PAJAK INTERNASIONAL BY SUHARTINI BAHANREFERENSI UU No 7
PAJAK INTERNASIONAL BY SUHARTINI
BAHAN/REFERENSI : • UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yg diubah terakhir dng UU No. 36 tahun 2008. • Perpajakan Internasional, Gunadi , FEUI, 2007 • Konsep Dan Aplikasi Perpajakan Internasional , Danny Darussalam Tax center , 2010 • Pajak Internasional, Anang Mury Kurniawan, Ghalia Indonesia, 2011 • Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P 3 B) Suatu Kajian terhadap Kebijakan Indonesia, Salemba Empat, 2011 • Tax Treaty, Anang Mury Kurniawan, MUC Consulting Group , 2012
• Hukum Internasional dalam arti luas yaitu termasuk pengertian hukum bangsa-bangsa, sebaliknya dalam arti sempit yaitu mengatur hubungan antara negara – negara. • Indonesia merupakan subjek hukum internasional , karena itu ia telah mengikuti dan menandatangani Konvensi Wina. • Konvensi internasional memiliki kekuatan hukum yg mengikat antar negara yg ikut menanda tangani tsb, karena: a. Hk. Internasional merupakan bg dari hk. yg lebih tinggi dr pd hukum nasional, krn menyangkut kepentingan lebih banyak masy. Internasional. b. Hk. Internasional merupakan kehendak negara itu sendiri pd hukum onternasional, dan jg merupakan kehendak bersama. c. Kenyataan sosial bhw mengikatnya hk. itu mutlak untk dpt terpenuhinya kebutuhan bangsa
Hukum Pajak Internasional : Adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur tentang hak pengenaan pajak di masing-masing negara. Pengertian hukum pajak internasional itu merupakan suatu pengertian yang menggabungkan daripada pengertian pajak ganda dan hukum pajak nasional.
Pengertian dan Dimensi Perpajakan Internasional 5
Pengertian Perpajakan Internasional IBFD International Tax Glossary 5 th Ed. 2005: - Traditionally refers to treaty provision relieving international double taxation - In broader terms, it includes domestic legislation covering foreign income of residents (worldwide income) and domestic income of non residents. Brian Arnold, International Tax Primer, 1995: “…the international aspects of the income tax laws of particular countries. ” 6
Pajak internasional : Kesepakatan perpajakan yg berlaku di antar negara yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dan pelaksanaannya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konversi Wina (Pacta Sunservanda) 7
Perjanjian perpajakan internasional: Adalah suatu perbuatan hukum yang mengikat negara pada bidang-bidang perpajakan. Bentuknya adalah: persetujuan penghindaran pajak berganda (tax treaty) Cara penerapan (mode of application) Tata cara persetujuan bersama ( mutual agreement procedure) 8
Elemen Perpajakan Internasional Termasuk tax treaty dengan 58 negara Yang mempunyai aspek mengatur perpajakan atas transaksi internasional Ketentuan perpajakan domestik suatu negara PERPAJAKAN INTERNASIONAL
Dimensi Perpajakan Internasional (4) Subjek Pajak Luar Negeri Penghasilan Dalam Negeri 2 Perpajakan Internasional 3 Extra Territorial Penghasilan 1 Perpajakan Domestik 4 Perpajakan Internasional Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri 10
Ruang Lingkup Perpajakan Internasional SUBJEK PAJAK SUMBER PENGHASILAN ISTILAH Dalam Negeri Luar Negeri Taxing Inbound Income Luar Negeri Taxing Outbound Income Dalam Negeri 11
