Perlindungan Korban Hak Korban dan Restorative Justice untuk
Perlindungan Korban, Hak Korban dan Restorative Justice untuk Kejahatan berbasis Gender atas Keadilan dalam RUU Hukum Pidana Sri Wiyanti Eddyono, S. H. , LL. M (HR), Ph. D Faculty of Law
Menelaah Perspektif Korban dalam RUU HP • Sejauhmana ketentuan umum bersandar pada kepentingan, perlindungan dan jaminan hak korban? – Tujuan hukum pidana – Tujuan pemidanaan – Pemidanaan • Sejauhmana pasal perbuatan pidana tidak menimbulkan viktimogen? – Pasal pasal yang mengatur perbuatan yang berdampak munculnya korban (viktimogen) – Pasal pasal yang berpotensi menimbulkan viktimisasi dan reviktimisasi
Politik Hukum • Keberadaan sistem hukum pidana baru dianggap mendesak dengan beberapa alasan (Barda Nawawi Arif, 2012): – KUHP dilandaskan pada ilmu hukum pidana dan praktek hukum pidana kolonial – Perkembangan hukum pidana di luar hukum KUHP yang tidak konsisten – Ciri ciri KUHP: • Berorientasi pada pelaku tidak berorientasi pada korban • Sistem pidana yang tidak mengacu pada pidana minimum khusus • Adanya pembedaan kejahatan dan pelanggaran
Politik Hukum (2) • Secara akademis: perubahan sistematis secara sistematis diperlukan: meliputi prinsip, tujuan pidana dan pemidanaan (Barda Nawawi Arif, 2012) • Naskah Akademis (2015) RUU HP meletakkan perspektif baru: memberikan keseimbangan antara hak pelaku dan hak korban • Sayangnya perspektif hak korban tidak konsisten diatur di dalam naskah RUU HP
Politik Hukum (3) • RUU HP menekankan prinsip ‘jalan tengah’ – keseimbangan/keharmonisan/kompromi terhadap berbagai kepentingan – Konsideran – Perluasan asas legalitas – Tujuan Pemidanaan – Pemindaan
Konsideran RUU HP ”bahwa materi hukum pidana nasional juga harus mengatur keseimbangan antara kepentingan umum atau negara dan kepentingan individu, antara pelindungan terhadap pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum dan keadilan, antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan nilai universal, serta antara hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia”
Konsep Restorative Justice dalam RUU KUHP • Tujuan pemidanaan • Konsep restorative justice tersirat – konteks ganti rugi – Penghapusan pidana persetujuan korban – Diversi > anak
Tujuan Pemidanaan Pasal 58 (1) Pemidanaan bertujuan: a. mencegah dilakukannya Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat; b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna; c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman damai dalam masyarakat; dan d. menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Pemidanaan Pasal 60 (1) Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan: a) kesalahan pembuat Tindak Pidana; b) motif dan tujuan melakukan Tindak Pidana; c) sikap batin pembuat Tindak Pidana; d) Tindak Pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan; e) cara melakukan Tindak Pidana; f) sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan Tindak Pidana; g) riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pembuat Tindak Pidana; h) pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat Tindak Pidana; i) pengaruh Tindak Pidana terhadap korban atau ke luarga korban; j) pemaafan dari korban dan/atau keluarganya; dan/atau k) nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kemungkinan penghilangan hukuman penjara Pasal 76 Dengan tetap mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan Pasal 60, pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika ditemukan keadaan sebagai berikut: a. terdakwa berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun atau di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun; b. terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana; c. kerugian dan penderitaan korban tidak terlalu besar; d. terdakwa telah membayar ganti rugi kepada korban; e. terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar; f. tindak pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain; g. korban tindak pidana mendorong atau mengerakkan terjadinya Tindak Pidana tersebut;
Lanjutan Pasal 76 h. Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang lagi; i. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan Tindak Pidana yang lain; j. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya; k. pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan diperkirakan berhasil untuk diri terdakwa; l. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa; m. Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/atau n. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan.
