Perencanaan Penerapan Teknologi Ferosemen untuk Jaringan Irigasi Tersier

  • Slides: 53
Download presentation
Perencanaan Penerapan Teknologi Ferosemen untuk Jaringan Irigasi Tersier Yogyakarta, 5 April 2019

Perencanaan Penerapan Teknologi Ferosemen untuk Jaringan Irigasi Tersier Yogyakarta, 5 April 2019

 • Nama : Susi Hidayah, ST. , MT. • Alamat : Jl. Binamarga

• Nama : Susi Hidayah, ST. , MT. • Alamat : Jl. Binamarga II Blok B, Baranangsiang, Bogor 16143 • Kantor : Balai Litbang Irigasi, Jl. Cut Meutia 147 Bekasi • Jabatan : Peneliti Muda Bidang Irigasi • Pendidikan : S 1 Teknik Sipil, S 2 Teknik Pengairan Biodata Pengajar

Hasil Belajar • Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan mampu menjelaskan teori perencanaan penerapan

Hasil Belajar • Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan mampu menjelaskan teori perencanaan penerapan teknologi ferosemen sampai dengan membuat perhitungan kebutuhan biayanya Indikator Hasil Belajar • Memahami Spesifikasi Teknis Ferosemen (bahan, proporsi, dsb) • Memahami tahapan Survey, Investigation and Design (SID) • Memahami tahapan Rencana dan Metode Pelaksanaan • Memahami menyusun AHSP Tujuan Pembelajaran

Gambaran Jaringan Irigasi PETAK TERSIER Saluran sekunder primer Lahan Petak Sawah tersier Bangunan sadap

Gambaran Jaringan Irigasi PETAK TERSIER Saluran sekunder primer Lahan Petak Sawah tersier Bangunan sadap Saluran Tersier Saluran Kuarter Saluran sekunder

 • Saluran Pembawa • Saluran Induk adalah saluran yang berawal dari bangunan pengambilan

• Saluran Pembawa • Saluran Induk adalah saluran yang berawal dari bangunan pengambilan sampai dengan saluran Sekunder lainnya, dengan tugas mengangkut air dari sumbernya selanjutnya dibagikan ke saluransekunder dan tersier. • Saluran Sekunder adalah saluran yang berawal dari bangunan bagi pada saluran induk atau saluran sekunder lainnya yang berfungsi membagi air ke saluran tersier. • Saluran Tersier adalah saluran yang berawal dari bangunan sadap tersier pada saluran induk atau saluran sekunder lainnya yang berfungsi membagi air ke petak tersier maupun ke saluran kuarter. • Jaringan Irigasi Tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi pada petak tersier yang terdiri atas saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter serta bangunan pelengkapnya • Saluran Pembuang • saluran yang berfungsi membuang air akibat kelebihan ataupun limpahan serta air bekas, bisa berupa pembuang buatan yaitu sistem permukaan (surface drainage) atau pembuang alam (sungai dan lembah). Jaringan Irigasi Tersier

Tata Nama Petak

Tata Nama Petak

Pengumpulan data dan penyelidikan Layout pendahuluan Pencekan layout pendahuluan Pengukuran detail Perencanaan detail Langkah

Pengumpulan data dan penyelidikan Layout pendahuluan Pencekan layout pendahuluan Pengukuran detail Perencanaan detail Langkah Perencanaan Tersier Pelaksanaan

Inventarisasi keadaan topografi (diukur atau update peta yg sudah ada 1: 2000 atau 1:

Inventarisasi keadaan topografi (diukur atau update peta yg sudah ada 1: 2000 atau 1: 5000) Inventarisasi fasilitas yang sudah ada, termasuk air tersedia dan kejadian genangan Inventarisasi praktek irigasi dan cara pembagian air Pengumpulan data hidrometereologi Pengumpulan Data & Penyelidikan

Dibuat berdasarkan data dan hasil penyelidikan sebelumnya. Terwujudnya sistim saluran pembawa dan pembuang secara

Dibuat berdasarkan data dan hasil penyelidikan sebelumnya. Terwujudnya sistim saluran pembawa dan pembuang secara jelas Memudahkan sistem olah tanah, memungkinkan adanya jalan usaha tani Layout Pendahuluan Kemudahan pengaliran air

