MATA KULIAH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DOSEN ILA NAFILAH
MATA KULIAH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DOSEN ILA NAFILAH, S. S. , M. Pd PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI 2015
Deskripsi Singkat Perkuliahan Dalam perkuliahan ini dibahas: Dasar-dasar analisis konstrastif dan analisis kesalahan berbahasa, kategori dan sumber kesalahan berbahasa, kiat-kiat perbaikan berbagai kesalahan berbahasa Indonesia ditinjau dari sosio dan psiko linguistik, manfaat analisis konstrastif dan analisis kesalahan berbahasa dalam pengajaran bahasa Indonesia. Tujuan Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan memiliki konsep dan materi analisis kesalahan berbahasa Indonesia serta dapat memanfaatkannya dalam pengajaran bahasa.
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA Pertemuan I Kuliah Pendahuluan, Umum, Tugas-tugas Pengertian analisis Pemerolehan bahasa Pertemuan II Kedwibahasaan Interferensi Tujuan Pembelajaran Informasi Setelah selesai perkuliahan, mahasiswa dapat menganalisis kesalahan berbahasa Indonesia dan mengetahui penyebabnya. 3
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA Pertemuan III Pengertian Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) EYD Bahasa Indonesia Penerapan EYD terhadap bahasa tulis Pertemuan IV Batasan dan Pengertian Kontrastif Tuntutan Pedagogis anakon Tujuan Pembelajaran Analisis Setelah selesai perkuliahan, mahasiswa dapat memahami analisis konstrastif dan mengaplikasikannya dalam pembelajaran di SMU.
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA Pertemuan V Aspek Linguistik dan Psikologis Anakon Hipotesis Analisis kontrastif Pertemuan VI Metodologi Analisis Kontrastif Implikasi pedagogis Tujuan Pembelajaran Setelah selesai perkuliahan, mahasiswa dapat memahami analisis konstrastif dan mengaplikasikannya dalam pembelajaran di SMU.
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA Pertemuan VII Batasan dan Pengertian Kesalahan Metodologi anakes Pertemuan VIII Pengertian kesalahan Perbedaan antara kesalahan dan kekeliruan Tujuan anakes Tujuan Pembelajaran Analisis Setelah selesai perkuliahan, mahasiswa dapat memahami kesalahan berbahasa dengan baik.
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA Pertemuan IX Pertemuan XI Tujuan Pembelajaran UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) Ragam kesalahan berbahasa Taksonomi kategori linguistik Taksonomi siasat permukaan Taksonomi komperatif Setelah selesai perkuliahan, mahasiswa dapat mengetahui bahwa kesalahan berbahasa adalah bagian konferensi yang menyimpang dari beberapa norma baku performasi orang dewasa.
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA Pertemuan XII Taksonomi efek komunikatif Pertemuan XIII Analisis kesalahan berbahasa : - Memilih Korpus Bahasa - Mengenali Kesalahan dalam Korpus - dsb (Tarigan : 167 -176) Tujuan Pembelajaran Setelah selesai perkuliahan, mahasiswa dapat mengetahui bahwa kesalahan berbahasa adalah bagian konferensi yang menyimpang dari beberapa norma baku performasi orang dewasa.
SATUAN ACARA PERKULIAHAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA Pertemuan XIV Koreksi kesalahan berbahasa Pertemuan XV Sebuah model analisis kesalahan berbahasa Indonesia secara berurutan Tujuan Pembelajaran Setelah selesai perkuliahan, mahasiswa dapat mengetahui bahwa kesalahan berbahasa adalah bagian konferensi yang menyimpang dari beberapa norma baku performasi orang dewasa. Pertemuan XVI UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
TUGAS-TUGAS Tugas Kelompok Tugas Individu
MEKANISME PENILAIAN NO. JENIS KEGIATAN NILAI % JENIS AWA KEGIATA L N NILAI TIAP KEGIATA N 1. Absensi dan Tugas Terstruktur (kuis, makalah, dll) 0 -100 20 % 0 -20 2. Ujian Tengah Semester (UTS) 0 -100 30 % 0 -30 3. Ujian Akhir Semester (UAS) 0 -100 50 % 0 -50 Jumlah Nilai dalam Angka 0 -100 Kehadiran Mahasiswa dalam perkuliahan minimal 80 % dari jumlah perkuliahan yang telah dijadwalkan
1. Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung, Angkasa. 2. Burhan, Jazir. Problema bahasa dan Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Ganaco, 1971. 3. Moeliono, Anton M. Masalah Bahasa Yang dapat Anda Atasi Sendiri. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987. 4. Ali, Lukman. Masalah Bahasa Yang Patut Anda Ketahui 1 dan 2. Jakarta: Depdikbud, 1991. 5. Setyawati, Nanik. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik. Surakarta: Yuma Pressindo, 2010.
