POPULASI SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING Abdul Aziz Setiawan
POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING Abdul Aziz Setiawan 1 SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG 2020
MATERI BAHASAN: 1. Pengertian Populasi 2. Sampel 3. Teknik Sampling 4. Jenis-jenis Teknik Sampling - Random Sampling - Non Random Sampling 5. Penetapan Jumlah Sampel 6. Ukuran Sampel 2
PENGERTIAN Populasi Jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan-satuan tersebut dinamakan unit analisis, dan dapat berupa orang-orang, institusi-institusi, benda, dll. Totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai semua objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti. Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat dikenakan pada populasi, adalah sampel yang bersifat representatif atau yang dapat menggambarkan karakteristik populasi. 3
1. TEKNIK SAMPLING Pengertian teknik sampling Teknik pengambilan sample atau teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi. Sampel yang merupakan sebagaian dari populasi tsb. kemudian diteliti dan hasil penelitian (kesimpulan) kemudian dikenakan pada populasi (generalisasi). 4
2) Manfaat sampling ❖ Menghemat biaya penelitian. ❖ Menghemat waktu untuk penelitian. ❖ Dapat menghasilkan data yang lebih akurat. ❖ Memperluas ruang lingkup penelitian. 3) Syarat-syarat teknik sampling Teknik sampling boleh dilakukan bila populasi bersifat homogen atau memiliki karakteristik yang sama atau setidak-tidaknya hampir sama. Bila keadaan populasi bersifat heterogen, sampel yang dihasilkannya dapat bersifat tidak representatif atau tidak dapat menggambarkan karakteristik populasi. 5
6
D. JENIS-JENIS TEKNIK SAMPLING a. Random sampling Teknik sampling yang dilakukan dengan memberikan peluang atau kesempatan kepada seluruh anggota populasi untuk menjadi sampel. Sampel yang diperoleh diharapkan merupakan sampel yang representatif. Teknik sampling semacam ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut. 7
CARA-CARA RANDOM SAMPLING 1) Teknik sampling secara rambang sederhana Paling populer yang dipakai dalam proses penarikan sampel rambang sederhana adalah dengan undian. Setiap elemen dalam populasi mempunyai kesempatan sama untuk diseleksi sebagai subyek dalam sampel. Penting, peneliti harus mengetahui jumlah responden yang ada dalam populasi penelitian. Sampling ini memiliki bias terkecil dan generalisasi 8
CARA-CARA RANDOM SAMPLING 1) Teknik sampling secara rambang sederhana Syarat yang harus dipenuhi untuk rambang sederhana adalah: a. Ukuran populasi harus terhingga, populasi yang bersifat konseptual atau teoretis dapat dikategorikan pada populasi tak terhingga. b. Anggota populasi harus homogen, anggota populasi yang mempunyai karakteristik yang dianggap sama atau pada umumnya sama (homogen) samplingnya dapat dilakukan dengan sampling acak. Populasi yang anggotanya mempunyai karakteristik berbeda-beda sampelnya tidak dapat diambil dengan cara sampling acak. c. Cara lain mengambil sampel secara acak ialah dengan menggunakan tabel bilangan acak. 9
CARA-CARA RANDOM SAMPLING 2) Teknik sampling secara sistematis sampling) (systematic Prosedur ini berupa penarikan sample dengan cara mengambil setiap kasus (nomor urut) yang kesekian dari daftar populasi. Setiap elemen populasi dipilih dengan suatu jarak interval (tiap ke n elemen) dan dimulai secara random dan selanjutnya dipilih sampelnya pada setiap jarak interval tertentu. Jarak interval misalnya ditentukan angka pembagi 5, 6 atau 10. Atau dapat menggunakan dasar urutan abjad. Syarat yang perlu diperhatikan oleh peneliti adalah adanya daftar semua anggota populasi Sampling ini bisa dilakukan dengan cepat dan menghemat biaya, tapi bisa menimbulkan bias 10
