Mengubah Budaya Organisasi Mengubah Budaya Organisasi Pada awalnya
Mengubah Budaya Organisasi
Mengubah Budaya Organisasi Pada awalnya orang berpendapat bahwa budaya organisasi yang sudah ditanamkan oleh pendiri dan sekaligus pemimpin tidak dapat atau sulit untuk berobah. Namun perkembangan menunjukkan bahwa perubahan budaya bukanlah suatu hak yang tidak mungkin. Bahka apabila terjadi Perubahan lingkungan, melakukan perubahan adalah suatu keharusan apabila tidak ingin tertinggal dalam perkembangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kinerja organisasi dapat meningkat karena adanya perubahan budaya organisasi
Perubahan budaya organisasi disatu sisi dapat meningkatkan kinerja, namun disisi lain dapat pula mengalami kegagalan apabila tidak dipersiapkan dikelola dengan benar. Apabila tidak melakukan perubahan budaya organisasi, sedangkan lingkungan berubah, dapat dipastikan mengalami kegagalan. Paling tidak perubahan harus dilakukan untuk dapat mempertahankan diri dari tekanan persaingan.
A. Memahami Perubahan Budaya Perubahan budaya tidak mudah karna menyangkut manusia yang sebelumnya telah mempunyai budaya sendiri yang dianggap baik dan benar. Perubahan budaya merupakan perubahan pola pikir manusia yang mempunyai pikiran dan perasaan serta melakukan interaksi di antara mereka. Perubahan pola pikir hanya akan dilakukan apabila manusia menyadari bahwa dengan menjalankan perubahan mereka dapat menciptakan keunggulan
v Perubahan Budaya adalah proses Psikologis Perubahan budaya organisasi tidak berlangsung secara alamiah seperti yang berkembang pada budaya tradisional. Jeff Cartwright (1999: 30) bahwa perubahan budaya organisasi adalah sebuah proses psikologis. Transformasi budaya bukannya mudah atau merupakan proyek jangka pendek. Mengubah budaya organisasi tradisional menjadi budaya dengan kualitas baru bisa memelukan waktu lebih dari lima tahun
Perubahan budaya organisasi merupakan proses reorganisasi penataan kembali nilai-nilai, sikap, norma prilaku dan gaya manajemen Perubahan budaya organisasi akan menyebabkan kegelisahan bagi banyak orang, menyebabkan konflik antara mereka yang merasa menjadi “winner dan lo ser” atau antara kelompok “kita atau mereka”. Namun bagi mereka yang bepikiran progresif, perubahan budaya organisasimembuka kesempatan baru untuk kreativitas, individualitas, inovasi, dan hubungan
v Perubahan Budaya Melalui Keunggulan Bisnis Cutural values management adalah barisan terdepan dari manajemen untuk mencapai keunggulan bisnis Kombinasi antara customer service values dengan employee values berjalan baik melebihi potensinya melakukan perbaikan yang dilakukan oleh kepuasan pelanggan dan kepuasan pekerja sekarang Terdapat hubungan langsung antara employee values management, competitive advantage dan bottom line performance.
Culture values management merupakan metode a. b. c. manajemen yang efektif apabila hubungan kausal antara nilai-nilai dan keunggulan bisnis dipahami. Management by example menerjemahkan maksud, dinyatakan sebagai kebajikan, kepuasan, dan janji, ke dalam tindakan yang dimaksudkan diharapkan menghasilkan manfaat berikutnya. Keunggulan bisnis sendiri merupakan nilai yang bersifat multidimensional: Merupakan keyakinan, bahwa kita excellence Merupakan pengalaman, menjadi excellence Merupakan maksud atau niat untuk menjadi unggul
B. Mengapa Budaya Harus Berubah Kenyataan menunjukkan banyaknya organisasi yang mengalami kemunduran karena ketidak mampuannya menyesesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Perubahan budaya diperlukan paling tidak untuk dapat bertahan terhadap goncangan yang timbul sebagai akibat dari perubahan lingkungan.