Format Penulisan Makalah Kelompok KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB II : PEMBAHASAN A. . . BAB III : PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA
Format Penulisan Makalah Individu ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA dalam KARANGAN SISWA SMU KELAS X /XI 1. Data Karangan Siswa SMU Kelas X / XI 2. Langkah 1 : Analisis Kesalahan Berbahasa Tataran Fonologi. Langkah 2 : Analisis Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi. Langkah 3 : Analisis Kesalahan Berbahasa Tataran Sintaksis. Langkah 4 : Analisis Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik. Langkah 5 : Analisis Kesalahan Berbahasa Tataran Wacana. Langkah 6 : Analisis Kesalahan Berbahasa Penerapan Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Langkah 7 : Simpulan
PENGERTIAN ANALISIS MENURUT AHLI WIRADI KOMARUDDIN DWI PRASTOWO DARMINTO & RIFKA JULIANTY Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditaksir maknanya. Analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu. Analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan
PENGERTIAN ANALISIS MENURUT AHLI SYAHRUL & MOHAMMAD AFDI NIZAR ANNE GREGORY Analisis berarti melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang muncul Analisis adalah langkah pertama dari proses perencanaan Sumber : http: //pengertianbahasa. blogspot. com/2013/02/pengertiananalisis. html
Pemerolehan Bahasa • Pemerolehan bahasa (bahasa Inggris: language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. • Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas.
Pemerolehan Bahasa • Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. • Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa. • Sumber : http: //id. wikipedia. org/wiki/Pemerolehan_bahasa
1. Proses Pemerolehan Bahasa Pertama Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003: 167).
Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003: 167).
• Strategi si anak dalam memperoleh bahasa pertamanya menurut Dardjowidjojo, (2005: 243 -244) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. • Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. • Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini. • Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas yang seluruh tubuhnya telah dipasang tombol serta kabel listrik: mana yang dipencet, itulah yang akan menyebabkan bola lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan wujudnya seperti apa ditentukan oleh input sekitarnya.
2. Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa Pertama • B 1 diperoleh seorang anak dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. • Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.
• Pengetahuan mengenai pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling pertama di dapat dari buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu psikolinguistik. • Dalam studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman video, dan eksperimen yang direncanakan. • Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus) semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit, keinginan untuk digendong, dan perasaan senang. • Terdapat tahap-tahap pemerolehan bahasa pada tahapan linguistik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling); (2) tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).
2. 1 Vokalisasi Bunyi • Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dekur. • Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. • Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan tadi merupakan bahasa? • Fromkin dan Rodman (1993: 395) menyebutkan bahwa bunyi tersebut tidak dapat dianggap sebagai bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.
• Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. • Mar’at (2005: 43) menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6 bulan. • Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6 bulan. • Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. • Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.
• Pada tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda seperti frikatif dan nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal. Celotehan dimulai dengan konsonan diikuti dengan vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan adalah pada usia sekitar 8 bulan, stuktur silabel K-V ini kemudian diulang sehingga muncullah struktur seperti:
• K 1 V 1…papapa mamama bababa… • Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun apa yang ada di benak tidaklah kita ketahui. Tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar artikulatori belaka (Djardjowidjojo, 2005: 245).
• Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori hypothesistesting (Clark & Clark dalam Mar’at 2005: 43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
• Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai berikut: • (1) menghilangkan konsonan akhir blumen bu boot bu • (2) mengurangi kelompok konsonan menjadi segmen tunggal: batre bate bring bin
• (3) menghilangkan silabel yang tidak diberi tekanan kunci ti semut • (4) reduplikasi silabel yang sederhana pergi gigi nakal kakal • Menurut beberapa hipotesis, penyederhanaan ini disebabkan oleh memory span yang terbatas, kemampuan representasi yang terbatas, kepandaian artikulasi yang terbatas (Mar’at 2005: 46 -47).
