Nikmatnya Menuntut Ilmu Diantara sekian banyak nikmat Allah
Nikmatnya Menuntut Ilmu Diantara sekian banyak nikmat Allah yang telah kita rasakan, ada satu nikmat yang melandasi datangnya nikmat-nikmat yang lain, yaitu ilmu. Sebab dengan ilmu, seseorang akan dapat memahami berbagai hal dan karena ilmu juga, seseorang akan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi di sisi Allah, juga di kalangan manusia. Terutama jika disertai dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Baik dia seorang budak atau orang merdeka, seorang bawahan atau atasan, seorang rakyat jelata atau para raja.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kalian, ‘berlapang-lapanglah dalam majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian. Dan apabila dikatakan, ‘berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui atas apa yang kalian kerjakan. ” (Q. S. Al. Mujadilah : 11)
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda, ﺍﻟﻠ ـﺍ ﺍﺍ آ.
Artinya: “Sesungguuhnya Allah mengangkat dengan al-Qur’an beberapa kaum dan Allah pun merendahkan beberapa kaum dengannya. ” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no. 817) dari ‘Umar bin Al. Khaththab radhiyallahu ‘anhu]
Dalil diatas dengan menegaskan bahwa orang yang berilmu dan mengamalkannya maka kedudukannya akan diangkat oleh Allah di dunia dan akan dinaikkan derajatnya di akhirat.
Allah ‘Azza wa Jalla menolak persamaan antara orang-orang yang memiliki ilmu dengan orang-orang yang tidak memiliki ilmu. Sebagaimana dia menolak persamaan antara penghuni surga dengan para penghuni neraka.
Allah berfirman, ــﻯﺍﻭﺍﻻﻭ…
Artinya : “Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? ” (Qs. Az-Zumar: 9)
Ayat di atas berbentuk kalimat tanya, akan tetapi pada hakikatnya mengandung arti pengingkaran. Karena orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu tidak akan pernah setara kedudukannya. Yang dapat memahami maksud tersebut hanyalah orang yang cerdas, sehingga dia dapat mengetahui nilai ilmu, kedudukan dan keutamaannya.
Sementara dalam firman-Nya yang lain, Allah Ta’ala menyatakan, ﻻﻯ ﺍﻟ ﺍ ﺍ …
Artinya: “Tidak sama (antara) para penghuni Neraka dengan para penghuni Surga. . . ” (Qs. Al-Hasyr: 20)
Ini menunjukkan tentang puncak dari keutamaan dan kemuliaan orang yang berilmu. Bahkan, karena kemuliaan ilmu, Allah membolehkan kita memakan hasil buruan anjing yang terlatih (untuk berburu) dan mengharamkan memakan buruan anjing yang tidak terlatih.
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu: ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka? ’ Katakanlah: ‘Dihalalkan bagimu yang baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah,
Ayat di atas menunjukkan bahwa binatang menjadi mulia karena ilmu dan diberi kedudukan yang berbeda dengan binatang yang tidak berilmu. Seandainya bukan karena keutamaan ilmu, niscaya hasil buruan anjing yang terlatih dan tidak terlatih statusnya sama, yakni haram hukumnya untuk dikonsumsi. Akan tetapi, hewan yang ditangkap anjing pemburu statusnya halal, tidak sebagaimana hasil buruan anjing liar.
Jika kedudukan binatang saja bisa mengalami kenaikan karena ilmu, bagaimana halnya dengan kedudukan seorang manusia yang jelas-jelas kedudukannya lebih tinggi dan lebih mulia daripada binatang?
- Slides: 17