PESAN VERBAL MK Komunikasi dan Perilaku Manusia Nathaniel
PESAN VERBAL MK Komunikasi dan Perilaku Manusia Nathaniel Antonio Parulian, S. Psi, M. I. Kom
Produksi Pesan Memproduksi pesan sama mendasarnya dengan menerima pesan. Dalam kenyataannya, setiap aspek perilaku kita seperti bahasa, nada suara, penampilan, sorot mata, tindakan, bahkan penggunaan ruang dan waktu adalah sumber informasi yang potensial. Sumber informasi tersebut dapat dipilih, diperhatikan, diinterpretasikan, diingat dan ditindaklanjuti oleh orang lain.
Sebuah Ilustrasi (1) Sebagai cara untuk memperkenalkan contoh dalam memproduksi sebuah pesan, seperti situasi dalam wawancara kerja. Sebelum sampai ke tahap wawancara kerja, diawali dengan pengumpulan informasi, penyusunan deskripsi pekerjaan dan iklan lowongan kerja. Setelah penyaringan terhadap sejumlah lamaran, didapatkan daftar nama kandidat yang akan diwawancarai. Tujuan dari sesi wawancara kerja adalah untuk menciptakan kesan yang positif dan realistis untuk organisasi & pekerjaan itu sendiri. Selain itu, untuk evaluasi kesesuaian kandidat dengan posisi kerja yang ditawarkan.
Sebuah Ilustrasi (2) Pertanyaan yang diajukan bersumber dari panduan wawancara kerja, yang sudah dirancang untuk mendapatkan informasi tentang kualifikasi teknis kandidat. Juga untuk mengetahui bagaimana kesiapan dan mengukur tingkat kepercayaan diri kandidat, tentang bagaimana mereka menghadapi & memecahkan masalah, hubungan interpersonal dengan orang lain, dan hubungan intrapersonal dengan diri mereka sendiri.
Pembuatan & Pemaknaan Pesan (1) Setiap individu berpartisipasi dalam menyediakan informasi dan dalam membangun jenis-jenis kesan tertentu. Individu yang terlibat memiliki tujuan tertentu dalam benaknya. Individu tersebut berkomunikasi dengan cara yang dirancang untuk mencapai tujuannya. Proses ini dinamakan encoding, atau proses mengubah ide menjadi pesan. Pesan-pesan yang menimbulkan makna bagi orang lain adalah secara sengaja disandikan.
Pembuatan & Pemaknaan Pesan (2) Selaku penyandi, adalah bahwa individu-individu kepada siapa pesan kita sampaikan akan melakukan decode atau menerjemahkan menjadi ide. Hasilnya kurang lebih sama dengan yang kita niatkan. Dalam situasi seperti wawancara kerja, para kandidat memiliki gagasan yang jelas tentang makna yang mereka ingin sampaikan melalui pesan-pesan. Para kandidat cenderung untuk menyampaikan informasi yang tidak diniatkan.
Pembuatan & Pemaknaan Pesan (3) Kejadian tersebut tidak ada hubungannya dengan seberapa baik kita sudah berencana atau berlatih. Seperti sebuah ucapan yang tidak pantas, menghindar dalam menjawab pertanyaan, suara gemetar, perubahan topik secara mendadak, kesalahan dalam pemilihan kata, frase buruk, kurang kontak mata, atau alis berkeringat – dapat dengan mudah menghasilkan dampak pesan yang tak diinginkan, bersama dampak pesan yang kita encode secara sengaja.
Model yang Berpusat pada Proses vs Model yang Berpusat pada Makna (1) Model utama komunikasi menekankan proses komunikasi. Model ini menekankan perhatian kepada saluran, pengirim, penerima, gangguan dan umpan balik. Dalam menyampaikan pesan verbal, fokusnya terdapat pada mengirim dan menerima pesan. Model ini memungkinkan kita untuk memeriksa bagaimana pesan bisa hilang atau terganggu dalam proses komunikasi. Serta bagaimana penerima dapat melewatkan pesan yang dikirim.
Model yang Berpusat pada Proses vs Model yang Berpusat pada Makna (2) Sebagai contoh: frase label “merah bata” dapat digunakan oleh seseorang yang tertarik pada dunia fashion. Tetapi seseorang yang lain mungkin tertarik pada dunia fashion, tetapi tidak memberikan tanda khusus untuk warna merah, atau ada seseorang yang tidak peduli dengan jenis perbedaan warna. Ada pandangan lain, yang fokus kepada proses komunikasi sebagai usaha membangkitkan makna. Bergantung kepada konsep-konsep: tanda, kode (suatu sistem kemana tanda-tanda diorganisasi) dan makna.
Model yang Berpusat pada Proses vs Model yang Berpusat pada Makna (3) Dalam pandangan ini, pesan-pesan dikonstruksi menggunakan tanda-tanda yang menghasilkan makna dalam interaksi dengan penerima. Pandangan yang berpusat pada makna menekankan pada arti.
