RIBA Pengertian Riba Secara literal riba bermakna tambahan
RIBA
Pengertian Riba • Secara literal, riba bermakna tambahan (alziyadah). • Sedangkan menurut istilah; Imam Ibnu al-‘Arabiy mendefinisikan riba dengan semua tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran kompensasi. • Imam Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain menyatakan, riba adalah tambahan yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun makanan, baik dalam kadar maupun waktunya.
Menurut para ulama fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 (empat) macam : Riba Fadhl RIBA Riba Qardh, Riba Jahiliyah Riba Nasi’ah
Riba Fadhl • Disebut juga Riba Buyu yaitu riba yang timbul akibat tukar menukar dua barang yang sama jenis namun tidak sama (timbangannya atau takarannya yang disyaratkan, tidak memenuhi kriteria, kualitas, kuantitas dan waktu penyerahannya) oleh orang yang menukarkan. • Contoh: • Tukar menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dengan gandum, dan sebagainya
Riba Qardh • Meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi. • Contoh : • Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25. 000 kepada Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30. 000 maka tambahan Rp. 5. 000
Riba Jahiliyah • Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba Jahiliyah dilarang karena kaedah “kullu qardin jarra manfa ah fahuwa riba”. Dari segi penundaan waktu penyerahannya, riba jahiliyah tergolong riba nasi’ah; dari segi kesamaan objek yang dipertukarkan tergolong riba fadhl.
Riba Nasi’ah • Disebut juga Riba Duyun yaitu riba dengan tukar menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis yang pembayarannya disyaratkan lebih, dengan diakhiri/dilambatkan oleh yang meminjam. • Contoh : • Aminah membeli cincin seberat 10 Gram. Oleh penjualnya disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas seberat 12 gram, dan apalagi terlambat satu tahun lagi, maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
Dasar Hukum Tentang Riba • Al-Quran Orang-orang yang memakan riba itu tidak dapat berdiri melainkan sebagaimana berdirinya orang yang dirasuki setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya. Yang demikian itu karena mereka mengatakan : “perdagangan itu sama saja dengan riba”. Padahal Alloh telah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba. Oleh karena itu, barang siapa telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka baginya apa yang telah lalu dan barang siapa mengulangi lagi (memakan riba), maka itu ahli neraka akan kekal didalamnya (QS. Al-Baqarah (2) : 275) Hai orang-orang yang beriman, bertawakalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (QS. Al-Baqarah (2) : 278) Dan disebabkan memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih (QS. An-Nisaa (4) : 161)
• Al-Hadits Dari Jubair ra, Rasululloh SAW mencela penerima dan pembayar bunga orang yang mencatat begitu pula yang menyaksikan. Beliau bersabda, “mereka semua sama-sama dalam dosa” (HR. Muslim, Tir midzi dan Ahmad) Dari Ubada bin Sami ra, Rasululloh SAW bersabda, “Emas untuk emas, perak untuk perak, gandum untuk gandum. Barang siapa membayar lebih atau menerima lebih, dia telah berbuat riba, pemberi dan penerima saja (dalam dosa)” (HR. Muslim adan Ahmad)
Riba di Kalangan Non Muslim • Konsep Riba di Kalangan Yahudi Orang-orang Yahudi dilarang mempraktikkan pengambilan riba sebagaimana tercantum dalam kitab Old-Testament (Perjanjian Lama) maupun undang-undang Talmud. Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dibungakan (Kitab Deutronomy (ulangan) pasal 23 ayat 19). Jangan engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akahn Allahmu, supaya saudaramu hidup diantaramu. Jangan engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba. (Kitab Levicitus (Imamat) pasal 25 ayat 36 -37).
• Konsep Riba di Kalangan Kristen Sebagian kalangan Kristiani menganggap larangan riba terdapat dalam Lukas : Kasihilah musuh-musuhmu, dan berbuatlah baik, dan pinjamilah, dengan tidak mengharapkan apapun lagi; dan pahalamu akan besar, dan engkau akan menjadi anak-anak dari Yang Maha Tinggi (Lukman pasal 6 ayat 35) Jika engkau meminjamkan uang kepada siapa saja dari umatku yang miskin, jangan engkau menjadi pemungut riba (usury) baginya, jangan juga engkau membebankan riba padanya (Eksodus pasal 22 ayat 25)
Prinsip Riba • Prinsip-prinsip untuk menentukan adanya riba di dalam transaksi kredit atau barter yang diambil dari sabda Rasululloh SAW : 1. Pertukaran barang yang sama jenis dan nilainya, tetapi berbeda jumlahnya, baik secara kredit maupun tunai, mengandung unsur riba. Contoh : adanya unsur riba di dalam pertukaran 1 ons emas dengan ½ ons emas. 2. Pertukaran barang yang sama jenis dan jumlahnya, tetapi berbeda nilai atau harganya dan dilakukan secara kredit, mengandung unsur riba. Pertukaran semacam ini akan terbebas dari usnur riba apabila dijalankan dari tangan ke tangan secara tunai. 3. Pertukaran barang yang sama nilai atau harganya tetapi berbeda jenis dan kuantitasnya, serta dilakukan secara kredit, mengandung unsur riba. Tetapi apabila pertukaran dengan cara dari tangan ke tangan tunai, maka pertukaran tersebut terbebas dari unsur riba. Contoh : jika 1 ons emas mempunyai nilai sama dengan 1 ons perak, kemudian dinyatakan sah apabila dilakukan pertukaran dari tangan ke tangan tunai. Sebaliknya, transaksi ini dinyatakan terlarang apabila dilakukan secara kredit karena adanya unsur riba.