Konsep restorative justice Awalnya mekanisme Restorative Justice diinisiasi masyarakat: • diluar dari criminal justice system • Menjadi populer dan sebagai kompetitor bagi proses peradilan Beberapa negara mulai mengembangkan program menjadi program negara —RESTORATIVE INTERVENTIONS/ PROGRAM yang terintegrasi dalam sistem peradilan pidana
3 Konsepsi dalam Restorative Justice (Van Ness dan Strong, 2010) • Pertemuan yang melibatkan korban, pelaku dan pihak lain Konsepsi Perjumpaan (encounter) Konsepsi reparatif • Memulihkan korban atau mereka yang terkena dampak • Mengubah relasi yang telah rusak menjadi lebih baik Konsepsi transformasi
3 Prinsip dalam Restorative Justice Mensyarakatkan adanya proses pemulihan korban, pelaku dan komunitas yang mengalami kerugian/sebagai dampak dari kejahatan Adanya kesempatan untuk korban, pelaku dan komunitas untuk terlibat secara aktif Menekankan peran dan tanggungjawab pemerintah dan komunitas
10 Nilai nilai Restorative Justice Amends (perbaikan) Assistance (bantuan) Collaboration (kolaborasi) Empowerment (pemberdayaan) Encounter (pertemuan/perjumpaan) Inclusion/terbuka Moral education (pendidikan moral) Protection/perlindungan Reintegragrion (reintegrasi) Resulution (resolusi)
TEORI PERLINDUNGAN KORBAN Teori Perlindungan Korban ada dua model yaitu: • Services Model (SM) • Prosedural Right Model (PRM)
Ad. 1. Services Model /SM (Model Pelayanan) Memiliki cirri ciri sebagai berikut: • Victim tidak terlibat dalam proses peradilan pidana • polisi dan jaksa adalah aparat Negara yang melayani kepentingan masyarakat termasuk didalamnya adalah korban (Penegakan hukum) • Negara bertanggungjawab terhadap rakyatnya/masyarakatnya termasuk dalam menyantuni korban/rakyat.
Legal Reasoning, Kenapa Korban tidak dilibatkan ? • Keterlibatan korban akan mengacaukan sistem pelayanan public, pelayanan terhadap korban adalah bagian dari pelayanan public kalau korban ikut akan ada kepentingan individu yang masuk • bagian dari tugas polisi secara ekplisit adalah bagian dari layanan public.
Positif (keuntungan) model ini: – mengurangi beban korban – rasionalisasi reaksi terhadap kejahatan dapat berkurang (Kalau tidak di ditangani oleh negara akan terjadi kejahatan yang terus menerus)
Negatif (Kerugian) Model ini: • Tidak bisa empati terhadap penderitaan korban • Ada alasan tindakan sewenang yang mengatas namakan kepentingan public.
Ad. 2. Procedural right model (PRM) Ciri cirinya: • Korban memiliki hak hukum dalam setiap tahapan proses peradilan. (hak bantuan hukum dan sebagainya) • korban dapat terlibat langsung dalam proses peradilan • kewajiban polisi +jaksa untuk memperhatikan mempertimbangkan hak korban dan pemenuhannya.
Keuntungan (Positip): • Korban mempunyai kesempatan untuk tampil; • Korban diberdayakan/ada pemberdayaan korban / tidak diluar sistem; • Meminimalisasi penyalahgunaan wewenang.
