Manajemen Perpajakan Manajemen perpajakan 1 2 3 4

  • Slides: 138
Download presentation
Manajemen Perpajakan

Manajemen Perpajakan

Manajemen perpajakan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9 10. 11. 12.

Manajemen perpajakan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9 10. 11. 12. 13. 14. Overview KUP Overview PPh Overview PPN Pengertian Dasar Manajemen Pajak Pemilihan Sumber Pembiayaan (bagian 1) Pemilihan Sumber Pembiayaan (bagian 2) Tax Planning dan Pengendalian atas Penghasilan Usaha dan Penghasilan Lainnya. Tax Planning dan Pengendalian atas Unsur-unsur Harga Pokok Penjualan dan Pengurang Penghasilan Bruto. Tax Planning dan Pengendalian atas PPh Pasal 21 Tax Planning dan Pengendalian atas unsur-unsur objek withholding tax (selain PPh Pasal 21) Tax Planning dan Pengendalian atas Pajak Pertambahan Nilai Tax Planning dalam pemanfaatan tax incentives Konsep dasar pajak internasional Muatan Lokal

Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S. H iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S. H iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Dasar-dasar hukum pajak dan pajak pendapatan 1990: 5) 3

Pajak Perusahaan Dipotong PPh 23 atas penghasilan jasa Badan Penghasilan Beban yang dapat dikurangkan

Pajak Perusahaan Dipotong PPh 23 atas penghasilan jasa Badan Penghasilan Beban yang dapat dikurangkan Penghasilan kena pajak X tarif pajak Pajak terutang 1 thn fiskal Kredit pajak • Angsuran pajak (PPh 25) • Dipotong pihak lain (22, 23) • Pajak luar negeri (24) PBB Meterai BPHTB Pajak Daerah Memoton g PPh 21 atas gaji PPN atas penyeraha n barang/jas a Lapor KPP Setor Kas negara 4

PAJAK dalam Perusahaan § Pajak atas Penghasilan Perusahaan – Dibayar langsung oleh perusahaan :

PAJAK dalam Perusahaan § Pajak atas Penghasilan Perusahaan – Dibayar langsung oleh perusahaan : • Angsuran pajak (PPh 25) • Pembayaran pajak akhir tahun (PPh 28/29) – Dipotong oleh pihak lain (final, tidak final, 22, 23) – Laporan laba rugi akan mempengaruhi jumlah beban pajak dan di Neraca utang pajak / pajak dibayar dimuka § Kewajiban memotong pajak pihak lain (with holding tax) – Pajak atas penghasilan yang diterima pihak lain (21, 23, 26) – PPN pajak atas penyerahan barang / jasa kena pajak – Tidak muncul dalam laporan laba rugi, tetapi di Neraca sebagai utang atau pajak dibayar dimuka § Pajak Lainnya – PBB, pajak daerah, PPn. BM beban – Pajak atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP) – Pajak Daerah – Bea Materai 5

PAJAK untuk Individu § Individu SPTnya berbeda – Bekerja dari satu pemberi kerja –

PAJAK untuk Individu § Individu SPTnya berbeda – Bekerja dari satu pemberi kerja – Bekerja lebih dari satu pemberi kerja – Pemilik usaha § Pajak atas Individu – Dibayar langsung oleh individu: • Angsuran pajak (PPh 25) • Pembayaran pajak akhir tahun (PPh 28/29) – Dipotong oleh pihak lain (PPh 21, PPh 23, PPh 22, PPh 24, tidak final, ) § Kewajiban memotong pajak pihak lain (with holding tax) Pph 21, PPh final – Orang pribadi yang mempekerjakan pihak lain – PPN untuk individu yang menjalankan usaha § Pajak Lainnya – – PBB, pajak daerah, PPn. BM beban Pajak atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP) Pajak Daerah Bea Materai 6

Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan

Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan

PEMBAGIAN HUKUM PAJAK FISKUS WAJIB PAJAK c c Pendaftaran (NPWP-NPPKP) Pemeriksaan Penetapan (SKP) Pembukuan/

PEMBAGIAN HUKUM PAJAK FISKUS WAJIB PAJAK c c Pendaftaran (NPWP-NPPKP) Pemeriksaan Penetapan (SKP) Pembukuan/ Pencatatan Keberatan Pembayaran (SSP) Banding Pelaporan (SPT) BPP MA Kasasi 8

SELF-ASSESMENT SYSTEM Menghitung Tarip x DPP Pajak Terutang Memperhitungkan Pelunasan Pajak Kredit Pajak PT

SELF-ASSESMENT SYSTEM Menghitung Tarip x DPP Pajak Terutang Memperhitungkan Pelunasan Pajak Kredit Pajak PT - KP WP Membayar Melaporkan SPT PT > KP PT = KP PT < KP SKPKB SKPN SKPLB SKPKBT

HUKUM PAJAK UU PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH ENTITAS BISNIS KEP. / SE DIRJEN PAJAK KEP.

HUKUM PAJAK UU PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH ENTITAS BISNIS KEP. / SE DIRJEN PAJAK KEP. MENKEU

Ilustrasi Hukum Formal: Surat Administratif Keterangan SPT SKP STP Definisi Surat untuk pelaporan, perhitungan,

Ilustrasi Hukum Formal: Surat Administratif Keterangan SPT SKP STP Definisi Surat untuk pelaporan, perhitungan, dan pembayaran pajak terutang. Surat keterangan berupa SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN. Surat untuk menagih pajak dan sanksi administrasi. Fungsi Pelaporan dan pertanggungjawab an penghitungan jumlah pajak terutang, pembayaran sendiri, pemotongan. Alat koreksi, sarana mengenakan sanksi, dan alat menagih pajak. Alat koreksi pajak terutang, sarana mengenakan sanksi, dan alat menagih pajak. 11

Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan

UU PAJAK PENGHASILAN (UU 36/2008) Perubahan keempat dari UU 7/1983 Subyek Pajak Obyek Pajak

UU PAJAK PENGHASILAN (UU 36/2008) Perubahan keempat dari UU 7/1983 Subyek Pajak Obyek Pajak • Obyek; bukan obyek; pengurang dan bukan pengurang Cara Menghitung Pajak • Tarif, struktur modal, harga transaksi, revaluasi Pelunasan pajak dalam Tahun Berjalan • PPh 21; 22; 23; 24; 25 Perhitungan pajak akhir tahun • PPh 28; PPh 29 13

Subjek Pajak Pasal 2 Ayat (1 dan 1 a) Orang Pribadi (OP) Warisan yang

Subjek Pajak Pasal 2 Ayat (1 dan 1 a) Orang Pribadi (OP) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, bersifat menggantikan yang berhak. Badan Bentuk usaha tetap (BUT), merupakan subyek pajak yang perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subyek pajak badan. 14

Definisi Penghasilan Pasal 4 Ayat (1) Merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang: - Diterima

Definisi Penghasilan Pasal 4 Ayat (1) Merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang: - Diterima atau diperoleh wajib pajak. - Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. - Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak. Dengan nama dan dalam bentuk apapun 15

PPN dan PPn. BM

PPN dan PPn. BM

UU PPN & PPn. BM (UU 42/2009) Perubahan keempat dari UU 8/1983 Pengukuhan pengusaha

UU PPN & PPn. BM (UU 42/2009) Perubahan keempat dari UU 8/1983 Pengukuhan pengusaha kena pajak Kewajiban melaporkan usaha, memungut dan menyetor dan melaporkan pajak terutang Obyek Pajak Tarif dan Cara Menghitung Pajak Saat dan tempat terutang Laporan Perhitungan pajak Ketentuan Khusus - pemungut 17

Manajemen Pajak

Manajemen Pajak

Definisi Manajemen Pajak • Upaya-upaya manajemen dalam memenuhi kewajiban perpajakan yang benar, tetapi jumlah

Definisi Manajemen Pajak • Upaya-upaya manajemen dalam memenuhi kewajiban perpajakan yang benar, tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. • SARANA MEMENUHI KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN BENAR, TETAPI JUMLAH PAJAK YANG DIBAYAR DAPAT DITEKAN SERENDAH MUNGKIN UNTUK MEMPEROLEH LABA DAN LIKUIDITAS YANG DIHARAPKAN (Lumbantoruan, 1994)

