PERUMUSAN KAEDAH HUKUM Pertemuan 12 PERUMUSAN KAEDAH HUKUM

  • Slides: 22
Download presentation
PERUMUSAN KAEDAH HUKUM Pertemuan 12

PERUMUSAN KAEDAH HUKUM Pertemuan 12

PERUMUSAN KAEDAH HUKUM RULES OF LAW • Ilmu Hukum yang bertujuan untuk memahami perikelakuan

PERUMUSAN KAEDAH HUKUM RULES OF LAW • Ilmu Hukum yang bertujuan untuk memahami perikelakuan manusia, sepanjang perikelakuan tersebut merupakan isi tata kaedah hukum. Ilmu hukum ini membuat deskripsi tata kaedah hukum yang diciptakan oleh perbuatan manusia, yang harus diterapkan ditaati oleh perbuatan itu. • Rumusan yang dihasilkan berbentuk hypothetical judgements, yakni akibat/konsekwensi tertentu harus terjadi sesuai dengan tata kaedah tertentu, atau biasa disebut dengan Imputasi (pertanggungjawaban). • Contohnya : Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan maka dia mungkin dapat dihukum untuk perilaku tertentu. Sebaliknya seseorang juga tidak dapat mempertanggungjawabkan perikelakuannya, dan dia tidak dapat dihukum, misalnya karena menderita sakit ingatan.

 • Hubungan antara sebab dan akibat (hypothetical judgements) yang juga disebut pandangan bersyarat,

• Hubungan antara sebab dan akibat (hypothetical judgements) yang juga disebut pandangan bersyarat, dirumuskan dalam Rules Of Law dan Dalil Alam. Perbedaan antara keduanya : 1. Pada dalil alam apabila terjadi sesuatu (sebagai sebab), akan diikuti kejadian lain yang merupakan akibat (Prinsip Sebab Akibat). 2. Pada kaedah hukum, apabila terjadi perikelakuan orang tertentu, maka orang lain harus berperilaku menurut cara tertentu (Prinsip Imputasi). 3. Pada dalil alam tidak ada campur tangan manusia, sedangkan pada kaedah hukum, hubungan normatif diciptakan oleh manusia. 4. Hubungan sebab akibat pada dalil alam merupakan mata rantai tanpa batas, sedang pada kaedah hukum prinsip imputasi ada batasnya.

 • Pada Categorical Judgements tidak terlihat adanya hubungan antara kondisi dan konsekwensi. Contohnya

• Pada Categorical Judgements tidak terlihat adanya hubungan antara kondisi dan konsekwensi. Contohnya pasal 3 UU No. 1/1974 ayat 1 yang menyatakan bahwa pada azasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri, dan seorang isteri hanya boleh mempunyai seorang suami. • Dari contoh diatas terbukti bahwa tidak selalu perumusan pasal UU menggambarkan suatu pandangan hipotetis/bersyarat. Namun dalam pemikiran yuridisnya, Hans Kelsen mengatakan bahwa pandangan hipotetis adalah hakekat dari kaedah hukum individuil yang memuat pandangan kategoris.

 • Rules of law harus dibedakan dari legal norms yang diciptakan diterapkan oleh

• Rules of law harus dibedakan dari legal norms yang diciptakan diterapkan oleh pejabat hukum. Sebab perbedaan antara keduanya merupakan perwujudan dari perbedaan antara fungsi pemahaman hukum, dengan fungsi pejabat hukum. ILMU HUKUM harus mengetahui hukum, dan merumuskannya dengan suatu deskripsi, sedang PEJABAT HUKUM harus menciptakan hukum, agar dapat dipahami oleh ilmu hukum.

Tugas hakim menurut 3 Aliran : • 1. Aliran Legisme Menganggap semua hakim terdapat

Tugas hakim menurut 3 Aliran : • 1. Aliran Legisme Menganggap semua hakim terdapat dalam undang-undang, hakim terikat pada UU dan hanya melakukan pelaksanaan UU belaka dengan jalan juridische sylogisme, yaitu deduksi logis dari : Perumusan luas keadaan khusus kesimpulan. • 2. Aliran FREIRE RECHTSBEWEGUNG Berpendapat hakim bebas melakukan tugasnya menurut UU atau tidak, karena hakim dapat menciptakan hukum. • 3. Aliran RECHTSVINDING Menurut aliran ini, hakim memiliki kebebasan yang terikat dan ketereikatan yang bebas dengan menyelaraskan UU pada tuntutan zaman. Lewat cara : a. Penafsiran Undang-undang. b. Komposisi : - Analogi (kias, abstraksi) - Determinatie. Melihat perbuatan manusia dari keadaan yang mendahuluinya, dan keadaan itu turut menentukan perbuatan tersebut.

