SAINs AGAMA I PENDAHULUAN SEPANJANG sejarah manusia pertarungan

  • Slides: 48
Download presentation
SAINs & AGAMA

SAINs & AGAMA

I. PENDAHULUAN • SEPANJANG sejarah manusia, pertarungan antara sains dan agama seolah tak pernah

I. PENDAHULUAN • SEPANJANG sejarah manusia, pertarungan antara sains dan agama seolah tak pernah berhenti. Di satu pihak, ada kelompok saintis yang tak pernah dianggap sebagai intelektual, tetapi kerjanya yang berpijak pada dunia empiris secara nyata telah mengubah dunia seperti yang kita lihat sekarang ini. Di pihak lain ada para agamawan, kelompok yang secara tradisional menyebut dirinya sebagai kaum yang berhak berbicara semua ihwal tentang kebenaran. Kedua kelompok tersebut seolah tak pernah berhenti untuk saling klaim bahwa merekalah yang berhak menentukan kehidupan. • Agama dan sains adalah bagian penting dalam kehidupan sejarah manusia. Bahkan pertentangan antara agama dan sains tak perlu terjadi jika kita mau belajar mempertemukan ide-ide spiritualitas (agama) dengan sains yang sebenarnya sudah berlangsung lama.

 • Kerinduan akan tersintesisnya agama dan sains pernah diurai Charles Percy Snow. Ceramahnya

• Kerinduan akan tersintesisnya agama dan sains pernah diurai Charles Percy Snow. Ceramahnya di Universitas Cambridge yang dibukukan dengan judul The Two Cultures menyorot kesenjangan antar budaya, yaitu antara kelompok agamawan yang mewakili budaya literer dan kelompok saintis yang mewakili budaya ilmiah. • Saat ini, di tengah-tengah kemajuan bidang teknologi dan pengetahuan, dunia dihadapkan pada berbagai krisis yang mengancam eksistensi manusia. Bahkan jauh-jauh hari Sayyed Hosen Nasr telah mengidentifikasi krisis eksistensi tersebut sebagai ancaman yang cukup serius. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa krisis eksistensi ini disebabkan karena manusia modern mengingkari kehidupan beragama. Hingga pada akhirnya mereka arogan terhadap agama bahkan tak jarang menolak keberadaan Tuhan. • Modernisme diakui atau tidak telah membawa manusia kepada kemajuan yang tak terduga sebelumnya. Hal ini bisa kita rasakan dengan semakin mudahnya hidup. Kemudahan itu membuat manusia kehilangan fungsi sebagai makhluk sosial. Implikasi dari itu semua, manusia modern semakin hidup individualis dan tak peduli pada orang lain. Kenyataan seperti ini memang tak bisa dihindari. Sains telah berhasil menyulap dunia ini menjadi seperti yang kita lihat sekarang ini.

II. PEMBAHASAN • 2. 1 Hakekat Mempelajari Sains • Tuhan mempersilahkan manusia untuk memikirkan

II. PEMBAHASAN • 2. 1 Hakekat Mempelajari Sains • Tuhan mempersilahkan manusia untuk memikirkan alam semesta berikut isinya dan segala konteksnya. Kecuali jangan pernah memikirkan Dzat Tuhan, karena alam pikiran manusia tidak akan pernah mencapainya. Hal ini adalah sebagaimana tercantum dalam sebuah hadits Nabi: “Pikirkanlah ciptaan Allah dan jangan memikirkan Dzat Allah, sebab kamu tak akan mampu mencapai. Nya”. • Bahkan dalam QS Ar Rahmaan Ayat 33, Tuhan berfirman: “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan“.

 • Apa yang disabdakan Nabi dan yang difirmankan Tuhan ini memberikan kesempatan kepada

