Pengumpulan dan Evaluasi Bukti AUDIT INVESTIGATIF Deputi Investigasi

Pengumpulan dan Evaluasi Bukti AUDIT INVESTIGATIF Deputi Investigasi BPKP

A. Konsepsi Bukti Daftar Isi B. Pengumpulan Bukti C. Evaluasi Bukti

A. Konsepsi Bukti 1 • Pengertian Bukti 2 • Standar Audit Investigatif Berkaitan dengan Pengumpulan dan Evaluasi Bukti 3 • Prinsip Dasar Pengumpulan dan Evaluasi Bukti 4 • Pengumpulan dan Evaluasi Bukti Dokumen Elektronik (PEBDE)

A. Konsepsi Bukti 1. Pengertian Bukti Menurut: Tommy W. Singleton dan Aaron J. Singleton dalam bukunya Fraud Auditing and Forensic Accounting “In a broad sense, evidence is anything perceptible by the five senses and any species of proof—such as testimony of witnesses, records, documents, facts, data, or concrete objects—legally presented at a trial to prove a contention and induce a belief in the minds of the court or jury. In weighing evidence, the court or jury may consider such things as the demeanor of witnesses, their bias for or against an accused, and any relationship to the accused. Thus, evidence can be testimonial, circumstantial, demonstrative, inferential, and even theoretical when given by a qualified expert. Evidence is simply anything that proves or disproves any matter in question. ” Dalam arti luas, bukti adalah segala sesuatu yang dapat dipersepsikan dengan menggunakan panca indera dan berdasarkan bukti, seperti keterangan saksi, catatan, dokumen, fakta, data, atau objek nyata yang secara legal disampaikan di depan persidangan untuk meyakinkan hakim. Dalam menentukan kekuatan dan kelemahan suatu bukti, hakim dapat mempertimbangkan beberapa faktor seperti sikap/perilaku seorang saksi, subjektivitas pribadi hakim baik yang positif maupun negatif terhadap terdakwa, dan adanya hubungan tertentu antara hakim dengan terdakwa. Jadi, bukti dapat berupa keterangan, bukti tidak langsung, peragaan, pendapat pribadi, bahkan pendapat teoretis yang diberikan oleh seorang ahli yang diakui kepakarannya dalam bidangnya. Secara singkat, bukti diartikan sebagai sesuatu yang dapat membuktikan atau menyangkal sesuatu permasalahan yang belum jelas. Deputi Bidang Investigasi

A. Konsepsi Bukti 1. Pengertian Bukti Menurut: “Evidence is all means by which an alleged matter of fact is established or disproved. ” George A. Manning, CFE, E. A. dalam bukunya Financial Accounting and Forensic Accounting Bukti adalah segala sesuatu yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat digunakan untuk membuktikan apakah suatu fakta menjadi terungkap atau tidak terungkap. Deputi Bidang Investigasi

A. Konsepsi Bukti 1. Pengertian Bukti Menurut: Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Terdapat dua pengertian bukti, yaitu: 1. Sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa 2. Hal yang menjadi tanda perbuatan jahat. Deputi Bidang Investigasi

A. Konsepsi Bukti 1. Pengertian Bukti Barang bukti adalah benda baik bergerak atau tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang terjadi. Agar dapat dijadikan bukti, maka benda tersebut harus terlebih dahulu disita oleh penyidik. Benda yang dapat disita adalah: • seluruh atau sebagian yang diduga diperoleh dari hasil dari tindak pidana; • dipergunakan secara langsung untuk melakukan atau mempersiapkan tindak pidana; • dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; • khusus dibuat atau diperuntukkan untuk melakukan tindak pidana. Contoh barang bukti berkaitan dengan tindak pidana yang diperkarakan sebagai objek tindak pidana adalah: alat untuk melakukan perbuatan (seperti: cap, mesin hitung uang, dan komputer); hasil dari perbuatan (seperti: rumah, kendaraan, dan pabrik); serta barang lainnya yang mempunyai hubungan langsung dengan perbuatan tersebut (seperti: tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki arti). Alat bukti dapat dimaknai sebagai alat yang dapat diarahkan menjadi alat bukti hukum menurut ketentuan hukum pidana. Pasal 183 KUHAP menyatakan, ”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. ” Pasal 183 tersebut diantaranya menyebutkan mengenai alat bukti. Menurut pasal 184 KUHAP, terdapat lima jenis alat bukti yang sah yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Deputi Bidang Investigasi