• Apakah tahap celoteh ini penting bagi si anak. Jawabannya tentu saja penting. Tahap celoteh ini penting artinya karena anak mulai belajar menggunakan bunyi-bunyi ujaran yang benar dan membuang bunyi ujaran yang salah. Dalam tahap ini anak mulai menirukan pola intonasi kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa.
2. 2 Tahap Satu-Kata atau Holofrastis • Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini).
• Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa? ” dan “Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang wanita di majalah itu adalah mama”. • Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan sepertim, p, s, k dan vokal-vokal seperti a, i, u, e.
2. 3 Tahap Dua-Kata, Satu Frase • Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18 -20 bulan. Ujaran -ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. • Kalau pada tahap holofrastis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. • Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. • Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
2. 4 Ujaran Telegrafis • Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. • Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa. Contoh dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan Rodman. • • • “Cat stand up table” (Kucing berdiri di atas meja); “What that? ” (Apa itu? ); “He play little tune” (dia memainkan lagu pendek); “Andrew want that” (Saya, yang bernama Andrew, menginginkan itu); “No sit here” (Jangan duduk di sini!)
• Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar B 1 -nya secara bertahap dengan caranya sendiri. • Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa dengan cara menirukan. • Namun, Fromkin dan Rodman (1993: 403) menyebutkan hasil peniruan yang dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. • Jika orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan dengan “He go out”. Ada lagi teori yang mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan(reinforcement), artinya kalau seorang anak belajar ujaran-ujaran yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk pujian, misalnya bagus, pandai, dsb. Akan tetapi, jika ujarannya salah, ia mendapat “penguatan negatif”, misalnya lagi, salah, tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu harus terus menerus diperbaiki bahasanya kalau salah dan dipuji jika ujarannya itu benar.
Pemerolehan Bahasa Kedua 1. Bahasa Pertama dan Kedua Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari oleh seseorang di dalam lingkungan ke-lompok masyarakatnya, yang ia peroleh secara alamiah dan wajar sejak lahir disebut bahasa ibu atau bahasa pertama orang tersebut, sedangkan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi oleh orang-orang di luar lingkungan kelompok masyarakatnya dinamakan bahasa asing yang apabila dipelajari oleh orang tersebut akan menjadi bahasa keduanya. Istilah bahasa kedua atau second language digunakan untuk menggambarkan bahasa-babasa apa saja yang pemerolehannya/penguasaannya dimulai setelah masa anak-anak awal (early childhood), termasuk bahasa ketiga atau bahasa-bahasa lain yang dipelajari kemudian. Bahasa-bahasa yang dipelajari ini disebut juga dengan bahasa target (target language).
2. Pemerolehan Bahasa Kedua • Kondisi saling ketergantungan antara satu negara dengan negara lainnya menjadikan penguasaan bahasa kedua menjadi sesuatu yang sangat penting dewasa ini. • Kita perlu mempelajari bahasa kedua untuk kepentingan sektor pendidikan, pariwisata, politik dan ekonomi. • Pemerolehan bahasa kedua tidak sama dengan pemerolehan bahasa pertama. Pada pemerolehan bahasa pertama siswa “berangkat dari nol” (dia belum menguasai bahasa apa pun) dan perkembangan pemerolehan bahasa ini seiring dengan perkembangan fisik dan psikhisnya. Pada pemerolehan bahasa kedua, siswa sudah menguasai bahasa pertama dengan baik dan perkembangan pemerolehan bahasa kedua tidak seiring dengan perkembangan fisik dan psikhisnya. Selain itu pemerolehan bahasa pertama dilakukan secara informal dengan motivasi yang sangat tinggi (siswa memerlukan bahasa pertama ini untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya), sedangkan pemerolehan bahasa kedua dilakukan secara formal dan motivasi siswa pada umumnya tidak terlalu tinggi karena bahasa kedua tersebut tidak dipakai untuk berkomunikasi sehari-hari di lingkungan masyarakat siswa tersebut.
