PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DAN KONSTRUKSI MELALUI ARBITRASE Oleh
PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DAN KONSTRUKSI MELALUI ARBITRASE Oleh: Prof. Dr. H. Joni Emirzon, SH. , M. Hum. , FCBarb GB HUKUM BISNIS FH UNSRI Ketua BANI Perwakilan Palembang Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Center Bandar Lampung, September 2018
PENDAHULUAN Dewasa ini penyelesaian sengketa/konflik BISNIS sudah mulai beralih kepenyelesaian dengan cara non-litigasi yang dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif atau Alternative Dispute Resolution (ADR), KHUSUSNYA ARBITRASE. HINGGA SAAT INI LEBIH DARI 900 KASUS BISNIS YANG DISELESAIKAN DI BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (BANI) DAN Approximately 80% of all international agreement contain arbitration clause (Andreas Respondek, 2003), BANI CENTER=955 KASUS (2017) Ada bbr. kebaikan mekanisme ADR bila dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui Pengadilan, yaitu: (Chistoper W. Moor, dalam Joni Emirzon, 2001: 20) 1. Sifat kesukarelaan dalam proses, 2. Prosedur yang cepat, Hemat waktu dan biaya. 3. keputusan Non-judicial. 4. Kontrol oleh manajer yang paling tahu tentang kebutuhan organisasi. , 5. Prosedur Rahasia (Confidential). , 6. Fleksibilitas yang besar dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah
LANJUTAN. . . 7. Perlindungan dan pemeriharaan hubungan kerja. 8. Tinggi kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan. 9. Tingkatan yang lebih tinggi melaksanakan kontrol dan lebih mudah memperkirakan hasil. 10. Kesepakatan-kesepkatan yang lebih baik daripada sekedar kompromi atau hasil yang diperoleh dari cara penyelesaian kalah/ menang. 11. Keputusan yang bertahan sepanjang waktu.
. . Selain dari faktor-faktor di atas ada faktor lain yang menajdi alasan perlunya alternatif penyelesaian sengketa yaitu: (Yahya Harahap, dkk, 1996: 5 -24) 1. Adanya tuntutan dunia bisnis 2. Adanya berbagai kritik yang dilontarkan kepada lembaga Peradilan. 3. Peradilan pada umumnya tidak responsif. 4. Keputusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah 5. Kemampuan para Hakim bersifat generalis. 6. Adanya berbagai ungkapan yang mengurangi citra pengadilan. 7. pencegahan terjadinya sengketa akan memperkecil sengketa. Di negara lain baik yang sudah maju (developed Countries) maupun negara industri baru (new industriilized countries) telah menempatkan ADR sebagai the first resort dan pengadilan sebagai the last resort. Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa : Bentukbentuk alternatif penyelesaian sengketa (ADR) 1. Negosiasi, 2. Mediasi, 3. konsiliasi, 4. Arbitrase, DLL.
PERKEMBANGAN PENYELESAIAN KASUS BISNIS DAN KONSTRUKSI DI BANI
JASA KONSTRUKSI DAN PEKERJAAN KONSTRUKSI Pasal 1 UUJK 12/2017 1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi. 3. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
DASAR HUB HUKUM Pada Pasal 46 Ayat (1) UUJK Bagian Ketiga Kontrak Kerja Konstruksi dinyatakan bahwa pengaturan hubungan kerja berdasarkan hukum harus dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Pada Pasal 47 Ayat (1) UUJK dinyatakan pula bahwa Kontrak Kerja Konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai: a. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak; b. rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan; c. masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;
d. hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh hasil Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan, serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi; e. penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat; f. cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya jaminan atas pembayaran;
g. wanprestasi, memuat ketentuan tentanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan; h. penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan; i. pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;
j. keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak; k. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan; l. pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
m. pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian; n. aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan; o. jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan p. pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.
PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI UU KONSTRUKSI NP 2 TAHUN 2017 BAB XI PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 88 (1) Sengketa yang terjadi dalam Kontrak Kerja Konstruksi diselesaikan dengan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan. (2) Dalam hal musyawarah para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mencapai suatu kemufakatan, para pihak menempuh tahapan upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi. (3) Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), para pihak yang bersengketa membuat suatu persetujuan tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa yang akan dipilih. (4) Tahapan upaya penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. mediasi; b. konsiliasi; dan c. arbitrase.