A. Konsepsi Bukti 2. Standar Audit Investigatif Berkaitan dengan Pengumpulan dan Evaluasi Bukti SAIPI - Paragraf 3300 – Pelaksanaan Penugasan Audit Intern: “Auditor harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan audit intern. ” SAIPI - Paragraf 3310 – Mengidentifikasi Informasi: “Auditor harus mengidentifikasi informasi audit intern yang cukup, kompeten, dan relevan. ” Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus difokuskan pada upaya pengujian hipotesis untuk mengungkapkan: 1. Fakta-fakta dan proses kejadian (modus operandi); 2. Sebab dan dampak penyimpangan; 3. Pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara/ daerah Deputi Bidang Investigasi

A. Konsepsi Bukti 2. Standar Audit Investigatif Berkaitan dengan Pengumpulan dan Evaluasi Bukti Standar audit berkaitan dengan pengumpulan dan pengujian (evaluasi) bukti dapat dijelaskan sebagai berikut: 1 Mengumpulkan Informasi Auditor harus mengidentifikasi informasi audit intern yang cukup, kompeten, dan relevan. 2 Menganalisis dan Mengevaluasi Informasi Auditor harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan audit intern pada analisis dan evaluasi informasi yang tepat. Deputi Bidang Investigasi 3 Mendokumentasikan Informasi Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan pendokumentasian informasi audit intern dalam bentuk kertas kerja audit intern. Informasi harus didokumentasikan disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis.

A. Konsepsi Bukti 2. Standar Audit Investigatif Berkaitan dengan Pengumpulan dan Evaluasi Bukti a. Informasi yang dikumpulkan oleh auditor akan digunakan untuk mendukung kesimpulan, fakta, serta rekomendasi yang terkait. b. Informasi yang cukup berkaitan dengan jumlah informasi yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk penarikan suatu kesimpulan. Untuk menentukan kecukupan informasi, auditor harus menerapkan pertimbangan keahliannya secara profesional dan objektif. c. Informasi disebut kompeten jika Informasi tersebut sah dan dapat diandalkan untuk menjamin kesesuaian dengan faktanya. Informasi yang sah adalah Informasi yang memenuhi persyaratan hukum dan peraturan perundangan. Informasi yang dapat diandalkan berkaitan dengan sumber dan cara perolehan Informasi itu sendiri. d. Informasi disebut relevan jika Informasi tersebut secara logis mendukung atau menguatkan pendapat atau argumen yang berhubungan dengan tujuan dan kesimpulan. e. Auditor dapat menggunakan tenaga ahli apabila pengetahuan dan pengalamannya tidak memadai untuk mendapatkan Informasi yang cukup, kompeten, dan relevan. Untuk memahami apakah hasil kerja tenaga ahli dapat mendukung kesimpulan, auditor harus mempelajari metode atau asumsi yang digunakan oleh tenaga ahli tersebut. Deputi Bidang Investigasi

A. Konsepsi Bukti 2. Standar Audit Investigatif Berkaitan dengan Pengumpulan dan Evaluasi Bukti a. Selain untuk mendukung simpulan auditor dan hasil penugasan audit intern, informasi yang diidentifikasi, dianalisis, dan dievaluasi meliputi pula informasi yang mendukung adanya kelemahan dalam sistem pengendalian intern serta informasi yang mendukung adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse). b. Pengujian (pengevaluasian) bukti terdiri atas analisis dan evaluasi bukti, dimaksudkan untuk menilai tiga hal yaitu relevansi, kompetensi dan kecukupan bukti dalam mendukung hipotesis yang telah ditetap pada tahapan pra-perencanaan. c. Bukti diuji (dievaluasi) dengan memperhatikan urutan proses kejadian (sequences) dan kerangka waktu kejadian (time frame) yang dijabarkan dalam bentuk bagan arus kejadian (flow chart) atau narasi. Deputi Bidang Investigasi