Kelemahan (Negatif): • Mengacaukan SPP • Memungkinkan korban memperjuangkan secara emosional karena diberi kesempatan untuk balas dendam • Keadilan akan bersifat subyektif (individual justice)
DAMPAK PERGESERAN KEADILAN RETRIBUTIF KEPADA KEADILAN RESTORATIF TERHADAP PENYELENGGARAAN SISTEM PERADILAN PIDANA Keadilan Retributif Tema Pokok Keadilan Restoratif 1 2 3 Kepada pelanggar dan karena pelanggarannya Melanggar Negara Mengadili pelanggar dan menjatuhkan pidana sebagai rasionalisasi pembalasan Pidana bersifat pembalasan atas pelanggaran hukum pidana Bersifat pasif Orientasi keadilan Kepada Kepentingan Korban Kejahatan Melanggara Hak Perseorangan Korban Orang yang dirugikan langsung, masyarakat, Negara dan pelanggar sendiri Sistem. Peradilan Pidana Menyelesaikan Konflik antara Pelanggar dengan Korbannya Pemidanaan Pertanggungjawaban Pelanggar terhadap akibat perbuatannya Korban dalam sistem peradilan pidana Bersifat Aktif
Problem terkait hak Korban dalam RUU HP • pelindungan korban dimasukkan sebagai bagian dari masyarakat eksistensi kepentingan dan pelindungan korban hilang • Hak korban berpartisipasi dalam proses penyelesaian kasus. – Meletakkan korban berperan sebagai pihak yang berkontribusi membongkar kasus—sebagai saksi – Dalam konteks yang masih konvensional • Hak hak Korban sebagai pihak yang mengalami penderitaan—masih kurang –hak restitusi, kompensasi dan pemulihan
Hak Korban dalam RUU HP Perlindungan keamanan • Bebas dari ancaman dan kekerasan • Mendapatkan tempat baru Perlindungan dari kehilangan pekerjaan mendapatkan hak sebagaimana dijanjikan dalam pemberian kesaksian Ganti rugi
Persoalan ketidakpastian Hukum • Kepentingan Korban diletakkan dalam kepentingan masyarakat • Masyarakat diberi keleluasaan menilai apa yang dianggap sesuai dengan nilai di dalam masyarakat atau tidak • Dalam konteks masyarakat yang patriarkis maka situasi ini menimbulkan ketidak pastian bagi korban khususnya Perempuan Korban Kekerasan dan pengabaian kondisi korban
Dari berbagai pengalaman— menimbulkan persoalan bagi korban • Jumlah kekerasan yang cukup signifikan – Data BPS 1 diantara 4 perempuan pernah mengalami kekerasan (dan yang paling banyak adalah kekerasan seksual) • Kekerasan berbasis gender: – Pelaku sebagian besar berposisi sebagai: suami, pasangan, ayah mertua, ayah tiri, paman, anak laki atau pihak keluarga laki lainnya
Data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (2018)
Sulitnya penanganan Kasus Kekerasan berbasis Gender • Kekerasan terhadap Perempuan dianggap tidak perlu dilaporkan di proses dalam hukum • Prinsip harmoni keluarga dan nilai dimasyarakat yang membuka aib keluarga • Proses damai terhadap KDRT dan kekerasan seksual – Di tiga polsek di Lombok Timur (1 Polsek: tidak ada satu kasus KDRT yang diproses secara hukum dengan alasan diskresi polisi) – Di Aceh (upaya damai dilakukan dan memaksa korban untuk mengikuti proses)—yang didukung oleh Qanun No. 9 Tahun 2008 tentang Peran Tuhu Peut (semacam Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) di Aceh – Di Grobokan di Sumatera Barat–Polres mengupayakan proses mediasi – Di Kupang polisi yang menginisiasi upaya damai (Eddyono, 2018; Naskah Akademis RUU Penghapusan Kekerasan Seksual). 2016)
Dampak upaya damai • Tidak memberikan manfaat bagi perempuan korban lebih menguntungkan pelaku – KDRT • kekerasan dilakukan lebih canggih • tekanan terhadap korban lebih besar dari pihak suami keluarga suami • Perceraian – Untuk kasus perkosaan: • Mengawinkan korban ke pelaku • KDRT –perkosaan dalam rumah tangga • Penelantaran terhadap korban dan anak
Catatan hak kompensasi tidak harus menghilangkan pemidaanaan lainnya. Blamming the victim Menghambat akses perempuan terhadap keadilan
Persoalan Ganti Rugi • Pemberian Ganti rugi pelaku kepada korban menjadikan alasan untuk dapat tidak dipidana (untuk kasus yang hukumannya di bawah 5 tahun) – Berbeda dengan konsep restitusi dan kompensasi: sebagai bentuk dari kewajiban pelaku dan atau negara bahwa korban mendapatkan ganti rugi yang tidak kemudian mengalihkan seseorang dari tidak dipidana.