• Apa yang disabdakan Nabi dan yang difirmankan Tuhan ini memberikan kesempatan kepada manusia untuk melakukan pemikiran dan eksplorasi terhadap alam semesta. Upaya penaklukan ruang angkasa harus dilihat sebagai suatu ibadah manusia yang ditujukan selain untuk memahami rahasia alam, juga demi masa depan kehidupan manusia. Pencarian ilmu bagi manusia agamis adalah kewajiban sebagai bentuk eksistensi keberadaannya di alam semesta ini. Ilmu pengetahuan dapat memperluas cakrawala dan memperkaya bahan pertimbangan dalam segala sikap dan tindakan. Keluasan wawasan, pandangan serta kekayaan informasi akan membuat seseorang lebih cenderung kepada obyektivitas, kebenaran dan realita. Ilmu yang benar dapat dijadikan sarana untuk mendekatkan kebenaran dalam berbagai bentuk. • Orang yang berilmu melebihi dari orang yang banyak ibadah. Ilmu manfaatnya tidak terbatas, bukan hanya bagi pemiliknya, tetapi ia membias ke orang lain yang mendengarkannya atau yang membaca karya tulisnya. Sementara itu, ibadah manfaatnya terbatas hanya pada sipelakunya. • Ilmu dan pengaruhnya tetap abadi dan lestari selama masih ada orang yang memanfaatkannya, meskipun sudah beberapa ribu tahun. Tetapi pahala yang diberikan pada peribadahan seseorang, akan segera berakhir dengan berakhirnya pelaksanaan dan kegiatan ibadah tersebut.

 • • 2. 2 Kloning, Sebuah Pembelajaran tentang Perdebatan Etika Sains. Contoh kasus

• • 2. 2 Kloning, Sebuah Pembelajaran tentang Perdebatan Etika Sains. Contoh kasus yang selalu menjadi menarik karena melibatkan perdebatan kaum ilmuwan dan agamawan adalah masalah Kloning. Pada tahun 1997, keberhasilan proses kloning yang menghasilkan domba Dolly menjadi perhatian utama dunia ilmu pengetahuan. Keberhasilan ini memicu diskusi yang tidak pernah selesai mengenai eksistensi keilmuan di satu sisi dengan etika keagamaan di sisi lainnya. Teknik kloning ini terus berkembang secara cepat, dan dapat diterapkan tidak saja pada sel embrio, tetapi juga dapat diterapkan pada sel dewasa. Dengan kata lain, manusia telah mampu menciptakan suatu sel hidup sama seperti kita membuat foto copy dokumen dengan mesin foto copy. Persoalannya adalah, debat dan diskusi yang muncul harus menjawab sebuah pertanyaan mendasar: “Apakah semua hal yang bisa dilakukan memang patut dilakukan? ”. Dari sisi kemanusiaan misalnya, kloning manusia boleh jadi akan menjadi penyelamat bagi pasangan-pasangan tidak subur untuk memperoleh keturunan langsung. Sebaliknya bagi para etikawan dan agamawan, memegang teguh sebuah prinsip bahwa dalam ilmu pengetahuan, tidak semua yang bisa dilakukan patut dilakukan. Pada dewasa ini, penelitian mengenai kloning manusia berjalan terus, sekalipun di tengah derasnya kritik dan kecaman atas dasar-dasar prinsip etika. Etika agama “yang bisa dilakukan belum tentu patut dilakukan” berhadapan dengan semangat teknologi dan berjalan berdampingan. Kasus teknologi kloning memang akhirnya menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi masing-masing pihak untuk meresponnya.

 • Ketika masalah kloning dibahas di PBB, Indonesia merupakan salah satu dari 37

• Ketika masalah kloning dibahas di PBB, Indonesia merupakan salah satu dari 37 negara yang abstain dalam pemungutan suara atas draf deklarasi Majelis Umum PBB pada 8 Maret 2005, yang berisi seruan larangan bagi semua bentuk kloning manusia, termasuk kloning untuk keperluan medis. Sebanyak 84 negara mendukung deklarasi tersebut, sedangkan 34 negara menentang. Alasan Indonesia untuk bersikap abstain adalah karena masalah kloning tidak dapat diputuskan dengan cara pemungutan suara. Harus dilakukan musyawarah dengan memandang berbagai latar belakang dan sudut pandang, termasuk agama. • Kasus kloning akan tetap menjadi perdebatan antara kalangan ilmuwan dengan kalangan agamawan dan etikawan. Dan masing-masing akan tetap berpegang pada sudut pandangnya. Jalan tengah yang perlu dibuat adalah kesepakatan logis bahwa seyogyanya agamawan tidak mengesampingkan akal budi, dan ilmuwan tidak mengesampingkan etika. Diperlukan kearifan dan etika untuk memahami dan menginterpretasikan “ijin Tuhan” untuk melakukan eksplorasi alam semesta ini. Kasus kloning merupakan ujian atas bagaimana kalangan agamawan dan ilmuwan harus bersikap satu sama lain. Kasus kloning adalah kasus yang ada di permukaan bumi, sehingga akan lebih mudah diinterpretasi dan dicerna untuk disikapi. Bagaimana dengan kasus yang “tidak kasat mata”? Kasus perbedaan interpretasi antara kalangan agamis dan saintis di bawah ini mencoba mendeskripsikan perbedaan pandangan tersebut