Cara Pengambilan Sampel ➢ Suatu populasi yang mempunyai anggota 500 individu, akan diambil sampelnya sebanyak 50 individu, Peneliti memberi nomor urut pada setiap anggota populasi dengan urutan nomor 1, 2, 3, …. . , 500. ➢ Dibuat interval pada nomor-nomor anggota populasi misalnya dengan interval 10 angka, sehingga diperoleh 50 kelompok bilangan (kelas interval). ➢ Setiap kelas interval secara acak ditetapkan bilangan mana akan diambil anggotanya untuk dijadikan sampel yang mewakili interval tersebut. ➢ Misalnya ditetapkan 7 sebagai nomor yang mewakili kelas interval pertama ( 1 s. d. 10), maka selanjutnya akan didapati 17 untuk mewakili kelas interval kedua (11 s. d. 20). ➢ Selanjutnya 27 mewakili kelas interval ketiga, dan seterusnya, sampai 497 untuk mewakili kelas interval terakhir atau kelima puluh (491 s. d. 500). ➢ Dengan demikian diperoleh jumlah sampel sebanyak 50. 11
Cara-cara random sampling (lanjutan) 3) Teknik sampling secara rambang proporsional. Jika populasi terdiri dari subpopulasi- subpopulasi maka sample penelitian diambil dari setiap subpopulasi. Adapun cara pengambilannya dapat dilakukan secara undian maupun sistematis. 12
Cara-cara random sampling (lanjutan) 4) Teknik sampling secara rambang bertingkat (stratified sampling) Bila subpopulasi-subpopulasi sifatnya bertingkat, cara pengambilan sampel sama seperti pada teknik sampling secara proporsional. Digunakan untuk mengurangi pengaruh faktor heterogen dan melakukan pembagian elemen-elemen populasi ke dalam strata. Selanjutnya dari masing-masing strata dipilih sampelnya secara random sesuai proporsinya. Sampling ini banyak digunakan untuk mempelajari karakteristik yang berbeda, misalnya, di sekolah ada kls I, kls II, dan kls III. Atau responden dapat dibedakan menurut jenis kelamin; laki-laki dan perempuan, dll. Keadaan populasi yang heterogen tidak akan terwakili, bila menggunakan teknik random. Karena hasilnya mungkin satu kelompok terlalu banyak yang terpilih menjadi sampel. 13
Cara pengambilan sampel Ø Ø Ø Pertama mengidentifikasi karakteristik umum anggota populasi, kemudian menentukan strata atau lapisan dari jenis karakteristik unit-unit tersebut. Setelah ditentukan stratanya, baru dari masing-masing strata diambil sampel yang mewakilinya. Pengambilan sampel tahap kedua ini, biasanya dilakukan dengan cara acak, karenanya disebut stratified random sampling. Agar perimbangan sampel dari masing-masing strata memadai, maka dalam teknik ini sering pula dilakukan perimbangan antara jumlah anggota populasi berdasarkan masing-masing strata. Apabila sampling memperhatikan daerah (sampling area) maka dalam hal ini setiap wilayah harus pulaterwakili dalam sampel. 14
15
Cara-cara random sampling (lanjutan) 5) Teknik sampling secara kluster (cluster sampling) �Ada kalanya peneliti tidak tahu persis karakteristik populasi yang ingin dijadikan subjek penelitian karena populasi tersebar di wilayah yang amat luas. Untuk itu peneliti hanya dapat menentukan sampel wilayah, berupa kelompok klaster yang ditentukan secara bertahap. Teknik pengambilan sampel semacam ini disebut cluster sampling atau multi-stage sampling. 16
Cara-cara random sampling(lanjutan) 5) Teknik sampling secara kluster (cluster sampling) Ø Elemen-elemen dalam populasi dibagi ke dalam cluster atau kelompok, jika ada beberapa kelompok dengan heterogenitas dalam kelompoknya dan homogenitas antar kelompok. Teknik cluster sering digunakan oleh para peneliti di lapangan yang mungkin wilayahnya luas. Ø Sampling ini mudah dan murah, tapi tidak efisien dalam hal ketepatan serta tidak umum 17
b. Non-random sampling 1) Purposive sampling atau judgmental sampling ➢ Penarikan sampel secara purposif merupakan cara penarikan sample yang dilakukan memiih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. ➢Pelaksanaan pengambilan sampel yang menggunakan teknik ini, mula peneliti harus mengidentifikasi semua karakteristik populasi, maupun dengan cara lain dalam mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan populasi. ➢Setelah itu barulah peneliti menetapkan berdasarkan pertimbangannya, sebagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian. ➢Jadi teknik pengambilan sampel dengan pupossive sampling berdasarkan pada pertimbangan pribadi peneliti. 18