3. Aspek-aspek Pembelajaran Bahasa Kedua. a. Kemampuan bahasa. Biasanya apabila seseorang memutuskan untuk memelajari bahasa kedua secara formal, ia akan melalui tes kemampuan bahasa atau language aptitude test yang dilakukan oleh lembaga kursus bahasa untuk menilai kecakapan/bakat bahasa yang dimiliki oleh orang tersebut. Tes ini terbukti cukup efektif untuk memprediksi siswa-siswa mana yang akan sukses di dalam pembelajaran bahasa kedua. Meskipun demikian masih terdapat perbedaan pendapat mengenai kemampuan bahasa atau language aptitude itu sendiri. Apakah kemampuan bahasa itu merupakan suatu kesatuan konsep, suatu properti organik di dalam otak manusia atau suatu komplek faktor termasuk di dalamnya motivasi dan lingkungan. Penelitian mengenai kemampuan bahasa atau language aptitude sering dikritik karena tidak relevan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh para siswa di sekolah-sekolah bahasa yang harus berusaha sekuat tenaga untuk menguasai bahasa kedua terlepas dari apakah mereka memiliki bakat atau tidak untuk hal tersebut. Apalagi penelitian menemukan bahwa kemampuan bahasa atau language aptitude itu tidak dapat diubah.
b. Usia. • Sebagian besar masyarakat umum masih meyakini bahwa untuk belajar bahasa kedua akan lebih baik dilakukan ketika masih anak-anak. Belajar bahasa kedua ketika telah dewasa akan terasa lebih sulit. Tetapi penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai hal ini gagal untuk membuktikan kebenaran keyakinan masyarakat umum tersebut. • Mereka yang mulai belajar bahasa kedua ketika telah dewasa tetap dapat mencapai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai hal ini hanya mampu menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang belajar bahasa kedua ketika telah dewasa tidak mampu merubah aksen mereka seperti aksennya penutur asli, aksen orang dewasa adalah aksen bahasa pertama yang sulit untuk dirubah. • Hal menarik yang dapat diambil dan penelitian-penelitian tersebut adalah jika program pembelajaran bahasa kedua yang diberikan berupa immersion/pembelajaran bahasa kedua dengan terjun langsung di lingkungan penutur asli, orang dewasa cenderung lebih cepat memperoleh bahasa kedua dibandingkan dengan anak-anak, hal ini dikarenakan otak orang dewasa berfungsi lebih sempuma dibandingkan dengan otak anak-anak dan orang dewasa memiliki lebih banyak pengalaman berbahasa dibandingkan dengan anak.
c. Strategi yang digunakan. • Penggunaan strategi yang efektif sangat penting agar pembelajaran bahasa kedua dapat berhasil. Secara umum strategi pemerolehan bahasa kedua dibagi menjadi dua, yaitu strategi belajar dan strategi berkomunikasi. • Strategi belajar adalah strategi yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar bahasa kedua, seperti penggunaan kamus atau penggunaan TV kabel untuk menangkap siaran TV yang menggunakan bahasa kedua. Sedangkan strategi berkomunikasi adalah strategi yang digunakan oleh siswa kelas bahasa kedua dan penutur asli untuk dapat saling memahami ketika terjadi kebuntuan di dalam berkomunikasi di antara mereka karena kurangnya akses terhadap bahasa yang benar, misalnya dengan menggunakan mimik dan gerakan tangan.
d. Motivasi. • Secara sederhana motivasi dapat diartikan sebagai mengapa seseorang memutuskan untuk melakukan sesuatu, berapa lama ia rela melakukan aktivitas tersebut dan sejauh mana usaha yang dilakukannya. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai motivasi menunjukkan bahwa motivasi terkait erat dengan tingkat keberhasilan seseorang di dalam pembelajaran bahasa kedua. Pelajar yang memiliki motivasi yang kuat akan sukses dan kesuksesan yang diperolehnya itu akan semakin meningkatkan motivasinya. Motivasi bukanlah sesuatu yang bersifat tetap, tetapi sangat dipengaruhi oleh umpan balik dan lingkungan. Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi adalah tehnik instruksi yang digunakan oleh guru.
