KENISCAYAAN PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA 21
“KENISCAYAAN PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA” 21 -5 -2020 Masnun Tahir UIN Mataram
Wacana Pembaharuan Hukum Keluarga Islam: Historis –Sosiologis Wacana tentang Pembaharuan Hukum Keluarga Islam mulai menjadi perbincangan hangat di kalangan cendikiawan Islam sejak kuatnya pengaruh negara bangsa (nation state). Beberapa negara Islam yang pernah dikolonialisasi oleh Bangsa Eropa berhasil membentuk negara baru di era negara bangsa, katakan saja Mesir, Indonesia, Malaysia, dan lain-lain. Sebagai bagian dari negara bangsa yang menggaungkan doktrin negara modern, beberapa negara Islam atau yang berpenduduk mayoritas Islam harus memiliki hukum nasional yang mandiri dan independen, dan harus bercorak legisme hukum. Kerasnya pengaruh legisme hukum di satu sisi, dan kuatnya isu tentang HAM, Gender, Welfare, dan lain-lain di kancah global, mendesak negara Islam untuk membuat produk hukum baru (hukum positif/positifisme hukum) yang peka terhadap HAM, Gender, Welfare dll di segala lini kehidupan bernegara, termasuk dalam persoalan hukum keluarga. Melihat kompleksitas persoalan tersebut, para cedikiawan dan sarjana Islam mencoba mengurai persoalan itu berdasarkan kebutuhan masyarakat modern dan global. Para sarjana Islam tidak saja mengobrak-abrik berbagai literasi keislaman klasik yang jauh hari sudah disusun oleh para cendikiawan Islam, tetapi juga menempuh tradisi legisme hukum masyarakat Islam. Di Era inilah terjadinya harmonisasi antara literasi Islam klasik dengan literasi masyarakat modern. Pertemuan kedua literasi hukum inilah yang memicu produk hukum baru yang berkarakter legisme hukum. Pada tahun 1974, Indonesia berhasil mengesahkan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dan tahun 1991 berhasil mengesahkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan semakin tahun muncul berbagai produk hukum yang bercorak Islam.
Keniscayaan Pembaharuan Hukum Keluarga di Indonesia Ada berbagai persoalan hukum keluarga yang membutuhkan pembaharuan, misalnya substansi hukum tentang Hak dan Kewajiban dalam rumah tangga. Pasal 31 angka (3) dan 34 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Satu sisi pasal ini tidak konsisten dengan pasal 31 angka (1) dan (2), sisi lain beberapa masyarakat perkotaan tidak dipungkiri para istri yang bekerja, dan para suami yang mengurus pekerjaan rumah. Terdapat juga beberapa keluarga yang mengerjakan pekerjaan rumah bersama-sama, dan suami-istri kerja bersama, dan lain sebagainya. Urusan lindung-melindungi, tidak saja bisa dilakukan oleh suami terhadap istri, terkadang diberbagai kasus rumah tangga, istri yang lebih sering melindungi suami. Lihat pasal 31 angka (3) dan 34 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Bahasa hukum harus segaram dari hirarki hukum paling atas sampai aturan hukum paling bawah. Misalnya, definisi perkawinan dalam UU No. 1 tahun 1974 berbeda dengan definisi perkawinan dalam kompilasi hukum Islam. Budaya hukum masyarakat tidak sejalan dengan aturan hukum yang ada. Hukum keluarga Indonesia menghendaki perkawinan dicatatkan, pernikahan harus di atas 19 tahun, dan persoalan percerian berujung di pengadilan. Faktanya, masyarakat masih banyak yang tidak mencatatkan perkawinannya, banyak menikah di bawah umur, banyak yang tidak bercerai di pengadilan, dan lain sebagainya. Fakta hukum itu mengindikasikan ada yang salah dalam berhukum.