Hakikat Bahasa (1) Pesan verbal menggunakan bahasa alfanumerik yang tercatat sebagai salah satu prestasi manusia yang paling memberikan kesan. Ada lebih dari 10. 000 jenis bahasa yang digunakan saat ini dengan dialek dan keunikan yang berbeda-beda. Perbedaan itu terdapat pada letak huruf vokal & konsonan. Namun, ada sejumlah bahasa yang memiliki persamaan dalam arti kata dan letak subjek dan objek dalam satu kalimat deklaratif.
Hakikat Bahasa (2) Dari jumlah bahasa yang ada, umumnya memiliki pola yang dapat diidentifikasi dan menetapkan aturan: › Fonologi – cara suara digabungkan untuk membentuk kata-kata. › Sintaksis – cara kata-kata digabungkan menjadi kalimat. › Semantik – arti kata-kata atas dasar hubungan mereka satu dengan yang lain dan dengan unsur-unsur lingkungan. › Pragmatik – cara dimana bahasa digunakan dalam praktik.
Faktor Fisiologis (1) Beberapa kesamaan umum diantara bahasa, merupakan hasil kesepakatan-kesepakatan dari zaman nenek moyang. Kesamaan terbanyak, terdapat pada kapasitas fisik dan mental manusia. Seperti getaran yang dihasilkan yang menghasilkan suara atau voicing. Suara dikombinasikan untuk membentuk kata-kata & kata-kata membentuk frasa dan kalimat.
Faktor Kognitif (1) Jika fisiologi manusia hanya menjelaskan sebagian cara kerja proses komunikasi, lain halnya dengan kognisi manusia. Pengendali mekanisme kognisi adalah otak dan sistem saraf yang memungkinkan setiap individu untuk merasakan, memahami, berhubungan dengan lingkungan dan sesama. Temuan dari penelitian neurofisiologis telah menunjuk pentingnya daerah-daerah tertentu dari otak untuk fungsi linguistik. Jika terdapat kerusakan pada area Broca, maka akan mengganggu produksi pidato dan keutuhan pemahaman. Sedangkan kerusakan pada area Wernicke, dapat mengganggu semua aspek penggunaan bahasa.
Penguasaan Bahasa (1) Struktur dasar bahasa adalah bawaan manusia & penguasaan bahasa sebagai bagian dari perkembangan umum individu. Kompetensi linguistik adalah penting untuk interaksi antara individu dengan lingkungannya. Jadi, jika tidak ada kesempatan untuk berbicara dengan orang lain, maka tidak ada kemampuan bahasa yang berkembang. Dua perspektif utama mengenai pengembangan bahasa: pendekatan psikolinguistik dan pendekatan sosiolinguistik.
Penguasaan Bahasa (2) Pendekatan psikolinguistik, Pendekatan sosiolinguistik, Tuturan awal, terdiri dari kata- perkembangan bahasa terjadi kata bawaan atau protowords ketika anak mengalami (pratanda kata-kata) dan kata- kebutuhan berkomunikasi. kata itu sendiri. Bahasa dipelajari melalui Didasarkan atas pemahaman interaksi sosial dan merupakan pribadi anak-anak tentang dunia. sarana untuk mengakomodasi Bahasa adalah sarana untuk tuntutan kehidupan sosial. menyampaikan makna yang telah mereka pelajari.
Penguasaan Bahasa (3) Studi terhadap kehidupan bayi pada beberapa bulan pertama, menunjukkan bahwa penguasaan bahasa dimulai dengan ‘tawa’ dihadapan anggota keluarga & orang lain yang dikenalnya. Pada usia 6 -9 bulan ‘tawa’ diganti oleh ocehan suara. Usia 18 bulan, kebanyakan anak dapat membentuk kata sederhana – dada, papa, mama dan nana. Pola ucapan dari orang sekeliling amat penting pada tahapan ini. Dalam kehidupan sehari-hari, ucapan dari mereka yang merawat & berbicara kepada anak-anak biasanya akan disederhanakan, pola intonasinya dilebih-lebihkan, kalimatnya dipermudah. Fenomena seperti ini dinamakan child-directed-speech.
Penguasaan Bahasa (4) Selama tahapan paling awal dari perkembangan bahasa ini, anak-anak menggunakan kata-kata tunggal untuk menamai, membuat pertanyaan & pernyataan. Mereka mampu menerangkan orang yang dianggap penting. Misalnya: “Mama!” (sebagai kata ganti “aku mencarimu. . ” atau “dimanakah engkau? ) Dalam menjelang usia 2 tahun anak-anak, memiliki kemampuan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan makna: › Nomination – memberi nama atau sebutan. › Recurrence – menyatakan sesuatu yang berulang. › Denial – menolak gagasan. › Nonexixtence – mengenali ketidakhadiran sesuatu atau seseorang. › Rejection – menolak melakukan kegiatan atau menolak kehadiran sesuatu dan seseorang
Penguasaan Bahasa (5) › Location – menjelaskan hubungan posisi antara dua benda. › Possesion – mengasosiasikan sebuah benda terhadap sesuatu atau seseorang. › Attribution – menghubungkan satu objek ke objek lain. › Experience + experiencer – hidup yang dipengaruhi oleh peristiwa. › Action + actor – hidup yang menerima perlakuan dari orang lain. › Action + object – objek yang dipengaruhi oleh kegiatan atau tindakan. Ketika anak mencapai usia 2 tahun, ia mulai membentuk kalimat dua kata dan merangkai pemilik & benda yang dimilikinya – sepatu ibu, merangkai pelaku dan tindakannya – kucing tidur atau tindakan dan objeknya – minum susu.