Mengubah Budaya untuk Bertahan Pemimpin puncak suatu organisasi mungkin telah menetapkan tujuan organisasi dengan baik melalui penetapan visi dan rencana strategis. Namun, bawahannya mungkin saja tidak bekerja menuju pada pencapaian tujuan tersebut. Apa yang sebenarnya dilakukan bawahan adalah menghancurkan kinerja organisasi. Tidak sulit untuk segera mengetahui bahwa akibatnya perusahaan tidak dapat bertahan terhadap krisis keuangan. Keadaan tersebut menunjukkan gejala organisasi yang tidak sehat. Gejala organisasi yang tidak sehat dapat dilihat dari cara orang dalam melakukan sesuatu.
Victor S. L Tan (2002: 23) memberikan beberapa indikasi yang menunjukkan adanya gejala organisasi yang tidak sehat yaitu: 1. Memiliki perasaan puas diri yang sangat besar terhadap kinerja organisasi 2. Tidak terdapat perasaan ungensi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan 3. Sedikit sekali terdapat inovasi dalam produk dan jasa atau dalam cara mereka melayani pelanggan 4. Bawahan bersifatreaktif, melakukan sedikit inisiatif untuk berobah dan memperbaiki, dan sering melakukan sikap “menunggu dari atas”
5. Staf, termasuk eksekutif senior, lebih banyak melakukan “Operation driven” dari pada Business-oriented 6. Pemimpin bergerak lambat dalam mengambil tindakan terhadap orang yang kinerjanya kurang memuaskan 7. Pemimpin tidak secara aktif mengimplementasikan perubahan , tetapi hanya berharap tentang rencana dan harapan mereka 8. Orang menerima memburuknya kinerja organisasi dan dengan nyaman menunjuk pada perlambatan ekonomi
C. Kapan Budaya Harus Berobah Victor S. L Tan, 2002: 24 1. Ketika dua perusahan atau lebih yang mempunyai latar belakang berbeda bergabung dan konflik berkepanjangan di antara kelompok orang yang berbeda dimulai untuk mengikis kinerja mereka 2. Ketika sebuah organisasi sudah ada sejak lama 3. Ketika perusahaan bergerak menjadi industri yang secara total berbeda 4. Ketika perusahaan dengan staf yang terbiasa bekerja dibawah kondisi ekonomi yang menyenangkan
Pertanyan pokoknya adalah dalam kondisi seperti apa sebuah organisasi harus mengubah budaya organisasinya? . Biasanya perubahan harus dilakukan karena adanya tantangan sebagai berikut (Victor S. L Tan, 2002: 24) 1. Ketika dua perusahan atau lebih yang mempunyai latar belakang berbeda bergabung dan konflik berkepanjangan di antara kelompok orang yang berbeda dimulai untuk mengikis kinerja mereka
2. Ketika sebuah organisasi sudah ada sejak lama dan cara kerjanya adalah sangat kokoh sehingga menghindarkan organisasi dari menyerap perubahan dan bersaing di pasar 3. Ketika perusahaan bergerak menjadi industri yang secara total berbeda atau bidang bisnis dan cara sekarang untuk melakukan sesuatu yang telah memperlakukan penyelamatan organisasi. 4. Ketika perusahaan dengan staf yang terbiasa bekerja dibawah kondisi ekonomi yang menyenangkan, tidak dapat menerima tantangan yang ditunjukkan olehperlambatan organisasi
Adapun Terrence E. Deal dan Allan A. Kennedy (2000; 159) mengemukakan adanya siruasi di manajemen puncak harus mempertimbangkan perlunya membentuk kembali budayanya, yaitu; 1. Ketika lingkungan sedang mengalami perubahan fundamental, dan perusahaan sangat didorong oleh nilai-nilai. Nilai-nilai tradisional akan dibawa pada penurunan serius
2. Ketika industri sangat kompetitif dan lingkungan berobah cepat. Perusahaan harus membangun budaya yang memberikan perhatian besar pada pelanggan. 3. Ketika perusahaan sedang-sedang saja atau menjadi lebih buruk. Perusahaan harus membangun kembali komitmen bersama pada kesejahtraan perusahaan, dikaitkan dengan keberatan orientasi terhadap pelayanan pelanggan. 4. Ketika perusahaan benar-benar diambang menjadi besar. Budaya dan nilai-nilai asli yang menyokongnya sering secara serius perlu dilengkapi apabila mereka mempertahankan tradisi pada lingkungan perusahaan besar.