 • 2. 3 Kasus Pertentangan Saintis dan Agamawan • Kasus pengucilan Galileo oleh

• 2. 3 Kasus Pertentangan Saintis dan Agamawan • Kasus pengucilan Galileo oleh Gereja Katolik merupakan contoh nyata betapa agama diinterpretasikan tidak dengan tepat dalam hal pencarian kebenaran. Sekalipun Gereja Katolik merehabilitasi kesalahan tersebut 500 tahun kemudian, peristiwa tersebut tetap saja menjadi acuan betapa agama selalu ketinggalan dibandingkan dengan sains. • Galileo Galilei (15 Februari 1564 – 8 Januari 1642) adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah. Ia diajukan ke pengadilan gereja Italia pada 22 Juni 1633. Pemikirannya tentang matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan keyakinan gereja bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Pemikirannya ini menyebabkan Dinas Suci Inkuisisi Gereja Katolik mengucilannya. Otoritas tertinggi Gereja Katolik bahkan ingin menghapuskannya dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan manusia. Semua ini terjadi karena ilmuwan yang juga menulis puisi dan kritik sastra ini menyuarakan sebuah pandangan yang waktu itu dianggap sebagai sebuah kekafiran besar yang akan merusak akidah umat.

 • Pandangan kosmologis yang dianggap “kafir” ini, yang juga dikenal sebagai sistem Heliosentris

• Pandangan kosmologis yang dianggap “kafir” ini, yang juga dikenal sebagai sistem Heliosentris sebenarnya sudah dipikirkan oleh manusia sejak lebih dari 2. 000 tahun yang silam. Karena ajaran Aristoteles dan Kitab Suci Injil yang mengunggulkan sistem Geosentris yang dirumuskan Ptolomeus, sistem heliosentris ini hilang dari dunia pengetahuan manusia. Sistem kosmos ini kemudian muncul kembali di Eropa Renaisans lewat pemikiran biarawan Nikolaus Kopernikus (1473 -1543). Pandangan ini kemudian dikukuhkan oleh Johannes Kepler (1571 -1630) yang mengajukan sejumlah Hukum Gerak dan Orbit benda-benda langit. • Galileo mencoba menandaskan kebenaran sistem Heliosentris dengan menggunakan teorinya sendiri yang ia anggap lebih kuat. Galileo berpendapat bahwa Bumi bergerak mengitari Matahari dan bahwa sistem Kopernikan “lebih mendekati kenyataan daripada pandangan lain yang dikemukakan Aristoteles dan Ptolomeus. ” Teori Heliosentris Kopernikus memberi penjelasan sederhana atas gerak-gerak planet yang telah membingungkan kaum cerdik cendekia. Sambil menata ulang susunan planet-planet yang sudah dikenal saat itu, sistem heliosentris menawarkan diri sebagai sistem yang lebih masuk akal dibandingkan dengan sistem tradisional Geosentris.

 • Selain menggugat pandangan religius klasik atas posisi manusia di alam semesta yang

• Selain menggugat pandangan religius klasik atas posisi manusia di alam semesta yang menganggap bahwa Bumi adalah pusat jagat raya, dan Vatikan adalah pusat dunia, sistem Heliosentris tampak absurd dilihat dari sudut pandang pengetahuan fisika yang dipahami pada waktu itu. Sistem ini juga menentang pengalaman indrawi manusia yang dengan mata telanjang melihat Matahari mengedari Bumi dengan terbit di timur dan surut di barat. • Sampai pada persimpangan abad ke-16 dan ke-17, para pemikir tumbuh dan terdidik dalam pemikiran Aristotelian. Dalam faham fisika Aristoteles, benda-benda selalu bergerak menuju tempat mereka yang alami. Batu jatuh karena tempat alami benda-benda yang berbobot adalah pada pusat alam semesta, dan itu pula sebabnya maka Bumi yang berat ini ada di tempatnya, yakni di pusat alam semesta itu. Menerima sistem Kopernikan bukan saja berarti menampik fisika Aristoteles dan membuang sistem geosentris Ptolomeus. Itu juga berarti membantah kitab suci Injil yang dengan tegas menyebutkan bahwa bumi dipasak di tempatnya. “Oh, Tuhanku, Kau-lah yang Maha Besar… Kau pancangkan bumi pada fondasinya, tiada bergerak untuk selamanya. ” (Mazmur 103: 1, 5).