Penguasaan Bahasa (6) Meskipun kosakata anak tumbuh, kata-kata yang digunakan diutamakan untuk menunjuk benda atau tindakan tertentu atau khusus. Misalnya: “mobil” dapat dimengerti oleh kita sebagai “cara pergi untuk pergi kesuatu tempat” atau “kotak musik” dapat dimengerti sebagai sesuatu yang memainkan musik. Kosakata anak dan membentuk kalimat meningkat secara cepat. Sebelum menginjak usia 3 tahun, umumnya mereka mampu untuk menggunakan tiga ratus hingga empat ratus kosakata untuk membentuk kalimat yang terdiri dari tiga, empat atau lebih kata.
Penguasaan Bahasa (7) Seiring pertumbuhan usia, kemampuan fonetik, sintaksis, semantik & pragmatik yang dimiliki anak juga meningkat. Kata-kata yang digunakan meningkat kepada cara yang lebih abstrak. Sebagai contoh: kata “anjing”. Bagi seorang bayi, kata “anjing” akan bermakna sebagai kepunyaan “anjing saya bernama brownies” Bagi seorang anak, kata “anjing” akan bermakna sebagai kepunyaannya & kepunyaan orang lain “anjing saya bernama brownies & anjing dia bernama bruno” Sementara itu, bagi seorang anak, kata “anjing” akan memiliki makna sebagai “anjing” atau “hewan peliharaan” atau “hewan berkaki empat”.
Penguasaan Bahasa (8) Jadi, penggunaan kata dan kalimat merujuk kepada hal-hal yang dekat dan nyata. Secara bertahap akan berkembang dengan kemampuan untuk merujuk kepada gagasan dan benda abstrak yang jauh. Anak/individu akan mengembangkan keterampilan berbahasa dengan mengaitkan kata dengan kata, kata dengan kejadian dilingkungan sekitar, dan dengan lingkungan yang lebih jauh & asing. Sementara untuk orang dewasa, makna kata apapun adalah abstraksi berdasarkan pengalaman seumur hidupnya.
Penguasaan Bahasa (9) Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan alat yang sangat kuat. Penggunaan bahasa tidak hanya dalam bentuk vokal, tetapi dalam bentuk tulisan, tidak hanya kalimat tunggal, tetapi dalam dokumen yang panjang, tidak hanya tatap muka tetapi juga dalam situasi yang melibatkan teknologi komunikasi. Sehingga, kita dapat mengelompokkan penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari menjadi tiga bagian: › Representasi. › Percakapan. › Komunikasi Sosial dan Politik.
Representasi (1) Bahasa memungkinkan kita untuk memberi nama dan secara simbolis mewakili bermacam unsur didunia. Ferdinand de Saussure hubungan antara kata (“penanda”) dan objek yang diwakilinya (“petanda”) adalah arbitrary atau sewenang. Artinya, tidak ada hubungan instrinsik antara “objek” dan “tanda-tanda” yang kita gunakan untuk merepresentasikan sesuatu. Kecuali ada beberapa kata yang dibentuk dengan menirukan bunyi aslinya (onomatope) seperti “wusss” (suara angin) dan “teng” (suara bel).
Representasi (2) Beberapa pemberian nama mengacu pada sesuatu yang nyata & berwujud, seperti teman, guru, buku, membaca dan menulis. Bahasa juga menyediakan sarana mewakili konsep abstrak seperti persahabatan, belajar, cinta, pengetahuan, dan kebebasan. Melalui bahasa, kita dapat memanipulasi simbol dalam pemikiran kita sehingga kita mampu membuat, menguji, dan menyempurnakan teori dan pemahaman kita tentang dunia. Kata-kata dan konsep yang kita miliki memungkinkan untuk mampu mewakili pengalaman dan membimbing kita menuju cara-cara tertentu memahami realitas.
Representasi (3) Pola penggunaan bahasa representasi adalah lebih dari sekedar cara berbicara, tetapi menyiratkan dan mendorong cara berpikir. Contoh: representasi akan mendorong kita untuk memperhatikan segala hal dalam satu istilah – jika “ini” menyebabkan “itu”. Hipotesis Sapir-Whorf bahasa adalah tidak hanya sebagai alat reproduksi untuk menyuarakan ide-ide, melainkan sebagai sarana pembentuk ide. Misalnya: penamaan pada warna – biru dan hijau. Jika seseorang berbicara dengan bahasa yang sama, maka akan tertuju pada label ini. Kemampuan seseorang mengingat warna tertentu berkorelasi dengan kekuatan kode dari sebuah kata untuk warna dalam bahasa si pembicara.