D. Model Perubahan Budaya Bagaimana konsep melakukan perubahan budaya organisasi sering dinyatakan sebagai model perubahan budaya organisasi. Model perubahan budaya organisasi, antara lain disampaikan oleh Victor S. L. Tan, dan Jerome Want, yang dibahas dibawah ini.
Model Perubahan Victor Tan (2002 : 37) menggambarkan model perubahan budaya organisasi dalam empat pase, yaitu: 1. Fase Culture Assessment (penilaian Budaya); fase penilaian budaya mengandung dua tugas, satu adalah menilai budaya organisasi yang sudah ada, dan lainnya adalah mempertimbangkan budaya organisasi yang diinginkan.
2. Fase Culture Gap Analysis ( Analisis Kesenjangan budaya); fase ini menyangkut Analisa terhadap kesenjangan antara budaya organisasi yang sudah ada dengan yang diinginkan. Analisa ini melihat orang, kebijakan, proses, teknologi, strategi, dan struktur organisasi. Satu cara untuk menganalisis kesenjangan adalah dengan melihat pada apa yang sedang menghalangi organisasi dari pencapaian visi, misi, dan tujuan yang diinginkan.
3. Fase Influencing Culture Change (Memengaruhi Perubahan Budaya); inti dari perubahan budaya adalah perubahan pola pikir. Hal ini menyangkut mempelajari cara baru dalam berpikir, bekerja dan interaksi satu dengan lainnya dan memungkinkan memperoleh sikap dan ketrampilan baru ditempat kerja. Untuk melakukan ini perlu untuk mempengaruhi dan membentuk keyakinan, asumsi dan nilai-nilai manusia di tempat kerja.
4. Fase Sustaining The New Calture (melanjutkan Budaya Baru); melanjutkan budaya baru memerlukan perbaikan usaha terus-menerus dalam memengaruhi dan memperkuat perilaku aktual di tempat kerja atas dasar harian. Keberlanjutan budaya baru terletak dalam nilai dan pentingnya tempat pemimpin dalam memelihara konsistensi praktik yang diinginkan dalam aktivitas dan tugas seharu-hari di tempat kerja.
Model Perubahan Jerome Want apabila perusahan ingin berhasil menjalankanperubahan budaya koporasi, maka diperlukan langkah bertahap sebagai berikut (Jerome Want, 2006 : 181) 1. Develop a Systematic Change Plan (Mengembangkan Rencana Perubahan Sistematis); ketika sebuah perusahaan melakukan perubahan budayanya, mereka sering gagal mengelar rencana yang sestematis dan dapat diperhitungkan. .
2. 3. Indenfying Change Leaders (Mengindebtifikasi Pemimpin perubahan); identifikasi pemimpin perubahan yang tepat dapat memutus proses perubahan. Terlalu sering Chief Executive Officer mengambil pegawai senior dan kepala bagian kepegawaian. Apa yang dilakukan adalah suatu kesalahan, karena mereka telah mempunyai tanggung jawab normal sehingga mungkin menimbulkan bias yang sudah pasti akan mengendalikan proses. Openess to New Ideas (Keterbukaan pada Gagasan Baru); tim perubahan maupun organisasi yang lebih besar perlu bersikap terbuka untuk mendengarkan gagasan baru, tidak perduli berapapun besar perbedaan yang terjadi.