Tujuan Manajemen Pajak • Umum: • Menerapkan peraturan perpajakan secara benar • Usaha efisiensi

Tujuan Manajemen Pajak • Umum: • Menerapkan peraturan perpajakan secara benar • Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya. • Manfaat Manajemen Pajak – Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali – Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan – Menunda pengakuan penghasilan – Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain

Strategi Manajemen Pajak • Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dalam bentuk badan usaha

Strategi Manajemen Pajak • Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dalam bentuk badan usaha baru • Menghindari pengenaan pajak berganda • Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau membentuk, memperbanyak atau mempercepat pengurangan pajak. • manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen yang terdiri dari: – Perencanaan Pajak (Tax Planning) – Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implemetation) – Pengendalian Pajak (Tax Control)

STRUKTUR TAX PLANNING ENTITAS BISNIS TAX PLANNING TAX POLICY TAX LAW TAX ADMNST

STRUKTUR TAX PLANNING ENTITAS BISNIS TAX PLANNING TAX POLICY TAX LAW TAX ADMNST

TAX PLANNING QTINDAKAN LEGAL PENGENDALIAN TRANSAKSI QTERKAIT DENGAN KONSEKUENSI POTENSI PAJAK QPAJAK YANG DAPAT

TAX PLANNING QTINDAKAN LEGAL PENGENDALIAN TRANSAKSI QTERKAIT DENGAN KONSEKUENSI POTENSI PAJAK QPAJAK YANG DAPAT MENGEFISIENSIKAN JUMLAH QPAJAK YANG DITRANSFER KE PEMERINTAH. QTRANSAKSI TERKENA PAJAK DIUPAYAKAN DIKURANGI ATAU DITUNDA SECARA LEGAL QASPEK FORMAL DAN ADMININISTRATIF HUKUM PAJAK FORMIL QNPWP DAN NPKP, PEMBUKUAN, MEMBAYAR PAJAK QSELF ASSESMENT SYSTEM QPAYMENT SYSTEM QASPEK MATERIIL : OPTIMALISASI ALOKASI SUMBER DANAMANAJEMEN AGAR PEMBAYARAN PAJAK EFEKTIF

TAX PLANNING q HAL YANG PENTING : q TIDAK MELANGGAR KETENTUAN PERPAJAKAN SECARA BISNIS

TAX PLANNING q HAL YANG PENTING : q TIDAK MELANGGAR KETENTUAN PERPAJAKAN SECARA BISNIS MASUK AKAL q BUKTI PENDUKUNG MEMADAI (MIS. PERJANJIAN; FAKTUR; KEBIJAKAN AKUNTANSI ) q PENGENDALIAN PAJAK (TAX CONTROL) q PERSYARATAN FORMAL DAN MARIIL q PENGENDALIAN PEMBAYARAN PAJAK q DOING THING RIGHT, DOING THE RIGHT THING AND WORK SMART

TAX LAW f UNDANG - UNDANG PERPAJAKAN + TIDAK MENGATUR SEMUA PERMASALAHAN PAJAK +

TAX LAW f UNDANG - UNDANG PERPAJAKAN + TIDAK MENGATUR SEMUA PERMASALAHAN PAJAK + TIDAK MENGATUR SECARA TEKNIS f PERATURAN PEMERINTAH, KEPMENKEU, SE DIRJEN PAJAK + KETENTUAN BERTENTANGAN DENGAN UU + PENYESUAIAN KEBIJAKAN TERTENTU f ANALISIS CELAH (LOOPHOLES) + PERBEDAAN TARIF PAJAK (TAX RATES) + PERBEDAAN PERLAKUAN OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK (TAX BASE) + KESEMPATAN PENGHEMATAN PAJAK

TAX ADMINISTRATION f PERSYARATAN ADMINISTRASI PAJAK + MENGHINDARI SANKSI ADMINISTRASI & PIDANA + PENGISIAN

TAX ADMINISTRATION f PERSYARATAN ADMINISTRASI PAJAK + MENGHINDARI SANKSI ADMINISTRASI & PIDANA + PENGISIAN SPT DAN PEMBAYARAN PAJAK + PENGAWASAN IMPLEMENTASI TAX PLANNING

KATEGORI TAX EVASION. . . + IGNORANCE ( KETIDAKTAHUAN ) + ERROR ( KESALAHAN

KATEGORI TAX EVASION. . . + IGNORANCE ( KETIDAKTAHUAN ) + ERROR ( KESALAHAN ) + NEGLIGENCE ( KEALPAAN ) + MISSUNDERSTANDING ( KESALAHPAHAMAN )

Perencanaan Pajak • Perencanaan Pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak dimana pada tahap

Perencanaan Pajak • Perencanaan Pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak dimana pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. • Tujuan perencanaan pajak adalah agar beban pajak (Tax Burden) serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuatan Undang-undang maka tax planning disini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun diinvestasikan kembali.

Motivasi Perencanaan Pajak Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy) Kebijaksanaan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran

Motivasi Perencanaan Pajak Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy) Kebijaksanaan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu: − Pajak yang akan dipungut − Siapa yang akan dijadikan subjek pajak − Apa saja yang merupakan objek pajak − Berapa besarnya tarif pajak − Bagaimana prosedurnya

Motivasi Perencanaan Pajak – Undang-undang Perpajakan (Tax Law) mengatur setiap permasalahan secara sempurna namun

Motivasi Perencanaan Pajak – Undang-undang Perpajakan (Tax Law) mengatur setiap permasalahan secara sempurna namun pelaksanaannya diikuti ketentuan-ketentuan pelaksana. – Tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undangundang itu karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. – Administrasi Perpajakan (Tax Administration) • Motivasi perencanaan pajak adalah memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam pengembalian keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan: − − − Perbedaan tarif pajak (Tax Rates) Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (Tax Base) Loopholes, Shelters dan Havens

Tahap-tahap Perencanaan Pajak Agar Tax Planning berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perencanaan itu

Tahap-tahap Perencanaan Pajak Agar Tax Planning berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perencanaan itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut: – Analisis informasi yang ada – Buat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak – Evaluasi pelaksanaan rencana pajak – Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak – Mutakhirkan rencana pajak

KARAKTERISTIK PERENCANAAN PAJAK • Legal, tidak bertentangan dengan peraturan perpajakan yang berlaku • Integral,

KARAKTERISTIK PERENCANAAN PAJAK • Legal, tidak bertentangan dengan peraturan perpajakan yang berlaku • Integral, merupakan bagian integral dari perencanaan menyeluruh perusahaan • Valid, didukung dengan bukti-bukti yang memadai, misalnya: agreement. invoice dan accounting treatment. • Cash flow, berhubungan dengan kegiatan mengendalikan cash flow. • Net Present Value, memaksimalkan net present value.

TAHAP-TAHAP PERENCANAAN PAJAK 1. Tahap Pemahaman a. Memahami Peraturan Perpajakan. b. Memahami Kondisi Internal.

TAHAP-TAHAP PERENCANAAN PAJAK 1. Tahap Pemahaman a. Memahami Peraturan Perpajakan. b. Memahami Kondisi Internal. c. Memahami Kondisi Eksternal. d. Memahami Variabel-variabel Perencanaan Pajak. - Variabel Entitas 1) Memindahkan Penghasilan 2) Memindahkan Biaya 3) Melakukan Transfer Pricing - Variabel Waktu - Variabel Peraturan Perpajakan - Variabel Karakteristik (Kekhususan) Peraturan P 33 jak 2. Tahap Penentuan Tujuan 3. Tahap Pemilihan Strategi 4. Tahap. Penentuan. Teknik 5. Tahap Implementasi 6. Tahap Evaluasi

ASPEK STRATEGIS PERENCANAAN PAJAK • Aspek Strategis Berkaitan Bentuk Entitas Usaha Wajib Pajak •

ASPEK STRATEGIS PERENCANAAN PAJAK • Aspek Strategis Berkaitan Bentuk Entitas Usaha Wajib Pajak • Aspek Strategis Berkaitan Tujuan Wajib Pajak – – – Mengoptimalkan Beban Pengeluaran Menghindari Sanksi Perpajakan Menunda atau Mengangsur Pembayaran Pajak Memaksimalkan Sumber Pendanaan Perusahaan Memaksimalkan Transaksi Dalam Satu Group Perusahaan Memaksimalkan Pembayaran Pajak-Pajak, dan Zakat, Sebagai Pengurang Penghasilan • Aspek Strategis Berkaitan Kondisi Internal Wajib Pajak – Memaksimalkan Kompensasi Kerugian – Melakukan Merger – Penentuan Metode Penyusutan Aktiva Tetap • Aspek Strategis Berkaitan Kondisi Eksternal Wajib Pajak