Representasi (4) Meskipun sistem bahasa yang tersedia bagi kita memiliki dampak yang besar kepada persepsi kita, kemampuan kita untuk memahami realitas eksternal tidak dikontrol sepenuhnya oleh bahasa kita. Realita yang kita hadapi memiliki dampak besar kepada bahasa dan pola yang kita kembangkan dan gunakan. Misalnya: bahasa yang digunakan oleh seorang dokter, mungkin akan sulit untuk dipahami oleh pengacara atau ahli tambang. Penggunaan bahasa adalah suatu aspek dasar & halus dari kehidupan manusia. Selama orang lain tampak menggunakan makna yang sama dengan kita, kita percaya bahwa antara “pernyataan” dan “kenyataan” adalah sama.
Representasi (5) Tetapi ada sejumlah situasi dalam kehidupan kita tentang keyakinan tanpa sikap yang kritis terhadap “realitas bahasa” dapat menyebabkan kesulitan. Contoh: harapan/pesan/nasihat agar seserorang berhenti merokok, atau menurunkan berat badan memerlukan kalimat yang lebih sulit. Contoh lain: “jatuh cinta”, tidak mungkin akan dikatakan semua kepada kita mengenai perasaannya, bagaimana ia akan bersikap, atau tentang apa yang ia pikirkan dan kepada siapa kata-kata tersebut ditujukan. “Saya terima” dua kata untuk menyetujui ikatan perkawinan. Kedua kata yang memilki nilai simbolis terhadap kedua belah pihak.
Representasi (6) Kedua kata tersebut merujuk bukan pada kata-kata tetapi pada perilaku dan ideologi keduanya. Terdapat kompleksitas untuk hasil akhir penggunaan bahasa, karena dalam kenyataannya setiap pemakaian kata-kata jarang merepresentasikan satu hal yang sama untuk dua orang yang berbeda. Makna yang kita lekatkan pada kata & frase tergantung pada pengalaman kita masing-masing makna setiap kata bersifat subjektif dan sampai batas tertentu menjadi unik bagi setiap individu. Contoh: dalam negosiasi & perdebatan tentang istilah-istilah yang digunakan dalam kontrak kerjasama.
Keterbatasan Bahasa untuk Representasi (1) Fungsi bahasa selain dipergunakan dalam banyak interaksi, tetapi bahasa juga memiliki keterbatasan dalam penggunaannya. Keterbatasan penggunaan bahas terdiri dari tiga karakteristik: › Prinsip non-identitas (A adalah bukan A). › Prinsip tidak semua (A tidak semua A). › Prinsip refleksi diri.
Keterbatasan Bahasa untuk Representasi (2) Prinsip non-identitas (A adalah bukan A) – mengingatkan kita bahwa urutan kata-kata tidak sama dengan urutan “benda” sebagai “realitas” yang menjadi rujukan kata-kata tersebut. Bahasa yang tersedia untuk membuat pemahaman tentang bahasa tersebut, bisa saja tidak berubah. Sebaliknya, ketika bahasa berubah & kenyataan yang dirujuknya tidak berubah. Sebagai contoh: adanya keterbatasan kemampuan representasi ragam bahasa dan dengan cara apa keterbatasan ini dapat diatasi.
Keterbatasan Bahasa untuk Representasi (3) Contohnya terjadi perubahan (revisi) bahasa dalam Alkitab. Ada perubahan kalimat dalam Alkitab yang terbit pada tahun 1952 dan yang terbit pada tahun 1990. Adanya perubahan bahasa, memiliki tujuan. Tujuannya, untuk membuat bahasa lebih jelas, lebih kontemporer dan lebih sensitif gender dan ras. Contoh lain dalam kehidupan sehari-hari: munculnya kata-kata baru seperti floppy/flash disk, mouse, DVD, MP 3 – kata-kata ini belum diciptakan 50 tahu yang lalu.
Keterbatasan Bahasa untuk Representasi (4) Prinsip tidak semua (A tidak semua A) – prinsip ini menegaskan bahwa “peta bukan wilayah” atau dengan kata lain, bahasa tidak dapat mewakili semua peristiwa, objek atau individu yang kita rujuk. Anatol Rapoport “seberapa baik peta yang anda buat, anda tidak dapat mewakili semua wilayah didalamnya”. Artinya, berapapun banyaknya kita berkata tentang sesuatu/peristiwa/kualitas, kita tidak dapat mengatakan semua tentang hal itu.