Pemajakan Pada Transaksi Internasional Negara S Negara sumber Diskusikan: Bagaimana cara Negara S mengenakan pajak atas penghasilan dividen? X Co. Penyetoran Modal Negara S Dividen Ali Negara D Negara domisili Diskusikan: Bagaimana cara Negara D mengenakan pajak atas penghasilan dividen? 12
Perpajakan Internasional Indonesia 13
Perpajakan Internasional Indonesia (1) Pengertian: • UU PPh dan aturan pelaksanaannya: – Peraturan Pemerintah, – Peraturan Menteri Keuangan, – Peraturan Dirjen Pajak, • yang mengatur perlakuan pajak atas: – penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diperoleh Subjek Pajak luar negeri (taxing outbound income), dan – Penghasilan yang diperoleh subjek pajak dalam negeri (taxing inbound income) • termasuk tax treaty antara Indonesia dengan 58 negara mitra (per 1 Januari 2010). 14
Perpajakan Internasional Indonesia (2) Aspek Internasional dalam UU PPh: Subjek Pajak Pasal 2 dan Pasal 3 Objek Pajak Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 26 ayat (1), (2), dan (4) Menghitung PPh terutang Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 26 Kredit Pajak Luar Negeri Pasal 24 Anti Penghindaran Pajak Pasal 18 Tax Treaty Pasal 32 A 15
Perpajakan Internasional Indonesia (3) Aspek Internasional Dimensi Pajak Taxing Inbound Income Taxing Outbound Income Subjek Pajak SP DN SP LN BUT SP LN non BUT Objek Pajak Pasal 4 ayat (1) minus ayat (3) Pasal 5 ayat (1) a, b, Pasal 26 ayat (1), dan c (2) , dan (4) Pengurang Pasal 6 dan 9 Pasal 5 ayat (2) minus ayat (3), Pasal 6 Menghitung Pajak Pasal 16 ayat (1), (2), dan (4) Pasal 16 ayat (3) Pasal 26 ayat (1), (2) , dan (4) Tarif Pajak Pasal 17 ayat (1) a/b Pasal 17 ayat (1) b Pasal 26 ayat (1), (2) , dan (4) Penghilangan Pajak Berganda Pasal 24 Pelunasan Pajak Self Assessment & Withholding 16
TAXING INBOUND INCOME (1) � Pemajakan atas Subjek Pajak dalam negeri yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari luar negeri. � Subjek Pajak: SPDN (Orang Pribadi dan Badan) � Objek Pajak: Pasal 4 ayat (1) tidak termasuk ayat (3) � Menghitung Pajak: Pasal 16 ayat (1), (2), dan (4) � Tarif pajak: Pasal 17 ayat (1) a atau b � Penghilangan pajak berganda: Pasal 24 17
TAXING INBOUND INCOME (2) Subjek Pajak Orang Pribadi Badan • Bertempat tinggal di Indonesia, • Didirikan di Indonesia, atau • Berada di Indonesia lebih dari 183 hari • Bertempat kedudukan di Indonesia. dalam jangka waktu 12 bulan, atau (Pasal 2 ayat (3) b UU PPh) • Berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia (Pasal 2 ayat (3) a UU PPh) Kewajiban Pajak Subjektif: Dimulai: saat orang pribadi dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia, Berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selamanya. (Pasal 2 A ayat (1) UU PPh) Kewajiban Pajak Subjektif: Dimulai pada saat badan didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia Berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia (Pasal 2 A ayat (2) a UU PPh) 18
TAXING INBOUND INCOME (3) Pekerja Indonesia Sebagai SPLN PER. DIRJEN PAJAK NO. PER-2/PJ. /2009: �Dalam rangka memberi kepastian atas perlakuan PPh bagi orang pribadi WNI yang bekerja di luar negeri, �Diatur tentang Pekerja Indonesia yaitu: Orang pribadi WNI yang bekerja di luar negeri > 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan adalah Subjek Pajak luar negeri (SPLN), �Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri sehubungan dengan pekerjaannya di luar negeri dan telah dikenai pajak di luar negeri, tidak dikenai PPh di Indonesia. 19