4. Building a Broad Concensus for Change (membangun Konsensus Luas Untuk perubahan); konsensus membangun tim untuk perubahan merupakan konsep dan proses intervensi spesifik yang digunakan dengan sekelompok pekerja dalam organisasi. 5. Eliminate Bias From The Change Process (Menghilangkan bias dari Proses Perubahan); bias adalah hambatan utama kinerja bisnis, tetapi hanya sedikit yang mengenal adanya perangkap dari bias. Adalah wajar bagi orang untuk melewatkan biasnya sendiri dan menganggapnya sah.
6. Individualize Change Strategies (Strategi Perubahan Sendiri); kenyataan menunjukkan bahwa tidak ada dua organisasi bisnis yang sama. pendekatan yang dipertimbangkan cocok untuk satu organisasi mungkin tidak benar untuk organisasi yang lain. 7. Commit Your Best People (Komitmen dengan orang Terbaik Anda); hasil terbaik hanya dapat diperoleh apabila perusahaan mendapatkan komitmen dari orang terbaiknya terhadap proses. 8. A Never-Ending Process (Suatu Proses Tidak Pernah Berakhir); pembangunan budaya akan program sekali jadi, dengan titik akhir definitif.
E. Proses Perubahan Budaya Proses perubahan budaya harus dimulai dengan menetapkan tujuan kearah mana perubahan budaya organisasi harus dicapai. Perubahan budaya organisasi harus dilakukan di semua tingkatan manajemen dan untuk kepentingan semua stakeholder yang berkepentingan dengan organisasi. Menentukan Tujuan Proses Membangun Budaya adalah Unik Mengubah Budaya Organisasi dengan Kompetensi Menjalankan Perubahan Budaya Organisasi Mengukur Proses Perubahan Budaya
Menentukan Tujuan Langkah yang harus dilakukan dalam menjalankan proses membangun budaya adalah mengidentifikasi tujuan membangun budaya oleh senior manajemen, termasuk tenaga kerja lebih luas. Kegagalan melakukannya akan menjadi hambatan utama untuk melakukan semua usaha membangun budaya. Tujuan membangun budaya mungkin berbeda diantara perusahaan, meskipun demikian tujuan universal pembangungan budaya adalah memperbaiki kinerja. Tujuan lainnya menurut Jarome Want (2006 : 171) adalah tentang pelanggan, dimana sasaran terakhir dari membangun dan memelihara budaya korporasi yang efektif adalah memuaskan pelanggan dipasar.
Proses Membangun Budaya adalah Unik. Mengubah budaya organisasi adalah tentang development, bukan sekedar growth. Budaya perusahaan adalah refleksi kepentingan banyak stakeholder yang berada diuar kebiasaan pemegang saham (Jarome Want, 2006 : 280). Untuk menjadi efektif dan kredibel, membangun budaya harus bersifat holistik yang meliputi setiap aspek bisnis dan semua stakeholder.
Mengubah Budaya Organisasi dengan Kompetensi. Mengubah budaya organisasi memerlukan semua ketrampilan dan kemampuan pemimpin. Untuk itu harus menjadi ahli tentang situasi kini, kekuatan dan kelemahan pekerja, dan organisasi. Kita harus dapat mengindentifikasi kawan dan lawan serta kekuatan dan kelemahannya. Kita harus dapat mendesain strategi dan taktik berdasarkan sasaran jangka panjang dan jangka pendek.
Michael Zwell (2000 : 74) mendefinisikan proses mengubah budaya organisasi dengan langkah-langkah: a. Menciptakan visi budaya korporasi secara ideal. b. Menganalisis budaya dalam terminologi kompetensi. c. Mengidentifikasi kunci kekuatan dan kelemahan. d. Pertimbangkan konsekuensi kelemahan organisasi. e. Perioritaskan kelemahan yang akan diperbaiki.