Keterbatasan Bahasa untuk Representasi (5) Prinsip Refleksi Diri – prinsip cerminan diri ini mengarah kepada masalah yang dapat muncul ketika kita menggunakan konsep-konsep untuk berkata tentang konsep-konsep, sehingga membuat menjadi abstrak. Adanya pergerakan secara progresif kedalam dunia kata-kata, dan meninggalkan dunia nyata. Sebagai ilustrasi, konsep “gagal” vs “sukses” Gagal dan sukses adalah sebuah label yang secara aktual memiliki sebuah eksistensi. Kita tidak bisa menjadi sukses atau gagal, hanya dilihat atau ditafsirkan sukses atau gagal oleh seseorang.
Negosiasi Makna (1) Bahasa dapat dilihat dari perspekti sosial dan interaksi. Melalui bahasa kita mampu mengkoordinasikan kegiatan kita sendiri dengan orang lain, untuk melakukan proyek bersama, membahas dan memecahkan masalah & untuk berbagi dalam mengejar kebutuhan pribadi & sosial. Bahasa menjadi sebuah alat negosiasi makna dari perspektif interaksional antar dua individu atau lebih. Bahasa juga berfungsi sebagai media untuk menyampaikan representasi kita baik secara lisan maupun tulisan, menyampaikan representasi kita untuk memproyeksikan diri dan ide-ide ke lingkungan kita.
Negosiasi Makna (2) Jadi dalam percakapan maupun diskusi secara lisan maupun tertulis, bahasa berfungsi sebagai medium bagi individu untuk: › Membuat dan mengeksternalisasi makna › Menafsirkan dan menginternalisasi makna › Menemukan dan/atau kesamaan makna › Menegosiasikan makna secara mutualistis yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Sebagai contoh, dalam diskusi mengenai “anjing” Individu A akan memikirkan tentang pudel, sementara individu B memikirkan jenis anjing pitbull. Dalam situasi yang lain individu A dan B memiliki upaya untuk saling memahami secara mutualistik pada level pembahasan yang lebih luas.
Aturan dan Ritual (1) Dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan kita bercakap-cakap dengan orang lain bukan merupakan hal yang sederhana dan mudah. Margaret Mc. Laughlin kemampuan kita untuk terlibat dalam percakapan memiliki syarat terhadap pengetahuan dengan jumlah yang luar biasa. Pengetahuan yang lebih spesifik, seperti peraturan tata bahasa, sintaksis, etiket, dsb. Sebagai contoh: dalam percakapan ditelepon – sebaiknya sebelum mengucapkan selamat tinggal ke pemanggil telepon, buatlah kesepakatan bahwa semua topik sudah selesai dibicarakan. Apa yang terjadi pada umumnya, bahwa orang biasanya jarang memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan hal itu.
Aturan dan Ritual (2) Aturan – suatu petunjuk, ketentuan atau persyaratan. Aturan memiliki sifat yang jelas (eksplisit), seperti aturan lalu lintas, aturan anggota organisasi. Aturan yang memiliki sifat yang halus (implisit), seperti norma informal dan praktik dari anggota kelompok atau organisasi. Peraturan itu menjelaskan bagaimana seseorang menjadi: “harus”, “hendaknya” dan “tidak semestinya” dalam interaksi dengan orang lain. Aturan percakapan – pada dasarnya bersifat implisit dan halus, mampu membimbing perilaku kita dalam interaksi verbal, mengupayakan kerjasama, membantu mengatur struktur dan interaksi, memberikan dasar untuk memprediksi pola komunikasi, dan membimbing kita untuk menafsirkan tindakan orang lain.
Aturan dan Ritual (3) Ahli-ahli komunikasi telah mengidentifikasi & merumuskan aturan yang memandu perilaku kita dalam percakpan. › Cooperativeness (kesediaan kerjasama): bersikaplah tulus dan buatlah kontribusi kita masuk akal atas tujuan pembicaraan, jangan mengemukakan yang sudah jelas, jangan menyatakan kembali apa yang orang lain sudah tau, jangan berlebihan dengan berbicara terlalu banyak, buatlah komentar yang relevan dengan topik pembicaraan. Tanpa adanya kemauan & kerjasama untuk melakukan interaksi, percakapan menjadi mustahil. › Aturan umum percakapan dirumuskan & dianggap sebagai cooperative- principle.
Aturan dan Ritual (4) › Informativeness (kesediaan informatif): buatlah kontribusi kita seinformatif atau seperlu mungkin, sehingga percakapan dapat melibatkan komitmen untuk saling memberi informasi. › Jangan sengaja menyesatkan atau mengatakan sesuatu yang palsu, jangan membesar-besarkan atau mengatakan lebih dari yang ada tahu, sebaliknya jangan menahan atau mengatakan kurang dari yang anda tahu.
Aturan dan Ritual (5) › Responsiveness (kesediaan menanggapi): perhatian kepada dan tanggap terhadap kebutuhan informasi orang lain. › Wajib menyadari dan mengakomodasi kebutuhan para peserta interaksi, membuat kita harus menyimpulkan dan menanggapi pengetahuan dan keyakinan orang lain , menanggapi pernyataan dan permintaan informasi, menggunakan cara & nada yang mempertimbangkan kebutuhan rekan interaksi, berbicara dengan jelas, sopan, menghindari bualan yang berlebihan & promosi diri.
