PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI DAN PERUSAHAAN HUBUNGAN BUDAYA DAN
PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI DAN PERUSAHAAN, HUBUNGAN BUDAYA DAN ETIKA, KENDALAM MEWUJUDKAN KINERJA BISNIS ETIS Abdurrahman Yusuf Irsyad
KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI
Secara umum pengertian budaya organisasi yaitu suatu karakteristik yang dijunjung tinggi oleh organisasi dan menjadi contoh organisasi untuk membedakan antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. Atau budaya organisasi juga disimpulkan sebagai nilai-nilai dan norma perilaku yang diterima serta dipahami secara bersama-sama oleh anggota organisasi sebagai dasar dalam ketentuan perilaku yang ada di dalam organisasi tersebut. Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Asal muasal budaya organisasi bersumber dari pendirinya karena pendiri dari organisasi itu mempunyai pengaruh besar akan budaya awal organisasi baik dalam hal kebiasaan atau ideologi. Misalnya misi yang bisa ia paksakan pada seluruh anggota organsiasi. Dimana hal semacam ini dilakukan langkah pertama yaitu dengan merekrut dan mempertahankan anggota yang sepaham. Kedua, melakukan indokrinasi dan mensosialisasikan cara pikir dan berperilaku pada karyawan. Selanjutnya yang terakhir yaitu pendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong anggota untuk mengidentifikasi diri, dan jika organisasi mengalami perkembangan maka organisasi akan meraih kesuksesan, visi, serta pendiri akan dipandang sebagai faktor penentu utama kesuksesan.
PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI MENURUT PARA AHLI
Sarpin (1995): Suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Schein: Budaya organisasi adalah suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi dan menanggulangi masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkanaan dengan masalah tersebut. Mondy dan Noe (1996): Budaya organisasi adalah sistem dari shared values, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma perilaku. Hodge, Anthony dan Gales (1996): Budaya organisasi adalah konstruksi dari dua tingkat karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang kelihatan (observable) dan yang tidak kelihatan (unoservable).
FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya. Fungsi budaya biasanya sulit dibedakan dengan fungsi budaya kelompok atau budaya organisasi, karena budaya adalah gejala sosial. Fungsi Budaya Organisasi menurut Siagian (1992 : 153) mencatat lima fungsi utama budaya organisasi, yakni: 1. Sebagai penentu batas-batas tingkah laku dalam arti memastikan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, apa yang dilihat baik atau tidak baik, memastikan yang benar dan yang salah. 2. Menumbuhkan perasaan jati diri dalam suatu organisasi dan para anggotanya. 3. Menumbuhkan komitmen kepada kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau kelompok sendiri. 4. Sebagai tali pengikat untuk seluruh anggota organisasi 5. Sebagai alat pengendali perilaku para anggota organisasi yang berkaitan.
PEDOMAN TINGKAH LAKU
Antara manusia dan kebudayan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. Tingkah laku dapat dijelaskan melalui pendekatan, salah satunya adalah pendekatan psikologi dimana tingkah laku dapat dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda, dalam psikologi sedikitnya ada lima cara pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Neurobiologis Tingkah laku manusai pada dasrnya dikendalikan oleh aktivitas otak dan sistem syaraf. Pendekatan neurobiologis berupaya mengaitkan perilaku yang terlihat dengan impuls listrik dan kimia yang terjadi didalam tubuh serta menentukan proses neurobiologi yang mendasari perilaku dan proses mental. 2. Pendekatan Perilaku Pada dasarnya tingkah laku adalah respon atau stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S – R atau suatu kaitan Stimulus – Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. 3. Pendekatan Kognitif Pendekatan ini menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi yang datang.
4. Pendekatan Psikoanalis Pendekatan psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan. 5. Pendekatan Fenomenologi Pendekatan ini lebih memperhatikan pada penagalam subyektif individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.
APRESIASI BUDAYA
Istilah apresiasi berasal dari bahasa inggris “appreciation” yang berarti penghargaan, penilaian, pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja “it appreciate” yang berarti menghargai, menilai, mengerti dalam bahasa indonesia menjadi mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah kesanggupan untuk menerima dan memberikan penghargaan, penilaian, pengertian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Ada beberapa metode dalam mengapresiasi budaya, antara lain: 1. Metode Induktif Apresiasi dilakukan dengan cara menarik konsep/kebenaran/keindahan dari pranata yang sifatnya khusus sampai yang bersifat umum. 2. Metode Deduktif Apresiasi dilakukan dengan cara menarik konsep/kebenaran/keindahan dari pranata yang sifatnya umum sampai yang bersifat khusus. 3. Metode Empati Apresiator mengamati seolah-olah larut pada perasaan, terbawa oleh obyek, sehingga dalam komentar-komentarnya terdapat ibarat, metafora yang melebih-lebihkan. 4. Metode Interaktif Metode ini dilakukan untuk mencari kesepakatan dengan melalui sarasehan budaya.
HUBUNGAN ETIKA DAN BUDAYA
Hubungan antara Etika dengan Kebudayaan: Meta-ethical cultural relativismmerupakan cara pandang secara filosofis yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan sosial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika. Etika erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan kehidupan social apa yang kita jalani. Baik atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid (membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral. Suatu premis yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles derive their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dibutuhkan suatu pengembangan premis yang lebih kokoh.
ETIKA PERUSAHAAN MENYANGKUT HUBUNGAN
Perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat). Etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawan. Etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan. Faktor utama yang dapat menciptakan iklim etika dalam perusahaan: 1. Terciptanya budaya perusahaan secara baik. 2. Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trustbased-organization). 3. Terbentuknya manajemen hubungan antara pegawai (employee relationship management) Iklim etika dalam perusahaan dipengaruhi oleh adanya interaksi bebarapa faktor: 1. Faktor kepentingan diri sendiri 2. Keuntungan perusahaan 3. Pelaksanaan efisiensi 4. Kepentingan kelompok
KENDALA MEWUJUDKAN KINERJA BISNIS
Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja karyawan. Terdapat pengaruh yang signifikan antara etika seseorang dari tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada. Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang sangat berartiu terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
Budaya perusahaan pada dasarnya mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hirarki organisasi. Bagi oraganisasi yang masih didominasi oleh pendiri, maka budayanya akan menajadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan-harapan pendiri kepada para pekerja lainnya. Demikian pula jika perusahaan dikelola oleh seorang manajer senior otokratis yang menerapkan gaya kepemimpinan top down. Disini budaya juga akan berperan untuk mengkomunikasikan harapan-harapan manajer senior itu. Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Budaya sebuah oraganisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya terhdapa risiko tinggi, sedang, sampai rendah dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain itu juga hasil. Manajemen dapat melakukan bebarapa hal dalam menciptakan budaya yang lebih etis, yaitu: 1. Model peran yang visible Karyawan akan melihat sikap dan perilaku manjemen puncak (Top Manajemen) sebagai acuan/landasan standar untuk menentukan perilaku dan tindakan-tindakan yang semestinya diambil. 2. Komunikasi harapan etis Ambiguitas etika dapat diminimalisir dengan menciptakan dan mengkomunikasikan kode etik organisasi. 3. Pelatihan etis digunakan memperkuat standar, tuntutan organisasi, menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani dilema etika yang mungkin muncul.
PENGARUH ETIKA TERHADAP BUDAYA
Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf (1993 : 81 -83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu: 1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah. Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan. 2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan. 3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil. Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya. 4. Lemahnya penegakan hukum. Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika. 5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
- Slides: 23