4. Pertukaran barang yang berbeda jenis, nilai dan kuantitasnya, baik secara kredit maupun dari tangan ke tangan, terbebas dari riba sehingga diperbolehkan. Contoh : garam dengan gandum, dapat dipertukarkan, baik dari tangan ke tangan (tunai), maupun secara kredit dengan kuantitas sesuai dengan yang disepakati oleh kedua belah pihak. 5. Jika barang itu campuran yang mengubah jenis dan nilainya, pertukaran dengan kuantitas yang berbeda baik secara kredit maupun dari tangan ke tangan, terbebas dari unsur riba sehingga sah. Contoh : perhiasan emas ditukar dengan emas atau gandum ditukar dengan tepung gandum.
Alasan Melakukan Riba • Ada beberapa alasan untuk membenarkan bunga di dalam sistem perbankan : 1. Teori Abstinence 2. Teori Bunga sebagai Imbalan Sewa 3. Teori Produktif-Konsumtif 4. Teori Opportunity Cost 5. Teori Kemutlakan Produktivitas Modal 6. Teori Nilai Uang pada Masa Mendatang Lebih Rendah 7. Teori Inflasi
Perbedaan Bunga dan bagi Hasil Kecenderungan masyarakat menggunakan sistem bunga (interest ataupun usury) lebih bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi, sehingga kurang mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkannya. Berbeda dengan sistem bagi hasil (profit sharing), sistem ini berorientasi pada pemenuhan kemashlahatan hidup ummat manusia. Perbedaan antara Bunga dan Bagi-Hasil Bunga Bagi-Hasil a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung a. Penentuan besarnya rasio/nisab bagi-hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi b. Besarnya presentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan b. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh c. Pembayaran bunga tetap seperti dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek akan dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi c. Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam e. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi-hasil
Dampak Riba 1. Riba dapat menimbulkan permusuhan antar pribadi dan mengurangi semangat kerja sama atau saling menolong dengan sesama manusia. Dengan mengenakan tambahan kepada peminjam akan menimbulkan perasaan bahwa peminjam tidak tahu kesulitan dan tidak mau tahu kesulitan orang lain. 2. Menimbulkan tumbuhnya mental pemboros dan pemalas. Dengan membungakan uang, kreditur bisa mendapatkan tambahan penghasilan dari waktu ke waktu. Keadaan ini menimbulkan anggapan bahwa dalam jangka waktu yang tidak terbatas, ia mendapatkan tambahan pendapatan rutin, sehingga menurunkan dinamisasi, inovasi dan kreativitas dalam bekerja.
3. Riba merupakan salah satu bentuk penjajahan. Kreditur yang meminjamkan modal dengan menuntut pembayaran lebih kepada peminjam dengan nilai yang telah disepakati bersama. Menjadikan kreditur mempunyai legitimasi untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak baik untuk menuntut kesepakatan tersebut. Karena dalam kesepakatan kreditur telah memperhitungkan keuntungan yang diperoleh dari kelebihan bunga yang akan diperoleh, dan itu sebenarnya hanya berupa penghargaan dan belum terwujud. 4. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Bagi orang yang mempunyai pendapatan lebih, akan banyak mempunyai kesempatan untuk menaikkan pendapatannya dengan membungakan pinjaman kepada orang lain. Sedangkan bagi yang mempunyai pendapatan kecil, tidak hanya kesulitan dalam membayar cicilan utang tetapi harus memikirkan bunga yang akan dibayarkan.
Bunga, Riba, dan Masyarakat Kita Sampai saat ini, masih ada beberapa alasan yang menjadikan bunga kurang bisa diterima sebagai riba, berikut diantaranya : 1. Diterima atau tidaknya bunga sebagai riba itu berhubungan erat dengan masalah emosi keagamaan masyarakat. Setiap membicarakan bunga sebagai riba, akan melibatkan “keyakinan” masyarakat terhadap kedudukan bunga sebagai riba. Keyakinan ini yang menjadikan justifikasi bagi beberapa pihak untuk menerima atau menolak bunga sebagai riba atau tidak. Karenanya, bicara keberadaan bunga sebagi riba kadangkala oleh sementara pihak akan menyinggung keyakinan pihak lain, yang menganggap bunga bukan riba, dan ini akan menimbulkan sikap emosional dalam memposisikan keberadaan pelarangan riba. Hal ini yang menyebabkan sukarnya menjelaskan mengapa riba itu dilarang. 2. Masyarakat muslim lebih familiar dengan sistem konvensional, hal ini disebabkan karena mereka lebih berkepentingan terhadap lembaga konvensional dibanding dengan lembaga keuangan syariah dimana selama ini banyak bergaul dengan sistem keuangan konvensional. Sehingga ia merasa bahwa apa yang ia lakukan sekarang tidak menimbulkan konsekuensi buruk bagi mereka dan merekapun menerima sebagai bagian dari sistem ekonomi yang berjalan sehingga keberadaan pelarangan riba dalam lembaga keuangan syariah lebih dianggap sebagai sebuah wacana normatif.
3. Kritis yang berlebihan terhadap lembaga keuangan syariah. Sebagian masyarakat yang menolak bunga sabagai riba, bersikap berlebihan terhadap permasalahan lembaga keuangan syariah, tetapi tidak mau lebih jauh mengetahui ada apa dibalik permasalahan di lembaga keuangan syariah. Sedikit masalah di dalam lembaga keuangan syariah mendapat perhatian yang besar dibanding dengan lembaga keuangan konvensional walaupun derajat permasalahannya sama. Hal ini dikarenakan lembaga keuangan syariah menanggung konsekuensi untuk dianggap lebih baik dibanding dengan lembaga keuangan konvensional, karena awal eksistensinya dianggap sebagai kritik lembaga keuangan konvensional yang menggunakan sistem riba.
Sekian dan Terima Kasih
- Slides: 21