Aturan dan Ritual (6) › Interactiveness (kesediaan berinteraksi): berbagi tanggung jawab dengan peserta interaksi lainnya untuk mengarahkan dan mengelola percakapan. › Kesediaan berinteraksi juga mengacu kepada ketentuan yang mengatur tata percakapan, dalam bentuk ritual komitmen yang harus dilaksanakan, meliputi: Memulai interaksi – memulai percakapan dan/atau menanggapi inisiatif percakapan orang lain. Didalamnya ada harapan akan partisipasi dengan merespons tanggapan orang lain.
Aturan dan Ritual (7) Membangun agenda percakapan – berpartisipasi dalam proses menetapkan agenda untuk diskusi, seperti yang terjadi dalam rapat koordinasi. Didalamnya ada harapan, peserta rapat akan setuju & mengikuti topik secara terarah atau jika tidak setuju, dapat mengajukan alternatif agenda lainnya. Bergiliran bicara sepanjang diskusi berlangsung – dengan kata lain sebagai manajemen interaksi. Bahwa setiap orang akan mengambil giliran bicara selama diskusi berlangsung, menghindari monopoli diskusi & menolak tidak berpartisipasi.
Aturan dan Ritual (8) Pergantian topik – mengubah topik dan/atau menanggapi perubahan topik orang lain hendaknya diajukan, disetujui dan dinegosiasikan secara terbuka (eksplisit) bukan paksaan sepihak. Aturan ini menghendaki orang lain untuk bekerja sama untuk menghasilkan perpindahan topik secara bertahap. secara “alami” lewat jeda. Dengan demikian, menjadikan jeda sebagai suatu kesempatan untuk mengajukan pergantian topik. Sebagai contoh: perjalanan wisata ke Eropa vs kursus musim panas yang akan diikuti
Aturan dan Ritual (9) Penutup – mengakhiri percakapan dan inisiatif menanggapi penutupan pembicaraan orang lain. Perpisahan terjadi setelah adanya tujuan bersama. Artinya, ada harapan bahwa orang lain tidak berjalan pergi saat kita sedang berbicara tentang sesuatu hal. Sama halnya dengan pada saat memulai interaksi, ada sejumlah ritual yang harus dijalankan untuk menutup pembicaraan. Terkadang, dalam satu percakapan terdapat isyarat dari kita atau lawan bicara untuk mengakhiri percakapan dengan satu cara & bertujuan kemungkin tidak terjadinya ketidakjelasan atau situasi berubah menjadi canggung.
Aturan dan Ritual (10) › Conformance (kesediaan menyesuaikan diri): aturan conformance merujuk kepada kewajiban kita untuk memenuhi aturan-aturan percakapan atau memberikan penjelasan ketika pelanggaran terjadi. › Dengan harapan, kita akan mengikuti aturan percakapan. › Jika pelanggaran terjadi, terjadilah konsekuensi negatif yang meliputi: kesalahpahaman, hilangnya kepercayaan, hilangnya keramahan persahabatan, dan frustasi.
Aturan dan Ritual (11) › Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengalami satu/lebih keadaan, dimana kita melanggar aturan – pergi untuk meninggalkan percakapan yang sedang berlangsung, membesar-besarkan atau mengecilkan, mengatakan hal yang tidak kita inginkan. › Jika hal tersebut terjadi, maka kita diharapkan untuk menjelaskan alasan pelanggaran. › Misalnya: ketika terlambat masuk kedalam ruang perkuliahan menjelaskan alasan ada permintaan maaf maklum atas pelanggaran yang terjadi.
Aturan dan Ritual (12) › Contoh lain: dalam kasus penipuan – terbujuk oleh penjual dengan cara yang kooperatif, responsif dan interaktif, padahal produk yang dijual tidak sesuai dengan yang dideskripsikan/digambarkan. › Tetapi, kita menganggap bahwa percakapan itu sesuai aturan, dan tidak tergantung pada isi percakapannya.
Aturan dan Ritual (13) › Dari ilustrasi diatas, dapat disimpulkan aturan serta pelanggarannya bergantung pada situasi & keadaan, yang terdiri dari: hubungan kita dengan lawan bicara kita (teman akrab/orang asing/anak-anak/orang dewasa/teman sejenis/lawan jenis/satu orang/beberapa orang, dsb). › Aturan serta pelanggarannya, juga ditentukan oleh perbedaan keadaan, gender, ras, etnis dan budaya yang berbeda-beda dalam tata cara percakapan.
Bahasa dan Gender (1) Kebanyakan kebudayaan, membagi jenis perilaku komunikasi individual – pria dan wanita. Perilaku komunikasi keduanya memilki persamaan dan juga perbedaan melalui sifat dan karakternya masing-masing. Dalam interaksi komunikasi, baik pria maupun wanita menujukkan kesenangan dengan senyuman & menujukkan kemarahannya dengan meningkatkan volume suara.