Layout pendahuluan dilakukan konsultasi dengan P 3 A, dan cek lapangan Layout akhir Pencekan

Layout pendahuluan dilakukan konsultasi dengan P 3 A, dan cek lapangan Layout akhir Pencekan Layout

 • Bila secara umum layout dapat diterima, maka trase saluran yang direncana bisa

• Bila secara umum layout dapat diterima, maka trase saluran yang direncana bisa mulai diukur, potongan memanjang dan/atau melintang diukur dan muka air direncana. Pengukuran Detail

 • Dimensi maupun elevasi saluran dan bangunan dapat direncana dan digambar • Dituangkan

• Dimensi maupun elevasi saluran dan bangunan dapat direncana dan digambar • Dituangkan dalam Buku Perencanaan (perencanaan, perhitungan perencanaan dan gambar, serta petunjuk operasi dan pemeliharaan, perkiraan biaya pengembangan, kesepakatan pembagian pembiayaan antara pemerintah dan petani) Perencanaan Detail

Saluran Trapesium

Saluran Trapesium

Saluran Tegak Pasangan Batu

Saluran Tegak Pasangan Batu

 • Elevasi sawah yang akan diairi harus dicek terhadap muka air di saluran

• Elevasi sawah yang akan diairi harus dicek terhadap muka air di saluran • Hal hal berikut akan ditentukan: (1) Elevasi sawah yang menentukan. (2) Muka air rencana di bangunan sadap. (3) Kehilangan total tinggi energi di jaringan tersier. Elevasi-elevasi

 • • Qt : debit rencana, l/dt NFR : kebutuhan bersih air di

• • Qt : debit rencana, l/dt NFR : kebutuhan bersih air di sawah, l/dt. ha A : luas daerah yang diairi, ha et : efisiensi irigasi di petak tersier (0. 775 – 0. 85) Kebutuhan Air Irigasi

 • Kapasitas bangunan sadap tersier didasarkan pada kebutuhan air rencana pintu tersier •

• Kapasitas bangunan sadap tersier didasarkan pada kebutuhan air rencana pintu tersier • Kebutuhan air selama penyiapan lahan menentukan kapasitas rencana • Kapasitas rencana saluran tersier dan kuarter didasarkan pada 100% Qmaks. Jika tidak tersedia data mengenai kebutuhan irigasi, angka umum akan dipergunakan untuk perkiraan. Perencanaan Kapasitas Saluran

 • Elevasi sawah harus diukur 7, 5 meter di luar as saluran irigasi

• Elevasi sawah harus diukur 7, 5 meter di luar as saluran irigasi atau pembuang yang direncana tiap interval 50 m dan pada lokasi khusus. • Jika saluran yang sudah ada masih tetap akan dipakai, maka elevasi tanggulnya juga harus diukur • Beda elevasi (head) yang ada antara elevasi sawah dengan elevasi air di jaringan utama harus diketahui. • Muka air di saluran kuarter sekurangnya 0, 15 m di atas muka sawah. Ini berlaku di sepanjang saluran agar pembagian air ke petak sawah dapat dilakukan dengan baik. Muka Air Rencana

Elevasi Bangunan Sadap Tersier

Elevasi Bangunan Sadap Tersier

P= A+a +b + n. c+ m. e +f+g +Δh+Z • • • •

P= A+a +b + n. c+ m. e +f+g +Δh+Z • • • • P = muka air yang dibutuhkan jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier A = elevasi sawah yang menentukan di petak tersier a = kedalaman air di sawah ( 10 cm) b = kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah ( 10 cm) c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter (5 15 cm/boks) n = jumlah boks bagi kuarter pada saluran yang direncana d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran tersier dan kuarter (I x L cm) e = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier ( 10 cm/boks) m = jumlah boks tersier pada saluran yang direncana f = kehilangan tinggi energi di gorong ( 5 cm per gorong) z = kehilangan tinggi energi bangunan tersier yang lain g = kehilangan tinggi energi di pintu Romijn ( 2/3 H) oh = variasi tinggi muka air, 0. 10 h 100 (kedalaman rencana) ΔH = variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier ( 0. 10 h 100 ) h 100 = kedalaman air rencana di saluran primer atau sekunder padà bangunan sadap. Elevasi Perlu di Primer/Sekunder