A. Konsepsi Bukti 2. Standar Audit Investigatif Berkaitan dengan Pengumpulan dan Evaluasi Bukti 1. Informasi yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit investigatif harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan auditor yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan audit tersebut dapat memastikan bahwa informasi tersebut dapat menjadi informasi yang mendukung kesimpulan, fakta, dan rekomendasi auditor. 2. Bentuk dan isi informasi harus dirancang secara tepat sehingga sesuai dengan kondisi masing-masing penugasan atau jenis audit investigatif. Informasi harus menggambarkan catatan penting mengenai penugasan audit investigatif yang dilaksanakan oleh auditor sesuai dengan Standar Audit dan kesimpulan auditor. Kuantitas, jenis, dan isi informasi audit investigatif didasarkan atas pertimbangan profesional auditor. 3. Informasi harus berisi: a. sasaran, lingkup, dan metodologi audit investigatif, termasuk kriteria pengambilan uji petik (sampling) yang digunakan; b. dokumentasi penugasan yang dilakukan digunakan untuk mendukung pertimbangan profesional dan fakta yang ditemukan; c. informasi tentang reviu dan supervisi terhadap penugasan yang dilakukan; d. penjelasan auditor mengenai Standar Audit yang tidak diterapkan, apabila ada, alasan, dan akibatnya. Deputi Bidang Investigasi

A. Konsepsi Bukti 2. Standar Audit Investigatif Berkaitan dengan Pengumpulan dan Evaluasi Bukti 4. Penyusunan dokumentasi informasi harus cukup rinci untuk memberikan pengertian yang jelas tentang sasaran, sumber, dan kesimpulan yang dibuat oleh auditor, dan harus diatur secara jelas sehingga ada hubungan antara fakta dengan kesimpulan yang ada dalam laporan hasil audit investigatif. 5. Setiap kertas kerja audit investigatif harus dilakukan reviu secara berjenjang untuk memastikan bahwa kertas kerja audit investigatif telah disusun dan memuat semua informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan program kerja penugasan. 6. Pimpinan APIP harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan informasi audit investigatif selama waktu tertentu 7. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumentasi informasi memungkinkan dilakukannya reviu terhadap kualitas pelaksanaan audit investigatif, yaitu dengan memberikan informasi tersebut kepada pereviu, baik dalam bentuk dokumen tertulis maupun dalam format elektronik. Apabila informasi audit investigatif hanya disimpan secara elektronik, pimpinan APIP harus yakin bahwa informasi elektronik tersebut dapat diakses sepanjang periode penyimpanan yang ditetapkan dan akses terhadap informasi elektronik tersebut dijaga secara memadai. 8. Pimpinan APIP harus mengembangkan kebijakan yang mengatur pengamanan dan retensi catatan penugasan consulting, serta pendistribusiannya kepada pihak intern dan ekstern. Kebijakan ini harus konsisten dengan pedoman APIP dan persyaratan peraturan atau lainnya yang bersangkutan. Deputi Bidang Investigasi

A. Konsepsi Bukti 3. Prinsip Dasar Pengumpulan dan Evaluasi Bukti Relevan Informasi dikatakan relevan jika memiliki kecenderungan untuk membuktikan atau menyangkal fakta dalam suatu permasalahan. Dalam proses audit investigatif, hal ini berarti bahwa sepotong bukti mungkin dianggap atau menjadi relevan jika cenderung dapat digunakan untuk menguatkan atau menyangkal tentang unsur-unsur pembuktian atas suatu pelanggaran, termasuk didalamnya mengenai pembuktian atas pengetahuan dan niat pelakunya. International Anti-Corruption Resources Center (IACRC) Guide to Combating Corruption and Fraud in Development Projects dalam salah satu publikasinya, The Basic of Evidence for Fraud and Corruption Investigators, menyatakan bahwa terdapat dua prinsip mendasar dalam tahap pengumpulan dan evaluasi bukti oleh auditor investigative, yaitu: 1. Relevan 2. Berbobot Berdasarkan uraian di atas, auditor investigatif dituntut untuk memiliki pemahaman yang tepat mengenai: Unsur-unsur pembuktian atas suatu penyimpangan. Jenis bukti, baik langsung maupun tidak langsung, yang relevan untuk membuktikan adanya penyimpangan. Berbobot Beberapa faktor yang memengaruhi bobot suatu bukti adalah keandalan dan kekuatan persuasif suatu bukti. Bukti yang berbobot dipengaruhi oleh: a. Sumber bukti b. Bukti langsung dan tidak langsung c. Kredibilitas terwawancara (sumber informasi) Di samping ketiga hal tersebut di atas, terdapat faktor lain yang dapat meningkatkan bobot suatu bukti audit, yaitu: a. Pengakuan b. Bantahan c. Bukti-bukti tidak langsung dari unsur "pengetahuan dan niat" Deputi Bidang Investigasi