Bahasa dan Gender (2) Perilaku komunikasi pada pria dan wanita, sifatnya saling melengkapi, walaupun keduanya memiliki sifat atau karakter yang khas. Perilaku komunikasi pada laki-laki, terdapat kecenderungan gaya komunikasi yang kompetitif sementara wanita cenderung memiliki cara komunikasi yang kooperatif. Perbedaan perilaku komunikasi antara pria dan wanita bisa terjadi karena adanya konstruksi sosial dari sebuah maskulinitas dan feminitas, terletak pada peran yang dilekatkan kepada masing jenis kelamin.
Bahasa dan Gender (3) Perbedaan perilaku komunikasi yang terjadi antara pria dan wanita, terdapat dalam interaksi komunikasi saat: › Memulai percakapan. › Memelihara percakapan. › Mengajukan pertanyaan. › Berargumentasi. › Karakteristik leksikal dan fonologis.
Bahasa dan Gender (4) › Memulai percakapan – pada umumnya perempuan menghabiskan lebih banyak waktu untuk memulai percakapan daripada pria. › Sementara itu, topik yang diperkenalkan oleh kaum pria lebih mungkin diperhatikan dilanjutkan oleh rekan interaksinya. › Pada umumnya, laki-laki lebih banyak menghambat percakapan (terutama dengan perempuan) dengan memberikan respon yang singkat & lebih sedikit terhadap topik yang disampaikan oleh perempuan seperti: “oh” atau “ya”
Bahasa dan Gender (5) › Memelihara percakapan dan mengajukan pertanyaan – perempuan biasanya menggunakan lebih banyak usaha dan waktu demi berlanjutnya percakapan. › Dalam menganalisis rekaman percakapan, dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, sebagian besar muncul dari perempuan. › Berargumentasi – argumentasi memiliki sifat yang stabil & mampu mempengaruhi individu dalam situasi komunikasi. › Melalui berargumentasi, seseorang dapat memenuhi tujuannya untuk memperkuat posisinya menghadapi isu-isu kontroversial dan untuk “menyerang” terhadap kata-kata orang lain/lawan bicaranya.
Bahasa dan Gender (6) › Jika dibandingkan dengan perempuan, umumnya laki-laki memiliki kemampuan & skor yang lebih tinggi terhadap tingkat berargumentasi. › Perempuan cenderung memiliki kemampuan menggunakan strategi komunikasi pada saat yang tepat & cenderung percaya bahwa berdebat adalah strategi untuk mendominasi dan mengendalikan orang lain. › Karakteristik fonologi & leksikal – perempuan menggunakan lebih banyak kosakata mengenai topik yang menarik bagi kaumnya. › Penggunaan kosakata pada laki-laki akan lebih luas & banyak, jika ia memiliki keahlian yang lebih besar.
Bahasa dan Gender (7) › Ada perbedaan pada penggunaan kata sifat antara laki-laki dan perempuan. › Robin Lakoff – umumnya perempuan menggunakan kata sifat seperti menggemaskan, menarik, manis, dan indah, sementara laki-laki menggunakan istilah seperti baik, bagus, cantik. › Perempuan cenderung menggunakan kata keterangan dari laku-laki seperti: “Aku sangat kecewa”, “Saya sungguh menikmati makanan ini”, dsb.
Isi dan Hubungan (1) Jika kita menggunakan kata-kata yang direncanakan, secara sengaja atau kurang sistematis, pesan verbalnya menyediakan dua jenis informasi potensial: › Informasi tentang isi dari topik yang sedang didiskusikan. › Informasi tentang relasi, tentang sumber, dan anggapan sumber terhadap penerima pesan. Sebagai contoh: dalam sebuah presentasi tertulis atau lisan yang dirancang untuk meyakinkan kita memilih calon tertentu, memuat isi tentang calon, kemampuannya, janji-janji kampanyenya, dan potensi lainnya.
Isi dan Hubungan (2) Dalam presentasi tersebut, memberikan pesan untuk tingkat persiapan, minat, pendidikan, kecerdasan, sikap, keyakinan, suasana hati, dan motif dari pembicara. Apakah pidato kandidat memberikan petunjuk tentang bagaimana pembicara menghargai pendengarnya atau tidak. Apakah pendengar menganggap kandidat kuat, berwibawa, berpendidikan, dsb.
Isi dan Hubungan (3) Selain itu, bahasa tidak hanya menyampaikan sesuatu tentang hubungan, tetapi juga membantu menciptakan hubungan. Sebagai contoh: kita cenderung merasa dekat dengan seseorang yang mengungkapkan perasaan yang sangat pribadi kepada kita. Orang itu akan mempercayai kita untuk berbagi perasaannya yang tersembunyi dan membalasnya dengan memperdalam persahabatan diantaranya.
Metakomunikasi (1) Dalam satu situasi percakapan, sering kali kita terlibat dalam percakapan tentang percakapan kita atau kita berkomunikasi tentang tata cara kita berkomunikasi. Dalam percakapan tersebut ada pergeseran pembicaraan tentang bagaimana cara lawan bicara kita memberikan tanggapan atau respon terhadap hal yang sedang dibahas atau didiskusikan. Menyimpulkan tentang kebiasaan komunikasi yang terjadi diantara kedua individu yang sedang berinteraksi.
