan Senifoto Indonesia (FPSI). Sejarah FPSI sangat panjang dan mengalami pasang surut, FPSI merupakan organisasi tertinggi yang menaungi dunia fotografi Indonesia yang mempersatukan klub-klub amatir yang tumbuh di tanah air. Kebutuhan tentang adanya suatu federasi yang dapat mengayomi klub-klub dirasakan sangat perlu, maka pada tahun 1953, atas prakarsa Lembaga Fotografi Candra Naya (dulu Sin Ming Hui) dan Semarang Foto Club (SPC), didirikanlah organisasi semacam federasi dengan nama Gabungan Perhimpunan Foto Indonesia (Gaperfi). Tahun 1954 Perhimpunan Amatir Fotografer (PAF) bergabung didalam Gaperfi. Dalam kondisi yang sulit Gaperfi sempat meminta Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk menjadi ketua namun ditolak, maka terpilihlah R. M. Soelarko sebagai ketua.

Tahun 1970 dari pertemuan bersama dibuatlah sekretariat bersama yang sifatnya sementara untuk mempersiapkan Musyawarah

Tahun 1970 dari pertemuan bersama dibuatlah sekretariat bersama yang sifatnya sementara untuk mempersiapkan Musyawarah Nasional (Munas) dan Salon Foto Indonesia. Dalam Munas itulah pembentukan federasi akan digodok. Pengurus Sekretariat Bersama terdiri dari: Prof. DR. R. M. Soelarko (ketua), Dr. Ganda Kodyat (wakil ketua), Ir. Iin Hardjono (sekretaris), Dr. JO. Wuisan (seksi luar negeri) dan Drs. B. Darmawan (seksi dalam negeri). Munas baru bisa dilaksanakan tahun 1973, semula diusulkan nama Federasi Perkumpulan Foto Indonesia (FPFI), karena makna foto terlalu luas maka diperjelas lagi menjadi senifoto. Maka lahirlah Federasi Perkumpulan Senifoto Indonesia (FPSI) hingga sekarang. Posisi ketua dijabat Prof. DR. R. M. Soelarko hingga 1991, tahun 1991 posisi ketua dijabat H. Boediardjo.

Tahun 1997 tercatat ada 21 anggota Federasi Perkumpulan Senifoto Indonesia : 1. Lembaga Fotografi

Tahun 1997 tercatat ada 21 anggota Federasi Perkumpulan Senifoto Indonesia : 1. Lembaga Fotografi Candra Naya (LFCN), Jakarta. 2. Perhimpunan Fotografi Tarumanegara (PFT), Jakarta. 3. Sonora Photo Club, Jakarta. 4. Klub Foto Rana Kreasi (KFRK), Jakarta. 5. Batavia Fotografi Amatir Club (BIFAC), Jakarta. 6. Jakarta Photographers Society (JPS), Jakarta. 7. Fotografi Institut Bisnis Indonesia (FOBI), Jakarta. 8. Perhimpunan Amatir Foto (PAF), Bandung. 9. Maranatha Photography Club (MAPHAC), Bandung. 10. Semarang Photo Club (SPC), Semarang. 11. Himpunan Seni Foto Amatir (HISFA), Yogyakarta. 12. Perkumpulan Pecinta Seni Foto (PEPSIFO), Klaten. 13. Himpunan Senifoto Bengawan (HSB), Surakarta. 14. Perhimpunan Foto Amatir (PFAM), Magelang. 15. Perkumpulan Senifoto Surabaya (PSS), Surabaya. 16. Petrokimia Photo Club (PEPHOC), Gresik. 17. Perkumpulan Fotografi Semen Gresik (PFSG), Gresik. 18. Malang Photo Club (MPC), Malang. 19. Perhimpunan Seni Photo Malang (PSPM), Malang. 20. Perhimpunan Fotografer Bali (PFB), Denpasar Bali. 21. Perkumpulan Seni Foto Makasar (PSFM), Ujung Pandang.