FORMULA PAJAK PENGHASILAN

FORMULA PAJAK PENGHASILAN

BIAYA DAPAT DIKURANGKAN ) ) ) ) BIAYA UNTUK MENDAPATKAN PENGHASILAN PENYUSUTAN DAN AMORTISASI

BIAYA DAPAT DIKURANGKAN ) ) ) ) BIAYA UNTUK MENDAPATKAN PENGHASILAN PENYUSUTAN DAN AMORTISASI IURAN DANA PENSIUN YANG DISAHKAN MENKEU KERUGIAN PENJUALAN HARTA KERUGIAN SELISIH KURS BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BIAYA BEA SISWA, MAGANG DAN PELATIHAN PIUTANG YANG TIDAK TERTAGIH, syarat : a. TELAH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA b. DISERAHKAN BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA (BUPLN) c. DIPUBLIKASIKAN DALAM PENERBITAN d. MENYERAHKAN DAFTAR PIUTANG TIDAK TERTAGIH KEPADA DIRJEN PAJAK

PENGHASILAN BUKAN OBJEK PAJAK + + + BANTUAN ATAU SUMBANGAN WARISAN SETORAN TUNAI PENYERTAAN

PENGHASILAN BUKAN OBJEK PAJAK + + + BANTUAN ATAU SUMBANGAN WARISAN SETORAN TUNAI PENYERTAAN SAHAM DITERIMA BADAN IMBALAN DALAM BENTUK NATURA PENERIMAAN ASURANSI KEPADA ORANG PRIBADI DEVIDEN YANG DITERIMA BADAN, syarat : a. BERASAL DARI LABA DITAHAN b. BAGI PT, BUMN DAN BUMD PENERIMA DEVIDEN PALING RENDAH 25% DAN MEMPUNYAI USAHA AKTIF DILUAR KEPEMILIKAN SAHAM IURAN PENSIUN PENGHASILAN MODAL YANG DITANAMKAN BAGIAN LABA YANG TIDAK TERBAGI ATAS SAHAM BUNGA OBIGASI DITERIMA PERUSAHAAN REKSADANA PENGHASILAN YANG DITERIMA PERUSAHAAN VENTURA

PRINSIP TAXABLE & DEDUCTIBLE f MERUBAH DEDUCTIBLE MENJADI TAXABLE + BEBAN YANG TIDAK DAPAT

PRINSIP TAXABLE & DEDUCTIBLE f MERUBAH DEDUCTIBLE MENJADI TAXABLE + BEBAN YANG TIDAK DAPAT DIKURANGKAN MENJADI DAPAT DIKURANGKAN + PENGHASILAN SEBAGAI OBJEK PAJAK MENJADI BUKAN OBJEK PAJAK f ILUSTRASI !! PT. DHANA MEMPEROLEH PENGHASILAN Rp 10, 000 RIBU DAN BEBAN KOMERSIAL Rp 7, 500, 000 RIBU, TERMASUK KEBIJAKAN MENYEDIAAN DOKTER DAN OBAT-OBATAN SEJUMLAH RP 180, 000 RIBU

PENGHEMATAN PAJAK Rp 54, 000. 00

PENGHEMATAN PAJAK Rp 54, 000. 00

Penyebaran penghasilan & biaya f PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENGENAAN PAJAK + PENJUALAN SECARA ANGSURAN

Penyebaran penghasilan & biaya f PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENGENAAN PAJAK + PENJUALAN SECARA ANGSURAN / KREDIT + PERPENDEK JANGKA WAKTU BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN + PEMBELIAN TUNAI MENJADI LEASING + BIAYA LEASING LEBIH BESAR PENYUSUTAN FISKAL f DIVERSIFIKASI USAHA PENUNJANG + PEMBENTUKAN ENTITAS BISNIS BARU MIS. PERUSAHAAN LEASING ATAU SEWA (RENTAL)

TAX SAVING ¶ USAHA MEMINIMALISASI JUMLAH UTANG PAJAK YANG TIDAK TERMASUK DALAM LINGKUP PERPAJAKAN

TAX SAVING ¶ USAHA MEMINIMALISASI JUMLAH UTANG PAJAK YANG TIDAK TERMASUK DALAM LINGKUP PERPAJAKAN (Zain, 2003) · MENGHINDARI UTANG PAJAK DENGAN TIDAK MEMBELI ATAU MENJUAL YANG ADA PPN ATAU MENGURANGI JAM KERJA

TAX HEAVENS ¶ FASILITAS PAJAK YANG DAPAT DINIKMATI DENGAN ADANYA KETENTUAN PERPAJAKAN YANG BERLAKU

TAX HEAVENS ¶ FASILITAS PAJAK YANG DAPAT DINIKMATI DENGAN ADANYA KETENTUAN PERPAJAKAN YANG BERLAKU · JUSTIFIKASI : + DOMISILI TIDAK ADA PAJAK YANG HARUS DIPUNGUT + PAJAK HANYA DIPUNGUT UNTUK INTERNATIONAL TAXABLE EVENT + PERLAKUAN KHUSUS, MIS TAX HOLIDAYS ¸ EKSPANSI PASAR MELALUI PENDIRIAN KANTOR

TAX EVASION MANIPULASI SECARA ILEGAL ATAS PENGHASILANNYA UNTUK MEMPERKECIL JUMLAH PAJAK TERUTANG (Barr NA,

TAX EVASION MANIPULASI SECARA ILEGAL ATAS PENGHASILANNYA UNTUK MEMPERKECIL JUMLAH PAJAK TERUTANG (Barr NA, 1997) PENYELUNDUPAN PAJAK YANG MELANGGAR UNDANG-UNDANG PAJAK (Anderson, dalam Zain, 2003) Termasuk……………. .

Sumber Pembiayaan

Sumber Pembiayaan

Pemilihan sumber Dana – Aset tetap 1. 2. 3. 4. 5. Dampak dari menahan

Pemilihan sumber Dana – Aset tetap 1. 2. 3. 4. 5. Dampak dari menahan laba (pendanaan internal). Dampak dari pendanaan melalui modal (equity financing) dan distribusi laba (distributing dividend). Dampak dari pendanaan melalui utang (debt financing) terutama oleh pemegang sahamnya. Factoring and leasing. Hybrid financial instruments.

Pengendalian Penghasilan

Pengendalian Penghasilan

Klasifikasi Umum Penghasilan dari pekerjaan dan hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium,

Klasifikasi Umum Penghasilan dari pekerjaan dan hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan sebagainya. Penghasilan dari usaha dan kegiatan. Penghasilan dari modal berupa harga gerak ataupun tidak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa dan keuntungan penjualan harga atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

Ketentuan Khusus atas Penghasilan q Semua penghasilan digabungkan dalam satu tahun pajak. q Jika

Ketentuan Khusus atas Penghasilan q Semua penghasilan digabungkan dalam satu tahun pajak. q Jika menderita kerugian dikompensasikan dengan penghasilan lain kecuali kerugian dari luar negeri. q Untuk penghasilan dikenakan final atau dikecualikan dari objek pajak tidak boleh digabungkan.

Objek Pajak (1) Pasal 4 Ayat (1) Penggantian imbalan berkenaan a. atau dengan pekerjaan

Objek Pajak (1) Pasal 4 Ayat (1) Penggantian imbalan berkenaan a. atau dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU Pajak Penghasilan; b. kegiatan, dan penghargaan; c. Laba usaha;

Objek Pajak (2) Pasal 4 Ayat (1) d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan

Objek Pajak (2) Pasal 4 Ayat (1) d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: i. Keuntungan karena pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; ii. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; iii. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; iv. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut

Objek Pajak (3) Pasal 4 Ayat (1) e. dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan

Objek Pajak (3) Pasal 4 Ayat (1) e. dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. g. h. i. j. k. karena jaminan pengembalian utang; Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai

Objek Pajak (4) Pasal 4 Ayat (1) l. m. n. o. p. q. r.

