RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN OLEH WIRDYANINGSIH Perkawinan Dalam

  • Slides: 23
Download presentation
RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN OLEH WIRDYANINGSIH

RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN OLEH WIRDYANINGSIH

Perkawinan Dalam melaksanakan perkawinan harus memenuhi ketentuan rukun dan syarat perkawinan Tidak terpenuhinya ketentuan

Perkawinan Dalam melaksanakan perkawinan harus memenuhi ketentuan rukun dan syarat perkawinan Tidak terpenuhinya ketentuan rukun dan syarat perkawinan mengakibatkan tidak sahnya suatu perkawinan Dasar hukum yang digunakan adalah syari’ah, UU Perkawinan, dan KHI

Rukun Perkawinan v. Rukun ialah unsur pokok (tiang) v. Syarat merupakan unsur pelengkap dalam

Rukun Perkawinan v. Rukun ialah unsur pokok (tiang) v. Syarat merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. v. Rukun nikah merupakan bagian dari hakekat perkawinan, artinya bila salah satu rukun nikah tidak terpenuhi maka tidak terjadi suatu perkawinan.

Rukun Perkawinan Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI): Calon suami dan isteri Wali Saksi

Rukun Perkawinan Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI): Calon suami dan isteri Wali Saksi Ijab Qabul

Syarat Perkawinan v Menurut hukum Islam rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu

Syarat Perkawinan v Menurut hukum Islam rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dinyatakan sah. v Syarat Perkawinan terdiri dari dua bagian yaitu Syarat Umum dan Syarat Khusus. A. Syarat Umum Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan larangan perkawinan dalam al-Qur’an yang termuat dalam Q. S. al-Baqarah (2) : 221 tentang larangan perkawinan karena perbedaan agama, Q. S. an-Nisaa (4) : 22, 23, 24 tentang larangan perkawinan karena hubungan darah, semenda dan saudara sesusuan.

SYARAT KHUSUS 1. Calon Suami dan Isteri Beragama Islam Menyetujui perkawinan tersebut. Calon mempelai

SYARAT KHUSUS 1. Calon Suami dan Isteri Beragama Islam Menyetujui perkawinan tersebut. Calon mempelai harus bebas dalam menyatakan persetujuannya, tidak dipaksa oleh pihak lain. Persetujuan menyatakan kehendak ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah mampu berfikir, dewasa atau akil baligh. (Pasal 16 -17 KHI) Dewasa jasmani dan rohani dalam melangsungkan perkawinan (Pasal 15 KHI) Tidak terdapat halangan dan larangan perkawinan: Bukan mahram pasangannya Tidak sedang dalam ihram haji atau umroh.

Syarat Calon Suami dan Isteri Syarat bagi calon suami: a. Terang laki-lakinya (bukan banci)

Syarat Calon Suami dan Isteri Syarat bagi calon suami: a. Terang laki-lakinya (bukan banci) b. Sekurang-kurangnya berusia 19 tahun c. Tidak beristeri lebih dari empat. d. Tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan bakal isterinya. e. Mengetahui bakal isterinya tidak haram dinikahinya. Syarat bagi calon isteri: a. Terang perempuannya (bukan banci). b. Sekurang-kurangnya berusia 16 tahun c. Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya. d. Tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah. e. Belum pernah dili’an (sumpah li’an) oleh bakal suaminya

2. Syarat Perkawinan: Wali Hadis Rasulullah “Barangsiapa di antara perempuan yang menikah tidak dengan

2. Syarat Perkawinan: Wali Hadis Rasulullah “Barangsiapa di antara perempuan yang menikah tidak dengan izin walinya, maka pernikahannya batal” Hadis riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni “Janganlah perempuan menikahkan perempuan yang lain, dan jangan pula seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri”

Syarat Perkawinan: Wali Mazhab Syafi’i berdasarkan hadits Rasul yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari

Syarat Perkawinan: Wali Mazhab Syafi’i berdasarkan hadits Rasul yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Siti Aisyah, bahwa Rasul pernah mengatakan tidak ada kawin tanpa wali. Mazhab Hanafi: wanita dewasa tidak perlu wali bila akan menikah. Calon isteri harus mempunyai wali yang bertindak untuk menikahkannya (Pasal 19 KHI) Syarat-syarat wali adalah (Ps 20 ayat (1) KHI): Muslim Aqil Baligh Tidak tuli, bisu, atau uzur (Ps 22 KHI) Laki-laki, Adil dan tidak sedang ihram atau umroh.

Macam-macam Wali 1. Wali Nasab (Ps 21 KHI) Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke

Macam-macam Wali 1. Wali Nasab (Ps 21 KHI) Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yaitu ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki -laki mereka Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki mereka

Macam-macam Wali 2. Wali Hakim (Pasal 23 KHI) Wali hakim adalah penguasa atau wakil

Macam-macam Wali 2. Wali Hakim (Pasal 23 KHI) Wali hakim adalah penguasa atau wakil penguasa yang berwenang dalam bidang perkawinan, biasanya penghulu atau petugas lain dari Departemen Agama. Wali hakim baru dapat menjadi wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau adlal (enggan) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila ada penetapan Pengadilan Agama

3. Hakam Macam-macam Wali Hakam adalah seseorang yang masih termasuk anggota keluarga calon mempelai

3. Hakam Macam-macam Wali Hakam adalah seseorang yang masih termasuk anggota keluarga calon mempelai perempuan namun bukan wali nasab dan mempunyai pengetahuan agama sebagai wali yang cukup. 4. Muhakam ialah seorang laki-laki bukan keluarga calon mempelai perempuan dan bukan dari penguasa, tetapi mempunyai pengetahuan agama yang baik dan dapat menjadi wali perkawinan.

