PENGANTAR PKPU PENGERTIAN PKPU l Penundaan Kewajiban Pembayaran
PENGANTAR PKPU
PENGERTIAN PKPU l Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan pemberian kesempatan kepada Debitor untuk melakukan restrukturisasi utang-utangnya yang dapat meliputi pembayaran seluruhnya atau sebagian utang kepada Kreditor Konkuren (Kreditor yang tidak memegang agunan dan yang tidak mempunyai hak istimewa serta yang tagihannya tidak diakui atau diakui secara bersyarat). l Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dapat dikatakan sebagai memberi kesempatan atau peluang agar jangan sampai perusahaan dinyatakan pailit, sehingga dengan didampingi Pengurus yang ditunjuk oleh Pengadilan, Debitor masih dapat menjalankan usahanya. Karena itu selama masa tenggang waktu tersebut dapat diadakan diusahakan segala upaya pendekatan dan penyelesaian sengketa bisnis antara pihak Debitor dengan para Kreditornya misalnya dengan restrukturisasi utang dan apabila berhasil dituangkan sebagai substansi perdamaian (Accord) yang merupakan sarana/upaya yang menjadi jaminan bagi Kreditor untuk mempailitkan Debitor apabila perdamaian itu tidak dilaksanakan atau gagal dipenuhi Debitor. l Melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), hak dan kewenangan Debitor atas harta kekayaannya tidak hilang, sehingga ia dapat tetap menjalankan usahanya dengan didampingi oleh Pengurus. Hal ini tentunya berbeda dengan kepailitan sebagaimana telah diterangkan di muka, segala hak dan kewenangan Debitor yang terkait dengan harta pailit diambil oleh Kurator. l Dengan adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), maka dapat terjadi beberapa kemungkinan, yaitu : 1. Piutang-piutang para Kreditor akan dibayar/dapat dibayar seluruhnya oleh Debitor; 2. Pembayaran piutang Kreditor itu dilunasi sebagian melalui pemberesan tahap demi tahap; 3. Suatu perdamaian dibawah tangan; 4. Pengesahan perdamaian apabila terjadi perdamaian yang lazim disebut gerchtelijke accord atau dwang accord; 5. Pernyataan pailit, apabila tujuan yang hendak dicapai dengan pengunduran pembayaran itu tidak tercapai;
PERBEDAAN KEPAILITAN DAN PKPU l Fred B. G. Tumbuan, S. H. telah memberikan perbandingan antara Kepailitan dan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), sebagai berikut. : Penundaan 1. Pasal 222 Undang-undang Kepailitan adalah bahwa Debitur memperkirakan ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih. Ini berarti bahwa Debitur sedang mengalami masalah likuidasi yang pada dasarnya Putusan Kepailitan diucapkan bilamana Debitur tidak lagi (tidak mampu) membayar utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih sebagaimana tertulis dalam Pasal 2 Undang-undang Kepailitan. Jadi Debitur secara finansial praktis berada dalam keadaan tanpa harapan. 2. Kepailitan, dengan pengecualian apabila tercapai perdamaian antara Debitur dan Krediturnya bertujuan melikuidasi harta pailit Debitur dan membagikan hasilnya di antara para Kreditur. Sebaliknya dalam hal Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tujuannya adalah menjaga keutuhan harta kekayaan Debitur dan kelangsungan usahanya. Ini bukan berarti bahwa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak dapat dilakukan penjualan sebagian aktiva demi kelangsungan usaha Debitur. 3. Sejak tanggal putusan pailit diucapkan, Debitur Pailit kehilangan hak pengurusan dan penguasaan atas harta kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Sebaliknya dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Debitur tidak kehilangan pengurusan dan penguasaan atas harta kekayannya, Debitur tetap berwenang melakukan tindakan kepengurusan dan mengalihkan hak atas suatu bagian dari hartanya, asalkan tindakan tersebut ia lakukan setelah diberi kewenangan untuk itu oleh Pengurus. Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Debitur dan Pengurus merupakan dwitunggal yang senantiasa memerlukan persetujuan Pengurus untuk melakukan tindakan kepengurusan atau mengalihkan hak atas bagian hartanya. Pengecualian atas larangan tersebut diatur dalam Pasal 240 ayat (1) dan (2) Undang-undang Kepailitan bagi tindakan Debitur yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari Pengurus.
KEUNTUNGAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN UTANG l Debitor mempunyai cukup waktu untuk mengatasi kesulitannya. l Debitor masih mempunyai hak untuk mengurus mengatasi kesulitannya. l Masih ada kemungkinan bagi Kreditor, bahwa piutangnya akan dibayar penuh oleh Kreditor
SEJARAH PKPU l Sejarah penundaan pembayaran atau moratorium dikenal dalam berbagai bentuk yang penting, yaitu memperkenalkan pemisahan penundaan pembayaran seluruhnya yang berdiri sendiri oleh penguasa dan memerlukan bantuan kerjasama dari para Kreditur dan pemisahan sejumlah Debitur tertentu, untuk siapa penundaan itu berlaku, baik yang ditunjuk beberapa Debitur maupun sekelompok besar para Kreditur. l Dalam HUKUM ROMAWI, dikenal dengan sebutan Mommsen tanpa bunga selama 6 (enam) tahun untuk moratorium, bagi bangsawan yang baik dan hanya Debitur. Hal ini dianggap sebagai pengecualian. Ditentukan bahwa harus diberi jaminan oleh Debitur, setelah ia menunda pembayaran untuk memenuhi kewajibannya, terdapat perselisihan berkaitan dengan pertanyaan apakah dalam hukum Romawi mengenai suatu moratorium oleh/atas perintah penguasa. Pada umumnya dianggap bahwa moratorium oleh/atas perintah penguasa untuk Debitur tertentu tidak akan terjadi. Yang lebih penting adalah dengan kehendak mayoritas para Kreditur dapat diberikan penundaan pembayaran 5 (lima) tahun kepada tiap-tiap Debitur. l Dalam HUKUM KOTA ITALIA dikenal dengan salvo condotto yaitu Penguasa memberikan kesempatan kepada Debitur dengan sanksi selama waktu tertentu untuk menyelesaikan utangnya menurut Undang-undang dengan Kreditur dan untuk sementara juga membawa keadaan harta secara teratur dan baik. Sementara di Belgia, penundaan pembayaran hanya dikenal untuk pedagang (lihat art 593 -614 C de C), jarang mereka menerapkan, terutama sejak pelaksanaan akkord paksaan di luar kepailitan, sekarang ini diatur dengan Wet 25 September 1946 berkenaan dengan akkord Pengadilan. Menurut art. 1 Undang-undang itu, “Debitur adalah pedagang dapat menghindarkan diri dari pernyataan pailit, apabila ia memperoleh akkord di Pengadilan dari Krediturnya. Akkord itu hanya untuk melengkapi, apabila mayoritas Kreditur yang mewakili jumlah utang 2/3 yang memajukan permohonan. Tagihan mereka yang tidak ikut mengambil bagian dalam pemungutan suara, tidak ikut diperhitungkan. Akkord itu disahkan oleh Pengadilan Niaga. Pengesahan diperkenankan untuk keperluan beberapa Debitur yang tidak beruntung dan beritikad baik. Dari pengajuan permohonan itu membawa akibat demi hukum penundaan sementara”
SEJARAH PKPU l NEGARA YUNANI, dikenal moratorium (penundaan pembayaran) pada Demosthenes dalam bentuk penundaan semua tagihan menurut hukum pertama selama perang. l KERAJAAN PERANCIS, pada abad 14 telah menerbitkan : 1. Lettres de repit. Dalam Lettres de repit, Debitur dapat memajukan permohonan selama satu tahun untuk penundaan pembayaran. Penundaan waktu yang lebih lama (misalnya 5 (lima) tahun) harus mendapat persetujuan mayoritas Kreditur. Kadangkala disyaratkan jaminan. 