Objek Pajak (4) Pasal 4 Ayat (1) l. m. n. o. p. q. r. s. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; Premi asuransi; Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; Penghasilan dari usaha berbasis syariah; Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan Surplus Bank Indonesia.

Definisi Pajak Final Pajak yang terutang dan dibayarkan seketika penghasilan diperoleh atau diterima. Pemotongan

Definisi Pajak Final Pajak yang terutang dan dibayarkan seketika penghasilan diperoleh atau diterima. Pemotongan dilakukan oleh pemberi penghasilan, atau pihak lain yang ditentukan. Ketika dilakukan penghitungan pajak terutang di akhir tahun, penghasilan yang dikenakan pajak final bukan sebagai penambah penghasilan dan pajak final tidak dapat menjadi kredit pajak. Pajak Final = pajak selesai dengan pembayaran tersebut

Pertimbangan Pengenaan Kesederhanaan Pemotongan Pengurangan Beban Administratif Pemerataan Pengenaan Pajak Dorongan Pengembangan Investasi dan

Pertimbangan Pengenaan Kesederhanaan Pemotongan Pengurangan Beban Administratif Pemerataan Pengenaan Pajak Dorongan Pengembangan Investasi dan Tabungan Perkembangan Ekonomi dan Moneter

Objek Pajak Dikenai Pajak Final Pasal 4 Ayat (2) a. b. c. d. e.

Objek Pajak Dikenai Pajak Final Pasal 4 Ayat (2) a. b. c. d. e. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; Penghasilan berupa hadiah undian; Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pelaksana Pajak Final Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek. PP No.

Peraturan Pelaksana Pajak Final Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek. PP No. 14 Tahun 1997 Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI. PP No. 131 Tahun 2000 Penghasilan dari hadiah undian. PP No. 132 Tahun 2000 Penghasilan dari persewaan tanah dan/ atau bangunan. PP No. 5 Tahun 2002 Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan. PP No. 71 Tahun 2008 Penghasilan berupa bunga/ diskonto obligasi yang dijual di bursa efek. PP No. 16 tahun 2009 Penghasilan dari usaha jasa konstruksi. PP No. 40 Tahun 2009 Penghasilan dari UMKM. PP No. 46 Tahun 2013

Peraturan Pemerintah 46 – Pajak UKM Final • Ketentuan Pajak Penghasilan yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah 46 – Pajak UKM Final • Ketentuan Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013, merupakan kebijakan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. • Yang dikenai Pajak Penghasilan (PPh) ini adalah Penghasilan dari USAHA yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp 4, 8 miliar dalam 1 tahun Pajak. Peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya. • Pajak yang terutang dan harus dibayar adalah: 1% dari jumlah peredaran bruto. • Usaha meliputi usaha dagang, industri, dan jasa, seperti misalnya toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, waruing/rumah makan, salon, dan usaha lainnya.

Peraturan Pemerintah 46 – Pajak UKM Final • Objek Pajak TIDAK DIKENAI PAJAK MENURUT

Peraturan Pemerintah 46 – Pajak UKM Final • Objek Pajak TIDAK DIKENAI PAJAK MENURUT PP 46 : • Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas, seperti misalnya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana diuraikan dalam penjelasan PP tersebut; • Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat (2)), seperti misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah tersendiri. • Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

Peraturan Pemerintah 46 – Pajak UKM Final Yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP Nomor

Peraturan Pemerintah 46 – Pajak UKM Final Yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP Nomor 46, adalah: • Orang Pribadi; • Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp 4, 8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Yang tidak dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP Nomor 46 adalah: • Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum. misalnya: pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki-lima, dan sejenisnya. • Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto (omzet) melebihi Rp 4, 8 miliar.

Peraturan Pemerintah 46 – Pajak UKM Final • Pajak Penghasilan yang diatur oleh PP

Peraturan Pemerintah 46 – Pajak UKM Final • Pajak Penghasilan yang diatur oleh PP Nomor 46 Tahun 2013 termasuk dalam: PAJAK FINAL (Pasal 4 ayat 2) • Setoran bulanan bukan PPh Pasal 25, Jika penghasilan semata dikenai PPh nal, tidak wajib PPh Pasal 25. • Penyetoran paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jika SSP sudah validasi NTPN, Wajib Pajak tidak perlu melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) karena dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai tanggal validasi NTPN. • Penyetoran dimaksud dengan mencantumkan kode pada SSP Akun pajak 411128 kode setoran 420 • Penghasilan yang dibayar berdasarkan PP Nomor 46 dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final.

Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (1) Pasal 4 Ayat (3) a. Bantuan atau sumbangan, zakat

Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (1) Pasal 4 Ayat (3) a. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima oleh badan/ lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau

Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (2) Pasal 4 Ayat (3) c. Warisan; d. Harta, termasuk

Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (2) Pasal 4 Ayat (3) c. Warisan; d. Harta, termasuk setoran tunai, sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan WP, WP yang dikenakan pajak secara final atau WP dengan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit); f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (3) Pasal 4 Ayat (3) g. Dividen atau bagian laba

Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (3) Pasal 4 Ayat (3) g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik

Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (4) Pasal 4 Ayat (3) i. Penghasilan dari modal yang

Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (4) Pasal 4 Ayat (3) i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah,

Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (5) Pasal 4 Ayat (3) l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan

Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (5) Pasal 4 Ayat (3) l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK; m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

Pengendalian Deductible Expense

Pengendalian Deductible Expense

Unsur Beban 1. Tax planning pengelompokkan jenis penghasilan untuk menghitung angsuran masa PPh Pasal

Unsur Beban 1. Tax planning pengelompokkan jenis penghasilan untuk menghitung angsuran masa PPh Pasal 25. 2. Foreign exchange revenue. 3. Rekonsiliasi peredaran usaha dan penghasilan lainnya dengan DPP PPN Keluaran dan DPP PPh yang dipotong/dipungut. 4. Berbagai pengujian untuk menguji kebenaran perhitungan peredaran usaha. 5. Pengendalian atas bea keluar (pajak ekspor) atas penjualan ekspor yang terutang bea keluar. Beda waktu. Beda tetap.

Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara (3 M) Penghasilan (1) Pasal 6 Ayat (1)

Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara (3 M) Penghasilan (1) Pasal 6 Ayat (1) Biaya 3 M bersifat dapat dikurangkan (deductible) atas penghasilan bruto : a. Biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha, meliputi: i. Biaya pembelian bahan baku; ii. Biaya tenaga kerja; iii. Bunga, sewa, dan royalti; iv. Biaya perjalanan; v. Biaya pengolahan limbah; vi. Premi asuransi; vii. Biaya promosi, sesuai ketentuan PMK; viii. Biaya administrasi ix. Pajak selain PPh. b. Biaya penyusutan fiskal dan/atau amortisasi; c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menkeu;

aya untuk Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara (3 M) Penghasilan ( Pasal 6 Ayat (1)

aya untuk Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara (3 M) Penghasilan ( Pasal 6 Ayat (1) e. Kerugian dari selisih kurs; f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan; h. Piutang yang nyata – nyata tak dapat ditagih, dengan syarat: • Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; • Daftar piutang yang tidak dapat ditagih telah diserahkan kepada Ditjen Pajak; • Telah diserahkan perkara penagihannya kepada PN atau BUPLN; • Ada perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan debitur; • Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum dan khusus.

Ketentuan Khusus Atas Biaya 3 M q Biaya 3 M yang dapat dibebankan hanyalah

Ketentuan Khusus Atas Biaya 3 M q Biaya 3 M yang dapat dibebankan hanyalah biaya – biaya yang dikeluarkan terkait penghasilan yang ditetapkan sebagai objek pajak. q Biaya 3 M yang dikeluarkan terkait penghasilan yang dikenai pajak final atau penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, tidak dapat dibebankan. q Jika diketahui nilai biaya secara total, penghitungan biaya 3 M yang dapat dibebankan atau tidak, dapat ditetapkan berdasar metode pro rata berdasar proporsi penghasilan

Deductible Expenses atas Penghasilan BUT Pasal 5 Ayat (2) Meliputi biaya yang berkenaan dengan

Deductible Expenses atas Penghasilan BUT Pasal 5 Ayat (2) Meliputi biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat: Sehubungan dengan: - usaha atau kegiatan; Penghasilan sebagaimana tersebut da - penjualan barang; Pasal 26, selama terdapat hubunga - pemberian jasa; efektif antara BUT dengan harta/ kegi g sejenis dengan yang dijalankan BUT yang memberikan penghasilan. di Indonesia.