A. Konsepsi Bukti 3. Prinsip Dasar Pengumpulan dan Evaluasi Bukti Sesuai dengan aksioma audit investigatif, hasil akhir proses audit investigatif diharapkan berlanjut dan diselesaikan pada proses pengadilan. Dengan demikian, auditor harus mampu menyajikan bukti audit yang meyakinkan dapat diterima di pengadilan. Beberapa persyaratan agar bukti audit memenuhi unsur meyakinkan dapat diterima di pengadilan adalah sebagai berikut: Relevan, yaitu memiliki kekuatan untuk membuktikan atau menyangkal fakta dalam suatu permasalahan. Terorganisasi dan disajikan dengan jelas. Dalam audit investigatif, banyak kasus yang tidak terungkap bukan karena bukti auditnya lemah, tetapi karena bukti-bukti disajikan dengan cara yang tidak teratur dan membingungkan pihak-pihak yang akan mengambil keputusan. Kumulatif, yaitu tidak terbatas pada sepotong bukti, tetapi dari beberapa bagian yang saling terkait. Sebagai contoh, untuk menyimpulkan bahwa seorang pejabat telah melakukan penyimpangan berupa gratifikasi dari pihak yang terkait, diperlukan sekumpulan bukti yang saling terkait dan kumulatif. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah pejabat tersebut sering bepergian ke luar kota sambil bermain golf dengan partner bisnisnya, menggunakan fasilitas berupa kendaraan mewah, gaya hidupnya terkesan royal dan suka berfoya-foya, memiliki properti dan rumah di berbagai lokasi yang elite, dan saldo rekening tabungan/deposito di bank meningkat pesat dalam waktu singkat. Deputi Bidang Investigasi Terkait dengan sumber dan cara perolehan bukti, bukti harus memenuhi syarat formil dan materiil yang dipersyaratkan dalam hukum dan peraturan perundang-undangan. Untuk dapat diterima di pengadilan, bukti-bukti tidak langsung harus dapat meminimalisasi semua penjelasan yang membuka peluang bahwa seseorang terbukti tidak bersalah.

A. Konsepsi Bukti 4. Pengumpulan dan Evaluasi Bukti Dokumen Elektronik (PEBDE) Pengumpulan dan pengevaluasian bukti dokumen elektronik adalah proses untuk memperoleh dan menganalisis dokumen elektronik dalam rangka memperoleh petunjuk atau bukti digital untuk kepentingan penanganan kasus yang berindikasi tindak pidana. Dalam proses mendapatkan informasi/dokumen elektronik yang akan digunakan sebagai alat bukti hukum, diperlukan keahlian di bidang forensik komputer, dengan memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut: 1. Auditor tidak boleh melakukan kegiatan apapun yang menyebabkan terjadinya perubahan data baik pada komputer atau media penyimpanan. 2. Ketika seseorang merasa perlu untuk melakukan akses ke data asli, harus dipastikan bahwa hal itu dilakukan oleh orang yang ahli dan kompeten serta dapat memberikan penjelasan yang cukup terhadap tindakan yang dilakukannya serta penjelasan mengapa hal tersebut dilakukan. 3. Harus dilakukan audit trail yang bisa menggambarkan bahwa proses kesinambungan penugasan (chain of custody) dapat dipertanggungjawabkan bahkan jika menggunakan alat bantu lain. 4. Auditor harus memastikan bahwa tidak ada pelanggaran hukum/peraturan yang berlaku. Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 1 • Jenis Bukti 2 • Sumber Bukti 3 • Metode Pengumpulan Bukti 4 • Hubungan Bukti dengan Alat Bukti Menurut Hukum