2. Lettres d’etat. Dalam Lettres d’etat diberikan kepada orang-orang yang bekerja kepada negara, terutama tentara, penundaan pembayaran utang-utang mereka. Mereka diberikan waktu 6 (enam) bulan dan perpanjangan hanya dalam hal-hal yang khusus memungkinkannya; Lettres-lettres tersebut diatur dalam ordonansi 1669 dan 1673. Dalam ordonansi Orleans 1560 perpanjangan itu dialihkan kepada Hakim, akan tetapi oleh Lodewijk XIV hak itu ditariknya kembali pada dirinya. Lettres de repit dapat diberikan pada setiap orang akan tetapi dalam ordonansi 1673 menghendaki syarat khusus untuk pedagang. Orang dapat menyebutkan penundaan pembayaran merupakan moratorium khusus. Disamping itu dikenal juga moratorium umum yang tidak berlaku untuk Debitur tertentu, akan tetapi semua Debitur. Kadang-kadang mereka oleh atau dengan kekuatan Undang-undang mengumumkan selama dalam masa perang atau krisis dan mempunyai maksud untuk semua Debitur dalam negeri, misalnya pada semua wissel Debitur, memberi wewenang penundaan kewajiban pembayaran atau sementara menolak hak eksekusi Kreditur mereka. Demikian di Prancis mengumumkan Wisselmoratorium.
SEJARAH PKPU l Dalam UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG BELANDA 1838, menganggap penundaan (surseance) sebagai tindakan hukum yang baik untuk menunda pembayaran yang diperkenankan kepada pedagang, baik oleh keadaan di luar dugaan mengenai saat tertentu terhadap pelunasan utang mereka. Penundaan pembayaran hanya dibenarkan kepada pedagang. Debitur harus menunjukkan bahwa Krediturnya akan mendapat pelunasan sepenuhnya, apabila penundaan itu diperkenankan kepadanya. Terakhir, dalam BAB II SURSEANCE VAN BETALING itu tahun 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348 oleh Undang-undang No. 4 tahun 1998 telah diadakan perubahan menjadi judul Bab kedua tentang “Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”. l Penundaan (surseance) itu dapat memberi petunjuk untuk : a) Pelunasan seluruh pada para Kreditur; b) Pelunasan sebagian secara tahap demi tahap dalam pemberesan; c) Akkord di bawah tangan; d) Pengesahan Akkord Pengadilan; dan e) Pernyataan pailit, apabila maksud dan tujuan itu tidak tercapai. Untuk menjaga tidak salah digunakan penundaan kewajiban pembayaran dan hak-hak Kreditur tidak dirugikan, maka dengan segera diangkat bewindvoerder, oleh Pengadilan, tanpa persetujuannya, Debitur tidak diperkenankan melakukan tindakan-tindakan, baik tindakan pengurusan maupun tindakan penguasaan harta kekayaannya l Dengan demikian pada prinsipnya masalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini sudah dikenal dan telah banyak dilakukan oleh para penguasa sejak zaman Yunani dan Romawi terhadap para Debitur dan bangsawan yang baik dengan jangka waktu yang telah ditentukan antara 5 (lima) sampai 6 (enam) tahun yang dikenal dengan sebutan moratorium. Begitu pula di negara-negara lain seperti Italia, Belgia, Belanda dan Franscis, bahkan di Belgia penundaan pembayaran hanya diperuntukkan untuk para pedagang yang bertindak sebagai Debitur dalam menghindarkan diri dari pernyataan pailit yang diajukan permohonannya oleh para Kreditur, dan dalam hal ini Debitur setelah mendapatkan Akkord dari Pengadilan dapat melakukan penundaan pembayaran atas utang-utangnya dengan akibat hukum penundaan sementara, dan di Prancis pada abad ke-17 telah diterbitkan letret de repit dan letter d’etat yang pengaturannya terdapat didalam ordonansi orleans 1560 dan Lodewijk XIV yang berlaku bagi setiap orang dan para pedagang dengan syarat khusus.
PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PKPU PEMOHON l Debitor - Tidak dapat atau memperkirakan tidak akan melanjutkan - membayar utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih; - Mempunyai lebih dari 1 Kreditor - Permohonan harus ditandatangani Pemohon/Debitor dan advokad; - Disertai daftar utang, sifat dan bukti - Dalam jangka waktu paling lambat 3 hari diputus l Kreditor - Wajib memanggil Debitor - diputus dalam jangka waktu paling lambat 20 hari l Dengan maksud mengajukan rencana perdamaian l Dalam hal Debitor adalah : - Menikah – persetujuaj suami/isteri; - Bank (Pasal 2 ayat 3) diajukan oleh BANK INDONESIA - perusahaan efek, bursa efek, dsb diajukan - oleh BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (2 ayat 4) - Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, BUMN dibidang publik (2 ayat 5) diajukan oleh MENTERI KEUANGAN
PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG l Pengajuan permohonan ada 2 cara: 1. Sebagai tangkisan dari permohonan pernyataan pailit. l. PKPU wajib diajukan pada sidang pertama 2. Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
SYARAT PKPU l Syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah sebagai berikut: a) Dapat diajukan oleh Debitor dan Kreditornya (Pasal 222 ayat (3) ); b) Identitas lengkap permohonan berikut jumlah utangnya; c) Permohonan harus ditandatangani oleh Pemohon dan oleh Advokatnya; d) Dilampirkan asli dari Surat Kuasa Khusus untuk mengajukan permohonan tersebut (dalam hal ini penunjukkannya kepada orangnya dan bukan pada Law Firm-nya); e) Identitas lengkap Para Kreditor konkuren disertai jumlah tagihannya masing-masing pada Debitor; f) Dilampirkan Neraca Pembukuan Pasiva dan Aktiva dari Debitor; g) Dilampirkan Rencana Perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada Kreditor konkuren (hal ini tidak mutlak).
ALASAN PENGAJUAN PKPU 1. Debitur memang ingin merestrukturisasi utangnya; Seperti disebutkan dalam Pasal 222 Undang No. 37 Tahun 2004, bahwa seorang Debitur dapat saja memohon ke Pengadilan Niaga untuk penundaan kewajiban pembayaran utang-utangnya apabila ia berada dalam keadaan tidak dapat melanjutkan pembayaran utang -utangnya, dengan maksud umumnya untuk mengajukan Rencana Perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagaian utang-utangnya kepada Kreditur konkuren. Diharapkan dengan adanya proses permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), utang-utang tersebut dapat di-restrukturisasi sesuai dengan keinginan pihak Debitur dan Kreditur konkuren. 2. Sebagai perlawanan terhadap Permohonan Pailit dari Kreditur; Sering pula terjadi bahwa permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diajukan oleh Debitur sebagai perlawanan (defence) terhadap permohonan pailit yang diajukan pihak Krediturnya. Sebab, menurut Pasal 229 ayat (4) dari Undang-undang kepailitan, jika permohonan pernyataan pailit dan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diperiksa pada saat yang bersamaan, maka permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) harus diputuskan terlebih dahulu. Di samping itu; paling tidak untuk Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) untuk sementara (selama maksimum 45 hari); Pengadilan harus segera (tanpa banyak ruang untuk berinterpretasi) mengabulkan Penundaan Sementara Pembayaran Utang (PKPU) tersebut, dengan langsung menunjuk seorang Hakim Pengawas dan mengangkat satu atau lebih Pengurus.
- Slides: 11