Refleksi Kasus ChorioAthetosis Pembimbing dr Fajar Maskuri M
Refleksi Kasus Chorio-Athetosis Pembimbing : dr. Fajar Maskuri, M. Sc, Sp. S Faiq Hilmi Yoga Ciptadi Koas Saraf periode 13 Mei– 425 Mei 2019 Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada
DESKRIPSI KASUS
Identitas Pasien • Nomor RM : 10 -71 -XX • Nama : Bpk. HND • Jenis Kelamin : Laki-laki • Usia : 48 tahun • Alamat : Sleman • Pekerjaan : Pekerja di Sawah • Tgl Masuk RS : 15 Mei 2019 • Tgl Keluar RS : 16 Mei 2019
Keluhan Utama Kedua tangan dan kaki bergerak sendiri
Riwayat Penyakit Sekarang • Kedua tangan dan kaki pasien mulai bergerak sendiri sejak 1 HSMRS, yang tidak bisa diatur gerakanya. Gerakan tersebut hilang timbul selama beberapa menit dan muncul secara tidak menentu. Kelemahan Anggota Gerak (-) Kejang (-) Nyeri Kepala (-). Pasien datang ke RS Grhasia untuk kontrol rutin penyakit kejang, terakhir kejang 2 minggu yang lalu dan kemudian dirujuk dengan keterangan CKD dan Anemia.
Riwayat Penyakit Dahulu • Riwayat Epilepsi sejak 3 tahun yang lalu • Riwayat keluhan serupa : disangkal • Riwayat stroke : disangkal • Riwayat hipertensi : disangkal • Riwayat penyakit jantung : disangkal • Riwayat penyakit DM : disangkal • Riwayat cedera / trauma kepala : disangkal • Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga • Riwayat keluhan serupa : disangkal • Riwayat hipertensi : disangkal • Riwayat DM : disangkal • Riwayat jantung : disangkal • Riwayat stroke : disangkal
Review Anamnesis Sistem • Saraf : tidak ada keluhan • Muskuloskeletal : Gerakan involunter dari kedua tangan dan kaki • Kardiovaskuler : tidak ada keluhan • Gastrointestinal : tidak ada keluhan • Pernapasan : tidak ada keluhan • Integumen : tidak ada keluhan • Endokrin : tidak ada keluhan • Status Psikologis : tidak ada keluhan
Resume Anamnesis Kedua tangan dan kaki pasien mulai bergerak sendiri sejak 1 HSMRS, yang tidak bisa diatur gerakanya. Gerakan tersebut hilang timbul selama beberapa menit dan muncul secara tidak menentu. Pasien datang ke RS Grhasia untuk kontrol rutin penyakit kejang, terakhir kejang 2 minggu yang lalu dan kemudian dirujuk dengan keterangan CKD dan Anemia. Pasien menyatakan rutin kontrol ke RS Grhasia karena penyakit kejang sejak 3 TSMRS dan rutin minum obat Phenytoin dan Diazepam. Riwayat operasi patah tulang paha kanan pada tahun 2018.
Diagnosis Sementara • Diagnosis Klinis : Chorioathetosis • Diagnosis Topik : Ganglia Basalis • Diagnosis Etiologi : Suspek Ensefalopati Metabolik dd Primer • Diagnosis Lainya : Chronic Kidney Disease
Pemeriksaan Fisik • Keadaan umum : Baik • Kesadaran : E 4 V 5 M 6 • Tanda vital • Tekanan Darah : 130/80 mm. Hg • Nadi : 82 x/min • Laju pernapasan : 20 x/min • Suhu : 36, 8 o C
Pemeriksaan Kepala dan Leher • Kepala : Normosefali • Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) OS pupil bulat, ø 3 mm, refleks cahaya langsung (+) OD pupil bulat, ø 3 mm, refleks cahaya langsung (+)
Pemeriksaan Paru • Inspeksi : simetris, dinding dada sejajar perut, ruam (-) • Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus taktil pengembangan dada simetris • Perkusi dbn, : sonor +/+ • Auskultasi: SDV +/+. Rhonki -/-, wheezing -/-, RBB -/-, RBK /-
Pemeriksaan Jantung • Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat • Palpasi : ictus cordis teraba LMS ICS 5 • Perkusi : Batas kiri bawah ICS 5 mid axilaris anterior sinistra Batas kiri atas ICS 3 mid clavicularis sinistra Batas kanan bawah ICS 4 parasternal dekstra Batas kanan atas ICS 2 parasternal dekstra • Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-), cardiomegali (-)
Pemeriksaan Abdomen • Inspeksi: dinding perut datar • Auskultasi: bruit aorta (-), bising usus (+) normal • Perkusi: timpani 13 titik, organomegali (-) • Palpasi: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien sulit teraba, ren sulit diraba