Non Deductible Expenses (1) Pasal 9 Ayat (1) Biaya yang tidak dapat dikurangkan (non

Non Deductible Expenses (1) Pasal 9 Ayat (1) Biaya yang tidak dapat dikurangkan (non deductible) atas penghasilan bruto, meliputi: a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun; b. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, anggota atau anggota; c. Pembentukan dana cadangan, kecuali: Cadangan untuk jenis usaha tertentu yang ditetapkan KMK; Cadangan untuk usaha asuransi; Cadangan jaminan sosial dibentuk BPJS; Cadangan penjaminan yang dibentuk LPS; Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

Non Deductible Expenses (2) Pasal 9 Ayat (1) d. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa,

Non Deductible Expenses (2) Pasal 9 Ayat (1) d. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh WP orang pribadi; e. Penggantian/ imbalan atas pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali: Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai ; Diberikan di daerah tertentu atau diberikan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana ditetapkan KMK; f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa; g. Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan,

Non Deductible Expenses (3) Pasal 9 Ayat (1) i. Biaya yang dibebankan/ dikeluarkan untuk

Non Deductible Expenses (3) Pasal 9 Ayat (1) i. Biaya yang dibebankan/ dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungan; j. Gaji anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. Sanksi administrasi dan pidana di bidang perpajakan.

Ketentuan Khusus Atas Natura yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu adalah

Ketentuan Khusus Atas Natura yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu adalah imbalan yang terkait dengan: q Tempat tinggal bagi pegawai dan keluarganya. q Pelayanan kesehatan. q Pendidikan. q Peribadatan. q Pengangkutan. q Olahraga, selain golf, power beating, pacuan kuda, dan terbang layang. Natura yang diberikan akibat keharusan suatu pekerjaan di antaranya dapat berupa seragam bagi petugas pengamanan, atau penginapan bagi kru pelayaran atau penerbangan.

Dialektika Pajak: Asas Resiprokalitas Penghasilan yang dikategorikan sebagai bukan objek pajak bagi pihak yang

Dialektika Pajak: Asas Resiprokalitas Penghasilan yang dikategorikan sebagai bukan objek pajak bagi pihak yang menerima penghasilan bersangkutan biaya – biaya dari pihak yang melakukan pengeluaran terkait penghasilan tersebut, tidak dapat dikurangkan (non deductible). Non Deductible Expense Pihak Melakukan Pengeluaran Bukan Objek Pajak Pihak Menerima Penghasilan

Penghasilan dan Biaya sesuai Asas Resiprokalitas (1) Pasal 4 Ayat (3) dan Pasal 9

Penghasilan dan Biaya sesuai Asas Resiprokalitas (1) Pasal 4 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (1) Bantuan atau sumbangan, selain sumbangan keagamaan yang bersifat wajib, serta sumbangan bencana alam, litbang, sosial, pendidikan, dan olahraga yang ditetapkan PP. Warisan Imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan, selain yang diberikan oleh bukan WP, WP dikenai pajak final, atau WP menggunakan Norma Penghitungan Khusus.

Penghasilan dan Biaya sesuai Asas Resiprokalitas (2) Pasal 4 Ayat (3) dan Pasal 9

Penghasilan dan Biaya sesuai Asas Resiprokalitas (2) Pasal 4 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (1) Premi dan polis asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan beasiswa bagi WP orang pribadi. Iuran dana pensiun yang dibayarkan oleh perusahaan. Bagian laba yang diterima anggota persekutuan yang tidak terdiri atas saham.

Pengendalian PPh 21

Pengendalian PPh 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 • Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau

Pajak Penghasilan Pasal 21 • Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh: – pemberi kerja yang membayar gaji, dll sebagai imbalan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; – bendahara pemerintah yang membayar gaji, dll sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; – dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dll; – badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan – penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. 80

Definisi Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri atas penghasilan yang terkait

Definisi Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri atas penghasilan yang terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Penghasilan yang dimaksud dapat berbentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, atau pembayaran lain dengan nama apapun. Saat Terutang Saat yang lebih dahulu antara akhir bulan diterimanya pembayaran atau akhir bulan diperolehnya penghasilan. 81

Perbedaan Pengenaan PPh 21 PPh 26 • WP Dalam Negeri (DN). • Subjek Pajak

Perbedaan Pengenaan PPh 21 PPh 26 • WP Dalam Negeri (DN). • Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). 82

Subjek Pajak Pegawai. Penerima uang pesangon, pensiun, Tunjangan/ Jaminan Hari Tua (THT/ JHT), termasuk

Subjek Pajak Pegawai. Penerima uang pesangon, pensiun, Tunjangan/ Jaminan Hari Tua (THT/ JHT), termasuk ahli waris. Bukan Pegawai yang melakukan pemberian jasa. Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas non pegawai. Mantan pegawai. Peserta kegiatan.

Subjek Pajak (Bukan Pegawai yang Melakukan Pemberian Jasa) § Tenaga ahli yang terdiri dari

Subjek Pajak (Bukan Pegawai yang Melakukan Pemberian Jasa) § Tenaga ahli yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. § § § Pekerja seni. Olahragawan. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. Pengarang, peneliti, dan penerjemah. Pemberi jasa dalam segala bidang atau kepada suatu kepanitiaan. Agen iklan. Pengawas atau pengelola proyek. Pembawa pesanan atau perantara. Petugas penjaja barang dagangan. Petugas dinas luar asuransi. Distributor MLM, direct selling, atau sejenis.

Pengecualian Subjek Pejabat negara asing seperti perwakilan diplomatik atau konsulat, berikut orang yang diperbantukan

Pengecualian Subjek Pejabat negara asing seperti perwakilan diplomatik atau konsulat, berikut orang yang diperbantukan kepadanya, dengan syarat: • Bukan WNI. • Di Indonesia tidak memperoleh penghasilan di luar jabatannya. • Berasal dari negara yang memberikan perlakuan timbal balik. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat: • Bukan WNI. • Di Indonesia tidak menjalankan usaha/ kegiatan/ pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan. 85

Objek Pajak (1) Penghasilan Pegawai Tetap. Penghasilan teratur penerima pensiun. Pembayaran sekaligus uang pesangon,

Objek Pajak (1) Penghasilan Pegawai Tetap. Penghasilan teratur penerima pensiun. Pembayaran sekaligus uang pesangon, pensiun, THT, JHT selepas 2 tahun sejak berhenti bekerja. Upah pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas secara harian, mingguan, satuan, borongan atau yang dibayarkan secara bulanan. 86

Objek Pajak (2) Imbalan kepada Bukan Pegawai yang melakukan pemberian jasa. Imbalan kepada peserta

Objek Pajak (2) Imbalan kepada Bukan Pegawai yang melakukan pemberian jasa. Imbalan kepada peserta kegiatan. Penghasilan anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas non pegawai. Pembayaran kepada mantan pegawai. Penarikan dana pensiun oleh pegawai. 87

Pengecualian Objek Santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa. Natura yang diberikan

Pengecualian Objek Santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa. Natura yang diberikan oleh WP atau Pemerintah. Iuran kepada dana pensiun , THT, JHT dibayar pemberi kerja. Zakat atau sumbangan keagamaan wajib yang diterima OP. Beasiswa. 88

Ketentuan Khusus Natura dan/ atau kenikmatan lain diperhitungkan sebagai penghasilan, jika dan hanya jika,

Ketentuan Khusus Natura dan/ atau kenikmatan lain diperhitungkan sebagai penghasilan, jika dan hanya jika, diberikan oleh: bukan WP, WP yang dikenai PPh final, atau WP yang menggunakan norma penghitungan khusus. Natura dan/ atau kenikmatan lainnya yang diukur berdasarkan harga pasar atau nilai wajar. 89

Objek PPh 21 Final Penghasilan tidak tetap atau tidak teratur yang menjadi beban APBN

Objek PPh 21 Final Penghasilan tidak tetap atau tidak teratur yang menjadi beban APBN atau APBD. (PMK No. 262/ PMK. 03/ 2010) Dana pensiun yang dialihkan dengan membeli anuitas seumur hidup. (Kepdirjen No. 333/ PJ/ 2001) Uang tebusan pensiun. (PP No. 68 Tahun 2009) Uang pesangon. (PP No. 68 Tahun 2009)

Tax Planning PPh 21 § § § Kompensasi karyawan: tunai versus natura. Gross method,

Tax Planning PPh 21 § § § Kompensasi karyawan: tunai versus natura. Gross method, net method, dan gross-up method. Konsep taxable dan deductible terkait dengan unsur-unsur biaya karyawan. § Pemberian tunjangan kesehatan § Pemberian tunjangan dalam bentuk natura Rekonsiliasi objek pph pasal 21 dengan unsur-unsur biaya karyawan: Identifikasi atas objek-objek withholding tax. Rekonsiliasi SPT masing-masing withholding tax dengan biaya-biaya yang terkait dengan objek withholding tax.