Biaya pemeliharaan saluran hendaknya diusahakan serendah mungkin. . Tercapai bila tidak terjadi penggerusan atau

Biaya pemeliharaan saluran hendaknya diusahakan serendah mungkin. . Tercapai bila tidak terjadi penggerusan atau pengendapan. Keduanya berkaitan dengan kecepatan aliran dan kemiringan saluran Karakteristik Saluran

 • Berdasarkan pengalaman lapangan, Fortier (1926) menyimpulkan bahwa untuk saluran irigasi dengan kedalaman

• Berdasarkan pengalaman lapangan, Fortier (1926) menyimpulkan bahwa untuk saluran irigasi dengan kedalaman air kurang dari 0, 90 m pada tanah lempungan atau lempung lanauan, kecepatan maksimum yang diizinkan adalah sekitar 0, 60 m/dt. Harga harga Iebih rendah dapat dipakai untuk tanah pasiran, tetapi akan diperlukan pasangan untuk mengatasi kehilangan akibat perkolasi. • Harga batas gaya geser sebesar 1 kg/m 2 (10 N/m 2) diterapkan untuk saluran tersier dan kuarter. Kecepatan Aliran

 • • • Q = debit saluran, m 3/dt v = k R

• • • Q = debit saluran, m 3/dt v = k R 2/3 I 1/2 v = kecepatan aliran m/dt A = potongan melintang m 2 R = jari hidrolis, m P = keliling basah, m b = lebar dasar, m h = tinggi air, m n = kedalaman lebar I = kemiringan saluran k = koefisien kekasaran Strickler, m 1/3/dt m = kemiringan talut hor. /vert. Dimensi Saluran

 • Kemiringan minimum saluran 1, 00 m/km (0, 001) • Kemiringan minimum medan

• Kemiringan minimum saluran 1, 00 m/km (0, 001) • Kemiringan minimum medan 2% • Lebar tanggul 1, 00 atau 1, 50 m • Kecepatan aliran rencana 0, 50 m/dt • Harga “k” Strickler = 30 • Kemiringan talut 1: 1 Kriteria Perencanaan

Contoh Desain Saluran Ferosemen Trapesium

Contoh Desain Saluran Ferosemen Trapesium

 • Boks bagi dibangun di antara saluran tersier dan kuarter guna membagi air

• Boks bagi dibangun di antara saluran tersier dan kuarter guna membagi air irigasi ke seluruh petak tersier dan kuarter. • Perencanaan boks bagi harus sesuai dengan kebiasaan petani setempat dan memenuhi kebutuhan kegiatan operasi di daerah yang bersangkutan pada saat ini maupun kemungkinan pengembangan di masa mendatang. • Tergantung pada air yang tersedia, boks bagi harus membagi air secara terus menerus (proporsional) dan secara rotasi; • Pembagian air secara proporsional dapat dicapai jika lebar bukaan proporsional dengan luas daerah yang akan diberi air oleh saluran. • Elevasi ambang dan muka air di atas ambang harus sama untuk semua bukaan pada boks. Boks Bagi

Boks Bagi Tiga Arah

Boks Bagi Tiga Arah

Boks Bagi Dua Arah

Boks Bagi Dua Arah

 • Lebar bukaan boks minimum 0, 20 m untuk mengairi daerah dengan luasan

• Lebar bukaan boks minimum 0, 20 m untuk mengairi daerah dengan luasan terkecil dan lebar bukaan yang lebih besar bila memungkinkan ditentukan secara proporsional terhadap luas layanannya. • Elevasi ambang dan muka air harus sama untuk semua bukaan pada boks. • Bentuk boks bagi ada dua macam, yaitu boks bagi untuk membagi ketiga arah dan membagi ke dua arah. Apabila pemberian air dilakukan secara bergilir, maka boks bagi harus dilengkapi dengan pintu atau skotbalk. Layout Boks Tersier