4. Metode Pembelajaran Bahasa Kedua. a. Pembelajaran di dalam kelas. Ketika kita melaksanakan pembelajaran bahasa kedua di dalam kelas, kita dibantu oleh guru yang senantiasa dapat memberikan materi, do-rongan dan umpan balik serta dapat menjadi lawan untuk mempraktekkan kemampuan bahasa kedua kita. Agar dapat menyelenggarakan pembelajaran bahasa kedua yang baik di dalam kelas, guru membutuhkan sumber-sumber pembelajaran bahasa yang otentik. Ini terutama dibutuhkan ketika kita mempelajari bahasa kedua di negara kita sendiri. Sumber-sumber pembelajaran bahasa yang digunakan harus otentik dalam hal lafal, intonasi, aksen dan idiom. Tanpa adanya sumber-sumber pembelajaran bahasa seperti itu, akan sangat sulit bagi seorang guru bahasa kedua untuk dapat menyampaikan perasaan dan pikiran orang-orang yang menggunakan bahasa tersebut sebagai bahasa pertamanya. Untuk itu ketika mengajar, para guru bahasa kedua sebaiknya hanya menggunakan rekaman suara yang di-tuturkan oleh penutur asli. Bahan-bahan pengajaran visual seperti video atau film juga harus menampilkan kebudayaan orang kedua yang otentik. Jangan menggunakan video atau film yang hanya menampilkan keindahan negara penutur bahasa kedua, tetapi tidak ada kaitannya dengan masalah kebudayaan orang penutur bahasa kedua. Video atau film seperti itu biasanya ditujukan hanya kepada para turis saja. Selain itu guru/pihak sekolah dituntut untuk mampu menyediakan koran dan majalah dalam bahasa kedua karena merupakan dua sumber bacaan yang valid dan selalu memberikan informasi terkini mengenai kebudayaan orang kedua.
b. Pembelajaran otodidak. • Metode ini dapat dilakukan dengan cara membeli CD atau DVD pembelajaran bahasa kedua yang banyak di jual di toko-toko buku/kaset atau dapat dipesan on-line melalui Internet. Kelemahan mendasar dari metode belajar ini adalah tidak ada-nya guru yang mendampingi, sehingga ketika siswa perlu bertanya, tak ada seorang pun yang dapat menjawab. Namun demikian CD atau DVD pembelajaran bahasa kedua sekarang ini telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar sendiri. Keberhasilan siswa di dalam pembelajaran bahasa kedua dengan menggunakan metode ini akan sangat tergantung pada tingkat keseriusan siswa di dalam belajar dan kualitas CD atau DVD pembelajaran bahasa kedua yang siswa beli.
c. Pertukaran bahasa. • Belajar bahasa kedua dengan menggunakan metode ini menuntut siswa untuk mencari penutur asli bahasa kedua yang sedang dipelajarinya dan yang ingin mempelajari bahasa ibu atau bahasa pertama siswa tersebut, sehingga keduanya dapat saling mengajari bahasanya masing-masing. Hal ini dapat dilakukan dengan mengakses beberapa situs di Internet yang menyediakan jasa tersebut. Altematif lain dari metode ini adalah dengan mencari penutur asli sebagai teman berkorespondensi. Seorang guru bahasa kedua harus mendorong siswanya untuk berkorespondensi dengan orang penutur bahasa kedua. • Dengan berkorespondensi siswa dapat banyak berlatih bagaimana menulis dengan konteks situasi-situasi keseharian. Selain itu siswa akan dapat bertukar pikiran dengan penutur asli bahasa kedua, memahami sikap dan perilakunya yang merupakan gambaran dan budayanya. Korespondensi juga dapat memberikan motivasi kepada pelajar untuk melakukan perjalanan ke luar negeri yang merupakan metode belajar yang terakhir.
d. Melakukan perjalanan dan tinggal selama beberapa waktu di luar negeri. • Dengan melakukan perjalanan ke luar negeri atau bahkan berkesempatan untuk tinggal selama beberapa waktu di luar negeri, siswa akan dapat memahami budaya orang-orang setempat. la dapat melihat dan menyadari persamaan mau-pun perbedaan antara kebudayaan bangsanya dan kebudayaan bangsa yang bahasanya sedang ia pelajari. Selain itu perjalanan ke luar negeri juga akan membuat siswa mampu berkomunikasi menggunakan bahasa kedua dengan lebih baik dibandingkan dengan hanya mengandalkan pembelajaran bahasa kedua di dalam negeri saja, karena di lingkungan barunya ini siswa mene-mukan tak seorang pun mampu menggunakan bahasa pertamanya, sehingga ia “terpaksa” harus senantiasa menggunakan bahasa kedua untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang di sekelilingnya agar dapat bertahan hidup. • Terampil dalam empat ketrampilan bahasa yang berbeda yaitu berbicara dan menulis (keterampilan aktif) serta mendengar dan membaca (keterampilan pasif) merupakan tujuan akhir dari setiap pembelajaran bahasa kedua.