Persoalan Sanksi • Pasal 71 – Pidana pokok: tidak meliputi sanksi pembayaran restitusi dan rehabilitasi • Sanksi ganti rugi sanksi tambahan • Rehabilitasi tindakan
CATATAN TERHADAP RUU HP dan perspektif korban Orientasi korban vs orientasi masyarakat dan pelaku • Ketidakpastian hukum • Pengabaian kepentingan korban Ganti rugi vs restitusi dan kompensasi Sanksi rehabilitasi dan restitusi Delik delik yang viktimogen mereviktimisasi korban
RUU HP TERKAIT KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TINDAK PIDANA TERHADAP NYAWA DAN JANIN TINDAK PIDANA PENELANTARAN TINDAK PIDANA PERAMPASAN KEMERDEKAAN TINDAK PIDANA KESUSILAAN TINDAK PIDANA TERHADAP TUBUH RUU KUHP mengatur isu terkait dengan kekerasan terhadap perempuan dalam dua bab: TINDAK PIDANA PENYELUDUPA N MANUSIA
BAB XVI TINDAK PIDANA KESUSILAAN Perzinahan Luar perkawinan Dalam perkawinan Delik aduan Persetubuhan karena korban janji kawin dan menyebabkan kehamilan Persetubuhan anak secara paksa Incest (terhadap orang dewasa dan anak) Pornografi Perbuatan cabul Pengobatan yang menyebabkan keguguran kandungan Dalam kondisi tertentu Terhadap Anak Homoseksual dalam kondisi tertentu Pihak di bawah pengampuannya Dengan bawahan termasuk. Pekerja rumah tangga
Bab XVIII Tindak Pidana Penelantaran • menempatkan atau membiarkan orang dalam keadaan terlantar, sedangkan menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan wajib memberi nafkah, merawat, atau memelihara orang Pasal 481 • ibu yang membuang atau meninggalkan anaknya tidak lama setelah dilahirkan karena takut kelahiran anak terse but diketahui oleh orang lain, dengan maksud agar anak tersebut ditemukan orang lain atau dengan maksud melepas tanggung jawabnya
BAB XXI TINDAK PIDANA TERHADAP KEMERDEKAAN ORANG • Perdagangan orang – Persetubuhan – Percabulan • Melarikan perempuan untuk menguasai perempuan (anak dan dewasa). – Untuk mengawini (pasal 572 (4))
BAB XXII PENYELUNDUPAN MANUSIA • Mencari keuntungan dengan membawa keluar/ke dalam Indonesia secara tidak sah, apakah berdokumen atau tidak • Secara individu, berkelompok atau terorganisir
BAB XXIII TINDAK PIDANA TERHADAP NYAWA DAN JANIN • Pengguguran Kandungan – perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan – Dengan/Tanpa persetujuan – Tidak dipidana, dokter yang melakukan tindakan medis tertentu dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan/atau janinnya.
BAB XXIV TINDAK PIDANA TERHADAP TUBUH • Penganiayaan – Perberatan 1/3 jika dilakukan terhadap ayah, ibu, isteri, suami, anaknya • Kekerasan dalam lingkup Rumah Tangga – Fisik, psikis, seksual • Perkosaan
Pasal yang berpotensi viktimogen, viktimisasi dan reviktimisasi Pasal pasal yang bias gender: • Pengguguran kandung korban perkosaan • Percabulan mengeksplisitkan sesama jenis • Penelantaran oleh ibu mengarahkan kepada gender tertentu • KDRT mengeluarkan PRT dan sanksi rehabilitasi tidak masuk
THANK YOU
- Slides: 44