OBJEK PAJAK OBJEK PAJAK Pasal 4 ayat 1
OBJEK PAJAK
OBJEK PAJAK Pasal 4 ayat (1) PENGHASILAN SETIAP TAMBAHAN KEMAMPUAN EKONOMIS YANG : - Diterima atau diperoleh WP - Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, - Dapat dipakai untuk konsumsi/menambah kekayaan WP DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN
Klasifikasi Penghasilan 1. Dikenai Tarif Umum Ps. 17 2. Dikenai PPh Bersifat Final 3. Dikecualikan dari Objek Pajak
PENGHASILAN MENURUT PAJAK DAN PELAPORANNYA DALAM SPT TAHUNAN PPh Penghasilan (income/revenue) Objek PPh Psl. 4 (1) Sesuai UU Dikecualikan Sbg Objek Pph Psl. 4 (1) Huruf K Objek PPh Final Psl. 4 (2) Bukan Objek PPh Psl. 4 (3) Tidak Sesuai UU over Koreksi negatif under Koreksi positif Koreksi negatif
Penghasilan
Penghasilan Penggantian /imbalan berkenaan dgn pekerjaan/jasa yg diterima/diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, /imbalan dlm bentuk lainnya, kec. ditentukan lain dlm UU ini Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan Laba usaha Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
Penghasilan Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian SHU Koperasi Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
Penghasilan Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala Keuntungan karena pembebasan hutang kecuali sampai dengan jumlah tertentu (Rp 350 juta dan termasuk kriteria debitur kecil/PP 130/2000) yang ditetapkan dengan PP Keuntungan selisih kurs mata uang asing
Penghasilan Premi asuransi Iuran yang diterima/diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
Penghasilan dari usaha berbasis syariah Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU KUP Surplus Bank Indonesia
Dikenai Pajak Bersifat Final
Konsekuensi Pengenaan PPh Final biaya-biaya terkait tidak dapat menjadi pengurang pajak yang dibayar tidak dapat dikreditkan penghasilan tidak dihitung kembali pada saat penghitungan pajak akhir tahun
Penghasilan Dikenai Pajak Bersifat Final (1) No Jenis Penghasilan Tarif DPP Peraturan 1 Bunga deposito, tabungan, & diskonto SBI 20% Jumlah Bruto PP 131/2000 2 Hadiah Undian 25% Jumlah Bruto PP 132/2000 3 Bunga simpanan Koperasi • 0% (s. d Rp 240. 000) • 10% (> Rp 240. 000) Jumlah Bruto PP 15/2009 4 Bunga Obligasi • 15% (WP DN dan BUT) • 20%/tarif P 3 B (WP LN) jumlah bruto bunga PP 16/2009 diskonto dari Obligasi dengan kupon • 15% (WP DN dan BUT) • 20%/tarif P 3 B (WP LN) selisih lebih harga jual/nilai nominal di atas harga perolehan (bunga) diskonto dari Obligasi tanpa bunga • 15% (WP DN dan BUT) • 20%/tarif P 3 B (WP LN) selisih lebih harga jual /nilai nominal di atas harga perolehan / bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan • 0% 2009 – 2010 • 5% 2011 – 2013 • 15% 2014
Penghasilan Dikenai Pajak Bersifat Final (2) No 5 Jenis Penghasilan Penjualan Saham di Bursa Efek Tarif DPP 0, 1% Jumlah Bruto 0, 5% tambahan untuk saham pendiri Jumlah Bruto Peraturan PP 14/1997 6 Pengalihan Tanah dan atau bangunan bagi OP/yayasan dan organisasi sejenisyang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan 2. 5% Jumlah Bruto PP 34/2016 7 Persewaan Tanah atau Bangunan 10% Jumlah Bruto PP 5/ 2002 8 Jasa Konstruksi • Pelaksana 2% (kualifikasi us. kecil) • Pelaksana 4% (tidak memiliki kualifikasi usaha) • Pelaksana 3% (untuk selain a dan b) • Perencana/Pengawas 4% (memiliki kualifikasi usaha) • Perencana/Pengawas 6% (tidak memiliki kualifikasi usaha) PP 40/2009 jo PP 51/2008
Dikecualikan dari Objek Pajak
Dikecualikan dari Objek Pajak (1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat harta hibahan warisan harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal
Dikecualikan dari Objek Pajak (2) Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan pembayaran perusahaan asuransi kepada OP: asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa dividen /bagian laba yang diterima /diperoleh PT sebagai WPDN, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: • Dari R/E • PT/BUMN/BUMD, kepemilikan saham paling rendah 25%
Dikecualikan dari Objek Pajak (3) iuran yang diterima/diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif penghasilan yang diterima /diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat • perusahaan mikro, kecil, menengah/ di sektor usaha tertentu • sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
Dikecualikan dari Objek Pajak (4) beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu
BIAYA YANG DIPERBOLEHKAN MENJADI PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
BIAYA YANG DIPERBOLEHKAN MENJADI PENGURANG PENGHASILAN BRUTO Biaya 3 M Mendapatkan Menagih Memelihara PENGHASILAN Kecuali : Dikenakan PPh Final Bukan Obyek PPh Dihitung dengan Norma
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (1) 1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: a. b. c. d. e. f. g. h. i. biaya pembelian bahan; biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; biaya administrasi; dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (2) 2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11 A 3. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; 4. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (3) 5. kerugian selisih kurs mata uang asing; 6. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; 7. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (4) 8. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: » » » » telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; PMK 105/PMK. 03/2009 sttd PMK -207/PMK. 010/2015
