MATERI Gerakan Koperasi Syariah di Indonesia 1 Gerakan

  • Slides: 9
Download presentation
MATERI Gerakan Koperasi Syariah di Indonesia

MATERI Gerakan Koperasi Syariah di Indonesia

1. Gerakan Koperasi di Indonesia > Cikal bakal koperasi di Indonesia dimulai pada tahun

1. Gerakan Koperasi di Indonesia > Cikal bakal koperasi di Indonesia dimulai pada tahun 1896 mulai didirikan Bank Penolong dan Penyimpan (Hulp en Spaar Bank). Bank ini diprakarsai oleh Patih Kerajaan (Raden Aria Wirjaatmadja) untuk membebaskan kaum priyayi (PNS) didaerahnya dari pengijon. Inilah rintisan yang mengawali gerakan perkoperasian di tanah air. > Tahun 1915 UU Koperasi pertama lahir “Verordening of de Cooperative Vereeningingen” (Koninkklijk Besluit 7 April 1915 Stbl No. 431), yakni UU perkumpulan koperasi yang berlaku untuk segala bangsa, tidak khusus untuk Bumiputra saja.

> Tahun 1920, diadakan Cooperative Commissie (Panitia Koperasi) yang diketui Prof. Dr. J. H.

> Tahun 1920, diadakan Cooperative Commissie (Panitia Koperasi) yang diketui Prof. Dr. J. H. Boeke. Tugas ini adalah mengadakan penelitian, apakah koperasi ini bermanfaat untuk masyarakat Indonesia. > UUD 1945 menempatkan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Atas dasar itu, Koperasi sebagai suatu perusahaan yang permanen sehingga memungkinkan koperasi berkembang secara ekonomis. Dengan demikian, koperasi akan mampu memberikan pelayanan secara terus-menerus dan meningkat kepada anggota serta masyarakat sekitarnya. Koperasi juga dapat memberikan sumbangan yang mendasar kepada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

2. Gerakan Koperasi Syariah > Koperasi Syariah mulai santer diperbincangkan ketika semarak munculnya baitul

2. Gerakan Koperasi Syariah > Koperasi Syariah mulai santer diperbincangkan ketika semarak munculnya baitul maal wattamwil (BMT) di Indo. BMT dimotori oleh BMT Bina Insan Kamil tahun 1992 di Jakarta ternyata mampu memberi warna bagi perekonomian kalangan akar rumput, yakni pengusaha mikro. > BMT awalnya hanya kelompok swadaya masyarakat berlandaskan syariah (KSM Syariah), namun memiliki kinerja layaknya sebuah bank. BMT diklasifikasikan sebagai KSM pada saat itu adalah menghindari jeratan hukum sebagai bank gelap dan adanya program pola hubungan kerja sama antara bank dengan kelompok swadaya masyarakat (PHBK Bank Indonesia). Hasil kerjasama BI dengan GTZ sebuah LSM dari Jerman.

> Seiring adanya UU No. 7/ 1992 tentang Perbankan, dimana disebutkan bahwa segala kegiatan

> Seiring adanya UU No. 7/ 1992 tentang Perbankan, dimana disebutkan bahwa segala kegiatan dalam bentuk penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dalam bentuk kredit harus berbentuk bank. Karenanya, muncullah beberapa lembaga pengembangan swadaya masyarakat (LPSM) yang memayungi KSM BMT. LPSM tsb al: P 3 UK sebagai penggagas awal, PINBUK yang dimotori ICMI dan FES DD Republika. Mereka turut membantu mengembangkan sistem perekonomian Indo melalui perannya dengan cara menfasilitasi bantuan dana pembiayaan BMI yang merupakan satu-satunya bank umum syariah (BUS) pada saat itu. Disamping itu, diberikan juga bantuan peningkatan skill SDM melalui pelatihan katalis BMT termasuk akses jaringan software BMT.

> Melihat UUD 1945, pasal 33, ayat 1 menyatakan bahwa perekonomian Indo disusun sebagai

> Melihat UUD 1945, pasal 33, ayat 1 menyatakan bahwa perekonomian Indo disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, maka tidak heran muncul lembaga-lembaga yang turut membantu pemerintah dalam hal pengembangan perekonomian Indo. Dalam penjelasannya, bahwa kemakmuran masyarakat sangat diutamakan bukan kemakmuran perorangan dan bentuk usaha seperti ini yang tepat adalah KOPERASI yang didasarkan atas asas gotong royong, artinya bahwa peranan masyarakat maupun lembaga masyarakat harus tetap dilibatkan atas dasar pertimbangan itu maka disahkan UU Nomor 25/ 1992 tentang PERKOPERASIAN pada tanggal 12 Oktober 1992.

> Lembaga BMT yang memiliki basis kegiatan ekonomi rakyat dengan falsafah yang sama, yaitu

> Lembaga BMT yang memiliki basis kegiatan ekonomi rakyat dengan falsafah yang sama, yaitu “dari anggota oleh anggota untuk anggota”, maka berdasarkan UU 25/ 1992 tersebut berhak menggunakan badan hukum koperasi, letak perbedaannya dengan Koperasi Konvensional (non syariah) salah satunya terletak pada teknis operasionalnya saja. Koperasi Syariah mengharamkan bunga dan mengusung etika moral dengan melihat kaidah halal dan haram dalam melakukan usahanya. > Tahun 1994, berdiri sebuah forum komunikasi (FORKOM) BMT se-Jabotabek. FORKOM tsb sejak tahun 1995 dalam setiap pertemuan bulanannya, berwacana menggagas sebuah payung hukum bagi anggotanya maka tercetus ide pendirian BMT dengan badan hukum Koperasi, kendati masih sebatas menggunakan jenis Badan Hukum Koperasi Karyawan Yayasan atau pun Unit Usaha dari KUD.

> Tahun 1998, dari hasil beberapa pertemuan FORKOM BMT yang anggotanya sudah berbadan hukum

> Tahun 1998, dari hasil beberapa pertemuan FORKOM BMT yang anggotanya sudah berbadan hukum koperasi maka terjadi sebuah kesepakatan untuk pendirian sebuah koperasi sekunder, yakni Koperasi Syariah Indonesia (KOSINDO). Koperasi sekunder ini dengan keputusan Menteri Koperasi dan UKM, Nomor 028/BH/M. I/XI/1998 diketuai Dr. Ahmad Hatta, MA yang beranggotakan 30 BMT berbadan hukum koperasi primer yang tersebar di Jakarta, Jabar dan Lampung. Selain KOSINDO berdiri pula koperasi sekunder lainnya, seperti induk koperasi syariah (INKOPSYAH) diprakarsai pusat inkubasi bisnis usaha kecil (PINBUK), ICMI dan koperasi forum ekonomi syariah mitra dompet dhuafa (KOFESMID) didirikan DD Republika. > Berangkat dari kebijakan pengelolaan BMT yang memfokuskan anggotanya pada sektor keuangan dalam hal penghimpunan dana dan pendayagunaannya tsb maka bentuk idialnya BMT adalah Koperasi Simpan Pinjam Syariah, selanjutnya oleh Kementerian Koperasi dan UKM disebut koperasi jasa keuangan syariah (KJKS). Berdasarkan keputusan Menteri Koperasi dan UKM Nomor : 91/Kep/M. KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

Literatur : Buchori, S. Nur, 2009, Koperasi Syariah, Cetakan Pertama, Mashung: Sidoarjo, hal 09

Literatur : Buchori, S. Nur, 2009, Koperasi Syariah, Cetakan Pertama, Mashung: Sidoarjo, hal 09 -14.