Identifikasi elemen budaya yang akan mendukung dan resisten terhadap perubahan. g. Lakukan brainstorming untuk inisiatif yang menagarah pada budaya organisasi ideal yang diharapkan oleh organisasi h. Mempertimbangkan pengungkit budaya organisasi yang paling kuat. i. Menyusun rencana tindak-strategi komunikasi, langkah tindak, batas waktu dan sarana untuk mengukur kemajuan. j. Mengimplementasikan rencana. k. Memonitor kemajuan. l. Momodifikasi rencana berdasar pada lingkungan dan kondisi yang berubah f.
Menjalankan Perubahan Budaya Organisasi Mengubah budaya organisasi tidak seperti transplantasi yang dapat selesai dalam semalam, tetapi merupakan suatu proses berjalan yang memerlukan waktu dan monitoring yang konstan. Mengubah budaya organisasi adalah transformasi organisasimelalui pengaruh secara terus-menerus dan membentuk keyakinan, asumsi, nilai-nilai dan pola prilaku menuju pada menghasilkan lingkungan kerja yang diinginkan. Mengubah budaya organisasi adalah menyelaraskan organisasi pada visi, misi, tujuan dan lingkungan Victor S. L Tan (2002 : 36).
Mengukur Proses Perubahan Budaya Kebanyakan perusahaan menghindari proses perubahan budaya karna tidak percaya bahwa budaya dapat diukur dan diamati. Progres dalam proses perubahan budaya dapat diukur secara kuantitatif maupun kualitatif. Sayangnya, terlalu sedikit konsultan dan perusahaan yang mempunyai kemampuan dan know-how menilai budaya sekarang dan mengukur kemajuan dalam mengubah budaya.
Ada tanda dan kecenderungan yang menunjukkan apakah perusahaan berhasil dalam usaha mengubah budaya (Jarome Want, 2006 : 186). Budaya telah berubah apabila: a. Dialog telah muncul yang bertanya bahkan menantang budaya yang sedang berlaku. b. Perilaku baru telah muncul yang melawan budaya sekarang. c. Nilai-nilai dan sikap baru telah timbu mendukung perilaku baru.
d. Komitmen pada organisasipuncak. e. Keberhasilan dan munculnya budaya baru pada organisasi. f. Perilaku baru dapat meresap diseluruh organisasi. g. Kebijakan dan praktek perubahan mulai mendukung norma budaya baru. h. Kompetensi baru mulai muncul.
F. Memulai Perubahan Budaya Perubahan budaya hanya mungkin dapat dilakukan apabila mendapatkan dukungan dari atasan yang menjadi sponsor perubahan, karena hanya atasan yang mempunya wewenang untuk mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan perubahan. Perubahan budaya dapat bersifat sederhana sampai yang bersifat fundamental. Perubahan budaya dapat bersifat incremental, berkelanjutan ataupun radikal. untuk itu perlu ditentukan prioritas perubahan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Menciptakan Dukungan dari Atas Banyak kontroversi terjadi tentang dari mana memulai proses perubahan. Dalam organisasi konsultasi profesi banyak yang merasa bahwa harus dimulai dari puncak organisasi. Adapun lainnya merasa sebaiknya dilakukan dengan pendekatan dari bawah ke atas. Jarome Want (2006 : 169) lebih tertarik pada pendekatan bottom-up yang tidak mempunyai komitmen penuh dan dukungan dari manajemen senior. Pendekatan dari bawah keatas dapat berhasil dalam organisasi yang bersifat datar dan dalam bisnis yang dimiliki pekerja.
Strategi top-down mengenal bahwa proses perubahan perlu dukungan pada tingkat senior apabila harus berhasil dan juga merupakan tanda pada organisasi bahwa hal tersebut merupakan kebutuhan strateggis dari perusahaan. Budaya bureucratic, frozen dan chaotic memerlukan proses top-down untuk memberikan tanda bahwa budaya resisten harus berubah.