b. Nonrandom sampling 2) Snow-ball sampling (penarikan sample secara bola salju) Ø Proses pengambilan sample dengan cara sambung menyambung informasi dari unit satu dengan unit lain sehingga menjadi satu kesatuan unit yang banyak. Ø Penarikan sample pola ini dilakukan dengan menentukan sample pertama. Sampel berikutnya ditentukan berdasarkan informasi dari sampel pertama, sampel ketiga ditentukan berdasarkan informasi dari sample kedua, dan seterusnya sehingga jumlah sample semakin besar, seolah-olah terjadi efek bola salju 19
b. Nonrandom sampling 3) Quota sampling (penarikan sample secara jatah). Ø Teknik sampling ini dilakukan dengan cara pertama-tama menetapkan berapa besarnya jumlah sampel yang diperlukan. Ø Biasanya yang dijadikan sample penelitian adalah subjek yang mudah ditemui sehingga memudahkan pula proses pengumpulan data. Ø Kemudian menetapkan banyaknya jatah atau quotum, maka jatah atau quotum itulah yang dijadikan dasar untuk mengambil unit sampel yang diperlukan. Ø Anggota populasi manapun yang akan diambil, tidak menjadi masalah, yang penting jumlah quotum yang sudah ditetapkan dapat dipenuhi. 20
b. Nonrandom sampling 4) Accidental sampling atau convenience sampling Ø Metode yang proses pengambilan sampelnya cukup dengan mengambil siapa saja yang kebetulan ditemui oleh observer di lapangan sesuai kebutuhan studi. Ø Dalam penelitian bisa saja terjadi diperolehnya sampel yang tidak direncanakan terlebih dahulu, melainkan secara kebetulan, yaitu unit atau subjek tersedia bagi peneliti saat pengumpulan data dilakukan 21
PENETAPAN JUMLAH SAMPEL Ø Berapakah besar jumlah yang dinyatakan memenuhi syarat untuk penelitian ? Ø Apa saja yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan jumlah sampel ? 22
PENETAPAN JUMLAH SAMPEL Ada beberapa pertimbangan untuk penetapan jumlah sampel : 1. Sejauh mana homogenitas populasi. Jika populasi 100 persen homogen besar sampel tak jadi persolan (misal menen-tukan golongan darah). Namun jika populasi kurang homogen besar jumlah sampel harus dipertimbangkan. 2. Apakah sampel memenuhi jumlah mini-mum untuk analisis statistik (untuk penelitian kuantitatif analitik) 23
Ukuran Sampel Kuantitatif : dapat ditaksir dengan akurat, berdasar analisis yang akan dilakukan, presisi estimasi yang diinginkan, kesalahan random yang masih bisa ditoleransi, kuasa statistik yang diharapkan Kualitatif : �Ukuran sampel cukup besar jika peneliti telah puas bahwa data yang diperoleh cukup kaya dan cukup meliput dimensi yang diteliti. �Umumnya sekitar 40 responden, jarang >200 24
SAMPLE SIZE / BESAR SAMPEL Tergantung pada : Pertimbangan representative Adanya sumber-sumber yang dapat digunakan untuk menentukan batas maksimal dari besarnya sampel. Pertimbangan analisis Kebutuhan rencana analisis yang menentukan batas minimal besar sampel. 25
Variabel-variabel yang akan menentukan jumlah sampel �Tingkat kemaknaan statistik (a) �Kuasa statistik (1 -ß) �Besarnya pengaruh variabel terhadap efek �Proporsi efek pada populasi tak terpapar (kohort) �Proporsi paparan pada populasi normal (kasus kontrol) �Perbandingan ukuran sampel antar kelompok studi yang dikehendaki 26
Peneliti menentukan a dan ß berdasar pertimbangan resiko yang masih dapat diterima dari penelitian (0. 05, 0. 01, 0. 001 dst) Besarnya pengaruh variabel bebas terhadap efek ditetapkan oleh peneliti berdasar hasil penelitian sebelumnya 27
28
29
PENENTUAN BESARNYA SAMPEL (SAMPLE SIZE) Penetapan jumlah sampel tergantung pada: 1. Adanya sumber data yang dapat digunakan untuk menetapkan batas maksimal dari besarnya sample 2. Kebutuhan dari rencana analisis yang menentukan batas minimal dari besarnya sampel: a. Angka perkiraan dari proporsi yang mau diukur (misal: penelitianpenyakit jantung koroner ditetapkan 50%) b. Tetapkan tingkat kepercayaan (misal: 5%, atau 1%) c. Tetapkan derajat kepercayaan (Confidence levels) misal: 95%, atau 99%. 3. Hitung jumlah/besar sampel 30