ASAS PERUNDANG-UNDANGAN Undang-undang adalah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum, yang diadakan dipelihara

ASAS PERUNDANG-UNDANGAN Undang-undang adalah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum, yang diadakan dipelihara oleh penguasa negara. Tentang berlakunya UU dalam arti materiel, dikenal beberapa asas : 1. UU tidak berlaku surut. Artinya UU hanya dipergunakan untuk peristiwa yang diatur dalam UU tersebut, dan terjadi setelah UU itu dinyatakan berlaku. 2. UU yang di buat penguasa lebih tinggi mempunyai kedudukan lebih tinggi pula. 3. UU yang bersifat khusus mengesampingkan UU yang bersifat umum, jika pembuatnya sama. (Lex Specialis Derogat Lex Generalis). 4. UU yang berlaku belakangan membatalkan UU yang berlaku terdahulu. (Lex Posteriore Derogat Lex Priori). 5. UU yang tidak dapat diganggu gugat. Hakim atau sipa pun juga tidak mempunyai hak uji materiil terhadap UU tersebut. (UUDS 1950 pasal 95 ayat 2). 6. UU sebagai sarana maksimal bagi kesejahteraan spirituil dan materiil masyarakat maupun individu, melalui pembaruan atau pelestarian.

ASAS-ASAS YURISPRUDENSI • 1. Asas Preseden Dianut oleh negara-negara anglo saxon, seperti Inggris dan

ASAS-ASAS YURISPRUDENSI • 1. Asas Preseden Dianut oleh negara-negara anglo saxon, seperti Inggris dan Amerika, berarti bahwa petugas peradilan (hakim) terikat dan tidak boleh menyimpang dari keputusan-keoutusan terdahulu, dari hakim yang lebih tinggi atau yang sederajat tingkatnya. • 2. Asas Bebas Petugas peradilan tidak terikat pada keputusan hakim terdahulu baik yang lebih tinggi mauoun yang sederajat tingkatnya. Dianut di Perancis dan Belanda.

 • BERLAKUNYA DI INDONESIA Di Indonesia, kedua asas ini sesungguhnya dikenal dan berlaku.

• BERLAKUNYA DI INDONESIA Di Indonesia, kedua asas ini sesungguhnya dikenal dan berlaku. Asas bebas dipakai dalam suasana peadilan Barat, sedang asas preseden digunakan dalam sidang kasus-kasus adat. • SISTEM Sesuatu yang bersifat menyeluruh dan berstruktur • ELEMEN SISTEM HUKUM Hukum adalah aturn-aturan hidup yang terjadi karena perundang-undangan, keputusan hakim, dan kebiasaan.

PEMBIDANGAN SISTEM HUKUM Menghasilkan aneka dikotomi : • Ius Constitutum dan Ius Constitendum •

PEMBIDANGAN SISTEM HUKUM Menghasilkan aneka dikotomi : • Ius Constitutum dan Ius Constitendum • Hukum Alam dan Hukum Positif • Hukum Imperatif dan Hukum Fakultatif • Hukum substantif dan Hukum Ajektif • Hukum Tertulis, Hukum tercatat, dan Hukum Tidak Tertulis

 • IUS CONSTITUTUM & IUS CONSTITUENDUM • a. Ius Constitutum Hukum positif (yang

• IUS CONSTITUTUM & IUS CONSTITUENDUM • a. Ius Constitutum Hukum positif (yang masih berlaku) di suatu negara, mempunyai kekuatan hukum. • b. Ius Constiendum Hukum yang dicita-citakan oleh gara, dan pergaulan hidup belum menjadi kaedah berbentuk UU atau peraturan lain, mempunyai nilai sejarah.

 • • Titik tolak pembedaannya, diletakkan pada faktor ruang waktu, yaitu masa kini

• • Titik tolak pembedaannya, diletakkan pada faktor ruang waktu, yaitu masa kini dan masa datang. Sebab ada pendapat, “setelah diundangkan, maka ius constiendum menjadi ius constitututm. ” Proses perubahan ini dapat melalui berbagai cara yaitu : Digantinya UU dengan UU baru. Perubahan UU lama dengan memasukkan unsur UU baru. Penafsiran peraturan per-UU-an yang berubah-ubah tiap jaman. Perkembangan doktrin.