Status Psikiatrik • Tingkah Laku : Normoaktif • Perasaan Hati : Normotimik • Orientasi : O/W/T/S baik • Kecerdasan : Baik • Daya Ingat : Baik Status Neurologis Sikap : Tdn Gerakan abnormal : Chorea dan Athetosis pada kedua tangan dan kaki Cara berjalan : Sulit dinilai Kognitif : Tdn
Saraf Kranialis Kanan Kiri tdn Daya penglihatan normal Lapang penglihatan normal Melihat Warna normal Ptosis tidak ada Gerak mata ke medial normal Gerak mata ke atas normal Gerak mata ke bawah normal Ukuran pupil 3 mm Bentuk pupil bulat Reflek cahaya langsung normal Reflek cahaya konsensual normal N. I Olfaktorius Daya penghidu N. II Optikus N. III Okulomotorius
N. IV Trochlearis Gerak mata ke lateral bawah normal Mengigit normal Membuka mulut normal Sensibilitas muka atas normal Sensibilitas muka tengah normal Sensibilitas muka bawah normal N. V Trigeminus N. VI Abdusen Gerak mata ke lateral
N. VII Fasialis Kerutan kulit dahi normal Kedipan mata normal Lipatan naso labial normal Sudut mulut normal Mengerutkan dahi normal Mengerutkan alis normal Menutup mata normal Meringis normal Menggembungkan pipi normal normal Denyut nadi / menit 83 x/menit 83 xmenit Bersuara normal Menelan normal N. VIII Akustikus Mendengar suara berbisik N. IX Glosofaringeus Arkus faring N. X Vagus
N. XI Aksesorius Memalingkan ke depan normal Sikap bahu normal Mengangkat bahu normal Sikap lidah normal Artikulasi normal Menjulurkan lidah normal Kekuatan lidah normal Trofi otot lidah normal N. XII Hipoglossus
Pemeriksaan Lengan Kanan Lengan Kiri Tungkai Kanan Tungkai Kiri Gerakan Bebas Tonus Meningkat Trofi Eutrofi Refleks Fisiologi +2 +2 Refleks Patologis Negatif Negatif Clonus
HCTS (15 Mei 2019) Hasil : • Tak tampak soft swelling extracranial, Sistema tulang normal, SPN dan air cellulae mastoidea normal. Sulci dan gyri mulai prominent, batas cortex dan medulla tegas, Sistema ventrikel simetris, ukuran melebar, tak tampak edema periventrikuler. Struktur mediana di tengah, tidak terdeviasi. Kesan : • Tak tampak kelainan
Lab • GDS : 52 mg/d. L Elektrolit • Na : 144 mmol/L, K : 2, 5 mmol/L, Cl : 105 mmol/L Fungsi Ginjal • Ureum : 78, 2 mg/d. L • Kreatinin : 8, 63 mg/d. L (meningkat) Kalsium : 7, 8 mg/d. L Darah Rutin • Hb : 9, 3 g/d. L (menurun) • Eritrosit : 3, 3 x 106/u. L • Leukosit : 6, 4 x 103/u. L • Hematokrit : 30, 2 • MCV : 92, 7 fl • MCH : 28, 6 pg • MCHC : 376 g/dl • Trombosit : 376 x 103/u. L
Diagnosis Akhir • Diagnosis Klinis : Chorioathetosis • Diagnosis Topik : Ganglia Basalis • Diagnosis Etiologi : Ensefalopati Uremicum • Diagnosis Lainya : Chronic Kidney Disease Stage V
Tatalaksana • Inf. Na. Cl 0, 9% 500 ml • Inj Haloperidol 1 x ½ vial IM untuk menurunkan gejala sebelum CT Scan dan Hemodialisis • Inj Diphenhydramin 10 mg/8 jam • Haloperidol 3 x 0, 5 mg • Asam Valproat 2 x 500 mg
Pembahasan
• Choreathetosis didefinisikan sebagai gerakan cepat (chorea) atau lambat (athetosis) yang involuntary atau tidak disengaja pada jari tangan atau kaki (fleksi-ekstensi, adduksi-penculikan, menggeliat, kadang-kadang gerakan bermain piano) yang tidak teratur, tidak ritmis, dan tanpa tujuan. • Merupakan salah satu bentuk dari gangguan gerak yang involunter.
Gangguan Gerak • Abnormalitas ganglia basal mendasari terjadinya gangguan gerakan. Proyeksi dari ganglia basal merupakan traktus ekstrapiramidal, yang melengkapi traktus piramidal (kortikuler). Saluran ekstrapiramidal memodulasi saluran kortikospinalis. • Cedera fisik atau biokimia dari ganglia basal biasanya menghasilkan hipokinesia (terlalu sedikit gerakan) dan, ketika pasien bergerak, bradikinesia atau akinesia (gerakan lambat atau tidak ada), kekakuan, dan gangguan postur tubuh yang terganggu. Atau juga dapat menghasilkan hiperkinesia (gerakan berlebihan), yang berupa tremor, athetosis, chorea, hemiballismus, atau dys- tonia.