B. Pengumpulan Bukti 1. Jenis Bukti Selama proses audit investigatif, auditor harus menetapkan dan mengumpulkan jenis-jenis bukti yang dibutuhkan. Selanjutnya, dari bukti yang dikumpulkan tersebut, auditor menilai keterkaitan antara satu bukti dengan bukti yang lain untuk mendukung simpulan hasil audit. Jenis bukti dapat dibedakan berdasarkan sifat/kualitas, bentuk, dan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku: 1. Sifat/Kualitas Bukti 2. Bentuk Bukti 3. Bukti Menurut Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 1. Jenis Bukti Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 1. Jenis Bukti Berdasarkan sifat/kualitasnya, bukti dapat diklasifikasikan menjadi bukti utama, bukti Tambahan, bukti langsung, bukti tidak langsung, bukti perbandingan, dan bukti statistic. a. Bukti utama (primary evidence) adalah bukti asli yang mewakili secara langsung suatu transaksi/kejadian. Bukti utama menghasilkan kepastian yang paling kuat atas fakta. Contoh bukti utama adalah kontrak/SPK asli, kuitansi, faktur, dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP 2 D). b. Bukti tambahan (secondary evidence) lebih rendah mutunya jika dibandingkan dengan bukti utama. Bukti tambahan tidak dapat digunakan dengan tingkat keandalan yang sama dengan bukti utama. Bukti tambahan dapat berupa fotokopi kontrak dan keterangan lisan. Bukti ini dapat diterima jika bukti utama rusak atau hilang dan mencerminkan kesesuaian dengan bukti utama. c. Bukti langsung (direct evidence) merupakan fakta tanpa kesimpulan atau pun anggapan. Bukti ini menjelaskan suatu fakta atau materi yang dipersoalkan. Suatu bukti dapat dikatakan langsung jika didukung oleh pihak yang mempunyai pengetahuan nyata mengenai persoalan yang bersangkutan dengan menyaksikannya sendiri. Dalam pengungkapan transaksi pemberian uang suap (kickbacks), bukti langsung yang diperlukan adalah bukti transfer, uang tunai, dan cek yang berkaitan langsung dengan tindak pidana. d. Bukti tidak langsung (circumstantial evidence) mengungkapkan secara tidak langsung suatu tindakan penyimpangan atau fakta dari seseorang yang mungkin mempunyai niat atau motif untuk melakukan pelanggaran. Dalam kasus pemberian uang suap, penyimpanan uang dari sumber yang tidak dikenal ke rekening seseorang pada waktu yang berdekatan dengan perbuatan suap tersebut, dapat merupakan bukti tidak langsung. Bukti tidak langsung digunakan untuk menetapkan suatu fakta dengan didukung oleh bukti lainnya yang setingkat dengan fakta yang diperiksa. Meskipun bukti ini mungkin benar, tetapi bukti tidak langsung tidak dapat menetapkan suatu fakta secara meyakinkan. e. Bukti perbandingan (comparative evidence) seringkali diperlukan untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan dalam surat perjanjian. Misalnya, membandingkan produk/jasa antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Bukti statistik (statistical evidence) merupakan jenis bukti yang bermanfaat bagi auditor walaupun tidak dapat digunakan untuk membuktikan suatu tuntutan kepada seseorang. Bukti statistik dapat membantu untuk membuktikan suatu kasus karena bukti statistik dapat menjadi bukti tidak langsung untuk menetapkan adanya motif lain dari pihak yang diduga bertanggung jawab. Sifat dan Kualitas Bukti Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 1. Jenis Bukti Dalam standar audit investigatif dinyatakan bahwa bukti dapat digolongkan menjadi bukti fisik, bukti dokumen, bukti kesaksian, dan bukti analisis. Bukti fisik yaitu bukti yang diperoleh dari pengukuran dan perhitungan fisik secara langsung terhadap orang, properti, atau kejadian. Bukti fisik dapat berupa berita acara pemeriksaan fisik, foto, gambar, bagan, peta, atau contoh fisik. Bentuk Bukti dokumen merupakan bukti yang berisi informasi tertulis, seperti surat, dokumen elektronik, kontrak, catatan akuntansi, faktur, dan informasi tertulis lainnya. Bukti kesaksian merupakan bukti yang diperoleh melalui wawancara, kuesioner, atau dengan meminta pernyataan tertulis. Bukti analisis merupakan bukti yang dikembangkan oleh auditor dari bukti audit lainnya. Bukti analisis ini dapat berupa perbandingan, nisbah, perhitungan, dan argumen logis lainnya. Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 1. Jenis Bukti Dalam rangka memperoleh pembuktian bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan, setidaknya ada empat ketentuan hukum positif di Indonesia yang mengatur masalah bukti yaitu: Bukti Menurut Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku a. UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). b. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK). c. UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU). d. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 1. Jenis Bukti Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa, ”hakim tidak boleh menjatuhkan pidana pada seseorang kecuali apabila sekurang–kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. ” Jenis-jenis alat bukti diatur pada ayat 1 Pasal 184 KUHAP, yaitu: Bukti Menurut KUHAP a. keterangan saksi b. keterangan ahli c. surat d. petunjuk, dan e. keterangan terdakwa. Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 1. Jenis Bukti Menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi Pasal 26 A UU No. 20 Tahun 2001 menyatakan bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud pasal 188 ayat 2 KUHAP, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari: alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dokumen yaitu setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna. Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 1. Jenis Bukti Dalam pasal 73 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dinyatakan bahwa alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang ialah: a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; dan/atau Bukti Menurut UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan dokumen. Selanjutnya, dalam pasal 1 angka 16 dinyatakan bahwa dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yangdapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: a. tulisan, suara, atau gambar; b. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; c. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 1. Jenis Bukti Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah memasukkan informasi dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah dan bisa digunakan dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia. Secara lengkap hal tersebut diatur dalam pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2008, yaitu: Bukti Menurut UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik a. informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah; b. informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia; c. informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang ini; d. ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat 1) tidak berlaku untuk: - surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; - surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 2. Sumber Bukti a. Saksi merupakan sumber informasi yang paling utama bagi auditor. Seorang auditor seringkali memperoleh dokumen dan bukti lain dari hasil wawancara dengan saksi yang dapat mendukung dan mengungkap fakta/ kejadian. Dalam tahap pengumpulan bukti, auditor investigatif menggunakan berbagai teknik audit untuk memperoleh bukti dari berbagai sumber, sebagai berikut: b. Departemen/instansi/unit kerja yang menjadi subjek audit investigatif dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang penting bagi auditor. c. Instansi pemerintah terkait mungkin memiliki catatan dan informasi yang relevan dengan audit investigatif yang dilakukan. d. Badan usaha atau perusahaan swasta yang memiliki informasi. e. Instansi yang menguasai data yang tersimpan secara elektronik. Penyedia jasa media elektronik seperti penyedia jasa internet dapat digunakan sebagai alat untuk penelitian dan pengumpulan bukti. Data yang diperoleh dari media semacam ini bermanfaat bagi auditor sebagai sumber informasi. f. Pihak yang diduga terlibat pada umumnya memiliki informasi relevan yang secara langsung berkaitan dengan permasalahan yang sedang diinvestigasi. Dalam keadaan tertentu, pihak yang diduga terlibat tersebut mungkin akan memberikan informasi kepada auditor selama pelaksanaan wawancara. g. Instansi penegak hukum, berupa data intelijen baik secara individu maupun secara kelompok. Sebagai contoh, kepolisian memiliki informasi catatan sejarah dari orang-orang yang pernah melakukan pelanggaran. h. Laporan pengaduan masyarakat kepada instansi pemerintah atas kasus yang berindikasi tindak pidana korupsi. i. PPATK, untuk memperoleh informasi mengenai adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dan/atau perbuatan melawan hukum yang berindikasi tindak pidana pencucian uang. Data intelijen seperti ini tentunya amat bermanfaat bagi auditor dalam menentukan profil para pelaku. Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 3. Metode Pengumpulan Bukti a. Pemeriksaan fisik (Physical examination) b. Konfirmasi (Confirmation) c. Inspeksi dokumen (Inspection) Pengumpulan bukti harus dilakukan dengan teknik-teknik tertentu, antara lain: d. Observasi (Observation) e. Tanya jawab dengan auditan (Inquires of the clients ) f. Pelaksanaan ulang (Reperformance) g. Prosedur analitis (Analytical procedures) h. Menghitung Kembali (Recalculation/Recomputation) Informasi dan bukti yang diperoleh selama audit investigatif harus diverifikasi ke berbagai macam sumber untuk menentukan validitas informasi tersebut. Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 4. Hubungan Bukti dengan Alat Bukti Menurut Hukum q Bukti audit dapat pula menjadi bukti hukum. Pengumpulan bukti harus dilakukan dengan teknik-teknik tertentu, antara lain: q Namun, secara umum bukti audit tidak serta merta dapat dijadikan sebagai bukti hukum. q Tim audit investigatif harus mengembangkan lebih lanjut bukti yang diperolehnya sehingga dapat digunakan sebagai bukti hukum. q Salah satu kendala yang menghambat diperolehnya bukti hukum oleh auditor adalah masalah kewenangan. q Sebagai contoh, permintaan keterangan yang dilakukan auditor pada instansi yang diaudit tidak serta merta dapat menjadi bukti keterangan saksi (atau mungkin terdakwa). Deputi Bidang Investigasi