ARBITRASE berasal dari kata arbitrare (bahasa latin) yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan (M. Husein& A. Supriyani , tak bertahun: 2). Menurut UU No. 30 tahun 1999, Arbitrase adalah cara penyelesaian satu perkara perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 angka 1)
DEFINISI : Frank Elkoury dan Edna Elkoury, Arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau simple yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan dimana keputusan mereka berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final dan mengikat. Subekti, Arbitrase merupakan suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk kepada atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau ditunjuk tersebut. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. (Ps. 1 angka 3 UU N 0. 30/1999) 21
RUANG LINGKUP: PERJANJIAN ARBITRASE Pasal 5 (1) DAN (2) UU NO. 30/1999. (1) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. (2) Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian. 22
MENGAPA ARBITRASE? Terdapat beberapa kelebihan dan kemudahan penyelesaian sengketa di arbitrase: 1. Cepat dan hemat (Tata cara bisa cepat dan biaya terukur) 2. Diadili oleh para ahli (Expert decision-Maker) 3. Rahasia/Tertutup (dijamin kerahasiaan sengketa para pihak); 4. Lebih bersifat kekeluargaan 5. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif; 23
6. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil; 7. Putusan final dan mengikat (Final and binding); 8. Tata cara penyelesaian lebih informal dari tata cara pengadilan. 9. International enforcement of Arbitral awards. **Approximately 80% of all international agreement contain arbitration clause (Andreas Respondek, 2003)
PERIKATAN ARBITRASE DALAM PERIKATAN ARBITRASE ADA DUA MACAM KLAUSULA , yaitu: 1. PACTUM DE COMPROMITENDO dan 2. ACTA COMPROMISE. Klausula pactum de compromitendo dibuat sebelum persengketaan terjadi, dapat bersamaan dengan saat pembuatan perjanjian pokok atau sesudahnya. Sedangkan Acta compromise dibuat setelah terjadinya sengketa yang berkenaan dengan pelaksanaan suatu perjanjian.
Syarat Arbitrase : Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase memuat dengan jelas, antara lain : 1. nama dan alamat para pihak; 2. penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku; 3. perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa; 4. dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada; 5. cara penyelesaian yang dikehendaki; dan 6. perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil. 26
Syarat Arbitrase : • Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. • Dalam hal pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud diatas, perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk : 27
Syarat Arbitrase : • • Akta Notaris Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud diatas harus memuat : 1. masalah yang dipersengketakan; 2. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak; 3. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase; 4. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan; 5. nama lengkap sekretaris; 6. jangka waktu penyelesaian sengketa; 7. pernyataan kesediaan dari arbiter; dan 8. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase. 28
Perjanjian Arbitrase: Klausula Separabilitas. Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan di bawah ini : (Ps. 10 UU No. 30/1999) 1. Meninggalnya salah satu pihak, 2. Bangkrutnya salah satu pihak, 3. Novasi (pembaharuan utang), 4. Insolvensi (keadaan tidak mampu membayar) salah satu pihak, 5. Pewarisan, 6. Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok, 7. Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut, atau 8. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok. 29
Lanjutan. . . q Klausula Arbitrase bersifat OTONOM. Pembatalan atau berakhirnya kontrak tidak menyebabkan batalnya klausula arbitrase. q Kalausula Arbitrase bukaan merupakan perjanjian tambahan, yang menurut sifatnya akan berakhir dengan berakhirnya perjanjian pokok. q UNCITRAL Arbitration Rule juga mengenal Doktrin Separabiitas, P. 21 ayat (2): “. . . an arbitration clause which forms of contract and which povides for arbitration under the rules shall be treated as ang agreement independent of the other term of the contract.
AKIBAT HUKUM PEMILIHAN ARBITRASE OLEH PARA PIHAK: Apabila para pihak telah memiliki arbitrase, maka PN tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase (Ps. 3 UU 30/1999). 1. Pasal 4 UU NO/30/199. (1) Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka. 2. Pasal 11 (2) : PN wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam UU ini. 31
BEBERAPA RUMUSAN KLAUSULA ARBITRASE 1. BANI ARBIRATION CENTER: Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan diputus oleh Badan Arbitrase Indonesia (BANI), menurut peraturan-peraturan prosedur BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir. 2. ICC: All dispute arising in connection with the present contract shall be finally settled under the Rulles of Consiliation and Arbitration of the international Chamber of Commerce by one or more arbiters apppointed in accordance with the said rules. 3. UNCITRAL ARBITRATION Rules: Any Dispute, controversary of claim arising out of or relating to this contract, or the breach, termination or invalidity there of, shall be settled by arbitration in accordance with the UNCITRAL Arbitration Rules as at present in force.