TAXING INBOUND INCOME (4) Objek Pajak bagi SPDN adalah Penghasilan, yaitu: setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. (Pasal 4 ayat (1) UU PPh) 20
TAXING INBOUND INCOME (5) Elemen-elemen dalam definisi Penghasilan mencakup semua: 1. Apapun jenis penghasilan (makna ekonomis, Global Income Taxation) 2. Apapun jenis saat pengakuan (cash atau accrual basis), 3. Dari manapun sumber geografis penghasilan (worldwide income), 4. Apapun cara pemanfaatannya, 5. Apapun nama dan bentuknya. 21
Penghasilan Dari Luar Negeri Worldwide Income Principle: WPDN terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut: a. untuk penghasilan dari usaha, dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut; b. untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut; c. untuk dividen dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. KMK-164/KMK. 03/2002 22
TAXING INBOUND INCOME (6) Cara menghitung penghasilan neto (umum): PEREDARAN BRUTO Pasal 4 ayat (1) – Pasal 4 ayat (3) PENGURANG Pasal 6 (1) dan Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g PENGHASILAN NETO 23
TAXING INBOUND INCOME (7) Cara menghitung penghasilan neto (norma penghitungan): PEREDARAN BRUTO NORMA PENGHITUNGAN Pasal 4 ayat (1) – Pasal 4 ayat (3) Pasal 14 dan Pasal 15 PENGHASILAN NETO 24
TAXING INBOUND INCOME (8) PENGHASILAN NETO PTKP dan SISA KERUGIAN TH. SEBELUMNYA Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 7, Pasal 6 ayat (2) PENGHASILAN KENA PAJAK Pasal 16 ayat (1) dan (2) TARIF PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a atau b PPh TERUTANG PELUNASAN PPH DLM TH BERJALAN Pasal 20, Pasal 24 , Pasal 26 ayat (5) PPH YMH/(LEBIH) DIBAYAR Pasal 28 25
TAXING INBOUND INCOME (9) Penghilangan Pajak Berganda: �Diatur dalam Pasal 24 UU PPh; �Berlaku bagi WPDN dan BUT; �Metode: kredit, per country limitation, �Mengatur tentang negara sumber penghasilan (source rules) 26
TAXING INBOUND INCOME (10) Tata Cara Pengkreditan Pajak Luar Negeri: �WP wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan dilampiri: 1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri; 2. Fotokopi SPT Pajak yang disampaikan di luar negeri; dan 3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri. �Penyampaian permohonan dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh. (KMK-164/KMK. 03/2002) 27
TAXING INBOUND INCOME (11) Source Rule dalam Pasal 24 UU PPh , diantaranya: a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta capital gainnya negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan; b. penghasilan bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bertempat kedudukan atau berada; c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak negara tempat harta tersebut terletak; d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada; 28
Taxing Outbound Income 29
TAXING OUTBOUND INCOME (1) � Pemajakan atas Subjek Pajak luar negeri (SPLN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari dalam negeri. � Subjek Pajak: SPLN (Orang Pribadi atau Badan) � Objek Pajak: Pasal 26 ayat (1), (2), dan (4) � Menghitung Pajak: Pasal 26 ayat (1), (2), dan (4) � Tarif pajak: Pasal 26 ayat (1), (2), dan (4) � Penghilangan pajak berganda: Tidak ada 30