Penghasilan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Foreign exchange loss. Capital expenditure

Penghasilan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Foreign exchange loss. Capital expenditure versus revenue expenditure. Pemilihan metode persediaan. Pemilihan metode penyusutan. Menyiasati SE-46/PJ. 4/1995 Cadangan kerugian piutang tak tertagih. Biaya entertainment. Persyaratan-persyaratan beban promosi sesuai peraturan perpajakan. 9. Berbagai pengujian untuk menguji kebenaran beban pokok penjualan. 10. Ekualisasi beban pokok penjualan dan beban operasional dengan DPP PPN Masukan.

Pengendalian withholding

Pengendalian withholding

PPh withholding lain • • • Gross method, net method, dan gross-up method. Konsep

PPh withholding lain • • • Gross method, net method, dan gross-up method. Konsep taxable dan deductible terkait dengan unsur-unsur biaya yang dikeluarkan perusahaan. Rekonsiliasi objek pph withholding dengan unsur -unsur biaya seperti sewa, jasa konsultasi Identifikasi atas objek-objek withholding tax. Rekonsiliasi SPT masing-masing withholding tax dengan biaya-biaya yang terkait dengan objek withholding tax.

Pengendalian PPN & PPn. BM

Pengendalian PPN & PPn. BM

PPN 1. 2. 3. 4. 5. Kapan seharusnya mendaftar sebagai PKP? Pengendalian atas faktur

PPN 1. 2. 3. 4. 5. Kapan seharusnya mendaftar sebagai PKP? Pengendalian atas faktur pajak keluaran maupun faktur pajak masukan agar memenuhi syarat formil dan materil. Tax planning pemilihan tempat pajak terutang. Strategi menghadapi temuan pemeriksa tentang konfirmasi PPN yang dinyatakan ”tidak ada”. Rekonsiliasi DPP PPN dengan peredaran usaha dalam SPT PPh Badan.

Pemanfaatan Insentif Pajak

Pemanfaatan Insentif Pajak

Fasilitas Perpajakan Pasal 31 A Wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang –

Fasilitas Perpajakan Pasal 31 A Wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang – bidang usaha tertentu. Wajib pajak yang melakukan penanaman modal di daerah – daerah tertentu. Berdasar penetapan PP dapat memperoleh fasilitas berupa: a. Pengurangan penghasilan paling tinggi 30% dari jumlah penanaman modal yang dilakukan. b. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat (tarif dua kali lebih tinggi). c. Kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi

Ketentuan Khusus Atas Fasilitas Perpajakan PP No. 52 Tahun 2011 q q Fasilitas dalam

Ketentuan Khusus Atas Fasilitas Perpajakan PP No. 52 Tahun 2011 q q Fasilitas dalam bentuk pengurangan penghasilan sebesar 30% dari penanaman modal diberikan secara bertahap dalam jangka 6 tahun, dengan besaran pengurangan 5% dari penaman modal di setiap tahunnya. Fasilitas dalam bentuk perpanjangan masa kompensasi kerugian diberikan jika kegiatan memenuhi persyaratan berikut: q Penanaman modal dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat. q Mempekerjakan minimal 500 tenaga kerja Indonesia selama 5 tahun berturut - turut. q Penanaman modal memerlukan investasi untuk infrastruktur ekonomi dan sosial minimal Rp 10. 000, 00. q Mengeluarkan biaya litbang di dalam negeri minimal 5% dari investasi dalam jangka 5 tahun. q Menggunakan minimal 70% bahan baku atau komponen produksi dalam negeri sejak tahun ke – 4. Untuk setiap satu persyaratan yang dipenuhi, perusahaan berhak atas satu tahun perpanjangan masa kompensasi.

Fasilitas Perpajakan Pasal 31 E Wajib pajak badan yang memiliki nilai peredaran bruto kurang

Fasilitas Perpajakan Pasal 31 E Wajib pajak badan yang memiliki nilai peredaran bruto kurang dari Rp 50. 000, 00 Memperoleh pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif Pasal 17 (tarif flat 25%). untuk bagian Penghasilan Kena Pajak dari Berlaku untuk bagian Penghasilan Kena Pajak dari bagian penghasilan bruto sampai dengan Rp 4. 800. 000, 00.

Pajak Internasional

Pajak Internasional

Pajak Internasional • • • Konsep dasar perpajakan internasional. Konsep juridical versus economic double

Pajak Internasional • • • Konsep dasar perpajakan internasional. Konsep juridical versus economic double taxation. Konsep anti-tax avoidance. Pengertian dan tujuan penghindaran pajak berganda (P 3 B). Transfer pricing.

INCOME TAXATION a GLOBAL INCOME TAXATION UU PAJAK PENGHASILAN MENGENAKAN PAJAK ATAS SELURUH PENGHASILAN

INCOME TAXATION a GLOBAL INCOME TAXATION UU PAJAK PENGHASILAN MENGENAKAN PAJAK ATAS SELURUH PENGHASILAN DARI SETIAP NEGARA DI SELURUH DUNIA (WORLD-WIDE INCOME)--ZAIN (2003) a TERITORIAL INCOME TAXATION UU PAJAK PENGHASILAN MENGENAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DIPEROLEH DALAM DAERAH YURISDIKSINYA (REGIONAL INCOME)--ZAIN (2003)

KEDUDUKAN HUKUM P 3 B § P 3 B adalah perjanjian antara negara-negara yang

KEDUDUKAN HUKUM P 3 B § P 3 B adalah perjanjian antara negara-negara yang berdaulat sesuai dengan hukum internasional, § Negara-negara yang membuatnya wajib memastikan bahwa P 3 B dapat diterapkan dalam hukum domestiknya: § Terdapat dua aliran dalam menerapkan P 3 B di dalam negeri: Monistic Principle dan Dualistic Principle. 104

PROSES PEMBERLAKUAN P 3 B Negara X Negosiasi Ratifkasi Disepakati: Pemarafan Penandatanganan Instrumen Ratifikasi:

PROSES PEMBERLAKUAN P 3 B Negara X Negosiasi Ratifkasi Disepakati: Pemarafan Penandatanganan Instrumen Ratifikasi: Melalui Parlemen? Hanya Eksekutif? atau self-executing? Pertukaran: treaty enters into force Treaty Berlaku efektif Indonesia Ratifikasi Instrumen Ratifikasi Berupa Peraturan Presiden Treaty menjadi bagian hukum domestik

Latar Belakang • Setiap negara mempunyai Undang-Undang Perpajakan Tersendiri. • Sistem Perpajakan yang berlainan

Latar Belakang • Setiap negara mempunyai Undang-Undang Perpajakan Tersendiri. • Sistem Perpajakan yang berlainan menyebabkan Pajak Ganda. • Untuk mengurangi resiko terjadinya Pajak ganda dan arus modal dari suatu negara ke negara lain. • Rekonsiliasi yurisdiksi Pajak dari negara yang bersangkutan (Tax Treaty atau Tax Convention). • Dalam Perpajakan Internasional tidak ada ketentuan atau kaidah yang membatasi hak pemajakan suatu negara terhadap objek pajak dan subjek pajak luar negeri. Terdapat dua model persetujuan : a. OECD Model (Organization Cooperation For Economic Cooperation and Development). b. UN (United Nations). • UN model di Indonesia dijadikan acuan utama dalam perundingan P 3 B • Persetujuan pada hakekatnya rekonsiliasi dari 2 hukum pajak yang beda sehingga kedudukannya diatas UU Nasional.