 • Konflik Galileo Galilei dengan Gereja Katolik Roma adalah sebuah contoh awal konflik

• Konflik Galileo Galilei dengan Gereja Katolik Roma adalah sebuah contoh awal konflik antara otoritas agama dengan kebebasan berfikir pada masyarakat Barat. Sejarah pertentangan Galileo dengan Gereja seringkali hanya ditafsirkan sebatas ketertutupan agama terhadap sains. Padahal inti persoalannya adalah pertanyaan tentang kebenaran. Apakah sains memberi landasan bagi kita memperoleh kepastian mengenal dunia? Apakah sains bisa membawa kita untuk sampai pada kebenaran? Hukum agama kerapkali diterapkan dalam kehidupan manusia secara harafiah, sehingga penerapan tulisan dalam Kitab Suci mampu mengesampingkan argumen ilmu pengetahuan sebagaimana terjadi dengan Galileo Galilei. • Sebuah kasus merarik lainnya adalah menyangkut bagaimana sebuah ayat di Al Quran diinterpretasi secara sangat berbeda oleh kalangan agama (dalam hal ini Departemen Agama RI), dan oleh seorang ahli matematika dan fisika dari Mesir. • Ayat tersebut adalah QS As Sajdah Ayat 5: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada. Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. ”

 • “Maksud urusan itu naik kepada. Nya ialah beritanya yang dibawa oleh malaikat.

• “Maksud urusan itu naik kepada. Nya ialah beritanya yang dibawa oleh malaikat. Ayat ini suatu tamsil bagi kebesaran Allah dan keagungan. Nya. ” • Pandangan agamawan dalam menafsirkan ayat di atas tergambar dari penafsiran yang dilakukan oleh Departemen Agama Republik Indonesia sebagaimana terdapat dalam catatan kaki pada terjemahan Al Quran versi Departemen Agama RI, bahwa ayat tersebut hanyalah merupakan tamsil atau perumpamaan semata atas keagungan dan kebesaran Tuhan. • Contoh penafsiran yang dilakukan oleh Departemen Agama RI ini adalah contoh nyata betapa penafsiran ayat-ayat yang terdapat dalam kitab suci belum dilakukan dengan pendekatan rasionalitas ilmu pengetahuan modern. Penafsiran seperti itu bisa dimafhumi karena tentu dilakukan dengan dasar pandangan dogmastis yang lebih sempit dari suatu otoritas tradisional yang mempunyai keterbatasan pemahaman sains dan ilmu pengetahuan alam modern seprti matematika, fisika maupun astronomi.

 • Dr. Mansour Hassab Elnaby, seorang ahli matematika dan fisika dari Mesir, dengan

• Dr. Mansour Hassab Elnaby, seorang ahli matematika dan fisika dari Mesir, dengan pemahaman fisika dan matematikanya mencoba menginterpretasikan ayat di atas dari sudut pandang teori fisika, matematika dan astronomi. Mengacu pada QS As Sajdah Ayat 5, Dr. Mansoer menyampaikan bahwa jarak yang dicapai “sang urusan” selama satu hari adalah sama dengan jarak yang ditempuh Bulan selama 1. 000 tahun atau 12. 000 bulan. Dr. Mansour menyatakan bahwa “sang urusan” inilah yang diduga sebagai sesuatu “yang berkecepatan cahaya “. • Dr. Mansour Hassab Elnaby menguraikan secara jelas dan sistematis tentang cara menghitung kecepatan cahaya berdasarkan ayat Al Quran di atas. Dalam menghitung kecepatan cahaya ini, Dr. Mansour menggunakan sistem yang lazim dipakai oleh ahli astronomi yaitu sistem Siderial. Dengan pendekatan ini Dr. Mansoer membuktikan secara matematis bahwa hubungan “sehari = seribu tahun” membawa pada hubungan matematika fisika yang menghasilkan angka kecepatan cahaya. Deskripsi detil mengenai pembuktian dan perhitungan yang dilakukan oleh Dr. Mansoer dapat dilihat dalam Lampiran.