Metakomunikasi (2) Metakomunikasi dapat digunakan dalam cara yang positif dalam suatu hubungan. Menyampaikan pesan kepada lawan bicara, pesan yang disampaikan bukan dari hal atau kebiasaan yang dilakukan. › Contoh: penolakan terhadap ajakan, yang biasanya tidak pernah dilakukan sebelumnya. Respon yang diterima oleh penerima pesan, berupa tindak lanjut untuk meminta informasi lebih lanjut.
Komunikasi Sosial dan Umum (1) Produksi dan distribusi realitas sosial – bahasa adalah sasaran utama yang digunakan untuk ekspresi sosial dan umum. Seperti yang disampaikan dalam pidato umum mengenai berbagai topik, seperti halnya berita, hiburan, iklan, surat elektronik, dan iklan layanan masyarakat. Pesan-pesan tersebut menjadi bagian yang meresap dari lingkungan dimana kita hidup. Pesan & makna secara luas dipopulerkan & disebarkan melalui komunikasi umum menjadi kenyataan yang diterima.
Komunikasi Sosial dan Umum (2) Melalui komunikasi sosial dan publik, realitas bersama dari bahasa dan maknanya diciptakan, diabadikan, ditegaskan kembali, atau diubah. Pesan diproduksi, didistribusikan, dipercaya, digunakan, diterima secara sosial dan akhirnya menjadi suatu realitas objektif yang jarang dipertanyakan.
Implikasi dan Aplikasi (1) Bahasa adalah sarana utama pencatatan informasi untuk diri kita sendiri, dan untuk memproduksi pengiriman pesan kepada orang lain. Penggunaan bahasa memberikan pesan, darimana suatu kesimpulan diambil mengenai minat khusus kita terhadap topik tertentu: sikap, pendidikan, suasana hati, motif, usia, kepribadian, konsep tentang diri kita, dan penghargaan kita terhadap pendengar, pembaca, dan penonton kita.
Implikasi dan Aplikasi (2) Pesan verbal dapat berupa pesan lisan atau tulisan. Pesan tertulis (baik dalam media cetak atau media elektronik) membutuhkan waktu lebih banyak bagi pengiriman maupun umpan baliknya. Pesan lisan menciptakan suasana spontanitas dan memberikan umpan balik seketika sehingga seseorang bisa segera menyesuaikan posisi atau pendekatannya. Pesan lisan tidak meninggalkan berkas setelah pembicaraan selesai, yang bisa menjadi bukti dalam beberapa keadaan atau bukti untuk memenuhi kewajiban.
Implikasi dan Aplikasi (3) Kata-kata dan konsep kita adalah alat untuk memberi nama orang-orang, benda dan kejadian disekitar kita. Ada banyak situasi dalam kehidupan ini, yang mengingatkan kita pada reaksi yang berbahaya terhadap kata-kata. Representasi kita jarang bebas nilai. Representasi mengarahkan pemikiran kita, pada akhirnya mempengaruhi cara berpikir kita. Label yang kita gunakan untuk diri kita sendiri – seperti cerdas, menarik, miskin, atau tidak bahagia – mengarahkan pemikiran kita tentang diri kita ke pola pemikiran tertentu. Label yang kita gunakan untuk orang lain – seperti kaya, tidak peduli, ramah atau agresif – membimbing cara berpikir kita tentang mereka & cara “memandang” mereka.
Implikasi dan Aplikasi (4) Dalam situasi percakapan, kita mengharapkan orang lain untuk mengikuti sejumlah aturan dan ritual – mengenai inisiasi sosial, ambil giliran untuk berbicara, penentuan agenda pembicaraan, pergantian topik pembicaraan, dan mengakhiri percakapan. Selama ini individu cenderung berpikir sedikit tentang aturan & tak jarang, individu melanggarnya. Ketika aturan itu rusak, memiliki dampak yang besar pada kualitas percakapan, kesan kita terhadap si perusak aturan, dan konsep kita tentang hubungan. Perempuan & laki-laki memiliki perbedaan dalam penggunaan bahasa, akibat perbedaan pengalaman keduanya.
Implikasi dan Aplikasi (5) Perempuan lebih berperan sebagai pemrakarsa percakapan, mengajukan pertanyaan, dan pengelola percakapan. Sedangkan laki-laki lebih argumentatif dan berusaha lebih keras untuk mempertahankan kendali percakapan. Pesan verbal antara kita dengan orang lain memperlihatkan dua hal: mengaitkan isi pembicaraan dan membangun, mengomentari, memperkuat atau mengubah hubungan. Ketika terlibat dalam komunikasi sosial atau publik, kita mengambil bagian dalam: menciptakan, mendistribusikan, memperkuat, atau mengubah makna bahasa dan aturan penggunaannya.
- Slides: 68