PEMIKIRAN AHLUL RAYU EKSTRIM ASAL USUL PENGGUNAAN KATA

  • Slides: 17
Download presentation
PEMIKIRAN AHLUL RA’YU EKSTRIM

PEMIKIRAN AHLUL RA’YU EKSTRIM

ASAL USUL PENGGUNAAN KATA RA’YU EKSTRIM • Istilah ahl al-ra’yi digunakan untuk menyebut kelompok

ASAL USUL PENGGUNAAN KATA RA’YU EKSTRIM • Istilah ahl al-ra’yi digunakan untuk menyebut kelompok pemikir hukum Islam yang memberi porsi akal lebih banyak disbanding dengan pemikir lainnya. Bila kelompok lain dalam menjawab persoalan hukum tampak terikat oleh teks nas (al-Qur’an dan al-Hadis) , maka kelompok ahl al-ra’yi tampak tidak terikat, leluasa menggunakan pendapat akal. • Sebenarnya ahl al-ra’yi bukan berarti kelompok yang meninggalkan hadis. mereka juga menggunakan hadis sebagai dasar penetapan hukum, hanya mereka dalam melihat kasus penetapan hukum berpendapat bahwa nas syar’I mempunyai tujuan tertentu dan nas syar’I secara kumulatif bertujuan mendatangkan maslahat manusia (mashalih al-ibad).

PENGERTIAN • Yang dimaksudkan dengan Ahlu al-Ra’y adalah aliran ijtihad yang mempunyai pandangan bahwa

PENGERTIAN • Yang dimaksudkan dengan Ahlu al-Ra’y adalah aliran ijtihad yang mempunyai pandangan bahwa hukum Islam itu merupakan ketentuan-ketentuan doktrial yang mengacu pada kemaslahatan kehidupan umat manusia. • Dalam penetapan hukum aliran ini banyak dipengaruhi oleh cara berfikir ulama-ulama Iraq. Mereka mengikuti pola pikir Umar bin Khattab dan Ibnu Mas’ud. Kecenderungan mereka dalam menetapkan hukum banyak menggunakan akal.

AWAL KEMUNCULAN • Aliran ini lahir di Irak yang dikenal sebagai daerah yang terbuka

AWAL KEMUNCULAN • Aliran ini lahir di Irak yang dikenal sebagai daerah yang terbuka untuk semua kebudayaan dan peradaban lain. • Disini para fuqaha dihadapkan pada problematika permasalahan hukum yang komplek, dan untuk menyelesaikannya secara terpaksa mereka mengerahkan kemampuannya akalnya (ijtihadnya) yang dasarnya bersumber pada al-Qur`an dan hadits. • Aliran ini mendapatkan keistimewaan sendiri, yaitu mereka bisa memprediksikan suatu peristiwa yang akan terjadi sekaligus menetapkan hukumnya. Contohnya pada zaman itu belum ada masalah tentang congkok organ tubuh, (diantaranya cangkok paru-paru atau yang lainnya) tapi mereka sudah memberikan rambu-rambu hukum tentang permasalahan tersebut.

ALASAN MUNCUL DI IRAK a. Tidak memiliki banyak kumpulan hadis sehingga dalam berijtihad (memahami

ALASAN MUNCUL DI IRAK a. Tidak memiliki banyak kumpulan hadis sehingga dalam berijtihad (memahami ma`na nash dan sebab pembentukan hukum) mereka menggunakan akal, mengikuti guru mereka Abdullah Ibnu Mas`ud. b. Adanya fitnah al-Qubra yang berakibat munculnya hadis palsu, karenanya mereka sangat hati-hati dalam menerima riwayat hadits. c. Adanya beberapa warisan budaya, muamalat, adat istiadat, serta aturan tata tertib dari kerajaan Persia, maka lapangan ijtihad menjadi demikian luas di Irak.

PERKEMBANGANNYA • Umar bin Khattab adalah satu sahabat yang paling memahami nash-nash, paling banyak

PERKEMBANGANNYA • Umar bin Khattab adalah satu sahabat yang paling memahami nash-nash, paling banyak melakukan ijtihad dalam memahaminya dan banyak menggunakan daya akal. • Dia selalu memperhatikan qarinah, maqashid syari’ah dan pertimbangan kemaslahatan dalam menemukan suatu hukum. • Imam as-Sya’by pernah mengatakan bahwa Umar telah memutuskan seratus kasus melalui ijtihadnya (ra’yu) ketika tidak ditemukan pemecahannya dalam Al-Qur’an dan Hadis.

PERKEMBANGANNYA • Metode yang digunakan Umar ini banyak diadopsi Abdullah bin Mas’ud dan mewariskan

PERKEMBANGANNYA • Metode yang digunakan Umar ini banyak diadopsi Abdullah bin Mas’ud dan mewariskan metodologi pemikirannya kepada beberapa muridnya yang sangat apresiatif seperti Alqamah, Masruq dan Syuraih. Dan dari Alqamah inilah, pemikiran rasioanlis itu dikembangkan oleh Ibrahim al-Nakha’ie, pendiri madrasah ra’yu sekaligus guru Abu Hanifah

SEBAB MUNCUL DI IRAQ • Kemuncul madrasah ahl al-ra’y di Irak: • Pertama :

SEBAB MUNCUL DI IRAQ • Kemuncul madrasah ahl al-ra’y di Irak: • Pertama : karena pengaruh dari sahabat (Abdullah bin Mas’ud) yang pernah tinggal dan menetap di Kufah Iraq, sebagai penerus pola pemikiran Umar bin Khattab • Kedua : hadits Nabi tidak banyak ditemukan di wilayah Iraq, jika dibandingkan dengan wilayah Madinah, sehingga dalam menetapkan hukum, mereka menggunakan kekuatan akal pikiran, mereka berijtihad dalam memahami tujuan nash dan sebab-sebab ditentukannya hukum tersebut.