Menetapkan Prioritas yang harus dilakukan dalam proses membangun budaya perlu dibedakan berdasarkan hierarki budaya (Jarome Want, 2006 : 190): 1. Predatory Caltures; Moral dan etika perusahaan bersifat menghalangi harus dikoreksi sebelum tujuan lain diselesaikan. 2. Frozen Caltures; Pemimpin yang berbeda perlu dibawa dalam perusahaan karena pendekatan topdown diperlukan untuk membangun kembali budaya. 3. Chootic Caltures; Merupakan produk manajemen tidak berpengalaman dan tidak kompeten. Coaching kepemimpinan dan manajemen merupakan alat untuk memulai perubahan budaya.
4. Political Caltures; Harus di benchmark dengan budaya kinerja yang lebih tinggi agar manajer lebih memahami yang terjadi. Orang dengan political cultures lebih siap mengenal perbedaan daripada keyakinan dan tujuan umumnya. Sebagai hasilnya, proses pembangunan budaya perlu mengandalkan terutama konsensus team building unutk mengidentifikasi tujuan dan sasaran bisnis bersama. 5. Bureaucratic Caltures; Kebutuhan internal, aturan, kebijakan dan praktek diutamakan diatas kebutuhan pelanggan. 6. Service Caltures 7. New Age Caltures
6. Service Caltures; mempunyai sasaran berlawanan secara menyeluruh dengan Bureaucratic culture. Mereka tidak kehilangan jejak kualitas dan karakteristik yang membuat service culture kuat. 7. New Age Caltures; Menghadapi tantangan kembar yaitu chaos dan terlalu banyak sukses dimana tantangan menjadi predatory adalah tantangan utama perusahaan dengan new age culture.
Memilih Mengubah Budaya Perubahan telah menjadi pengaruh utama pada bagaimana perusahaan menjalankan bisnis dan merencanakan masa depan. Beberapa perusahaan terkemuka secara sistematis menyertakan perubahan kedalam perencanaan dan operasi bisnis, dan mereka mengandalkan terutama pada budaya perusahaan untuk mendukung kinerja. Namun, kebanyakan perusahaan hanya didorong oleh kekuatan perubahan. Perubahan telah menjadi kekuatan berlebihan yang mendorong bisnis untuk sukses maupun gagal. Dunia usaha telah menjadi smber utama perubahan masyarakat modern. Tetapi perusahaan melekat pada budaya bisnis lama dan ketinggalan zaman dan mencegah menerima perubahan.
Langkah Menuju Perubahan Budaya Elemen budaya organisasi sangat penting dalam memengaruhi kinerja dan menentukan masa depan organisasi. Bidang perusahaan yang memungkinkan organisasi sukses dalam lingkungan kompetitif yang semakin meningkat dan salah satu elemen kunci adalah dengan mengembangkan budaya berorientasi pada prestasi. Terdapat tujuh langkah penting yang harus dilakukan untuk membangun achievementoriented culture (budaya berorientasi pada prestasi) yaitu (Victor S. L. Tan, 2002 : 25)
1. Menetapkan Visi Yg Jalas dan Arah Strategis 2. Mengembangkan Pengukuran Kinerja Yg Jelas 3. Tindak Lanjut atas pencapaian tujuan 4. Penghargaan terhadap kinerja secara jujur 5. Menciptakan lingkungan yg lebih terbuka 6. Menghapuskan Politik dlm Perusahaan 7. mengembangkan Team spirit yg kuat Jason A. Colquitt, Jeffry A. Le. Pine, Michael J. Wesson (2015 : 547) mengemukakan dua cara lain untuk mengubah budaya, yaitu 1. Change in leadership (perubahan kepemimpinan) 2. Mergers and acquisition. (marjer dan akuisisi)
G. Hambatan Proses Perubahan Budaya Proses perubahan budaya sering kali tidak dapat berjalan dengan mulus seperti diharapkan. (Barry Phegan (2000: 113) memberikan idikasi sulitnya melekukan perubahan budaya antara lain: Budaya kerja sangat stabil, sering kali merasa lebih baik mati dari pada harus berubah. 2. Perusahaan takut kehilangan kontrol atas pekerja. Budaya perusahaan mempertukarkan produktivitas dengan budaya. 3. Manajer mengetahui cara yang lebih baik, tetapi mereka tidak yakin budaya perusahaan akan menerimanya 1.