31
Contoh: Penelitian tentang status gizi anak balita di kelurahan X N=923. 000, prevalensi gizi kurang tidak diketahui. Tentukan besar sampel (n) yang harus diambil bila dikehendaki derajat kemaknaan(1 - a =95% dengan estimasi penyimpangan(a=0, 05) �Bila dimasukan ke dalam formula di atas diperoleh besarnya sampel n = 480 32
33
34
35
36
37
Beberapa contoh menentukan sample size Hair et al (1998) Rasio antara jumlah subjek dan jumlah variabel independen dalam analisis multivariat dianjurkan sekitar 15 sampai 20 subjek per variabel independen Pada penelitian dengan teknik analisis regresi multivariat 38
Menentukan Ukuran Sampel Tabel Krecjie Ø Berdasarkan atas kesalahan 5%, atau kepercayaan 95% Ø Makin besar populasi, makin kecil persentase sampel Ø Jumlah populasi sampai 100. 000 Nomogram Harry King Ø Berdasarkan atas kesalahan bervariasi 5% s/d 15% Ø Jumlah populasi hanya sampai 2000 Ø Semakin besar kesalahan maka makin kecil jumlah sampel 39
40
41
Menentukan Jumlah Subjek Eksperimental (Pra. Klinis) Rumus Federer adalah rumus jumlah subjek untuk penelitian eksperimental. 42
Menentukan Jumlah Subjek Eksperimental Contoh penggunaan Rumus Federer Sebagai contoh, jika penelitian terdiri dari lima kelompok perlakukan, maka jumlah subjek per kelompok dihitung dengan proses berikut. (n - 1) (5 - 1) ≥ 15 4 n – 4 ≥ 15 4 n ≥ 19 n ≥ 4, 75 43
Laurence & Bacharach, 1964 44
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS) UJI KLINIK FASE I Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manusia. Hal yang diteliti di sini ialah keamanan obat, bukan efetivitasnya dan dilakukan pada sukarelawan sehat. Tujuan fase ini ialah menentukan besarnya dosis tunggal yang dapat diterima, artinya yang tidak menimbulkan efek samping serius. Dosis oral (lewat mulut) yang diberikan pertama kali pada manusia biasanya 1/50 x dosis minimal yang menimbulkan efek pada hewan. Tergantung dari data yang diperoleh pada hewan, dosis berikutnya ditingkatkan sedikit atau dengan kelipatan dua sampai diperoleh efek farmakologik atau sampai timbul efek yang tidak diinginkan. 45
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS) UJI KLINIK FASE I Uji klinik fase I ini dilaksanakan secara terbuka, artinya tanpa pembanding dan tidak tersamar, pada sejumlah kecil subjek dengan pengamatan intensif oleh orang-orang ahli dibidangnya, dan dikerjakan di tempat yang sarananya cukup lengkap. Total jumlah subjek pada fase ini bervariasi antara 20 -50 orang. 46
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS) UJI KLINIK FASE II Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada sekelompok kecil penderita yang kelak akan diobati dengan calon obat. Tujuannya ialah melihat apakah efek farmakologik yang tampak pada fase I berguna atau tidak untuk pengobatan. Fase II ini dilaksanakan oleh orang yang ahli dalam masing-masing bidang yang terlibat. Mereka harus ikut berperan dalam membuat protokol penelitian yang harus dinilai terlebih dulu oleh panitia kode etik lokal. Protokol penelitian harus diikuti dengan ketat, seleksi penderita harus cermat, dan setiap penderita harus dimonitor dengan intensif. 47
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS) UJI KLINIK FASE II Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara terbuka karena masih merupakan penelitian eksploratif. Pada tahap ini biasanya belum dapat diambil kesimpulan yang definitif mengenai efek obat yang bersangkutan karena terdapat berbagai factor yang mempengaruhi hasil pengobatan, misalnya perjalanan klinik penyakit, keparahannya, efek placebo dan lain. (2) Untuk membuktikan bahwa suatu obat berkhasiat, perlu dilakukan uji klinik komparatif yang membandingkannya dengan placebo, atau bila penggunaan plasebo tidak memenuhi syarat etik, obat dibandingkan dengan obat standard yang telah dikenal. 48