B. Pengumpulan Bukti 4. Hubungan Bukti dengan Alat Bukti Menurut Hukum 1. 2. Pengumpulan bukti harus dilakukan dengan teknik-teknik tertentu, antara lain: 3. 4. 5. 6. Pengujian Fisik Alat bukti hukum yang dapat dikembangkan dari pengujian fisik adalah: a. Keterangan saksi b. Surat c. Keterangan ahli d. Petunjuk Konfirmasi Bukti konfirmasi tertulis yang diperoleh saat audit merupakan bukti surat sepanjang didukung dengan bukti lain yang sah (pasal 187 huruf d KUHAP) Dokumentasi a. Dokumen dapat menjadi bukti surat jika sesuai dengan pengertian bukti surat menurut huruf a, b, c, atau d dari pasal 187 KUHAP. b. Dalam hal syarat-syarat sebagai bukti surat tidak terpenuhi, maka dokumen tersebut dapat dijadikan bukti petunjuk bagi hakim (untuk kasus tindak pidana korupsi atau pencucian uang). Observasi a. Dalam pengungkapan kasus dugaan tindak pidana korupsi atau pencucian uang, hasil observasi yang dituangkan dalam kertas kerja audit dapat digunakan oleh hakim sebagai bukti petunjuk. b. Observasi juga dapat dikembangkan menjadi alat bukti keterangan saksi, yaitu auditor diminta untuk menjadi saksi atas apa yang dilihat, didengar, atau dialami sendiri. Tanya jawab dengan instansi yang diaudit a. Tanya jawab yang dituangkan dalam kertas kerja audit dapat menjadi alat bukti petunjuk bagi hakim dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. b. Tanya jawab dapat menjadi alat bukti keterangan saksi jika tanya jawab dilakukan oleh aparat penyidik yang dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan dalam tahap penyidikan. Prosedur analitis Dalam pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi atau pencucian uang, hasil prosedur analitis yang dituangkan dalam kertas kerja audit dapat digunakan oleh hakim sebagai bukti petunjuk. Deputi Bidang Investigasi