ISI KLAUSULA ARBITRASE v Apakah arbitrase institusional atau ad-hoc; v Di mana tempat arbitrase diselenggarakan; v Jumlah arbitrator; v Wewenang arbitrator; v Apa Peraturan dan Prosedur Penunjukan arbiter; v Prosedur dan jangka waktu penyampaian permohonan atau notifikasi untuk memulai arbitrase; v Hukum yang berlaku v Bahasa yanng digunakan; v Hal-hal lain yang disepakati.
FUNGSI KLAUSULA/PERJANJIAN ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA SEBAGAI SUMBER KEWENANGAN BADAN ARBITRASE UNTUK MENYELESAIKAN SENGKETA YANG DIMOHONKAN PARA PIHAK Pasal 4 UU NO/30/199. (1) Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.
PERJANJIAN ARBITRASE HARUS TERTULIS UU No. 30/1999 mensyaratkan bahwa Perjanjian Arbitrase harus dibuat secara tertulis: Pasal 1 angka 3 UU No. 30/1999 Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Pasal 9 (1) Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. (2) Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris
KEKUATAN MENGIKAT KLAUSUL ARBITRASE PN tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase (Ps. 3 UU 30/1999). Pasal 11 (1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke PN. (2) PN wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam UU ini.
SYARAT PENGANGKATAN ARBITER Pasal 12 (1) Yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter harus memenuhi syarat : a. cakap melakukan tindakan hukum; b. berumur paling rendah 35 tahun; c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa; d. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase; dan e. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun. (2) Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter.
MACAM ARBITER ADA DUA MACAM ARBITER DALAM PENYELESAIAN KASUS PERDATA/BISNIS/DAGANG, YAITU: 1. MAJELIS ARBITER YANG TERDIRI 3 ORANG ARBITER : 1 SEBAGAI KETUA DAN 2 ORANG SEBAGAI ANGGOTA MAJELIS ARBITER UNTUK PNYELESAIAN KASUS YANG GUGATNYA RELAIF JUMLAHNYA BESAR DN CUKUP KOMPLEKS. 2. ARBITER TUNGGAL YAITU HANYA SATU ORANG ARBITER DIPERUNTUKAN UNTK PENYELSAIAN KASUS YANG GUGATNYA DAN RELTIF KECIL DAN SUMIR.
MACAM LEMBAGA ARBITRASE Macam-macam Lembaga Arbitrase YAITU: 1. Arbitrase Institusional 2. Arbitrase Ad Hoc (SEMENTARA) Arbitrase INSTITUSIONAL (yang melembaga) di Indonesia adalah: 1. BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (BANI) yang didirikan oleh KADIN pada tanggal 3 Desember 1977 DI JAKARTA, SAAT INI ADA BANI DI BEBERAPA DAERAH SEPERTI: MEDAN, PALEMBANG, BANDUNG, 2. ARBITRASE INTERNASIONAL
LANGKAH-2 PENGAJUAN GUGATAN MELALUI ARBITRASE 1. PASTIKAN BAHWA ADA KLAUSULA PEMILIHAN ARBITRASE DALAM KONTRAK ATAU ADA PERJANJIAN ABITRASE YANG DISEPAKATI OLEH PARA PIHAK. 2. MELAKUKAN PENDAFTARAN, ADA BIAYA PENDAFTARAN : Rp. 2 juta 3. Banyar biaya perkara , tergantung besar kecil jumlah gugatan sesuai dengan persentase yang ditentukan lembaga arbitrase yang bersangkutan. Jika biaya perkara belum dibayar maka proses pemeriksaan belum dapat dilaksanakan oleh badan arbitrase tersebut. (lihat daftar perkara arbitrase BANI)
BIAYA ARBITRASE Pasal 76 (1) Arbiter menentukan biaya arbitrase. (2) Biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. honorarium arbiter; b. biaya perjalanan dan biaya lainnya yang dikeluarkan oleh arbiter; c. biaya saksi dan atau saksi ahli yang diperlukan dalam pemeriksaan sengketa; dan d. biaya administrasi. Pasal 77 (1) Biaya arbitrase dibebankan kepada pihak yang kalah (2) Dalam hal tuntutan hanya dikabulkan sebagian, biaya arbitrase dibebankan kepada para pihak secara seimbang.
TERIMA KASIH
- Slides: 42