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (5) 9. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 10. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 11. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (6) 12. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan 13. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 14. Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan biaya di atas didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun
KOMPENSASI KERUGIAN 1. MAX 5 TAHUN BERTURUT-TURUT 2. PEMBUKUAN 3. KERUGIAN YANG DAPAT DIKOMPENSASI DARI SPT (RUGI FISKAL) ATAU SESUAI SKP JIKA TELAH DIPERIKSA Note : Kerugian hanya dapat dikompesasi di tahun berikutnya bila tahun berirkutnya tersebut LABA (secara FISKAL) dengan ketentuan kerugian yang dikompensasi maksimal sebesar LABA Tahun berikutnya tersebut.
KOMPENSASI KERUGIAN Pasal 6 ayat (2) dan PP 18 TAHUN 2015 KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN DENGAN PENGHASILAN MULAI TAHUN PAJAK BERIKUT NYA BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA TERTENTU, DI DAERAH TERTENTU, KOMPENSASI KERUGIAN PALING LAMA 10 TAHUN
Contoh perhitungan kompensasi PT A dalam tahun 2012 menderita kerugian fiskal Rp 1, 5 M setelah diperiksa (terbit SKPN) ditetapkan rugi Rp 1, 2 M. Data 5 tahun berikutnya : 2013 : laba fiskal Rp 200. 000, 00 2014 : rugi fiskal (Rp 300. 000, 00) 2015 : laba fiskal Rp N I H I L 2016 : laba fiskal Rp 100. 000, 00 2017 : laba fiskal Rp 800. 000, 00 Rugi fiskal tahun 2012 Laba fiskal tahun 2013 Sisa rugi fiskal tahun 2012 Rugi fiskal tahun 2014 Sisa rugi fiskal tahun 2012 Laba fiskal tahun 2015 Sisa rugi fiskal tahun 2012 Laba fiskal tahun 2016 Sisa rugi fiskal tahun 2012 Laba fiskal tahun 2017 Sisa rugi fiskal tahun 2012 (Rp 1. 200. 000, 00) Rp 200. 000, 00 (+) (Rp 1. 000, 00) (Rp 300. 000, 00) (Rp 1. 000, 00) Rp N I H I L (+) (Rp 1. 000, 00) Rp 100. 000, 00 (+) (Rp 900. 000, 00) Rp 800. 000, 00 (+) (Rp 100. 000, 00) Tidak dapat diperhitungkan lagi
BIAYA YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN MENJADI PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (1) 1. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 2. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (2) 3. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: • • • cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (3) 4. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; 5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 6. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (4) 7. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; 8. Pajak Penghasilan
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (5) 9. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; 10. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; 11. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangan di bidang perpajakan.
PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL
Apa Yang Dapat di. Susutkan/Diamortisasi ? • Aktiva Tetap: harta perusahaan yang dimiliki untuk menciptakan penghasilan dan mempunyai masa manfaat (umur ekonomis) lebih dari satu tahun. Terhadap aktiva ini diperkenankan untuk dilakukan alokasi pembebanan biaya melalui penyusutan dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto. • Harta Tak Berwujud
Kapan ? • Pada Bulan Dilakukannya Pengeluaran • Kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tesebut. • Dengan persetujuan Dirjen Pajak, bulan digunakannya harta tersebut untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan
Harga Perolehan (1) Jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan untuk mendapatkan harta yang bersangkutan Hubungan Berelasi: Jumlah yang seharusnya dikeluarkan (harga pasar wajar)
Harga Perolehan (2) Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar wajar, dalam hal: – tukar menukar – likuidasi, penggabungan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan perusahaan, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Harga Perolehan (3) • Nilai sisa buku fiskal harta yang bersangkutan atau nilai yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak, dalam hal harta tersebut diperoleh karena sumbangan, bantuan, zakat, hibah serta warisan yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. • Nilai pasar dari harta yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam rangka setoran modal sebagai pengganti saham atau penyertaan modal (Pasal 4 ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008). • Harga perolehan aktiva yang dibangun sendiri : – Yaitu biaya-biaya untuk membangun atau membuat aktiva tersebut, dimana harus dikeluarkan (dikoreksi) unsur-unsur biaya yang menurut ketentuan fiskal tidak dapat dibebankan (non deductible). – Dalam hal aktiva tersebut dibangun dengan dana yang berasal dari pinjaman, biaya bunga pinjaman tersebut harus dikapitalisir dalam harga perolehan aktiva yang bersangkutan (menjadi unsur harga perolehan).