Konteks Hukum Keluarga Islam Di Era Distrupsi 1. Era transisi dari dunia manual ke dunia digital; 2. Munculnya para mufti ber “Mazhab Google” 3. Perubahan di era distrupsi tidak kenal ruang dan waktu dan tak terelakkan telah mendistorsi sistem, aturan, lembaga, industri dan profesi hinga relasi keluarga dengan sangat revolusioner; 4. Perubahan sangat luar biasa dalam relasi orang per orang dalam keluarga bahkan tak terprediksi norma-norma yang terikat waktu dan tempat terbentuknya; 5. Sementara itu Hukum keluarga tetap statis sebagaimana awal terbentuknya dalam UUP, KHI, kitab-kitab fiqh, tradisi/adat yang berlaku;
13 Isu Pokok Pembaharuan Hukum Keluarga Islam 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pembatasan umur minimal untuk kawin bagi laki-laki dan wanita. UU nomor 16 tahun 2019 ttg perubahan UU No 1 Tahun 1974 Peranan wali dalam nikah Pendaftaran dan pencatatan perkawinan Keuangan perkawinan : maskawin dan biaya kawin Poligami dan hak istri dalam poligami Nafkah istri dan keluarga serta rumah tinggal Talak dan cerai di muka pengadilan
Lanjutan 8. Hak wanita yang dicerai suaminya 9. Masa hamil dan akibat hukumnya 10. Hak dan tanggung jawab pemeliharaan anak pasca perceraian 11. Hak waris bagi anak laki-laki dan wanita termasuk bagi anak dari anak yang terlbih dahulu maninggal 12. Wasiat 13. keabsahan dan pengelolaan wakaf keluarga ((M. Atho’ Muzhar dan Khairuddin Nasution) Adapun Isu yang Terabaikan 1. Konsep Keluarga di Era Modern (Commuter marriage) 2. Hukum Keluarga Kaum Minoritas (ahmadiyah); 3. Hukum Keluarga Penyandang Disabilitas. 4. Kewarisan bagi non muslim 5. Hukum Keluarga di Tengah Pandemi
Tujuan Pembaharuan Unifikasi hukum Tantangan Modernitas (An-nushus muttahidah wa lakinnal hawadis gairu muttahidah) Mengangkat Status Perempuan: Ada keberanjakan dari Paradigma lama menuju paradigma baru (equal before the law) Menambah guide/pegangan bagi otoritas hukum (seperti hakim, KUA dll)
Pendekatan Pembaharuan Bagi Pemikir Hukum Islam Kontemporer, banyak jalan dan pendekatan menuju reformasi hukum keluarga Islam, namun semangat al-muhafazatu alal qadiim al-shalih wal- ahzu bil jadid al-aslah tetap jadi basic pemikirannya. Ada dua pendekatan utama dalam pembaruan hukum keluarga Islam, yaitu intra dan extra-doctrinal reforms. Pendekatan intra-doctrinal reform, yang menekankan pada rujukan pandangan-pandangan hukum para ‘ulama fikih, dilakukan oleh negara-negara Muslim seperti Indonesia, Malaysia, dan Mesir. Pendekatan extra-doctrinal reform, yang merujuk pada pandangan-pandangan di luar apa yang disajikan para ulama fikih, dikembangkan beberapa negara seperti Turki dan Tunisia. Dalam kasus hukum tertentu, seperti pemberian wasiat wajiba kepada anak dan orang tua angkat, Indonesia juga menggunakan extra-doctrinal reform Prof. Khairuddin mencermati adanya beragam metode pembaruan hukum keluarga, yaitu siyasah syar’iyyah, takhayyur, maslaha dan shadz al-dzari’ah Siyasah syar’iyyah: Perjalanan politik hukum keluarga Islam dianggap menguntungkan (konfigurasi politik hukum berpengaruh terhadap produk hukum. Tahayyur seperti KHI yang sangat lentur mengadopsi berbagai tradisi dan interpretasi hukum Saddul zariah: Sebagian hakim menggunakan Sadd al-zariah untuk melarang poligami
ARAH BARU HUKUM KELUARGA ISLAM INDONESIA Hukum Keluarga Islam Dalam Pluralisme Hukum Di Indonesia 1. Konteks a. Hukum Islam versi Imam Mazhab, Hukum Negara, tradisi /Hukum adat = Akomodasi Atau Pilihan b. Hukum Melindungi kepentingan bersama, individu, yang lemah/ bermasalah/ minoritas/ disabilitas. c. Maslahah merupakan Konsep yang dinamis dan abstrak, berimplikasi terhadap pemahaman yang variatif. Dapat dibatasi oleh Maqasid Assyari’ah dan Idee Des Recht (Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum).
2. Dampak a. Percampuran Norma Dalam Penerapan Hukum; b. Kewajiban dilaksanakan atas dasar Hukum Agama bukan hukum negara; c. Di beberapa daerah hukum agama dan hukum adat menjadi pilihan norma dan mengenyampingkan hukum negara; d. Dominannya sikap konservatif para otorita hukum dalam rechtvinding Terjebak Kasus Bejibun, Seumberdaya Kurang, Baik Kuantitas Dan Kapasitas, muaranya terseret ritual copy paste (taklid)dan malas berijtihad; (padahal ada garansi salah dapat satu dan benar dapat dua pahala) e. Tokoh agama & masyarakat merasa tidak terikat dengan aturan negara secara imperatif.