3. Syarat Perkawinan: Saksi Hadis riwayat Ahmad “Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan

3. Syarat Perkawinan: Saksi Hadis riwayat Ahmad “Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil” Syarat-syarat menjadi saksi (Ps 25 KHI) Laki-laki Muslim Adil Aqil Baligh Tidak terganggu ingatan Tidak tuli Tidak menjadi wali. Dua saksi laki-laki (Pasal 25 KHI). Apabila tidak ada laki-laki maka seorang laki-laki digantikan dengan dua orang perempuan untuk menjadi saksi.

4. Syarat Perkawinan: Ijab Qabul Ijab : penegasan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan

4. Syarat Perkawinan: Ijab Qabul Ijab : penegasan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan dilakukan oleh pihak perempuan ditujukan kepada laki-laki calon suami suatu pernyataan penyerahan dilakukan oleh wali nikah (Pasal 28 KHI) Qabul: penegasan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami isteri yang dilakukan pihak laki-laki. suatu pernyataan penerimaan dilakukan oleh calon suami (Pasal 29 ayat 1 KHI) Dapat diwakilkan kpd pria lain adal calon mempelai pria memberi kuasa yg tegas dan tertulis dan mempelai perempuan tidak keberatan (Pasal 29 ayat 2 -3)

4. Syarat Perkawinan: Ijab Qabul Pelaksanaan antara pengucapan ijab dan kabul tidak boleh ada

4. Syarat Perkawinan: Ijab Qabul Pelaksanaan antara pengucapan ijab dan kabul tidak boleh ada antara waktu, harus segera dijawab. (Pasal 27 KHI) Hadis riwayat Muslim: “Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan. Sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah”

Mahar Dalam perkawinan harus ada Mahar atau sadaq. Dasar Hukum: An Nisa ayat 4:

Mahar Dalam perkawinan harus ada Mahar atau sadaq. Dasar Hukum: An Nisa ayat 4: “Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” An Nisa ayat 20: “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambilnya kembali. ” An Nisa ayat 25: “Dan barangsiapa di antara kamu tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman maka dihalalkan menikahi perempuan yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu sebagian dari kamu adalah sebagian yang lain (sama-sama keturunan Adam/Hawa). Karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan baerikanlah mereka mas kawin yang pantas, karena mereka adalah perempuan 2 yang memelihara diri, bukan pezina…”

 • Mahar wajib diberikan oleh calon suami kepada calon • • isteri (Pasal

• Mahar wajib diberikan oleh calon suami kepada calon • • isteri (Pasal 30 KHI) Jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati oleh kedua pihak dengan anjuran kesederhanaan dan kemudahan dalam mewujudkannya (Pasal 31 KHI) Biasanya diberikan pada waktu akad nikah dilangsungkan, sebagai perlambang suami dengan sukarela mengorbankan hartanya untuk menafkahi isterinya Mahar boleh dibayar tunai atau ditangguhkan sebagian atau seluruhnya asal disetujui oleh calon isteri dan menjadi utang calon suami (Pasal 33 KHI) Kewajiban menyerahkan mahar bukan rukun perkawinan. Kelalaian menyebut jumlah dan jenis mahar tidak menyebabkan batalnya perkawinan. Mahar berhutang tidak mengurangi sahnya perkawinan (Pasal 34 KHI)

Macam Mahar Musamma Mahar yang telah disepakati oleh calon suami dan calon istri Mahar

Macam Mahar Musamma Mahar yang telah disepakati oleh calon suami dan calon istri Mahar Mitsil Mahar yang belum ditentukan jumlah dan bentuknya pada saat ijab kabul

Ketentuan pembayaran mahar Pasal 35 KHI Suami yang mentalak isterinya dalam keadaan qobla dukhul,

Ketentuan pembayaran mahar Pasal 35 KHI Suami yang mentalak isterinya dalam keadaan qobla dukhul, ia wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah Suami yang meninggal dunia dalam keadaan qobla dukhul, seluruh mahar menjadi hak isterinya Perceraian terjadi qobla dukhul dan mahar belum ditetapkan, suami wajib membayar mahar mitsil.

Dasar hukum Al Baqarah ayat 237 “Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan

Dasar hukum Al Baqarah ayat 237 “Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya itu, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu”

Syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat

Syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1): perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing agamanya dan kepercayaannya itu. Penjelasan Pasal 2: tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu. Berarti untuk Orang Islam maka yg berlaku adalah hukum perkawinan Islam.

Syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan 1. Persetujuan kedua

Syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan 1. Persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6). 2. Harus berusia 16 (enam belas) tahun bagi wanita dan berusia 19 (sembilan belas) tahun bagi pria (Pasal 7). 3. Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain kecuali dalam hal yang diizinkan (Pasal 9). 4. Bagi yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua (Pasal 6 ayat (2)). 5. Tidak merupakan pihak-pihak yang dilarang untuk menikah seperti tercantum dalam Pasal 8, 9, 10.

Terima Kasih Wassalam

Terima Kasih Wassalam