5. Proses Pemerolehan Bahasa Kedua • Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Orang dewasa mempunyai dua cara yang, berbeda berdikari, dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua. • Pertama, pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
• Kedua, untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. • Akan tetapi ada hipotesis pemerolehan belajar yang menuntut bahwa orang-orang dewasa juga memperoleh bahasa, kemampuan memungut bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai anak-anak.
• Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat pada orang dewasa. • Perbedaan antara pemerolehan dan pembelajaran, yaitu: • 1) Pemerolehan: belajar bahasa mendapatkan pengetahuan secara alamiah, tanpa sadar, melalui interaksi tak formal dengan orang tua dan/atau teman sebaya, tanpa bimbingan. Bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua. Mendapatkan pengetahuan secara implisit. Tidak membantu kemampuan anak. • 2) Pembelajaran: belajar bahasa mendapatkan pengetahuan secara formal, disengaja, melalui interaksi edukatif, ada bimbingan, dan dilakukan dengan sadar. Bahasa kedua berarti mengetahui bahasa kedua. Mendapat pengetahuan secara eksplisit. Membantu kemampuan anak.
• Pandangan pemerolehan bahasa secara alami yang merupakan pandangan kaum nativistis yang diwakili oleh Noam Chomsky, berpendapat bahwa bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan. Hakikatnya, pola perkembangan bahasa pada berbagai macam bahasa dan budaya. Lingkungan hanya memiliki peran kecil dalam pemerolehan bahasa. Anak sudah dibekali apa yang disebut peranti penguasaan bahasa (LAD).
• Pandangan pemerolehan bahasa secara disuapi adalah pandangan kaum behavioristis yang diwakili oleh B. F. Skinner dan menganggap bahasa sebagai suatu yang kompleks di antara perilaku-perilaku lain. Kemampuan berbicara dan memahami bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan. Anak hanya merupakan penerima pasif dari tekanan lingkungan. Anak tidak memiliki peran aktif dalam perilaku verbalnya. Perkembangan bahasa ditentukan oleh lamanya latihan yang disodorkan lingkungannya. Anak dapat menguasai bahasanya melalui peniruan. Belajar bahasa dialami anak melalui prinsip pertalian stimulus respon.
• Pandangan kognitif diwakili oleh Jean Piaget dan berpendapat bahwa bahasa bukan ciri alamiah yang terpisah melainkan satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif. Lingkungan tidak besar pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual anak. Yang penting adalah interaksi anak dengan lingkungannya.
• Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah. • Pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin: Pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya. • Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan, guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
6. Hubungan antara Pemerolehan Bahasa Pertama dan Pemerolehan Bahasa Kedua • Ciri-ciri pemerolehan bahasa mencakup keseluruhan kosakata, keseluruhan morfologi, keseluruhan sintaksis, dan kebanyakan fonologi. • Istilah pemerolehan bahasa kedua atau second language aqcuisition adalah pemerolehan yang bermula pada atau sesudah usia 3 atau 4 tahun. Ada pemerolehan bahasa kedua anak-anak dan pemerolehan bahasa kedua orang dewasa.
• Ada lima hal pokok berkenaan dengan hubungan pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua. Salah satu perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ialah bahwa pemerolehan bahasa pertama merupakan komponen yang hakiki dari perkembangan kognitif dan sosial seorang anak, sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi sesudah perkembangan kognitif dan sosial seorang anak sudah selesai, dalam pemerolehan bahasa pertama pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan, sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua itu jarang terjadi, dalam pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ada kesamaan dalam urutan perolehan butir-butir tata bahasa, banyak variabel yang berbeda antara pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa. • Suatu ciri yang khas antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua belum tentu ada meskipun ada persamaan dan perbedaan di antara kedua pemerolehan.