Gangguan Gerak • Diagnosis gangguan gerak utamanya adalah secara klinis, merupakan perpaduan antara observasi, deskripsi gejala dan melalui pemeriksaan umum dan neurologis. • Dimulai dengan mendefinisikan secara umum jenis kelainanyamisalnya, tremor, chorea, dystonia, mioklonia, atau sindrom akinetik -kaku. • Berikutnya adalah subtipe gerakan, seperti distonia fokal, tremor postural, atau mikoronus segmental, dan lain-lain.
Chorea • Chorea terdiri dari gerakan tak sadar yang tidak sinkron yang mengalir dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya tanpa tujuan yang jelas.
Chorea • Chorea adalah gangguan pergerakan hiperkinetik yang umum dengan diagnosis banding yang luas, tetapi penyakit Huntington adalah penyebab paling umum. • Diagnosis awal penyakit Huntington dapat dilakukan pada pasien yang memiliki chorea, demensia, dan kerabat dengan gangguan serupa. Tes DNA yang tersedia untuk pasien dan pembawa potensial, termasuk janin, dapat mengkonfirmasi atau mengecualikan diagnosis. • Bentuk lain dari Chorea yang sering muncul adalah Sydenham Chorea. Sydenham chorea, awalnya dikenal sebagai tarian St. Vitus, adalah satu kriteria diagnostik utama dan komplikasi demam rematik.
Chorea • Chorea bisa merupakan tanda klinis yang dapat menjadi manifestasi dari penyakit metabolik, herediter, infeksi, imunologi, atau serebrovaskular yang mendasari atau paparan toksik. • Penyebab vaskular juga bisa, misalnya setelah stroke yang melibatkan nukleus subthalamic, dimulai dengan balisme dan berkembang menjadi chorea. Dapat juga terjadi secara sementara sebagai bagian dari pematangan neuron, atau sebagai efek samping obat. • Untuk semua pasien, disarankan untuk memeriksa kadar natrium, kalsium, magnesium, dan glukosa. Tes fungsi hati dan kadar urea nitrogen serta kreatinin darah membantu menyingkirkan ensefalopati metabolik.
Athetosis • Athetosis terdiri dari gerakan memutar yang tidak disengaja, terusmenerus berubah, secara dominan mempengaruhi wajah, leher, dan anggota gerak distal. • Gerakan ini dapat muncul di awal urutan - athetosis, choreoathetosis, chorea, dan hemiballismus - dari gerakan tak sadar yang semakin besar dan semakin tidak teratur. Gerakan involunter tambahan dapat terjadi bersamaan dengan athetosis.
Athetosis
Tatalaksana • Pengobatan simtomatik dengan obat antikoreik mungkin diperlukan pada fase akut. Neuroleptik generasi pertama seperti perphenezine, pimozide, haloperidol, sulpride, dan chlorpromazine memiliki efek antikoreik yang signifikan. • Selain itu, golongan obat yang dapat diberikan antara lain adalah, dopamine depleter, anti-glutamatergic, antiepileptik.
Tatalaksana • Deplet dopamin yang tersedia saat ini tetrabenazine, deutetrabenazine, dan valbenazine bekerja dengan cara menghambat transporter monoamine vesikular presynaps tipe 2 (VMAT 2), salah satu manfaat penting dari depleter dopamin berbeda dengan blocker reseptor dopamin (juga disebut sebagai neuroleptik atau antipsikotik) adalah tidak menyebabkan Tardive Dystonia. • Anti-glutamatergic seperti Amantadine juga dapat digunakan untuk mengurangi gejala chorea. • Antiepileptik sering digunakan dalam pengobatan gangguan pergerakan hiperetik termasuk tremor, distonia, tics, dan chorea, dengan Carbamazepine yang paling efektif.
Daftar Pustaka • Abdo, W. F. , van de Warrenburg, B. P. C. , Burn, D. J. , Quinn, N. P. , & Bloem, B. R. (2010). The clinical approach to movement disorders. Nature Reviews Neurology, 6(1), 29– 37. doi: 10. 1038/nrneurol. 2009. 196. • Kaufman, D. M. , & Milstein, M. J. (2013). Involuntary Movement Disorders. Kaufman’s Clinical Neurology for Psychiatrists, 397– 453. doi: 10. 1016/b 978 -0 -7234 -3748 -2. 00018 -9 • Bashir, H. , & Jankovic, J. (2017). Treatment options for chorea. Expert Review of Neurotherapeutics, 18(1), 51– 63. doi: 10. 1080/14737175. 2018. 1403899
- Slides: 41