C. Evaluasi Bukti 1 • Tujuan Evaluasi Bukti 2 • Tahapan Evaluasi Bukti 3 • Teknik Evaluasi Bukti 4 • Penggunaan Worksheet Audit Investigatif

C. Evaluasi Bukti 1. Tujuan Evaluasi Bukti q William T. Thornhill dalam bukunya Forensic Accounting – How to Investigate Financial Fraud, menyatakan bahwa tahapan yang paling kritis dalam proses audit investigatif adalah evaluasi bukti. q Alasannya, pada tahap evaluasi bukti inilah auditor menentukan perlu atau tidaknya memperluas pengembangan bukti untuk mendukung simpulan/laporan yang akan dibuat. q Di samping itu, dalam melakukan evaluasi bukti, auditor dapat menggunakan value judgement (pendapat pribadi) apabila bukti atau informasi yang tersedia tidak mencukupi. Jika dari bukti yang diperoleh sudah dapat dibuat simpulan secara jelas tanpa interpretasi, auditor tidak boleh menggunakan pendapat pribadinya. q Akan tetapi, pada umumnya bukti yang tidak memerlukan interpretasi auditor sulit diperoleh bahkan cenderung tidak ada. q Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus difokuskan pada upaya pengujian hipotesis untuk mengungkapkan fakta-fakta dan proses kejadian (modus operandi), sebab dan dampak penyimpangan, dan pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara/daerah. Deputi Bidang Investigasi