TAXING OUTBOUND INCOME (2) Subjek Pajak Orang Pribadi Badan • Tidak bertempat tinggal di Indonesia, • Tidak didirikan, dan atau • Tidak bertempat kedudukan di • Berada di Indonesia tidak lebih dari Indonesia. 183 hari dalam jangka waktu 12 (Pasal 2 ayat (4) UU PPh) bulan (Pasal 2 ayat (4) UU PPh) Kewajiban Pajak Subjektif: • Dimulai pada saat orang pribadi • Dimulai pada saat badan menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, • Berakhir pada saat orang pribadi tidak • Berakhir pada saat badan tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut. (Pasal 2 A ayat (4) UU PPh) Kewajiban Pajak Subjektif: 31
TAXING OUTBOUND INCOME (3) Objek Pajak bagi SPLN: Berdasarkan Pasal 26 ayat (1), yaitu penghasilan dengan karakteristik sebagai berikut: 1. Penghasilan tertentu (positive/closed list), 2. Menerapkan konsep substance over form, 3. Saat terutang: saat dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya, 4. Pemotong Pajak: Badan pemerintah, SPDN, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, 32
TAXING OUTBOUND INCOME (4) Objek Pajak SPLN Pasal 26 ayat (1): a. dividen; b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; e. hadiah dan penghargaan; f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya; g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau h. keuntungan karena pembebasan utang. 33
TAXING OUTBOUND INCOME (5) Objek Pajak SPLN Pasal 26 ayat (2): 1. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh WPLN selain BUT di Indonesia, dan 2. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri Saat terutang: diatur lebih lanjut dengan PMK; Dasar pengenaan pajak: penghasilan neto yang diatur dengan PMK; Perkiraan penghasilan neto: diatur lebih lanjut dengan PMK Mekanisme pelunasan: pemotongan/pemungutan 34
TAXING OUTBOUND INCOME (6) Pemotongan PPh Pasal 26 ayat (2): 1. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia: Untuk pengalihan saham sesuai KMK 434/KMK. 04/1999 perkiraan penghasilan neto 25%, 2. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, perkiraan penghasilan neto: � 50% bila yang membayar tertanggung, � 10% bila yang membayar perusahaan asuransi, � 5% bila yang membayar perusahaan reasuransi. 35
TAXING OUTBOUND INCOME (7) PASAL 26 AYAT (1): PEREDARAN BRUTO Pasal 26 ayat (1) huruf a s. d. h TARIF 20% PPH TERUTANG 36
TAXING OUTBOUND INCOME (8) PASAL 26 AYAT (2): PEREDARAN BRUTO Pasal 26 ayat (2) PERKIRAAN PENGHASILAN NETO Diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan TARIF 20% PPH TERUTANG 37
TAXING OUTBOUND INCOME (9) Branch Profit Tax Pasal 26 ayat (4): PENGHASILAN KENA PAJAK BUT BRANCH PROFIT TARIF PPH PASAL 17 TARIF 20% PPH TERUTANG BRANCH PROFIT TAX 38
P 3 B DALAM UU PPh (1) Tujuan P 3 B: 1. Penghindaran pajak berganda, 2. Pencegahan pengelakan pajak, 3. Peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain, 4. Memberikan kepastian hukum. [Pasal 32 A UU PPh]
P 3 B DALAM UU PPh (2) Kedudukan hukum P 3 B di hadapan UU PPh �Kedudukan tax treaty: lex specialis dari UU PPh. (Penjelasan Pasal 32 A UU PPh) �Bila terjadi perbedaan pengaturan antara UU PPh dan tax treaty, maka ketentuan dalam tax treaty yang diberlakukan (”Tax Treaty Superceeding Domestic Tax Laws”). 40
DAFTAR P 3 B INDONESIA YANG BERLAKU EFEKTIF: 58 Negara Australia Bangladesh Brunei Darussalam India Jepang Jordan Korea Utara Korea Selatan Kuwait Malaysia Mongolia New Zealand Pakistan Philippines Qatar Saudi Arabia Singapura Srilangka Syria Taiwan Thailand RRC Uni Emirat Arab Vietnam Algeria Kanada Mesir Mauritius (dihentikan) Mexico Seychelles Afrika Selatan Sudan Tunisia Amerika Serikat Venezuela Austria Belgia Bulgaria Ceko Denmark Finlandia Prancis Jerman Hungaria Italia Luxemburg Belanda Norwegia Polandia Rumania Rusia Slovakia Spanyol Swedia Switzerland Turki Ukraina United Kingdom Uzbekistan 41