 • Dalam dua kasus yang penulis paparkan di atas, nampak sangat jelas bahwa

• Dalam dua kasus yang penulis paparkan di atas, nampak sangat jelas bahwa perbedaan pandangan antara kalangan agama dan sains disebabkan oleh ketidakpahaman kalangan agama mengenai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu sangat penting bagi para agamawan untuk juga melakukan kajian ilmiah dan melakukan pembelajaran, tidak hanya pada apa yang tersurat dalam kitab suci, tetapi juga menyangkut segala hal yang dapat diobservasi secara fisik di alam semesta ini. • Apa yang terjadi pada kasus Galileo maupun kasus rasionalisasi “Satu hari = seribu tahun” tidak terlepas dari faham pendekatan rasionalisme yang diterapkan dalam ilmu pengetahuan manusia. Ilmu-ilmu modern telah berkembang berdasarkan prisip rasionalitas ini. Sebelumnya, pemahaman ilmu pengetahuan seperti mandul ketika semua pengetahuan manusia dijalankan secara dogmatis berdasarkan dalil-dalil dari ahli-ahli Yunani kuno yang disampaikan oleh Aristoteles, Ptolemaeus, dan lain, maupun sebagaimana tersurat dalam kitab suci (yang juga diinterpretasikan secara dogmatis).

III. KESIMPULAN • Pada kenyataannya kita memang tidak bisa mencampuradukkan pola pikir sains dengan

III. KESIMPULAN • Pada kenyataannya kita memang tidak bisa mencampuradukkan pola pikir sains dengan agama. Terdapat perbedaan cara pikir agama dengan sains. Agama memang mengajarkan untuk menjalani agama dengan penuh keyakinan. Sedangkan sebaliknya dalam sains, skeptisme dan keragu-raguan justru menjadi acuan untuk terus maju, mencari dan memecahkan rahasia alam. • Sains seharusnya memang dapat diuji dan diargumentasi oleh semua orang tanpa memandang apapun keyakinannya. Semua penganut agama harus memahami bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, dan bukan sebaliknya. Semua penganut agama harus paham bahwa sinar matahari dapat dikonversi menjadi energi. Karena hal ini memang terbukti melalui pendekatan sains.

 • Belajar sains adalah juga belajar untuk memahami hakekat kehidupan manusia, dengan segala

• Belajar sains adalah juga belajar untuk memahami hakekat kehidupan manusia, dengan segala kekurangan dan keterbatasannya. Dengan belajar sains, kita belajar untuk rendah hati. Oleh karena itu, pembelajaran sains seyogyanya ditujukan untuk peningkatan harkat kehidupan manusia sebagai penghuni alam semesta ini. Dan hal ini telah secara eksplisit dikemukakan dalam semua kitab suci agama, tanpa perlu diperdebatkan atau dikait-kaitkan dengan kaedah sains. • Sains sebenarnya dapat mempertebal keyakinan dan keimanan. Namun demikian iman juga dapat digoyahkan oleh sains seaindainya dicampuradukkan dengan pemahaman agama. Pengkaitan fenomena alam dengan ayat-ayat suci secara serampangan bisa jadi malah akan memberikan pemahaman yang salah. Bagi para agamawan yang kurang memahami sains, tindakan ini akan menyesatkan. Sebaliknya, mengkaitkan sains dengan agama oleh mereka yang tidak atau kurang dibekali agama, bisa membuat kesimpulan yang diambil menjadi konyol dan menggelikan. • Selain para ilmuwan perlu mempelajari dan mendalami agama, para agamawan seharusnya juga mempelajari ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian tidak terjadi benturan yang terlalu besar, atau jarak yang terlalu lebar, yang memisahkan kedua prinsip dan sudut pandang antara sains dan agama. • Agama dan sains memang menerangi realitas yang sama, namun dengan perspektif yang berbeda. (F. Budi Hardiman dalam“Sains dan Pencarian Makna: Menyiasati Konflik Tua antara Sains dan Agama”)

Pengertian Agama �Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada

Pengertian Agama �Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. �Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Kajian Agama • Agama menempatkan kebenaran tidak hanya meliputi hal-hal yang terjangkau oleh indra

Kajian Agama • Agama menempatkan kebenaran tidak hanya meliputi hal-hal yang terjangkau oleh indra tetapi juga yang bersifat non indrawi. Sesuatu yang datangnya dari Tuhan harus diterima dengan keyakinan, kebenaran di sini akan menjadi rujukan bagi kebenaran-kebenaran yang lain.