Sistem Perpajakan Internasional • Setiap negara mengatur perlakuan pajak OP dan Badan yang beraktivitas

Sistem Perpajakan Internasional • Setiap negara mengatur perlakuan pajak OP dan Badan yang beraktivitas di Luar Negeri atau sebaliknya. • Sistem Perpajakan Internasional berbeda satu negara dan lainnya tetapi beberapa prinsip terdapat kesamaan pengertian perpajakan. • Kesamaan Pengertian dirumuskan dalam P 3 B. • Kebanyakan negara menganut prinsip Teritorial. • Perlakuan Teritorial membenarkan aplikasi jurisdiksi pemajakan teritorial (Sumber Pemajakan). • Indonesia mengaplikasikan prinsip pemajakan teritorial. • Indonesia mengenakan Pajak atas Penghasilan Luar Negeri yang diperoleh OP dan Badan Indonesia (WPDN). • Norma dalam Sistem Perpajakan Internasional yang diterima dan diikuti secara global yaitu untuk: § Menyerahkan hak pemajakan utama (Primary Taxing Right) kepada negara sumber. § Mempertahankan wewenang pemajakan residual (Residual Tax Claim) kepada negara domisili.

Manfaat dan Tujuan ketentuan Pajak Internasional • Pajak Internasional memuat ketentuan pajak internasional yang

Manfaat dan Tujuan ketentuan Pajak Internasional • Pajak Internasional memuat ketentuan pajak internasional yang merujuk pada aspek internasional dari ketentuan perpajakan suatu negara. • Aspek Internasional dari sistem perpajakan negara yang utama adalah P 3 B (Tax Treaty). • P 3 B bersifat membatasi hak pemajakan negara pihak. Tidak mengenakan atau meringankan beban pajak. • Cara lain selain P 3 B yaitu kerjasama ekonomi, kontrak bagi hasil. • Ketentuan Pajak Internasional meliputi 2 dimensi luas: – Pemajakan terhadap WPDN atas Penghasilan Luar negeri. – Pemajakan terhadap WPLN atas Penghasilan dari Dalam Negeri (Domestik).

Tujuan Ketentuan Pajak Internasional. • Memperoleh bagian penerimaan dari transaksi lintas perbatasan secara adil.

Tujuan Ketentuan Pajak Internasional. • Memperoleh bagian penerimaan dari transaksi lintas perbatasan secara adil. • Meningkatkan keadilan (fairness) dalam perpajakan. • Memperkuat daya saing ekonomi domestik. • Netralisasi ekspor modal (Capital Export Neutrality) dan netrality impor modal.

Penghasilan Kena Pajak. • Dalam UU KUP maupun UU PPh tidak memberikan pengertian Badan

Penghasilan Kena Pajak. • Dalam UU KUP maupun UU PPh tidak memberikan pengertian Badan secara konsepsional. • Pengertian Badan digunakan pendekatan daftar (Listing Approach). Sedangkan pada KUP mendasarkan pada keperluan administrasi pengenaan pajak. • Dari Source Concept of Income menjadi Accretion Concept of Income atau Komprehensif (Comprehensive Concept of Income). • Dalam Pengertian Income terdapat 4 unsur : 1. Pengakuan (Income Recognition). 2. Cakupan Geografis (Geographical Source of Income). 3. Pemanfaatan. 4. Sifat Pengertian.

Pajak Daerah

Pajak Daerah

JENIS PUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PPN & PPn. BM PBB BEA MATERAI BEA MASUK CUKAI

JENIS PUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PPN & PPn. BM PBB BEA MATERAI BEA MASUK CUKAI ENTITAS BISNIS RETRIBUSI PAJAK DAERAH

PAJAK DAERAH

PAJAK DAERAH

RETRIBUSI DAERAH

RETRIBUSI DAERAH

RETRIBUSI DAERAH…. .

RETRIBUSI DAERAH…. .

RETRIBUSI DAERAH

RETRIBUSI DAERAH

Soal 1 Makan siang bagi seluruh pegawai yang diterima oleh karyawan akan bersifat. .

Soal 1 Makan siang bagi seluruh pegawai yang diterima oleh karyawan akan bersifat. . . a. Menambah penghasilan karyawan dapat dibebankan pemberi kerja. b. Tidak menambah penghasilan karyawan dapat dibebankan pemberi kerja. c. Menambah penghasilan karyawan dan tidak dapat dibebankan pemberi kerja. d. Tidak menambah penghasilan karyawan dan tidak dapat dibebankan pemberi kerja. B. Makan siang bagi seluruh pegawai bersifat non taxable bagi karyawan deductible bagi pemberi kerja.

Soal 2 Dalam melakukan tax planning perlu memperhatikan keberadaan hubungan istimewa. Hubungan istimewa dianggap

Soal 2 Dalam melakukan tax planning perlu memperhatikan keberadaan hubungan istimewa. Hubungan istimewa dianggap ada apabila OP saling memiliki hubungan keluarga. . . a. Sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus. b. Sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat. c. Sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus atau ke samping. d. Sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus atau ke samping satu derajat. D. Hubungan istimewa meliputi hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus atau ke samping satu derajat.

Soal 3 WP dapat melakukan penghematan pajak dengan mempercepat pemeriksaan dengan memperoleh pengembalian pendahuluan

Soal 3 WP dapat melakukan penghematan pajak dengan mempercepat pemeriksaan dengan memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. WP dengan kriteria tertentu berhak diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, atas pertimbangan. . . a. Skala usaha WP yang masih kecil, guna menstimulasi penambahan PKP berstatus UMKM. b. Kekhususan akibat sifat usaha WP yang menyebabkan pengembalian kelebihan lama dipulihkan melalui kompensasi pengkreditan. c. Pemberian insentif bagi WP yang berkegiatan usaha di daerah tertinggal. d. Kepatuhan WP dalam melaporkan SPT Masa. D. WP dengan kriteria tertentu merupakan WP yang memiliki kepatuhan pelaporan SPT Masa dan berbagai ketentuan formal lain.

Soal 4 Dalam melakukan perencanaan pajak, perlu memperhatikan sanksi pidana akibat dari pelanggaran ketentuan

Soal 4 Dalam melakukan perencanaan pajak, perlu memperhatikan sanksi pidana akibat dari pelanggaran ketentuan perpajakan. Berikut merupakan tindakan yang dapat dikenai sanksi pidana, kecuali… A. Terlambat menyampaikan SPT. B. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan. C. Menyampaikan SPT yang isinya tidak lengkap. D. Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar. A. Terlambat menyampaikan SPT bukan merupakan tindak pidana.

Soal 5 Perencanaan pajak dilakukan dengan mengupayakan agar beban yang dapat dikurangkan optimal. Sumbangan

Soal 5 Perencanaan pajak dilakukan dengan mengupayakan agar beban yang dapat dikurangkan optimal. Sumbangan yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan adalah yang diberikan terhadap… A. Bencana nasional. B. Kegiatan sosial. C. Fasilitas pendidikan. D. Pembinaan olahraga. B. Sumbangan bencana nasional, fasilitas pendidikan, dan pembinaan olahraga besifat deductible.

Soal 6 Natura berupa pakaian keselamatan kerja yang diharuskan akibat sifat pekerjaan merupakan natura

Soal 6 Natura berupa pakaian keselamatan kerja yang diharuskan akibat sifat pekerjaan merupakan natura yang. . . A. Dapat dibebankan oleh perusahaan. B. Tidak dapat dibebankan oleh perusahaan. C. Menambah penghasilan karyawan. D. Menambah penghasilan karyawan, apabila diberikan oleh Wajib Pajak (WP) yang dikenai deemed profit. A. Pakaian keselamatan kerja yang diharuskan akibat sifat pekerjaan bersifat deductible bagi pemberi dan non taxable bagi penerima.

Soal 7 Biaya berikut dapat dikurangkan dari penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT), kecuali. .

Soal 7 Biaya berikut dapat dikurangkan dari penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT), kecuali. . . A. Biaya terkait penjualan kantor pusat yang serupa penjualan BUT. B. Biaya terkait penghasilan kantor pusat sepanjang ada hubungan efektif antara BUT dengan penghasilan. C. Biaya administrasi kantor pusat berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT. D. Biaya sewa BUT kepada kantor pusat bersifat non deductible.