3. Posisi Hukum Keluarga Islam Dalam Kerangka Hukum Nasional Indonesia Sumber Hukum Sebagai Acuan Dan Petunjuk Dasar (Staat Fundamental Norm) = Pancasila Dan UUD NRI 1945 Posisi Hukum Keluarga Islam Indonesia Sesuai Dengan Tujuan Pembentukan NKRI dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945 yaitu: a. HKI Harus Bertekat Semata-mata Untuk Melindungi Segenap Bangsa Indonesia Pada Umumnya Dan Masyarakat Islam Khususnya; b. HKI Harus Dapat Membantu Negara Indonesia Untuk Memajukan Kesejahtraan Umum dan Kesejahtraan Masyarakat Islam Khususnya; c. HKI Harus Dapat Membantu Negara Indonesia Mencerdaskan kehidupan bangsa pada umumnya dan masyarakat islam khususnya; d. HKI Harus Dapat Membantu Negara Indonesia untuk Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Lanjutan. . Hukum keluarga Islam Indonesia merupakan diskursus yang dibangun di atas hukum agama, hukum adat dan hukum Nasional Indonesia. Atas dasar itu Hukum Keluarga Islam Indonesia harus seiring dengan nafas yang di kehendaki oleh hukum agama, hukum adat dan UUD 1945 yang merupakan kesepakatan seluruh element bangsa. Untuk Pluralisme ini baca: Ratno Lukito, Leon Buskens, Michael Peletz, John Bowen, M. B. Hooker, Michael Feener, Mark C. Cammack, dan Arskal Salim tentang hubungan dinamis antara adat, negara dan hukum Islam.
4. Hukum Keluarga Islam Indonesia Sebagai System Yang Terbuka (Open System Van Het Recht) a. Pendekatan Dari Sudut Pandang Falsafah Ilmu b. Pendekatan dari Sudut Pandang Teori Hukum c. Pendekatan Dari Sudut Pandang Maqoshid Al-Syariah dan Idee Des Recht sebagai Pedoman Dan Tujuan.
E. Proyeksi & Rekomendasi 1. Pembaruan hukum keluarga harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan problematika sosial yang berubah sangat dinamis sebagai reason de’etre nya Hukum Keluarga Islam dengan mendamaikan atau mengakomodasi pluralisme hukum yang berlaku tanpa harus membenturkan Hukum Islam, Hukum Adat Dan Hukum Negara (al-Jam’u wat taufiq) 2. Pendekatan yang integratif interkonektif dengan berbagai rumpun ilmu pengetahuan dalam mengkaji Hukum Keluarga Islam dapat menjadi alternatif dalam mendialogkan tradisi, modernitas, keindonesiaan dan kedaerahan.
Lanjutan. 3. Rutinitas aparat penegak hukum dalam menjalankan prosedur administrasi dan litigasi dalam penyelesaian masalah Hukum Keluarga Islam harus berbasis Maqasid Al-syari’ah dan Idee Des Recht. 4. Adanya re-orientasi keilmuan yang bisa menjadi acuan bersama dalam kegiatan belajar mengajar. Reorientasi paradigmatik tersebut diarahkan pada dijalankannya pendekatan keilmuan berskema integrasi-interkoneksi dan internalisasi pada PTKIN/PTKIS Khususnya UIN Mataram.
REFERENSI Prof. Arskal Salim, “Pluralisme Hukum Sebagai Kerangka Analisis Studi Politik Hukum Islam” Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah dalam bidang ilmu politik hukum Islam, Pada Tanggal 21 Mei 2016 Prof. Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009. Prof. Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi Terhadap Perundang-Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer Indonesia dan Malaysia, Jakarta: INIS, 2002. Tahir Mahmood, Family law in the Muslim World, Bombay: Tripathi Ltd, 1972 Tahir Mahmood, Personal law in Islamic Countries: History, Text and Comparative Analysis, New Delhi : Time Press, 1987. Prof. Euis Nurlaelawati MA. , Ph. D. , Mengkaji Ulang Pembaruan Hukum Islam Di Indonesia: Negara, Agama, Dan Keadilan Dalam Keluarga Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Hukum Keluarga Islam Disampaikan di hadapan Rapat Senat Terbuka Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 4 Oktober 2018 Prof. Musahadi, Fikih Prasmanan”: Mencermati Disrupsi di Bidang Hukum Islam. Pidato Pengukuhan Guru Besar Hukum Islam di UIN Walisongo Semarang, 8 Januari 2020
- Slides: 17