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS) UJI KLINIK FASE II Ini dilakukan pada akhir fase II atau awal fase III, tergantung dari siapa yang melakukan, seleksi penderita, dan monitoring penderitanya. Untuk menjamin validitas uji klinik komparatif ini, alokasi penderita harus acak dan pemberian obat dilakukan secara tersamar ganda. Ini disebut uji klinik acak tersamar ganda berpembanding. (2) Pada fase II ini tercakup juga penelitian dosis-efek untuk menentukan dosis optimal yang akan digunakan selanjutnya, serta penelitian lebih lanjut mengenai eliminasi obat, terutama metabolismenya. Jumlah subjek yang mendapat obat baru pada fase ini antara 100 -200 penderita. 49
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS) UJI KLINIK FASE III Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat-baru benar -benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II) dan untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat standar. Penelitian ini sekaligus akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang (1) efeknya bila digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter yang „kurang ahli‟; (2) efek samping lain yang belum terlihat pada fase II; (3) dan dampak penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi secara ketat. (2) Uji klinik fase III dilakukan pada sejumlah besar penderita yang tidak terseleksi ketat dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terlalu ahli, sehingga menyerupai keadaan sebenarnya dalam penggunaan sehari-hari di masyarakat. 50
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS) UJI KLINIK FASE III Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan dilakukan dengan plasebo, obat yang sama tapi dosis berbeda, obat standard dengan dosis ekuiefektif, atau obat lain yang indikasinya sama dengan dosis yang ekuiefektif. Pengujian dilakukan secara acak dan tersamar ganda. (1, 4) Bila hasil uji klinik fase III menunjukkan bahwa obat baru ini cukup aman dan efektif, maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah penderita yang diikut sertakan pada fase III ini paling sedikit 500 orang. 51
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS) UJI KLINIK FASE IV Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena merupakan pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya. Survei ini tidak terikat pada protokol penelitian; tidak ada ketentuan tentang pemilihan penderita, besarnya dosis, dan lamanya pemberian obat. Pada fase ini kepatuhan penderita makan obat merupakan masalah. (1, 2) Penelitian fase IV merupakan survei epidemiologi menyangkut efek samping maupun efektifitas obat. 52
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS) UJI KLINIK FASE IV Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek samping yang frekuensinya rendah atau yang timbul setelah pemakaian obat bertahun-tahun lamanya, (2) efektifitas obat pada penderita berpenyakit berat atau berpenyakit ganda, penderita anak atau usia lanjut, atau setelah penggunaan berulangkali dalam jangka panjang, dan (3) masalah penggunaan berlebihan, penyalahgunaan, dan lain. Studi fase IV dapat juga berupa uji klinik jangka panjang dalam skala besar untuk menentukan efek obat terhadap morbiditas dan mortalitas sehingga datanya menentukan status obat yang bersangkutan dalam terapi. 53
KOMPONEN UJI KLINIK Bukti ilmiah adanya kemanfaatan klinik suatu obat tidak saja didasarkan pada hasil yang diperoleh dari uji klinik, tetapi juga perlu mengingat faktor - faktor lain yang secara objektif dapat mempengaruhi pelaksanaan suatu uji klinik. Idealnya, suatu uji klinik hendaknya mencakup beberapa komponen berikut : 1. Seleksi/pemilihan subjek 2. Rancangan 3. Perlakuan pengobatan yang diteliti dan pembandingnya 4. Pengacakan perlakuan 5. Besar sampel 6. Penyamaran (blinding) 7. Penilaian respons 8. Analisis data 9. Protokol uji klinik 10. Etika uji klinik 54
- Slides: 54