Pengertian Sains • Sains menurut kamus Webster`s New Word Dictionary, kata "science" berasal dari

Pengertian Sains • Sains menurut kamus Webster`s New Word Dictionary, kata "science" berasal dari bahasa latin "scire" yang berarti mengetahui. Secara bahasa, sains pada awal berarti data atau keadaan mengetahui, dan sering diambil dalam pengertian pengetahuan (Knowladge) yang dikontraskan dengan intuisi atau kepercayaan. Perkembangan maknanya kemudian menjadi pengetahuan sistematis yang bersumber dari observasi, kajian, dan analisis yang dilakukan untuk menentukan sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji

Kajian Sains • selama ini menunjukkan bahwa sains didominasi oleh aliran positivisme, yaitu sebuah

Kajian Sains • selama ini menunjukkan bahwa sains didominasi oleh aliran positivisme, yaitu sebuah aliran yang sangat mengedepankan metode ilmiah dengan menempatkan asumsi-asumsi metafisis, aksiologis dan epistemologis. Menurut aliran ini, sains mempunyai reputasi tinggi untuk menentukan kebenaran, sains merupakan ‘dewa’ dalam beragam tindakan sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain. Menurut sains, kebenaran adalah sesuatu yang empiris, logis, konsisten, dan dapat diverifikasi. Sains menempatkan kebenaran pada sesuatu yang bisa terjangkau oleh indra manusia.

Kerangka Pemikiran • Pembahasan mengenai ilmu pengetahuan dan agama tidak terlepas dari masalah dasar

Kerangka Pemikiran • Pembahasan mengenai ilmu pengetahuan dan agama tidak terlepas dari masalah dasar dari perdebatan, yaitu persoalan “kebenaran“ dan persoalan “etika“ dalam kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan kearifan manusia untuk bersikap rendah hati dalam memahami esensi kebenaran dan etika dalam kehidupan ini.

 • Dengan pemahaman rasionalitas, ilmu pegetahuan telah tumbuh berkembang dan mendasarkan pada kegiatan

• Dengan pemahaman rasionalitas, ilmu pegetahuan telah tumbuh berkembang dan mendasarkan pada kegiatan pengamatan, eksperimen, dan deduksi menurut ilmu ukur. Dengan demikian manusia semakin bersikap rasional dalam memandang alam semesta. Gerakan-gerakan yang terjadi di alam, misalnya, tidak lagi diyakini sebagai disebabkan oleh kekuatan gaib yang menggerakan dan berada di belakangnya. Pergerakan itu diyakini terjadi didasarkan kekuatan-kekuatan objektif alam itu senndiri yang dikenal sebagai hukum alam.

 • Etika dalam interpretasi dan implementasi hukum alam, dalam hal ini sains merupakan

• Etika dalam interpretasi dan implementasi hukum alam, dalam hal ini sains merupakan bahasan yang lebih rumit karena hal ini menyangkut hakekat penguasaan penentuan kehidupan maupun hal lain terkait dengan proses penciptaan. Diperlukan pembelajaran etika, terutama dari kalangan saintis untuk terus melakukan observasi dan eksplorasi alam semesta ini.

Hakekat Mempelajari Sains • Tuhan mempersilahkan manusia untuk memikirkan alam semesta berikut isinya dan

Hakekat Mempelajari Sains • Tuhan mempersilahkan manusia untuk memikirkan alam semesta berikut isinya dan segala konteksnya. Kecuali – jangan pernah memikirkan Dzat Tuhan, karena alam pikiran manusia tidak akan pernah mencapainya. Hal ini adalah sebagaimana tercantum dalam sebuah hadits Nabi: “Pikirkanlah ciptaan Allah dan jangan memikirkan Dzat Allah, sebab kamu tak akan mampu mencapai. Nya”.