P 3 B DALAM UU PPh (3) INTERAKSI UU PPH DAN P 3 B Start P 3 B diterapkan? Identifikasi Transaksi Internasional, seperti: Subjek & Objek Pajak Tidak Tentukan Perlakuan Pajak menurut UU PPh Ada PPh terutang ? Perlakuan Pajak menurut UU PPh JALAN TERUS!!! Ya Ya P 3 B Konflik dng UU PPh? Ya Tidak Perlakuan Pajak menurut P 3 B, khusus untuk isu yang berkonflik. Untuk hal-hal lain yang tidak berkonflik dengan P 3 B: UU PPh JALAN TERUS!!! Tidak Stop 42
P 3 B DALAM UU PPh (4) P 3 B diterapkan apabila: P 3 B diterapkan? Tidak Ya 1. Indonesia memiliki P 3 B dengan negara residen, dan 2. WP luar negeri adalah residen dari negara mitra P 3 B Indonesia terdapat SKD yang sah 43
P 3 B DALAM UU PPh (5) P 3 B dapat berkonflik dengan UU PPh dalam hal, seperti: 1. Status Subjek Pajak dalam negeri, P 3 B konflik dengan UU PPh? Tidak Ya 2. Keberadaan BUT, 3. Hak pemajakan, 4. Besarnya penghasilan (tax base) 5. Besarnya tarif pajak, 6. Definisi penghasilan/harta, 7. Sumber penghasilan 44
Model dan Struktur P 3 B 45
MODEL DAN STRUKTUR P 3 B (1) Terdapat dua model P 3 B, yaitu OECD Model dan UN Model, yang dapat digunakan sebagai: 1. Referensi bagi para negara dalam membuat P 3 B, 2. Untuk menyamakan bentuk P 3 B yang hendak dirundingkan, 3. Bagi Indonesia (DJP), kedua model digunakan sesuai dengan kondisi dalam perundingan, dengan landasan dasar adalah kepentingan nasional. 46
MODEL DAN STRUKTUR P 3 B (2) �OECD Model mempunyai karakteristik utama melindungi hak pemajakan negara domisili dalam wujud: �Pencantuman definisi istilah ke dalam P 3 B untuk mencegah penggunaan definisi yang terdapat dalam hukum domestik negara sumber, �Pembatasan hak pemajakan negara sumber dalam bentuk seperti: syarat-syarat, time test yang lebih panjang, dan pembatasan tarif pajak. �UN Model lebih condong melindungi hak pemajakan negara sumber dibandingkan OECD Model. 47
MODEL DAN STRUKTUR P 3 B (3) Pasal-pasal dalam P 3 B dapat dikelompokkan menjadi: 1. Ruang Lingkup (Scope) 2. Definisi 3. Substansi (pembagian hak pemajakan atas penghasilan) 4. Anti Penghindaran Pajak, 5. Metode menghilangkan pajak berganda, dan 6. Lain-lain. 48
MODEL DAN STRUKTUR P 3 B (4) Pasal Judul Jenis 1 Personal Scope 2 Taxes Covered Scope 3 General Definitions Definisi 4 Resident Definisi 5 Permanent Establishment Definisi 6 Immovable Property Substansi 7 Business Profits Substansi 8 Shipping Substansi 9 Associated Enterprise Anti-avoidance 10 Dividend Substansi 11 Interest Substansi 12 Royalties Substansi 13 Capital Gain Substansi 14 [Independent Personal Services] Substansi 15 Dependent Personal Services Substansi 16 Directors Substansi 49
MODEL DAN STRUKTUR P 3 B (5) Pasal Judul Jenis 17 Artistes & Sportsmen Substansi 18 Pensions Substansi 19 Government Services Substansi 20 Students Substansi 21 Other Income Substansi 22 Capital Substansi 23 Elimination of Double Taxation Metode menghilangkan pajak berganda 24 Non Discrimination Lain-Lain 25 Mutual Agreement Procedure Metode menghilangkan pajak berganda 26 Exchange of Information Anti-avoidance 27 Diplomats Lain-Lain 28 Territorial Extension Lain-Lain 29 Entry into Force Scope 30 Termination Scope 50
Sekian. • Terima Kasih. . 51
- Slides: 51