PERTENTANGAN SISTEM HUKUM • Pertentangan antara satu Per-UU-an dengan Per-UU-an lain. • Pertentangan antara

PERTENTANGAN SISTEM HUKUM • Pertentangan antara satu Per-UU-an dengan Per-UU-an lain. • Pertentangan antara Peraturan Per-UU-an dengan Hukum Kebiasaan. • Pertentangan antara Peraturan Per-UU-an dengan Yurisprudensi. • Pertentangan antara Yurisprudensi dengan Hukum Kebiasaan.

HUKUM ALAM DAN HUKUM POSITIF HUKUM ALAM • Hukum alam adalah hukum yng digambarkan

HUKUM ALAM DAN HUKUM POSITIF HUKUM ALAM • Hukum alam adalah hukum yng digambarkan berlaku abadi, sifatnya kekal (tidak dapat diubah), dan berlaku di mana pun, serta pada zaman apapun. • Oleh Burke dikatakan bahwa, Hukum Alam merupakan “…Law as the emanation of the Divine Providence, rooted in the nature and reason of man. It is both anterior and superior to positive law. ” • Ajaran Hukum Alam mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan Hukum Publik ke arah yang lebih demokratis, terhadap persamaan kedudukan di muka hukum, dan pembentukan Hukum Internasional. Ajaran-ajaran tentang hak asasi juga amat dipengaruhi oleh ajaran Hukum Alam.

HUKUM POSITIF • Oleh logeman dikatakan, Hukum Positif adalah kenyataan hukum yang dikenal. Merupakan

HUKUM POSITIF • Oleh logeman dikatakan, Hukum Positif adalah kenyataan hukum yang dikenal. Merupakan kaedahkaeda yang secara kritis berhadapan dengan kenyataan. • Hukum Positif senantiasa dikaitkan dengan tempat tertentu dan waktu tertentu, diabstraksikan sebagai tertib hukum yang berlaku pada saat itu. • Perbedaan dari Hukum Alam dan Hukum Positif terletak pada ruang lingkupnya. Hukum Alam berlaku secara Universal, diberlakukan di mana pun dan kapan pun juga. Sedang hukum Positif berorientasi kepada tempat dan waktu tertentu. 1. Hukum Alam adalah sarana koreksi bagi Hukum Positif. 2. Hukum Alam menjadi inti dari Hukum Positif. 3. Hukum Alam sbagai pembenaran Hak Asasi Manusia/HAM (kebebasan dan persamaan).

HUKUM IMPERATIF DAN HUKUM FAKULTATIF • HUKUM IMPERATIF Adalah kaedah hukum yang secara apriori

HUKUM IMPERATIF DAN HUKUM FAKULTATIF • HUKUM IMPERATIF Adalah kaedah hukum yang secara apriori harus ditati. Umumnya berisi suruhan dan larangan. • HUKUM FAKULTATIF Kaedah hukum yang tidak secara apriori wajib ditaati, karena pada umumnya hanya berisi kebolehan. • Perbedaan 1. Hukum Imperatif adalah hukum memaksa, Hukum Fakultatif adalah hukum mengatur atau pelengkap. 2. Terletak pada kekuatan sanksinya (Utrecht). 3. Pada segi ketaatan (AM Bos), Hukum Imperatif harus ditaati secara mutlak, Hukum Fakultatif dapat dikesampingkan. 4. Didasarkan pada sifatnya (Scholten), Hukum Imperatif bersifat memaksa, Hukum Fakultatif membolehkan untuk memilih. 5. Kekuatan mengikatnya (Van Apeldoorn).

HUKUM SUBSTANTIF DAN HUKUM AJEKTIF • HUKUM SUBSTANTIF/MATERIIL Hukum yang menciptakan, merumuskan, dan mengatur

HUKUM SUBSTANTIF DAN HUKUM AJEKTIF • HUKUM SUBSTANTIF/MATERIIL Hukum yang menciptakan, merumuskan, dan mengatur hak-hak dan kewjiban para subjek hukum di dalam melakukan hubungan hukum. • HUKUM AJEKTIF / FORMIL Hukum yang memberikan pedoman bagaimana penegakan dan cara mempertahankan hak dan kewajiban dalam praktek. Atau dengan kata lain, Hukum Formil bertugas untuk menegakkan Hukum Materil sebagai suatu kompleks kaedah hukum.