 • QS Ar Rahmaan Ayat 33, Tuhan berfirman: “Hai jama’ah jin dan manusia,

• QS Ar Rahmaan Ayat 33, Tuhan berfirman: “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan“.

 • ﻝ ﺍ ﺍ ﺍﺩ ﺍ ﻱ ﺍ ﻥ ﻧ ﺍ ﻱ ﺍ

• ﻝ ﺍ ﺍ ﺍﺩ ﺍ ﻱ ﺍ ﻥ ﻧ ﺍ ﻱ ﺍ ﺩ • Katakanlah: ”Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). (QS 18: 109)

Kasus Pertentangan Sains Dan Agama • Galileo Galilei (15 Februari 1564 – 8 Januari

Kasus Pertentangan Sains Dan Agama • Galileo Galilei (15 Februari 1564 – 8 Januari 1642) adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah. Ia diajukan ke pengadilan gereja Italia pada 22 Juni 1633. Pemikirannya tentang matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan keyakinan gereja bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Pemikirannya ini menyebabkan Dinas Suci Inkuisisi Gereja Katolik mengucilannya. Otoritas tertinggi Gereja Katolik bahkan ingin menghapuskannya dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan manusia. Semua ini terjadi karena ilmuwan yang juga menulis puisi dan kritik sastra ini menyuarakan sebuah pandangan yang waktu itu dianggap sebagai sebuah kekafiran besar yang akan merusak akidah umat.

 • Galileo mencoba menandaskan kebenaran sistem Heliosentris dengan menggunakan teorinya sendiri yang ia

• Galileo mencoba menandaskan kebenaran sistem Heliosentris dengan menggunakan teorinya sendiri yang ia anggap lebih kuat. Galileo berpendapat bahwa Bumi bergerak mengitari Matahari dan bahwa sistem Kopernikan “lebih mendekati kenyataan daripada pandangan lain yang dikemukakan Aristoteles dan Ptolomeus. ” Teori Heliosentris Kopernikus memberi penjelasan sederhana atas gerak-gerak planet yang telah membingungkan kaum cerdik cendekia. Sambil menata ulang susunan planet-planet yang sudah dikenal saat itu, sistem heliosentris menawarkan diri sebagai sistem yang lebih masuk akal dibandingkan dengan sistem tradisional Geosentris.

 • Selain menggugat pandangan religius klasik atas posisi manusia di alam semesta yang

• Selain menggugat pandangan religius klasik atas posisi manusia di alam semesta yang menganggap bahwa Bumi adalah pusat jagat raya, dan Vatikan adalah pusat dunia, sistem Heliosentris tampak absurd dilihat dari sudut pandang pengetahuan fisika yang dipahami pada waktu itu. Sistem ini juga menentang pengalaman indrawi manusia yang dengan mata telanjang melihat Matahari mengedari Bumi dengan terbit di timur dan surut di barat.

Allah S. W. T. menjadikan : Penuh dengan peraturan-peraturan dan hukum-hukum Alam Semesta Rahasia

Allah S. W. T. menjadikan : Penuh dengan peraturan-peraturan dan hukum-hukum Alam Semesta Rahasia dan hikmah kejadian hanya dapat diketahui oleh manusia melalui sains

Oleh karena Islam menyadari keterbatasan intelek manusia untuk mengkaji : Wahyu Dijadikan rujukan tertinggi

Oleh karena Islam menyadari keterbatasan intelek manusia untuk mengkaji : Wahyu Dijadikan rujukan tertinggi dalam kehidupan termasuk sains

Allah S. W. T. berfirman : Surah Ibrahim : Ayat 1

Allah S. W. T. berfirman : Surah Ibrahim : Ayat 1

Artinya “Alif, Laam, Raa'. Ini ialah Kitab (Al-Quran) Kami turunkannya kepadamu (wahai Muhammad), supaya

Artinya “Alif, Laam, Raa'. Ini ialah Kitab (Al-Quran) Kami turunkannya kepadamu (wahai Muhammad), supaya engkau mengeluarkan umat manusia seluruhnya dari kufur kepada cahaya iman dengan izin Tuhan mereka ke jalan Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Terpuji”.