C. Evaluasi Bukti 2. Tahapan Evaluasi Bukti Berdasarkan Investigation Procedures Manual for the Investigation and Resolution of Complaints, Department of Justice Civil Rights Division, USA, terdapat beberapa tahapan dalam evaluasi bukti, yaitu: 1 Find (temukan) Dapatkan atau temukan bukti-bukti yang relevan dengan kasus yang sedang ditangani. 2 Read and interpret document (pelajari dan interpretasikan dokumen) Pelajari dan interprestasikan bukti yang telah diperoleh auditor. Tahapan ini sangat menentukan dalam proses audit investigatif karena jika auditor gagal menginterpretasikan suatu bukti dapat menjadikan suatu penyimpangan tidak diketahui. 3 Determine relevance (menentukan relevansi bukti) Tahap ini dilakukan untuk memisahkan bukti yang relevan dengan permasalahan yang sedang ditangani dan bukti yang tidak relevan. 4 Verify the evidence (verifikasi bukti) Verifikasi adalah menilai validitas/kebenaran dari bukti itu sendiri. Auditor dapat meminta dokumen pendukung atas dokumen yang sudah diterima. Misalnya, untuk menilai kebenaran suatu kontrak, auditor dapat meminta bukti pendukung kontrak tersebut. 5 Assemble the evidence (merangkai bukti) Merangkai bukti adalah memasukkan bukti tersebut dalam rangkaian bukti yang dapat menggambarkan kenyataan yang ditemui. 6 Draw Conclusions (membuat simpulan) Hasil akhir dari proses analisis bukti adalah menyusun simpulan atas setiap bukti yang diterima sehingga auditor tidak perlu membaca kembali setiap dokumen tetapi cukup melihat simpulan masing-masing bukti yang bersangkutan. Deputi Bidang Investigasi

C. Evaluasi Bukti 3. Teknik Evaluasi Bukti q Evaluasi terhadap bukti dilakukan secara berkala ataupun setiap saat didapatkan bukti audit yang baru. q Evaluasi dilakukan untuk menilai relevansi, kecukupan dan validitas bukti-bukti yang telah diperoleh dalam rangka menilai apakah suatu penyimpangan atau TPK terbukti atau tidak terbukti kebenarannya. q Menurut Investigation Procedures Manual for the Investigation and Resolution of Complaints, Department of Justice Civil Rights Division, USA, terdapat dua hal yang perlu diantisipasi dalam melakukan evaluasi bukti, yaitu 1. Urutan proses kejadian (sequence) 2. Kerangka waktu kejadian (time frame). q Kedua hal tersebut dalam audit umumnya dijabarkan dalam bentuk 1. Bagan arus kejadian (flowchart modus operandi), atau 2. Naratif yang menggambarkan kronologi fakta kejadian. Deputi Bidang Investigasi

C. Evaluasi Bukti 4. Penggunaan Worksheet Audit Investigatif Peraturan BPKP Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan Kegiatan Bidang Investigasi, menggunakan Worksheet Audit Investigatif (WAI) dalam proses analisis dan evaluasi bukti. WAI disajikan dalam bentuk tabel yang memuat beberapa kolom, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tanggal Uraian kronologi fakta Referensi bukti Kriteria (peraturan perundang-undangan) yang relevan Analisis penyimpangan Evaluasi bukti Langkah tindak lanjut Pembuktian (dokumen/bukti). Deputi Bidang Investigasi

C. Evaluasi Bukti 4. Penggunaan Worksheet Audit Investigatif 1. Kolom tanggal, memuat identifikasi waktu terjadinya peristiwa/ kejadian yang didukung dengan referensi bukti. 5. Pada bagian evaluasi, auditor melakukan penilaian kesesuaian hubungan antar bukti serta daya dukungnya terhadap dugaan penyimpangan. 2. Kemudian melakukan identifikasi atas peraturan perundangan yang relevan dengan fakta yang terjadi. 6. Jika berdasar pertimbangan profesional auditor kronologi fakta belum menunjukkan proses kejadian yang berurutan/ logis, sehingga memerlukan informasi tambahan, maka auditor menuliskan langkah-langkah yang masih harus diambil. 3. Selanjutnya, auditor melakukan analisis dan evaluasi (Anev). 7. Bukti dari langkah-langkah yang diambil tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk 4. Pada bagian analisis, auditor melakukan penilaian terhadap dokumen, keterangan atau bukti lainnya. informasi yang tersaji pada setiap bukti yang berhasil dikumpulkan dan menilai kesesuaiannya dengan hipotesis penyimpangannya. 8. Mengingat perolehan bukti memerlukan rentang waktu tertentu (tidak sekaligus) dan perkembangan informasi tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan, WAI harus dilakukan pemutakhiran secara periodik setiap saat bukti atau informasi diperoleh. Deputi Bidang Investigasi
- Slides: 36