4. Ketika budaya kerja mengalami kemunduran, mereka semua tahu bahwa hal tersebut bukanlah merupakan kerugian , tetapi hanya untuk sementara tidak kelihatan. 5. Apabila orang menolak perubahan, hal tersebut karena budaya kerja mengatakan pada mereka. 6. Banyak budaya kerja kuat, keras dan tidak seimbang, tetapi mereka berpikir dan berperilaku dengan cara sederhana 7. Manajer lebih tinggi mungkin berpikir bahwa supervisor menolak perubahan. Kenyataannya adalah bahwa budaya kerja tidak mendukung perubahan.
Adapun menurut Jerome Want (2006: b 175) terdapat beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan perubahan, apabila terjadi hal -hal sebagai berikut: 1. The wrong sponsorship (salah dukungan) 2. We have no time: the campany is trouble (Mereka tidak punya waktu karna perusahaan dalam kesulitan 3. We have no need: the company is doing fine (merasa tidak perlu karna perusahaan berjalan baik) 4. Bankruptcy (kebangkrutan)
5. Excluding people from the change process (tidak 6. 7. 8. 9. melibatkan orang lain dalam perobahan) Organizational fragmentation (fragmentasi organisasi) Overreliace on fads: fix-its, and magic bullets (kepercayaan berlebihan pada mode yang berkembang) Incremental response to change (meningkatnya respon terhadap perubahan) I don’t give a damn about the culture (saya tidak peduli terhadap budaya)
H. Pendukung dan Penolak Perubahan Budaya Kecenderunga alamiah budaya adalah resistensi terhadap perubahan, karena itu manajer perlu tahu elemen mana yang mendukung perubahan dan mana yang menolak. Elemen ini termasuk kebijaksanaan, keyakinan, struktur organisasi, departemen, proses manufakturing, kibiasaan dan norma organisasi, manajer dan pekerja individual (Michael Zwell, 2000 : 75)
Mereka misalnya berusaha membangun budaya yang bersifat teamwork-oriented, dan menemukan bahwa struktur kompensasi mereka tidak memberi reward prilaku berorientasi pada tim. Ini menjadi masalah umum dalam bidang penjualan dibanyak perusahaan. Orang penjualan diberi tahu bahwa mereka harus menjadi team-player dan saling membantu sukses mereka, dan mereka harus bekerja sama penuh dengan departemen lain dalam perusahaan. Namun semua pembayaran bonusnya didasarkan pada angka penjualan pribadi.
Adalah penting untuk menentukan kebiasaan dan norma apa akan menolak perubahan. Apabila kita punya budaya kerja dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore, adalah sulit untuk membangun kerangka berfikir result-oriented di seluruh perusahan. Apabila setiap orang meninggalkan kantor ketika jam berbunyi pada jam 5 sore, pekerja harus melawan sistem sosial intuk tinggal lambat untuk menyelesaikan proyek tepat waktu.
Apabila budayanya adalah menghindari konflik, akan memerlukan banyak pekerjaan untuk berputar interaksi pasif-agresif ke dalam di mana orang secara luas mendiskusikan dan menyelesaikan masalah. Usaha menyelesaikan konflik secara terbuka akan dihadapi dengan ketenangan, seperti mereka tidak mengerti tentang apa yang mereka bicarakan. Dengan kata lain, usaha mengubah konflik dengan gaya pasif-agresif akan ditolak secara pasif-agresif.
BUDAYA ORGANISASI Edisi Kedua Penulis Prof. Dr. Wibowo. SE. M. Phil
- Slides: 54