Sains di dalam Islam : Tidak mengabaikan Bimbingan wahyu Terdapat segelintir di kalangan kita

Sains di dalam Islam : Tidak mengabaikan Bimbingan wahyu Terdapat segelintir di kalangan kita yang menginginkan agar semua perkara termasuk ibadah dibuktikan melalui sains

Konsep sains di dalam Islam ialah : TAUHID Tunduk kepada prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh

Konsep sains di dalam Islam ialah : TAUHID Tunduk kepada prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Allah melalui Rasul. Nya Al-Quran

Konsep sains di Barat : Menolak sains yang disandarkan kepada Tuhan Wahyu ghaib

Konsep sains di Barat : Menolak sains yang disandarkan kepada Tuhan Wahyu ghaib

Contoh

Contoh

Artinya : “Kemudian Kami ciptakan air benih itu menjadi seketul darah beku. Lalu Kami

Artinya : “Kemudian Kami ciptakan air benih itu menjadi seketul darah beku. Lalu Kami ciptakan darah beku itu menjadi seketul daging, kemudian Kami ciptakan daging itu menjadi beberapa tulang, kemudian Kami balut tulang-tulang itu dengan daging. Setelah sempurna kejadian itu Kami bentuk dia menjadi makhluk yang lain sifat keadaannya. Maha Suci Allah sebaik-baik Pencipta”.

AGAMA VS SAINS

AGAMA VS SAINS

HUBUNGAN SAINS DAN AGAMA • SAINS dan agama, merupakan dua entitas yang sama telah

HUBUNGAN SAINS DAN AGAMA • SAINS dan agama, merupakan dua entitas yang sama telah mewarnai sejarah kehidupan umat manusia. Sebab, keduanya telah berperan penting dalam membangun peradaban. Dengan lahirnya agama, tidak saja telah menjadikan umat manusia memiliki iman, tapi hal lain yang tidak bisa dipandang sebelah mata adalah terbangunnya manusia yang beretika, bermoral dan beradab yang menjadi pandangan hidup bagi manusia dalam menjalani hidup di dunia.

 • Sementara sains dengan puncak perkembangan yang telah dicapai, juga telah menjadikan kemajuan

• Sementara sains dengan puncak perkembangan yang telah dicapai, juga telah menjadikan kemajuan dunia dengan berbagai penemuan yang gemilang. • Tetapi, sepanjang sejarah kehidupan umat manusia itu pula, hubungan sains dan agama tak bisa dikata selalu harmonis. Sejarah mencatat, bagaimana klaim sepihak lembaga agama telah menjadikan Galileo (1564 -1642) jadi korban setelah ia dengan lantang bersuara bahwa matahari adalah pusat alam semesta (sementara dalam kitab suci Kristen justru sebaliknya), dan sikap "sentimen" agama dalam melihat teori evolusi Darwin.

REVOLUSI PENGETAHUAN ILMIAH • Revolusi Ilmiah pada abad ke 17 di Eropa Barat yang

REVOLUSI PENGETAHUAN ILMIAH • Revolusi Ilmiah pada abad ke 17 di Eropa Barat yang menjadi “cikal bakal” munculnya sains moderns sebagai sistem pengetahuan “universal. ” • Tidak ada larangan dalam al-qur’an maupun al -hadits untuk mengembangkan keilmuan khususnya “sains”

AYAT TENTANG PENCIPTAAN LANGIT • "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit

AYAT TENTANG PENCIPTAAN LANGIT • "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? " (Al Qur'an, 21: 30)

 • Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk

• Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami pisahkan antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari "ratq". Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini

LANGIT SEBAGAI ATAP BAGI BUMI (ATMOSFIR) • "Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap

LANGIT SEBAGAI ATAP BAGI BUMI (ATMOSFIR) • "Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda -tanda (kekuasaan Allah) yang ada padanya. " (Al Qur'an, 21: 32) • Sifat langit ini telah dibuktikan oleh penelitian ilmiah abad ke-20. • Atmosfir yang melingkupi bumi berperan sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan. Dengan menghancurkan sejumlah meteor, besar ataupun kecil ketika mereka mendekati bumi, atmosfir mencegah mereka jatuh ke bumi dan membahayakan makhluk hidup.

GARIS EDAR • "Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.

GARIS EDAR • "Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. " (Al Qur'an, 21: 33) • Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu: • "Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. " (Al Qur'an, 36: 38)