7. Strategi Pemerolehan Bahasa Kedua • Strategi pertama, berpegang pada semboyan: gunakanlah pemahaman nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk penetapan atau pemikiran bahasa. Strategi ini berlangsung dan beroperasi pada tahap umum dalam karya Brown mengenai dasar kognitif ujaran tahap I. Strategi pertama ini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata (PUR) sebesar 1, 75, dan Loncatan Atas (LA) sebesar 5. Adapun objek dan persona terus-menerus ada walaupun di luar jangkauan pandangan yang merupakan pemahaman nonlinguistik yang menjadi dasar atau landasan bagi pengarah bahasa atau terjemahan anak terhadap ketidakstabilan atau kemudahan mengalirkan pemikiran ke dalam kategori-kategori bahasa yang lebih pasti. Penggunaan pemahaman nonlinguistik untuk memperhitungkan serta menetapkan hubungan makna-ekspresi bahasa merupakan suatu strategi yang amat persuasif atau dapat merembes pada diri anak-anak.
• Strategi kedua, berpegang pada semboyan: gunakan apa saja atau segala sesuatu yang penting, yang menonjol dan menarik hati Anda. Ada dua ciri yang kerap kali penting dan menonjol bagi anak-anak kecil dan berharga bagi sejumlah kata-kata pertama mereka yaitu objek-objek yang dapat membuat anak-anak aktif dan giat (misalnya kunci, palu, kaos kaki, topi) dan objek-objek yang bergerak dan berubah (seperti mobil, jam). Sifat-sifat atas ciri-ciri perseptual dapat bertindak sebagai butir-butir atau titik-titik vokal bagi anak-anak (misalnya bayangan, ukuran, bunyi, rasa, bentuk). Anak-anak memperhatikan objek-objek yang mewujudkan hal-hal yang menarik hati ini; dan mereka memperhatikan cara menamai objek-objek itu dalam masyarakat bahasa. Perhatian anak-anak juga bisa pada unsur bahasa yang memainkan peranan penting sintaksis dan semantik dalam kalimat. Pusat perhatian tertentu bagi seorang anak mungkin saja berbeda pada periode yang berbeda pada setiap anak.
• Strategi ketiga, berpegang pada semboyan: anggaplah bahwa bahasa dipakai secara referensial atau ekspresif dan dengan demikian menggunakan data bahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki 50 kata pertama mencakup suatu proporsi nomina umum yang tinggi dan yang seakan-akan melihat fungsi utama bahasa sebagai penamaan objek. Anak kelompok ekspresif memiliki 50 kata pertama secara proporsional mencakup lebih banyak kata yang dipakai dalam ekspresi sosial (seperti terima kasih, jangan begitu) dan lebih sedikit nama -nama objek yang melihat bahasa (terutama sekali) sebagai pelayanan fungsi-fungsi sosial efektif. Kedua kelompok anak itu menyimak bahasa sekitar mereka secara berbeda. Kelompok yang satu memperlakukan bahasa yang dipakai untuk mengacu, sedangkan kelompok yang satu lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul, bersosialisasi. • Ada tujuh fungsi bahasa yaitu fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasi, fungsi interaksi, fungsi personal, fungsi heuristik, dan fungsi imajinatif. Fungsi instrumental bahasa berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, mengkomunikasikan tindak. Fungsi regulasi atau pengaturan berkenaan dengan pengendalian peristiwa, penentuan hukum dan kaidah, pernyataan setuju tidak setuju. Fungsi representasi berkenaan dengan pernyataan, menjelaskan melaporkan. Fungsi interaksi berkaitan dengan hubungan komunikasi sosial. Fungsi personal berkenaan dengan kemungkinan seorang pembicara mengemukakan perasaan, emosi, dan kepribadian. Fungsi heuristik berkaitan dengan perolehan pengetahuan dan belajar tentang lingkungan. Fungsi imajinatif berkaitan dengan daya cipta imajinasi dan gagasan.
