Relasi makna Relasi makna Dalam setiap bahasa kita
Relasi makna
Relasi makna Dalam setiap bahasa kita temukan kosa kata yang maknanya berhubungan dengan makna kosa kata yang lain. Hubungan makna ini mungkin menyangkut kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi), ketercakupan makna, atau bisa hubungan yang lain.
Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno , yaitu syn ‘dengan’ dan anoma ‘nama’. Sinonimi berarti nama lai untuk benda yang sama atau hal yang sama. i m n i S i n o kembang Verhaar mendefinisikan sinonimi sebagai unngkapan (kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain Hubungan makna kata yang bersinonim bersifat dua arah. Misalnya kata kembang bersinonim dengan puspa, maka puspa bersinonim dengan kembang puspa
Makna yang bersinonim tidak memiliki makna sama persis, yang hanyalah bagian aytau unsur-unsur tertentu. Misalnya kata mati dan seda mati memiliki komponen makna (1) tidak bernyawa, (2) dapat dikenakan pada apa saja (manusia, binatang, pohon), seda memiliki komponen makna (1) tidak bernyawa, (2) hanya dikenakan pada manusia Ketidakbiasaan saling menggantikan kata bersinonim karena; a) faktor waktu, b) faktor tempat, c) faktor sosial, d) faktor bidang kegiatan, e) faktor nuansa makna
Wujud satuan bahasa yang bersinonim a. Sinonim morfem (bebas) dengan morfem (terikat), misalnya antara panjenengan dengan –mu b. Sinonim kata dengan kata, misal mangan dengan dhahar c. Sinonim antara kata dengan frasa, misalnya kudu dengan ora oleh ora d. Sinonim antara frasa dengan frasa, misalnya bapak ibu dengan wong tuwa e. Sinonim antara kalimat dengan kalimat, misalnya Ibu mundhut beras. dengan Beras dipundhut ibu.
Yang harus diperhatikan dalam sinonim: 1. Tidak semua kata memiliki sinonim 2. Kata yang bersinonim pada bentuk dasar tidak bersinonim pada bentuk jadian (benar – betul) 3. Kata dalam arti sebenarnya tidak bersinonim tetapi dalam arti kiasan mempunyai sinonim (hitam - jahat, buruk) 4. Kata tidak mempunyai sinonim dalam bentuk dasar tetapi memiliki sinonim dalam bentuk jadian (kering- mengeringkan, menjemur)
Kata antonimi berasal dari anti ‘melawan’ dan onoma ‘nama’ (bahasa Yunani kuna). Secara harafiah antonim berarti nama lain untuk benda yang lain pula. Antonimi dan Oposisi Secara semantik antonim berarti ungkapan yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain, biasanya disebut lawan kata sebetulnya yang berkebalikan itu maknanya. Antonim tidak bersifat mutlak melainkan beroposisi, oposisi tercakup konsep betul-betul berlawanan sampai yang hanya bersifat kontras, sehingga oposisi maknanya dapat dibedakan menjadi oposisi mutlak, oposisi kutub, oposisi hubungan, oposisi hierarkial, oposisi majemuk
Oposisi mutlak Oposisi kutub Antonim yang mengandung oposisi makna secara mutlak Misalnya: mati dan urip obah dan meneng Kata yang mempunyai oposisi makna kutub pertentangan maknanya tidak mutlak melainkan bersifat gradasi kutub A (sugih, panas, seneng) Batas kutub B (mlarat, adhem, susah) Kata-kata yang beroposisi kutub umumnya adalah kata -kata dari kelas adjektif.
satuan lingual yang mempunyai oposisi relasional ini bersifat saling melengkapi, adanya suatu kata karena hadirnya kata lain yang menjadi oposisinya ( dodol – tuku) Oposisi hubungan dapat terjadi pada keta kerja dan dapat pula terjadi pada kata benda; maju-mundur, menehi-nampa, guru-murid, dokter-pasien
Oposisi Hierarkial Makna satuan lingual yang beroposisi hierarkial ini menyatakan suatu deret jenjang atau tingkatan. Kosa kata yang mempunyai oposisi hierarkial ini biasanya berupa nama satuan ukuran (berat, panjang, isi) nama satuan hitungan, nama jenjang kepangkatan Misalnya: senti – meter, gram – ons
Satuan lingual yang mempunyai oposisi makna lebih dari satuan lingual Oposisi majemuk Misalnya: lungguh > < ngadeg, jengkeng, ndhodhok
Homonimi, homofoni, homografi Beda homonimi, homofoni dan homografi ? Cari contoh Homonimi berasal dari kata homo ‘sama’ dan onoma ‘nama’, homonimi: nama sama untuk benda atau hal lain Homonimi sebagai ungkapan yang bentuknya sama dengan ungkapan lain yang maknanya tidak sama Kemungkinan penyebab adanya homonimi 1. Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu berasal dari bahasa/ dialek yang berbeda. Misalnya, bisa (racun/ Indonesia) bisa (dapat / Jawa) 2. Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu terjadi sebagai hasil proses morfologi. Misalnya, mengukur ( ukur, kukur)
Hiponimi dan hipernimi Relasi leksikon yang berhiponim bersifat searah. Hiponimi berasal dari kata hypo ‘di bawah’ dan onoma ‘nama’ , jadi nama yang termasuk di bawah nama lain Hiponimi: ungkapan yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain Ikan tongkol bandeng tenggiri teri mujair cakalang kohiponim Relasi ini mudah diterapkan pada leksikon berjenis benda. Konsep hiponimi dan hipernimi mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan, adanya makna kata yang berada di bawah makna kata yang lain. Ada kata yang merupakan hipernimi terhadap sejumlah kata lain.
Polisemi diartikan sebagai satuan lingual yang mempunyai makna lebih dari satu Misalnya: kepala (Indonesia) memiliki makna: 1. Bagian tubuh dari leher ke atas; kepala kambing 2. Bagian sesuatu yang letaknya di bagian atas/ depan/ yang penting; kepala surat, kepala kereta api 3. Bagian sesuatu yang berbentuk bulat; kepala jarum 4. Pemimpin/ ketua; kepala sekolah, kepala kantor 5. Jiwa/ orang; setiap kepala membayar Rp. 5000, 6. Akal budi; badannya besar tetapi kepalanya kosong
Munculnya polisemi disebabkan leksikon memiliki komponen makna tidak hanya satu, masing-masing komponen makna berkembang menjadi makna tersendiri Apa bedanya homonimi dengan polisemi? Ambiguitas/ ketaksaan sering diartikan dengan satuan lingual yang bermakna ganda/ mendua arti Kegandaan makna dalam satuan lingual ini disebabkan karena adanya proses gramatik yang membentuk frasa atau satuan lingual yang lebih luas lagi Garwane pak lurah sing anyar pinter masak.
- Slides: 15