Layout Boks Kuarter

Layout Boks Kuarter

Isometri Boks Tersier Ferosemen

Isometri Boks Tersier Ferosemen

3 1 2 5 4

3 1 2 5 4

10 30 cm Mortar Tulangan Utama 6 mm Tulangan pembagi 4 mm Kawat Anyam

10 30 cm Mortar Tulangan Utama 6 mm Tulangan pembagi 4 mm Kawat Anyam Saluran Ferosemen

Bahan pengikat atau matriks Tulangan Rangka dan Kawat Anyam Komponen Utama Penyusun Ferosemen

Bahan pengikat atau matriks Tulangan Rangka dan Kawat Anyam Komponen Utama Penyusun Ferosemen

Ekonomis Setiap penentuan dimensi dan cara pembuatan harus memperhatikan efisiensi ekonomi sebagai bahan bangunan.

Ekonomis Setiap penentuan dimensi dan cara pembuatan harus memperhatikan efisiensi ekonomi sebagai bahan bangunan. Untuk mengatasi kelangkaan bahan bangunan baik di desa maupun di kota, bahan ini dapat diproduksi sendiri dengan menggunakan peralatan dan cetakan sederhana yang dibuat dengan kayu lapis biasa. Kemudahan Unsur utama untuk kemudahan adalah kesederhanaan dan efisiensi, misalnya tidak memerlukan alat berat kuat tarik yang memadai; Kekuatan Keamanan kuat lentur yang memadai; Memenuhi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK 3) kuat tekan yang cukup. Persyaratan Perencanaan

Gambar Detail • Memuat potongan memanjang, melintang, penulangan dan rangka. Penulangan Rangka • Dipastikan

Gambar Detail • Memuat potongan memanjang, melintang, penulangan dan rangka. Penulangan Rangka • Dipastikan direncanakan untuk overlap antar kawat anyam minimum 10 cm Cetakan • Dipastikan akan menghasilkan bentuk sesuai dengan rencana • Memiliki kekuatan yg cukup untuk menopang beban konstruksi Ketentuan Teknis

SNI 2049: 2015 adalah semen portland biasa yaitu semen tipe I atau semen tipe

SNI 2049: 2015 adalah semen portland biasa yaitu semen tipe I atau semen tipe II selama tidak diperlukan sifat khusus untuk mengatasi keadaan sekelilingnya Tipe I • Semen portland biasanya lebih sesuai untuk keadaan sekeliling yang mengandung kadar sulfat rendah, tipe semen ini lebih sesuai untuk penggunaan pada struktur • Jenis semen ini tidak dianjurkan untuk konstruksi yang berpengaruh terhadap senyawa sulfat dalam tanah, air tanah dan air laut, sensitif terhadap proses hidrasi, biasanya digunakan pada iklim yang panas dimana panas yang ditimbulkan selama hidrasi tidak sebanyak yang ditimbulkan oleh tipe lain. . Tipe II • Penggunaan semen tipe ini memberikan kekuatan awal konstruksi yang rendah, dan membentuk struktur gel yang lebih padat, terutama digunakan untuk keadaan sekeliling yang tinggi kadar sulfatnya, sesuai untuk penggunaan pada konstruksi jaringan irigasi. Juga sesuai untuk digunakan pada daerah iklim panas. Tipe III • Semen portland dengan proses pengerasan cepat (rapid hardening portland cement), memberikan kekuatan awal konstruksi yang tinggi. Terutama banyak digunakan pada konstruksi yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi, pengerasan yang cepat, dan menunjukkan kenaikan temperatur yang tinggi selama hidrasi, sehingga penggunaan pada konstruksi ferosemen yang tipis tidak akan menimbulkan akibat yang buruk. Pada temperatur sekeliling yang rendah ini, penggunaan semen yang menimbulkan panas yang tinggi dapat melindungi konstruksi dari kerusakan akibat temperatur tersebut. Tipe IV • Semen tahan sulfat ini lebih banyak dianjurkan pada penggunaan dalam konstruksi maritim dan konstruksi yang mendapat gangguan sulfat. Tetapi, secara umum semen ini lebih mahal. Syarat Bahan: Semen

Kandungan lumpur ≤ 3% dan bebas dari kandungan organik/ garam dengan dibuktikan melalui uji