• Strategi keempat berpegang pada semboyan: amatilah bagaimana caranya orang lain mengekspresikan berbagai makna. Strategi ini baik diterapkan pada anak yang berbicara sedikit dan seakan-akan mengamati lebih banyak, bertindak selektif, menyimak, mengamati untuk melihat bagaimana makna dan ekspresi verbal saling berhubungan. Strategi ini mengingatkan kepada gaya atau preferensi belajar yang berbeda pada anak-anak yang berlainan usia dalam situasi belajar yang lain pula. • Strategi kelima berpegang pada semboyan: ajukanlah pertanyaan-pertanyaan untuk memancing atau memperoleh data yang Anda inginkan, anak berusia sekitar dua tahun akan sibuk membangun dan memperkaya kosakata mereka. Banyak di antara mereka mempergunakan siasat bertanya atau strategi pertanyaan. Siasat ini seolah-olah merupakan sesuatu yang efektif, karena setiap kali dia bertanya: apa nih? apa tu? maka teman bicaranya mungkin menyediakan label atau, nama yang tepat. Suatu pola yang menarik terjadi pada penggunaan pertanyaan mengapa pada usia sekitar
8. Peranan Bahasa Pertama dalam Proses Pemerolehan Bahasa Kedua • Bahasa pertama mempunyai pengaruh positif yang sangat besar terhadap bahasa kedua sebesar 4 – 12 % dari kesalahan-kesalahan dalam tata bahasa yang dibuat oleh anak-anak berasal dari bahasa pertama, sebesar 8 – 23 % merupakan kesalahan yang dibuat oleh orang dewasa. Mayoritas kesalahan-kesalahan tersebut lebih banyak dalam susunan kata daripada dalam morfologi. Bidang yang sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa pertama adalah pengucapan. Anak-anak memproses sistem bunyi baru melalui pola-pola fonologis bahasa pertama pada tahap-tahap awal pemerolehan bahasa kedua, tetapi secara berangsur -angsur mereka bersandar pada sistem bahasa kedua dan aksen atau tekanan (logat) mereka pun menghilang.
• Pengaruh bahasa pertama kian bertambah pada bahasa kedua jika pelajar diharapkan menghasilkan bahasa kedua sebelum dia mempunyai penguasaan yang cukup memadai terhadap bahasa barunya. Pelajar akan bergantung pada struktur-struktur bahasa pertama, baik dalam upaya komunikasi maupun terjemahan. Pengaruh bahasa pertama juga merupakan fakta dalam interaksi yang terjadi antara bahasawan bahasa pertama dan bahasa kedua.
• Satu-satunya sumber utama kesalahan-kesalahan sintaksis dalam penghasilan bahasa kedua orang dewasa adalah bahasa pertama si pelaku. • Ada pandangan yang menyatakan bahwa kesalahan bukan bersumber pada struktur bahasa pertama, melainkan pada latar belakang linguistik yang berbeda-beda dari bahasa kedua (B 2) pelajar. • Pengaruh bahasa pertama terlihat paling kuat dalam susunan kata kompleks dan dalam terjemahan frase-frase, kata demi kata. Pengaruh bahasa pertama lebih lemah dalam morfem terikat. Pengaruh bahasa pertama paling kuat atau besar dalam lingkungan-lingkungan pemerolehan yang rendah.
• Pengaruh bahasa pertama bukanlah merupakan hambatan atau rintangan proaktif, melainkan akibat dari penyajian yang justru diperbolehkan menyajikan sesuatu sebelum dia mempelajari perilaku baru itu. • Pengobatan atau penyembuhan bagi interferensi hanyalah penyembuhan bagi ketidaktahuan belajar. • Bahasa pertama dapat merupakan pengganti bahasa kedua yang telah diperoleh sebagai suatu inisiator atau pemrakarsa ucapan apabila pelajar bahasa kedua harus menghasilkannya dalam bahasa sasaran, tetapi tidak cukup kemampuan bahasa kedua yang telah diperolehnya. • Pengaruh bahasa pertama merupakan petunjuk bagi pemerolehan yang rendah. Anak-anak mungkin membangun atau membentuk kompetensi yang diperoleh melalui masukan. Kurangnya desakan penghasilan ujaran lisan akan menguntungkan bagi anak-anak dan orang dewasa menelaah bahasa kedua dalam latar-latar formal.
• Pengaruh bahasa pertama dapat dianggap sebagai sesuatu yang tidak alamiah. Seseorang dapat saja menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa kedua tanpa suatu pemerolehan. Jika bahasa kedua berbeda dengan bahasa pertama, model monitor dapat dipakai dengan menambahkan beberapa morfologi dan melakukannya dengan sebaik-baiknya untuk memperbaiki susunan kata. Pemerolehan bahasa mungkin pelan-pelan, tetapi dalam jangka panjang akan lebih bermanfaat kalau bahasa dipergunakan untuk maksud dan tujuan komunikasi.
- Slides: 64