Mengembangkan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Yang Inklusif dan
Mengembangkan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Yang Inklusif dan Berkelanjutan Dr. Pande Made Kutanegara, M. Si Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Disampaikan Dalam Acara Forum Pembangunan Daerah: Pembangunan Ekonomi Inklusif Untuk Penurunan Kemiskinan Yang Berkelanjutan di Jawa Barat, Bandung, Selasa 30 Juli 2019
Kemiskinan di Perkotaan Indonesia • Secara umum dalam 10 tahun terakhir terjadi penurunan persentase penduduk miskin yang cukup besar, baik di perkotaan maupun perdesaan • Laju penurunan kemiskinan di perdesaan jauh lebih cepat dibandingkan di perkotaan. • Masih tingginya ketimpangan antar kelas social di perkotaan. • Program-program penurunan kemiskinan selama ini sudah mulai menunjukkan hasilnya • Diperlukan berbagai terobosan program percepatan penurunan kemiskinan perkotaan yang inklusif, intensif dan berkelanjutan serta menempatkan peran “institusi lokalitas” yang lebih besar.
0 Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Kep. Babel Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Kaltara Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia 20 16 12 8 4 2 Sep'16 Sep'17 Sep'18 0 Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Kep. Babel Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Kaltara Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Wilayah Perkotaan di Indonesia 12000 18 10000 14 8000 10 6000 6 4000 2000 Sep'16 Sep'17 Sep'18
Trend Kemiskinan dan Kondisi Kemiskinan (Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan) 12 10. 95 10. 63 10. 51 10. 36 10. 62 10. 49 10. 27 2. 5 10. 13 10 9. 09 8 8. 6 8. 52 2 8. 16 8. 22 7. 73 7. 26 6. 89 6 1. 91 1. 57 1. 5 1. 48 1. 38 1. 41 1. 25 1. 29 1. 21 1. 24 1. 08 1 4 2 0. 5 0 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN KOTA TINGKAT KEMISKINAN KOTA 2018 0. 52 0. 4 0. 39 0. 36 0. 37 0. 31 0. 35 0. 29 0. 3 0. 25 0 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 P 1 Kota P 2 Kota
Koefisien Gini Indonesia 2008 -2018 Tahun Indonesia Perkotaan Perdesaan 2010 0, 378 0, 382 0, 315 2011 0, 410 0, 422 0, 340 2012 0, 410 0, 425 0, 330 2013 0, 431 0, 320 2014 0, 406 0, 428 0, 319 2015 0, 408 0, 428 0, 334 2016 0, 397 0, 410 0, 327 2017 0, 393 0, 407 0, 320 2018 0, 389 0, 401 0, 324 1. Koefisein Gini (ketimpangan pendapatan) di Indonesia cenderung menurun 2. Namun ketimpangan di perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan di perdesaan
Perubahan pola konsumsi makanan Perkotaan yang memberi sumbangan besar terhadap Garis Kemiskinan (%) 1. 25. 0 17. 6 20. 0 2. 10. 6 15. 0 4. 4 4. 8 3. 1. 5 0. 8 3. 0 1. 2 1. 0 2. 8 3. 0 2. 5 2. 3 0. 9 3. 5 3. 0 4. 2 2. 9 4. 0 0. 7 0. 4 5. 0 2. 1 4. 5 4. 7 3. 5 7. 5 10. 0 ka u di ba em k, t Ro in m n da ko um an in la si ak M ja ny a n bu a Ko ns bu um an in um an an Tahun 2018 Bu m Tahun 1998 -b um ak m n Ba ha M in ya kd an le ua h m an n hb Bu a ng - ka ca ng a ra n ay u Ka ca ur -s Sa y an su su in g lu rd Da g Te n Ika bi a m -u bi Um Pa di -p ad ia n n 0. 0 4. Dalam sepuluh tahun peran kosumsi makanan terhadap garis kemiskinan masih dominan dibandingkan non makanan Namun terjadi perubahan komposisi perannya. Makanan berupa padian menurun, dengan digantikan perannya oleh makanan jadi Ini menunjukkan terjadi pergesaran pola konsumsi makan penduduk miskin perkotaan Peran rokok dan tembakau juga mengalami peningkatan cukup besar dan masih tetap tinggi
3, 500, 000 Rata-rata Pengeluaran Pendapatan Per Kapita Penduduk Perkotaan 2018 3, 000 2, 500, 000 2, 000 1, 500, 000 1, 000 500, 000 Kuintil 1 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Kuintil 2 Kuintil 3 9% 8% 14% 10% 11% 27% 35% 40% 45% 16% 14% 12% 11% 23% 24% 25% 16% 12% 5% 3% Kuintil 4 Kuintil 5 Pekerja keluarga/tidak dibayar Pekerja bebas 59% Buruh/karyawan/pegawai 6% Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar 21% Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Berusaha sendiri 1. Terjadi ketimpangan pendapatan/pengeluaran yang cukup besar antara penduduk sangat miskin dengan penduduk di atasnya (bahkan hampir 6 kali lipat antara yang sangat miskin dengan yang kelas menengah paling bawah/desil 5) 2. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan, semakin besar jumlahnya yang bekreja sebagai buruh/pegawai 3. Sebaliknya semakin rendah semakin sedikit yang bekerja sebagai pegawai
Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah di Perkotaan 100. 00 97. 74 90. 00 80. 61 80. 00 70. 00 64. 66 60. 00 50. 00 40. 00 30. 00 20. 00 10. 00 APM SD APM SMP APM SMA 1. Rata-rata pendidikan penduduk miskin perkotaan sangat rendah (SD dan sedikit SMP) 2. Tingkat putus sekolah di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan
Ijasah Tertinggi Penduduk Miskin Perkotaan 100% 90% 2% 4% 13% 18% 80% 70% 20% 6% 30% 23% 26% 21% 60% 20% 50% 40% 11% 19% 34% 30% 29% 24% 12% 20% 10% 29% 23% 20% 19% 18% 17% Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 0% Tidak ijazah SD Sumber: Susenas, Maret 2018 SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat SMK/MAK Perguruan Tinggi Semakin miskin penduduk, semakin rendah tingkat pendidikannya
Jenis Pekerjaan Berdasarkan Kesejahteraan Masyarakat Perkotaan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 16% 27% 12% 14% 10% 11% 9% 8% 5% 3% Pekerja keluarga/tidak dibayar Pekerja bebas 35% 40% 45% 59% Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar 40% 30% 16% 14% 12% 11% 20% 10% 23% 24% 25% 6% 21% 0% Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Sumber: Susenas, Maret 2018 Buruh/karyawan/pegawai Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar Berusaha sendiri Tingkat pendidikan (putus sekolah yang tinggi, tidak tamat SMA) dan pekerjaan (sebagian bekerja di pekerja tidak dibayar dan berusaha sendiri) telah menyebabkan ketimpangan antar kelas di perkotaan semakin lebar
Akses Air Minum dan Sanitasi di Perkotaan 1. Semakin rendah kesejahteraan, semakin kecil mereka dapat mengakses air bersih 2. Semakin rendah kesejahteraan, semakin terbatas dapat mengakses sanitasi yang baik
Problematika Kemiskinan Perkotaan • Trend penurunan kemiskinan perkotaan sangat lamban (hampir di seluruh Indonesia) • Kemiskinan perkotaan (absolut) dominan berada di Pulau Jawa dibandingkan luar Jawa • Karakteristik penduduk miskin perkotaan: • Berpendidikan rendah • Bekerja di sector informal (usaha sendiri) • Modal terbatas dan sebagian besar bantuan modal dihabiskan untuk konsumsi yang bersifat sekunder dan tersier (kadangkala barang mewah/tersier) • unit usaha kurang menjanjikan percepatan pertumbuhan ekonomi rumah tangga • kurang tersentuh program pemerintah/akses terhadap standar hidup layak (air minum, sanitasi) masih terbatas • masih terbatas mengakses bantuan kesehatan.
• Program kemiskinan perkotaan masih lebih berbasis sebagai community base/kawasan dibandingkan program livelihood • Program kemiskinan perkotaan masih banyak berupa penataan kawasan (tidak kumuh, layak huni) dan kurang pada esensi dasar kemiskinan • Masyarakat perkotaan cenderung lebih rendah partisipasinya dalam program-program percepatan penanggulangan kemiskinan • Program lebih banyak “tergantung” pada peran pemerintah pusat dan propinsi • Peran, inovasi dan kreatifitas pemerintah daerah (kota), serta kelurahan masih kurang maksimal • Keberhasilan percepatan penurunan kemiskinan sangat tergantung pada peran actor dan leader (walikota dan wakil walikota) • Kegagalan percepatan penurunan angka kemiskinan juga terkait dengan peran TKPKD dan pelaksana di masyarakat (terhambat karena mutase yang tinggi di kalangan pegawai yang menangani) • Kurang maksimalnya integrasi anggaran di wilayah kelurahan • Lemahnya peran tokoh-tokoh local termasuk perguruan tinggi, NGO dan lembaga terkait lainnya (sinergi dan kolaborasi)
Program Percepatan Penurunan Kemiskinan Perkotaan Yang Inklusif dan Berkelanjutan
Kemiskinan Perkotaan: Inklusi dan Keberkelanjutan program • Program penurunan angka kemiskinan seharusnya dilihat bukan hanya sekedar menurunkan angka kemiskinan sesuai dengan indicator kemiskinan (garis kemiskinan), tetapi yang lebih penting adalah memastikan setiap masyarakat dapat hidup berkualitas dan bermartabat. • Tiga pilar Penanggulangan kemiskinan Perkotaan: • Dignity (hidup yang berkualitas dan bermartabat) • Inclusion and opportunity (memberi kesempatan kepada semua orang/pihak) • Resilience and security (Memiliki kemampuan untuk secara terus menerus bergerak merespon (daya lenting) mengikuti perubahan di perkotaan; sehingga penduduk miskin mampu keluar dari kemiskinan)
• Diperlukan peningkatan peran dan sinergi lembaga percepatan penanggulangan kemiskinan (TKPKD di kota; Kecamatan; Kelurahan; RW; RT) • Diperlukan kelembagaan khusus (bila diperlukan) yang mengawal program percepatan penanggulangan kemiskinan • Diperlukan peningkatan besaran anggaran penanggulangan kemiskinan di perkotaan dengan mensinergikan dengan anggaran kelurahan • Perlu pelibatan actor dan tokoh-tokoh (birokrat, pendidik, tokoh agama, tokoh masyarakat, anak muda, perempuan) yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap program penanggulangan kemiskinan
Terimakasih Hatur Nuhun
- Slides: 17