HUKUM TIDAK TERTULIS Adalah sinonim dari hukum kebiasaan, di Indonsia disebut dengan Hukum Adat.

HUKUM TIDAK TERTULIS Adalah sinonim dari hukum kebiasaan, di Indonsia disebut dengan Hukum Adat. Hukum Tidak Tertulis merupaka bentuk hukum yang tertua. Meski ada persamaan antara kebiasaan dengan Hukum Tidak Tertulis, namun terdapat satu unsur essensiil yang membedakannya, yaitu faktor kesadaran hukum. • Kriteria terjadinya Hukum Tidak Tertulis, terdiri dari elemen materiil dan elemen intelektuil. Elemen pertama terdiri dari kebiasaan yang terus menerus. Tidak hanya berhubungan dengan “tindakan”, tetpi juga dengan “tidak berbuat”. Kebiasaan terwujud dari sikap tindak yang dilakukan berulang-ulang, yang dalam masyarakat diartikan sebagai perikelakuan sederajat. Elemen kedua mancakup kesadaran hukum, suatu kesadaran bahwa kebiasaan merupakan hukum. • Sir Paul Vinogradoff mengatakan bahwa hukum tidak tertulis adalah aturan-aturan hukum yang tidak diundangkan oleh pemebntuk hukum undang-undang, atau dirumuskan oleh para hakim yang terdidik secara profesional, tetapi muncul dari pandangan rakyat dan dikukuhkan oleh penggunanya yang lama.

HUKUM TERCATAT • Ada kemungkinan bahwa Hukum Tidak Tertulis benar-benar tidak tertulis (hidup dalam

HUKUM TERCATAT • Ada kemungkinan bahwa Hukum Tidak Tertulis benar-benar tidak tertulis (hidup dalam masyarakat tidak atas dasar sesuatu yang tertulis), ad pula Hukum Tidak Tertulis yang tercatat(dicatat oleh pemimpin-pemimpin formil, atau oleh para sarjana atas dasar penelitian). • Tujuan diadakan Hukum Tercatat oleh para pejabat atau para sarjana, apabila Hukum Tidak Tertulis harus dicari dalam masyarakat, maka hukum yang tercatat dapat ditemukan dalam dokumen-dokumen resmi, berupa laporan pejabat, keputusan hakim atau hasil penelitian yang pernah dilakukan.

 • Hukum Tercatat mencakup : • Hukum Tercatat Fungsionil Yaitu hukum hasil pencatatan

• Hukum Tercatat mencakup : • Hukum Tercatat Fungsionil Yaitu hukum hasil pencatatan hasil pejabat yang didokumentasikan, seperti pamong praja, hakim, kepala adat dll. • Hukum Tercatat Ilmiah Hasil karya penelitian sarjana, terhadap Hukum Tidak Tertulis yang berlaku pada suatu masyrakat tertentu.

HUKUM TERTULIS • Merupakan hasil keputusan sari penguasa yang sah, dipaksakan berlakunya pada masyarakat

HUKUM TERTULIS • Merupakan hasil keputusan sari penguasa yang sah, dipaksakan berlakunya pada masyarakat melalui prosedur yang ditetapkan oleh peraturanper-UU-an. Hukum tertulis terdiri ddari undang-undang dan Traktat.

Uraian-uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : • Pembedaan antara bidang hukum publik dengan

Uraian-uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : • Pembedaan antara bidang hukum publik dengan hukum perdata adalah mungkin. • Apabila hukum publik dibandingkan dengan hukum perdata, maka hukum publik merupakan hukum khusus (dengan dasar umum) dan hukum perdata adalah hukum umum. • Pemisahan atau batas-batas antara isi hukum publik dengan hukum perdata ditentukan oleh hukum positif, karena sifatnya tidaklah berbeda. • Pembedaan antara Ius Constitutum dan Ius Constiendum itu mengulas kebedaan eksistensi : sekarang/sudah ada atau nanti/belum ada. • Pembedaan antara hukum alam/kodrati dengan hukum positif menunjukan kebedaan wilayah kelakuan : universal/global atau nasional/regional. • Pembedaan antara hukum imperatif dan hukum fakultatif menegaskan sifat : ‘rigid’ atau ‘flexible’.