Kandungan lumpur ≤ 3% dan bebas dari kandungan organik/ garam dengan dibuktikan melalui uji di laboratorium. Pasir harus baik/keras yang dibuktikan dengan uji kekekalan agregat (soundness) sesuai SNI 3407: 2008 atau berat jenis (spesific gravity) di laboratorium sesuai dengan SNI 1964: 2008. Pasir harus terdiri atas butir bergradasi baik (well graded sand), tidak terdapat butiran yang berdiameter lebih besar dari 2, 0 mm dengan spesifikasi analisis ayakan gradasi yang lolos dapat dilihat pada Tabel 1. Pengujian gradasi agregat mengacu pada SNI ASTM C 136 2012. Syarat Bahan: Agregat Halus

Gradasi Pasir

Gradasi Pasir

Air harus bersih (sesuai SNI 7974: 2013), tersedia cukup dan bebas dari pencemaran bahan

Air harus bersih (sesuai SNI 7974: 2013), tersedia cukup dan bebas dari pencemaran bahan kimia, limbah industri, kandungan organik, kandungan garam, kandungan lumpur, dan bahan lain yang dapat mempengaruhi daya ikat mortar terhadap tulangan dan kuat tekan. Syarat Bahan: Air

 • Bahan tulangan rangka adalah besi beton berdiameter 4 mm dan 6 mm.

• Bahan tulangan rangka adalah besi beton berdiameter 4 mm dan 6 mm. • Ukuran tulangan rangka untuk saluran mengacu pada SNI 2052: 2014/ASTM A 36: 1) tulangan tegak atau pokok, berdiameter maksimum 6 mm. 2) 2) tulangan horizontal atau pembagi, berdiameter maksimum 4 mm. • Jarak tulangan rangka adalah 10 cm sampai dengan 30 cm. • Besi beton untuk tulangan rangka harus bersih, tidak boleh terkena cemaran minyak atau bahan lain yang dapat mempengaruhi ikatan besi beton dengan mortar. Syarat Bahan: Tulangan

Sifat Penulangan dan Komposisi Bahan

Sifat Penulangan dan Komposisi Bahan

Fungsi • Penahan mortar pada saat masih basah dan penahan beban tarik setelah kering

Fungsi • Penahan mortar pada saat masih basah dan penahan beban tarik setelah kering Jenis • Kawat anyam terdiri atas kawat halus dengan garis tengah tidak lebih dari 1/6 in (1, 5 mm) baik kawat yang dianyam maupun yang dilas. • Kawat anyam harus baik, mudah dibentuk dan mudah dicari di pasaran, lebar bukaan untuk kawat anyam berkisar antara 10 mm sampai dengan 25 mm • Apabila kawat anyam las yang dipakai untuk ferosemen berdiameter 1, 00 mm sampai dengan 1, 25 mm, kawat dapat digalvanisasi baik sebelum maupun sesudah dianyam Syarat Bahan: Kawat Anyam

 • Bahan tambah untuk adukan digunakan untuk meningkatkan sifat bahan, kemudahan dalam pengerjaan

• Bahan tambah untuk adukan digunakan untuk meningkatkan sifat bahan, kemudahan dalam pengerjaan (workability), mengurangi kebutuhan air, dan untuk memperpanjang waktu pengikatan mortar. • Untuk pekerjaan ferosemen, bahan tambahan yang sesuai adalah tipe A, B, D, F dan G. • Banyaknya bahan tambah adalah ≤ 1% dari keseluruhan berat semen dalam adukan mortar, pemilihan tipe bahan tambahan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi lapangan. Tipe Bahan Aditif Klasifikasi Fungsi A Water Reducing Admixtures B Retarding Admixtures C Accelerating Admixtures D Water Reducing and Retarding Admixtures E Water Reducing and Accelerating Admixtures F Water Reducing, High Range Admixtures G Water Reducing, High Range Retarding Admixtures

 • suatu perhitungan harga satuan upah, tenaga kerja, dan bahan, serta pekerjaan yang

• suatu perhitungan harga satuan upah, tenaga kerja, dan bahan, serta pekerjaan yang secara teknis dirinci secara detail berdasarkan suatu metode kerja dan asumsi yang sesuai dengan yang diuraikan dalam suatu spesifikasi teknik, gambar desain dan komponen harga satuan, baik untuk kegiatan rehabilitasi/ pemeliharaan, maupun peningkatan infrastruktur ke PU an. Analisis Harga Satuan Pekerjaan