Harga Perolehan (4) • Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali Aktiva berdasarkan Pasal 19 UU PPh, maka dasar penyusuta harta adalah nilai penilaian kembali. • Berdasarkan Pasal 10 (2) PP 94 tahun 2010, Pajak Masukan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yang benar-benar telah dibayar dan terkait dengan 3 M sehubungan dengan perolehan harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun harus dikapitalisasi menjadi unsur harga perolehan harta dan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi • Selisih kurs yang timbul karena pembayaran perolehan aktiva dianggap merupakan bagian dari masalah keuangan dan tidak dikapitalisasi pada nilai aktiva (S-262/PJ. 42/2003)
Metode Penyusutan • Garis Lurus (Straight Line) – Bangunan dan Bukan Bangunan • Saldo Menurun (Declining Balance) – Bukan Bangunan
Klasifikasi Aktiva Tetap Permanen (20 th) Bangunan Tidak Permanen (10 th) Aktiva Tetap I (4 th) II (8 th) Bukan Bangunan III (16 th) IV (20 th)
MASA MANFAAT DAN TARIF AMORTISASI Pasal 11 A ayat (2), (3), (4), (5) dan (6) KELOMPOK HARTA TAK BERWUJUD MASA MANFAAT - KELOMPOK 1 - KELOMPOK 2 - KELOMPOK 3 - KELOMPOK 4 4 8 16 20 TARIF AMORTISASI GARIS LURUS THN THN 1. BIAYA PENDIRIAN 2. BIAYA PERLUASAN MODAL PENGELUARAN UNTUK MEMPEROLEH HAK PENAMBANGAN MIGAS 1. HAK PENAMBANGAN SELAIN MIGAS 2. HAK PENGUSAHAAN HUTAN 3. HAK PENGUSAHAAN SUMBER DAN HASIL ALAM LAINNYA PENGELUARAN SEBELUM OPERASI KOMERSIL YANG MASA MANFAAT > 1 TAHUN 25 % 12, 5 % 6, 25 % SALDO MENURUN 50 % 25 % 12, 5 % 10 % TARIF BERDASARKAN KELOMPOK HARTA ATAU DIBEBANKAN SEKALIGUS PADA TAHUN TERJADINYA PENGELUARAN METODE SATUAN PRODUKSI SETINGGI-TINGGINYA 20 % SETAHUN TARIF BERDASARKAN KELOMPOK HARTA 46
AMORTISASI ATB BIDANG USAHA TERTENTU PMK-248/PMK. 03/2008 : Dimulai pada bulan terjadinya pengeluaran atau bulan dimulainya produksi komersial (=bulan dimulainya penjualan) Bidang usaha tertentu : a. bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun. b. bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun. c. bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
Dalam hal terjadi pengalihan aktiva Nilai buku dibebankan sebagai kerugian, harga jual dibukukan sebagai penghasilan tetap Keuntungan / kerugian penjualan aktiva = harga jual – nilai buku = harga jual – (harga perolehan-akumulasi penyusutan) Contoh : Aktiva kelompok I diperoleh 1/1/2014 harga perolehan Rp 20 juta dijual tanggal 31/12/2015 dengan harga Rp 9, 5 juta. Manajemen menetapkan metode penyusutan garis lurus. Asumsi tidak ada biaya lain, maka perhitungan keuntungan/kerugian penjualan tersebut adalah : Nilai buku = Rp 20 juta – (2 tahun x 25% x Rp 20 juta) Nilai buku = Rp 10 juta Harga jual – Nilai Buku = Rp 9, 5 juta – Rp 10 juta = Rp 500 ribu (Rugi)
Contoh 2 : Penyusutan GL perolehan 5/4/2013 Rp 120 juta
Contoh 3 : Penyusutan SM perolehan 5/4/2013 Rp 120 juta
Contoh 4 : Penyusutan SM perolehan 5/4/2013 Rp 120 juta, dijual tanggal 10 Maret 2017 dengan harga Rp 40 juta
- Slides: 51