Lanjutan. . . • Ketiga : situasi kondisi di Irak berbeda dengan di Madinah.

Lanjutan. . . • Ketiga : situasi kondisi di Irak berbeda dengan di Madinah. Sistem interaksi sosial, muamalah, tradisi dan tata aturan yang ada di Iraq merupakan hasil dari benturan beberapa peradaban, khususnya peradaban Persia. Medan ijtihad di Iraq lebih luas dan diskursus pelbagai masalah lebih berwarna. Sehingga terjadi kecenderungan untuk menggunakan analisis ketika menerapkan hukum suatu masalah. Ibrahim al-Nakha’ie berkata, ” ketika saya mendengar satu hadits, saya mempu untuk mengqiyaskan kepadanya seratus permasalahan”

CIRI-CIRINYA • Pertama, bagi mereka penggunaan rasio tidak hanya terbatas pada fenomena yang terjadi

CIRI-CIRINYA • Pertama, bagi mereka penggunaan rasio tidak hanya terbatas pada fenomena yang terjadi pada masa itu. Bahkan mereka juga memprediksikan hukum suatu masalah yang belum terjadi. Ungkapan yang sering mereka kemukakan adalah araaita lau kadza? (bagaimana pendapatmu seandainya begini. . begitu. . ). Fikih yang mereka kembangkan dikenal dengan istilah fiqh iftiradli atau fiqih pengandaian.

Lanjutan. . • Kedua, sangat selektif dalam penerimaan suatu hadits dengan membuat persyaratan yang

Lanjutan. . • Kedua, sangat selektif dalam penerimaan suatu hadits dengan membuat persyaratan yang ketat, sebagaimana metode Umar bin Khattab dan Ibn Mas’ud dalam penerimaan suatu riwayat hadits, karena khawatir mereka terjerumus ke dalam hadits-hadits palsu. • Hal tersebut menjadikan mereka meremehkan periwayatan hadits dan sebaliknya, mereka lebih mengedepankan rasio.

KEISTIMEWAAN • Pertama: Banyaknya hukum-hukum furu’ yang mereka tetapkan termasuk yang bercorak taqdiri yaitu

KEISTIMEWAAN • Pertama: Banyaknya hukum-hukum furu’ yang mereka tetapkan termasuk yang bercorak taqdiri yaitu hukum-hukum yang bersifat kemungkinan, sebab masalahnya belum muncul ketika itu. Hal ini sangat dimungkinkan karena banyaknya peristiwa-peristiwa baru yang mereka temukan terutama yang berasal dari budaya-budaya lokal yang lebih dahulu maju ketimbang Islam. Munculnya masalah-masalah baru ini memberikan dampak terhadap produktifitas kegiatan ilmiah mereka di bidang fiqh termasuk dalam melahirkan ketentuan-ketentuan hukum terhadap masalah yang belum terjadi.

Lanjutan. . . • Kedua : Dalam penetapan hukum, mereka tidak hanya memakai makna

Lanjutan. . . • Kedua : Dalam penetapan hukum, mereka tidak hanya memakai makna tekstual saja, akan tetapi mereka juga memperhatikan apa yang menjadi sebab (illat), hikmah dan relevansi syari’at dengan peristiwa kongkrit. Hal ini dilakukan karena syari’at dipandang sangat cocok dengan akal (ma’qul ma’na) dan diturunkan untuk memberikan maslahat kepada manusia. • Ketiga: Dalam menilai suatu hadis mereka memberikan kriteria yang sangat ketat sehingga hanya sedikit hadis yang diakui shahih. Hal ini dilakukan agar sunnah nabi dapat terpelihara dengan baik, sebab pada saat itu banyak sekali muncul hadis da’if dan maudhu’.

TOKOH-TOKOHNYA • Tokoh inspiratornya: Umar dan Ibnu Mas’ud 1. Abu Hanifah. Dia berhujjah hanya

TOKOH-TOKOHNYA • Tokoh inspiratornya: Umar dan Ibnu Mas’ud 1. Abu Hanifah. Dia berhujjah hanya dengan hadis- hadis mutawatir dan masyhur. Beliau tidak merasa wajib menerima rumusan hukum dari para tabi’in, karena dia memandang bahwa dirinya setara dengan para tabi’in dan melakukan atau menetapkan hukum dengan qiyasnya sendiri

Lanjutan. . . 2. Alqamah bin Qais an-Nakha’I (w. 62 H). 3. Masruq bin

Lanjutan. . . 2. Alqamah bin Qais an-Nakha’I (w. 62 H). 3. Masruq bin Hajda al-Hamadzani (w. 63). 4. al-Qadi Syuraih bin Haris bin Qais (w. 78). 5. Sa’id bin Jubair (w. 95 H). 6. al-Sya’bi Abu Amr bin Syarhil al. Hamadzani (w. 114).

METODE HUKKUMNYA 1. Ijma’ 2. Qiyas 3. 4. 5. 6. 7. Istihsan Maslahah mursalah

METODE HUKKUMNYA 1. Ijma’ 2. Qiyas 3. 4. 5. 6. 7. Istihsan Maslahah mursalah Al-’Urf Syadd az-Zara’iy Syar’u man Qablana

ALIRAN/KELOMPOK AHLU RA’YI EKSTRIM • MU’TAZILAH • SYI’AH • LIBERAL

ALIRAN/KELOMPOK AHLU RA’YI EKSTRIM • MU’TAZILAH • SYI’AH • LIBERAL