Soal 8 Perolehan aset akibat pemecahan usaha bagi entitas yang baru dibentuk diukur berdasarkan.

Soal 8 Perolehan aset akibat pemecahan usaha bagi entitas yang baru dibentuk diukur berdasarkan. . . A. Nilai sisa buku. B. Nilai wajar. C. Nilai yang ditetapkan Dirjen Pajak. D. Nilai sisa yang telah disusutkan sesuai penyusutan fiskal B. Aset diperoleh akibat pemecahan usaha diukur berdasarkan nilai wajar bagi penerima.

Soal 9 Menkeu atau Dirjen Pajak memiliki kewenangan menetapkan perihal berikut, kecuali. . .

Soal 9 Menkeu atau Dirjen Pajak memiliki kewenangan menetapkan perihal berikut, kecuali. . . A. Besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan. B. Saat diperolehnya dividen oleh WPDN atas semua penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri yang tidak diperdagangkan di bursa efek. C. Besarnya penghasilan bagi WP yang terlibat transaksi dengan WP lain dengan hubungan istimewa. D. Subjek yang dianggap melaksanakan pengalihan saham special purpose company di tax haven country. B. Menkeu berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh WPDN atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri yang tidak diperdagangkan di bursa efek apabila memiliki kepemilikan minimal 50%.

Soal 10 Syarat agar WP Badan memperoleh penurunan tarif 5% adalah. . . A.

Soal 10 Syarat agar WP Badan memperoleh penurunan tarif 5% adalah. . . A. Minimal 40% dari modal disetor, diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. B. Dimiliki oleh minimal 300 pemegang saham dengan kepemilikan masing – masing maksimal 5%, selama periode 6 bulan dalam satu tahun. C. Salah satu syarat (a) atau (b) dipenuhi. D. Kedua syarat (a) dan (b) dipenuhi. C. WP Badan memperoleh penurunan tarif 5% apabila minimal 40% dari modal disetor, diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, atau dimiliki minimal 300 pemegang saham dengan kepemilikan maksimal 5%, selama periode 6 bulan.

SOAL 11 Penilaian persediaan yang tidak perkenankan menurut ketentuan pajak: A. LIFO B. FIFO

SOAL 11 Penilaian persediaan yang tidak perkenankan menurut ketentuan pajak: A. LIFO B. FIFO C. Weighted Average D. Average A

SOAL 12 Ketentuan atas aset yang diperoleh untuk diberikan sebagai fasilitas jabatan adalah. .

SOAL 12 Ketentuan atas aset yang diperoleh untuk diberikan sebagai fasilitas jabatan adalah. . . A. B. C. D. Biaya pemeliharaan diakui sebesar 100%. Biaya pemeliharaan tidak dapat dibebankan. Biaya pemeliharaan dibebankan 50%. Biaya pemeliharaan dibebankan seluruhnya. C

SOAL 13 Menurut PSAK 14, persediaan pada tanggal pelaporan dinilai berdasarkan mana yang lebih

SOAL 13 Menurut PSAK 14, persediaan pada tanggal pelaporan dinilai berdasarkan mana yang lebih rendah antara nilai perolehan (cost) atau nilai realisasi bersih (NRV). Bagaimana penilaian untuk persediaan menurut pajak? A. Sesuai dengan ketentuan PSAK B. Menggunakan nilai realisasi bersih C. Menggunakan nilai wajar D. Menggunakan harga perolehan D

SOAL 14 Syarat penilaian kembali aset adalah sebagai berikut, kecuali. . . A. B.

SOAL 14 Syarat penilaian kembali aset adalah sebagai berikut, kecuali. . . A. B. C. D. Memperoleh izin Menkeu. Mempergunakan jasa penilai. Dilaksanakan paling cepat setiap 5 tahun sekali. Tidak boleh dialihkan dalam jangka 5 tahun. D

SOAL 15 Amortisasi atas perolehan hak penambangan tembaga mengacu kepada ketentuan berikut. . .

SOAL 15 Amortisasi atas perolehan hak penambangan tembaga mengacu kepada ketentuan berikut. . . A. B. C. D. Mempergunakan metode satuan produksi. Mempergunakan metode garis lurus. Mempergunakan metode saldo menurun berganda. Mempergunakan metode garis lurus atau saldo menurun berganda. A

SOAL 16 Perolehan aset akibat pemecahan usaha bagi entitas yang baru dibentuk diukur berdasarkan.

SOAL 16 Perolehan aset akibat pemecahan usaha bagi entitas yang baru dibentuk diukur berdasarkan. . . A. B. C. D. Nilai sisa buku. Nilai wajar. Nilai yang ditetapkan Dirjen Pajak. Nilai sisa yang telah disusutkan sesuai penyusutan fiskal. B

SOAL 17 Nilai sisa buku akan dipergunakan sebagai nilai perolehan, apabila aset diperoleh melalui.

SOAL 17 Nilai sisa buku akan dipergunakan sebagai nilai perolehan, apabila aset diperoleh melalui. . . A. B. C. D. Sumbangan keagamaan bersifat wajib. Warisan. Opsi A dan B benar. Opsi A dan B salah. C

SOAL 18 Manakah pernyataan yang tepat terkait dengan nilai sisa? A. Nilai sisa mengurangi

SOAL 18 Manakah pernyataan yang tepat terkait dengan nilai sisa? A. Nilai sisa mengurangi harga perolehan dalam perhitungan depresiasi fiskal B. Nilai sisa merupakan beda permanen dalam rekonsiliasi fiskal C. Nilai sisa merupakan temporer dalam rekonsiliasi fiskal D. Nilai sisa relevan dalam perhitungan depresiasi fiskal C

SOAL 19 Motivasi utama WP melakukan penilaian kembali dari sisi fiskal adalah. . .

SOAL 19 Motivasi utama WP melakukan penilaian kembali dari sisi fiskal adalah. . . A. Memiliki nilai aset yang rendah dalam LPK fiskal. B. Memiliki nilai aset yang tinggi dalam LPK fiskal. C. Memiliki beban depresiasi yang rendah dalam LLR fiskal. D. Memiliki beban depresiasi yang tinggi dalam LLR fiskal. C

SOAL 20 Perlakuan terhadap sisa lebih nilai hasil penilaian kembali adalah. . . A.

SOAL 20 Perlakuan terhadap sisa lebih nilai hasil penilaian kembali adalah. . . A. Diperhitungkan sekaligus sebagai deductible expense. B. Diperhitungkan sekaligus sebagai non deductible expense. C. Diperhitungkan sebagai objek pajak. D. Diperhitungkan sebagai non objek pajak. C

Contoh Soal PT. ABC merencanakan melakukan penggabungan dengan PT. XYZ, dimana pada tanggal efektif

Contoh Soal PT. ABC merencanakan melakukan penggabungan dengan PT. XYZ, dimana pada tanggal efektif penggabungan tersebut, PT. ABC akan mengambil alih seluruh harta dan menanggung semua kewajiban dari PT. XYZ. Adapun perhitungan dari transaksi tersebut adalah sebagai berikut : NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. URAIAN Aktiva lancar Aktiva tetap (bersih) Aktiva lain Harga beli kotor (1 | 2 | 3) Dikurangi : Kewajiban yang diambil alih Harga beli bersih (4 -5) HARGA JUAL (MILYAR) 500 2. 000 100 2. 600 2. 000 NILAI BUKU (MILYAR) 500 1. 750 50 2. 300 600 1. 700 Pertanyaan : Bagaimana aspek PPh dilihat dari sisi PT. ABC dan PT. XYZ apabila : 1. Transaksi pengambilan harta tersebut dilakukan dengan pembayaran tunai (cash for assets) 2. Transaksi pengambil alihan harta tersebut dilakukan dengan pembayaran saham (stock for assets)

TERIMA KASIH Dwi Martani - 081318227080 martani@ui. ac. id atau dwimartani@yahoo. com http: //staff.

TERIMA KASIH Dwi Martani - 081318227080 martani@ui. ac. id atau dwimartani@yahoo. com http: //staff. blog. ui. ac. id/martani/ 138