PPN PPn BM Sheilla Humairah 20131217 Astria Citra
PPN & PPn. BM Sheilla Humairah ( 20131217 ) Astria Citra Yudhana ( 201412059 ) Ali Sodikin ( 2014120 )
Latar Belakang Jenis pajak yang seringkali kita temui dikehidupan sehari-hari adalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPn. BM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Kedua jenis pajak ini sangat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan negara ini, karena pajak tersebut yang sering atau acapkali kita bayarkan baik secara langsung maupun tidak langsung dikehidupan sehari.
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) �adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. �Pengenaan PPN sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Nilai. �Perkembangan ekonomi yang sangat dinamis baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional terus menciptakan jenis serta pola transaksi bisnis yang baru.
OBJEK PPN � Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha � Impor Barang Kena Pajak � Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha � Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean � Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean � Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak � Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak � Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
BUKAN OBJEK PPN 1. Jenis Barang yang Tidak Dikenai PPN: �Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. �Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. �Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering. �Uang, emas batangan, dan surat berharga.
BUKAN OBJEK PPN 2. Jenis Jasa yang Tidak Dikenai PPN: �Jasa pelayanan kesehatan medis �Jasa pelayanan sosial �Jasa pengiriman surat dengan perangko �Jasa keuangan �Jasa asuransi �Jasa keagamaan �Jasa pendidikan �Jasa kesenian dan hiburan �Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
BUKAN OBJEK PPN �Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri �Jasa tenaga kerja �Jasa perhotelan �Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum �Jasa penyediaan tempat parker �Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam �Jasa pengiriman uang dengan wesel pos �Jasa boga atau katering.
SUBJEK PPN �Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN, yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
BUKAN SUBJEK PPN �Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 1 angka 15 UU PPN).
TARIF PPN �Tarif PPN adalah 10%. �Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan Ekspor Jasa Kena Pajak. �Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, misalnya pertimbangan perkembangan perekonomian Indonesia, sehingga tarif PPN bisa diturunkan. Sebaliknya, misalnya jika Pemerintah membutuhkan penerimaan pajak yang besar, sehingga tarif PPN bisa dinaikkan.
DPP PPN 1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
DPP PPN 2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
DPP PPN 3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang -undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak. Nilai Impor adalah CIF (Cost, Insurance, and Freght) + Bea Masuk. 4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
DPP PPN 5. Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 75/PMK. 03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai DPP dan Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK. 11/2011 tentang Nilai Lain Sebagai DPP Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean Berupa Film Cerita Impor Dan
KEWAJIBAN PKP �Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. �Memungut pajak yang terhutang. �Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. �Melaporkan penghitungan pajak.
MEKANISME PENGKREDITAN PPN �PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak. �Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. �Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. �Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai
MEKANISME PENGKREDITAN PPN • Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. �Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
MEKANISME PENGKREDITAN PPN �Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. �Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak
MEKANISME PENGKREDITAN PPN sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. �Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang
CONTOH 1. PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak (BKP) dengan Harga Jual Rp 25. 000, 00 Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp 25. 000, 00 = Rp 2. 500. 000, 00 PPN sebesar Rp 2. 500. 000, 00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang didapat oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
CONTOH � 3. Bapak andre saputra simanjuntak mempunyai perusahaan yang memproduksi bahan alkohol , dia melakukan penjualan sebesar Rp. 120. 000, - dengan PPN sebesar 15% � Perhitungan : � = Rp. 120. 000, - x 15% � = Rp. 18. 000, � Jadi pajak PPN yang dipungut oleh perusahaan bapak andre adalah Rp. 18. 000, -
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn. BM) PPn. BM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP yang tergolong mewah didalam daerah pabean.
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn. BM) �OBJEK PPn. BM 1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya 2. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah � DPP PPn. BM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
BKP yang tergolong mewah adalah : �Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; �Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; �Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi atau apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral serta mengganggu ketertiban masyarakat.
PENETAPAN TARIF �Tarif PPn. BM dibedakan menjadi beberapa kelompok tarif yaitu tarif terendah sebesar 10% dan tarif tertinggi sebesar 200%. Perbedaan tersebut didasarkan pada pengelompokkan BKP yang tergolong mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga PPn. BM. �Tarif PPn. BM ditetapkan sebesar 0% atas ekspor BKP yang tergolong mewah, karena diekspor atau dikonsumsi di luar daerah Pabean
Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPn. BM �PPN dan PPn. BM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. �PPN dan PPn. BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
LANJUTAN. . � PPN/PPn. BM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor. � PPN/PPn. BM yang pemungutannya dilakukan oleh: �Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. � Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPn. BM atas Impor, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan PPN pajak.
SAAT TERUTANG PAJAK � Penyerahan BKP atau JKP � Impor BKP � Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean � Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean � Ekspor BKP Berwujud � Ekspor BKP Tidak Berwujud � Ekspor JKP � Pembayaran, pembayaran diterima sebelum penyerahan JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean.
TEMPAT TERUTANG PAJAK Untuk Penyerahan BKP/JKP : a. Tempat tinggal b. Tempat kedudukan c. Tempat kegiatan usaha � Untuk impor, terutanngya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dipungut melalui direktorat Jenderal Bea Cukai. � Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean , di didalam Daerah Pabean terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha. � Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, di tempat bangunan tersebut didirikan. � Tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Saat dan Tempat Terhutang PPN �Saat terutangnya PPN atas kegiatan membangun sendiri terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. �Tempat PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50. 000, 00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPn. BM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPN dan PPn. BM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah: a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50. 000, 00 b. PPN = 10% x. Rp. 50. 000, 00 = Rp. 5. 000, 00 c. PPn BM = 20% x Rp. 50. 000, 00 = Rp. 10. 000, 00
Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPn. BM dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPn. BM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPn. BM sebesar Rp. 10. 000, 00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp. 150. 000, 00 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah : a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150. 000, 00 b. PPN = 10% x Rp. 150. 000, 00=Rp. 15. 000, 00 c. PPn BM = 35% x Rp. 150. 000, 00 = Rp. 52. 500. 000, 00 PPN sebesar Rp. 5. 000, 00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp. 15. 000, 00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPn. BM sebesar Rp. 10. 000, 00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPn. BM sebesar Rp. 52. 500. 000, 00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”
Terima Kasih
- Slides: 34