 • koefisien : faktor pengali atau koefisien sebagai dasar penghitungan biaya bahan, biaya

• koefisien : faktor pengali atau koefisien sebagai dasar penghitungan biaya bahan, biaya alat, dan upah tenaga kerja • koefisien bahan: indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan bangunan untuk setiap satuan volume pekerjaan • koefisien tenaga kerja: indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan volume pekerjaan • harga satuan dasar (HSD): harga komponen dari mata pembayaran dalam satuan tertentu, misalnya: bahan (m, m², m³, kg, ton, zak, dan sebagainya), peralatan (unit, jam, hari, dan sebagainya), dan upah tenaga kerja (jam, hari, bulan, dan sebagainya) Istilah

 • harga satuan dasar alat: besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen biaya alat

• harga satuan dasar alat: besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen biaya alat yang meliputi biaya pasti dan biaya tidak pasti atau biaya operasi per satuan waktu tertentu, untuk memproduksi satuan pengukuran pekerjaan tertentu • harga satuan dasar bahan: besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen bahan untuk memproduksi satuan pengukuran pekerjaan tertentu • harga satuan dasar tenaga kerja: besarnya biaya yang dikeluarkan pada komponen tenaga kerja per satuan waktu tertentu, untuk memproduksi satuan pengukuran pekerjaan tertentu • harga satuan pekerjaan (HSP): biaya yang dihitung dalam suatu analisis harga satuan suatu pekerjaan, yang terdiri atas biaya langsung (tenaga kerja, bahan, dan alat), dan biaya tidak langsung (biaya umum atau overhead, dan keuntungan) sebagai mata pembayaran suatu jenis pekerjaan tertentu, belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Istilah

Struktur Analisis HSP

Struktur Analisis HSP

Struktur HSD alat mekanis

Struktur HSD alat mekanis

Struktur analisis HSD bahan

Struktur analisis HSD bahan

Menghitung semua kebutuhan bahan untuk semua bagian saluran/boks bagi ferosemen yang direncanakan: 1. Pembuatan

Menghitung semua kebutuhan bahan untuk semua bagian saluran/boks bagi ferosemen yang direncanakan: 1. Pembuatan cetakan (per meter/buah) satuan akhir m 2 2. Pemasangan tulangan rangka dibuat dalam m 2 konversi ke kg 3. Pemasangan tulangan selimut (wiremesh) m 2 4. Pemasangan mortar (1 Pc : 2 Pp) per meter lari m 3 Langkah perhitungan bahan

Menghitung semua kebutuhan upah untuk semua bagian saluran/boks bagi ferosemen yang direncanakan: 1. Pembuatan

Menghitung semua kebutuhan upah untuk semua bagian saluran/boks bagi ferosemen yang direncanakan: 1. Pembuatan cetakan (per meter/buah): mengacu ke SNI/AHSP PU cetakan plat, ferosemen lebih tipis multipleknya dimensi menyesuaikan kecepatan memotong jg lebih cepat 2. Pemasangan tulangan rangka: mengacu ke SNI/AHSP PU dengan jarak tulangan yang sama (10 30 cm) 3. Pemasangan tulangan selimut (wiremesh): hanya memotong dan mengikat ke tulangan rangka dengan jarak 20 30 cm 4. Pemasangan mortar (1 Pc : 2 Pp) per meter lari: mengacu ke SNI/AHSP pekerjaan mortar plesteran serupa dengan dimensi yang berbeda Langkah perhitungan upah

 • Pengangkutan saluran precast ke lokasi untuk pekerjaan precast, dan sambungan antar modul.

• Pengangkutan saluran precast ke lokasi untuk pekerjaan precast, dan sambungan antar modul. • Penggunaan bekisting precast maksimum bisa sampai dengan 200 x untuk baja, maksimal 5 x untuk kayu • Penggunaan perancah bekisting untuk metode insituasional sesuai dengan kondisi lapangan, minimal per 50 cm. • Pekerjaan galian direncanakan ruang yang cukup untuk proses pelaksanaan dua sisi, minimal 40 50 cm dari sisi tepi saluran rencana. Beberapa catatan lain